Lemak dan Minyak TINJAUAN PUSTAKA

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4 Lemak dan Minyak

Suatu lemak atau lipid merupakan senyawa organik yang terdapat dalam alam serta tak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik nonpolar seperti suatu hidrokarbon atau dietil eter. Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol, kedua istilah ini berarti “triester dari gliserol”. Perbedaan antara suatu lemak atau suatu minyak adalah pada temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebagian besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan gliserida dalam tumbuhan cenderung berupa minyak Fessenden,1982. Gambar 2.1 Struktur trigliserida Campbell, 2002 Dalam suatu struktur lemak, tiga asam lemak masing-masing berikatan dengan gliserol melalui ikatan ester, suatu ikatan antara gugus hidroksil dan gugus karboksil. Lemak yang juga disebut triasilgliserol, dengan demikian terdiri atas tiga asam lemak yang berikatan dengan satu molekul gliserol. Asam lemak- asam lemak dalam suatu molekul lemak bisa sama ketiga-tiganya, atau bisa terdiri atas dua atau tiga jenis asam lemak yang saling berlainan. Struktur tersebut dapat kita lihat dalam gambar 2.1 di atas. 2.4.1 Komposisi Lemak Hewani dan Nabati Lemak dapat dibagi berdasarkan komposisi asam lemak yang dikandungnya yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Lemak jenuh adalah lemak yang mengandung asam lemak jenuh lebih dari 60, sedangkan lemak tak jenuh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengandung asam lemak tak jenuh di atas 60. Biasanya lemak nabati adalah lemak tak jenuh dan cair pada suhu kamar sehingga disebut minyak, kecuali minyak kelapa dan minyak inti sawit karena banyak mengandung asam lemak rantai sedang. Sebaliknya, lemak hewani termasuk lemak jenuh dan berwujud padat pada suhu kamar dan disebut sebagai lemak, kecuali minyak ikan karena mengandung banyak asam lemak tak jenuh McKee dan McKee, 2003. Tabel 2.1 Klasifikasi dan sifat asam lemak Nama Jumlah Karbon Formula Titik Leleh Jenuh Laurat 12 CH 3 CH 2 10 CO 2 H 44 Miristat 14 CH 3 CH 2 12 CO 2 H 58 Palmitat 16 CH 3 CH 2 14 CO 2 H 62,8 Stearat 18 CH 3 CH 2 16 CO 2 H 69,9 Arakidonat 20 CH 3 CH 2 18 CO 2 H Tak Jenuh Palmitoleat 16 CH 3 CH 2 5 CH=CHCH 2 7 CO 2 H 32 Oleat 18 CH 3 CH 2 7 CH=CHCH 2 7 CO 2 H 7 Linoleat 18 CH 3 CH 2 4 CH=CHCH 2 CH=CHCH 2 7 CO 2 H -5 Linolenat 18 CH 3 CH 2 CH=CHCH 2 CH=CHCH 2 CH=CHCH 2 7 C0 2 H -11 Arakidonat 20 CH 3 CH2 4 CH=CHCH 2 4 CH 2 2 CO 2 H -50 Sumber: Sumardjo, 2009 Lemak adalah ester dari gliserol dengan asam-asam karboksilat suku tinggi. Asam penyusun lemak disebut asam lemak. Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom-atom karbon penyusunnya, sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan rangkap di antara atom- atom karbon penyusunnya. Kedua jenis ikatan dalam asam lemak inilah yang menyebabkan perbedaan sifat fisik antara asam lemak satu dengan lainnya. Ikatan rangkap dalam bentuk cis suatu asam lemak tidak jenuh mengubah bentuk rantai hidrokarbon sehingga rangkaian atomnya tidak begitu berdekatan. Dengan demikian, adanya ikatan rangkap dapat menurunkan gaya tarik yang mengikat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta rangkaian hidrokarbon. Ikatan yang longgar ini menyebabkan energi yang dibutuhkan untuk memecah trigliserida lebih sedikit sehingga titik leleh trigliserida asam lemak tak jenuh lebih rendah daripada titik leleh trigliserida asam lemak jenuh. Asam lemak yang mempunyai lebih dari satu ikatan rangkap tak lazim, terutama terdapat pada minyak nabati, minyak ini disebut poliunsaturat . Klasifikasi dan sifat asam lemak dapat diperhatikan di Tabel 2.1 . Lemak hewani mengandung banyak sterol sehingga disebut kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak hewani ada yang berbentuk padat lemak yang biasanya berasal dari lemak hewan darat seperti lemak susu, lemak babi, lemak sapi. Lemak hewan laut seperti minyak ikan paus, minyak ikan kod, minyak ikan herring berbentuk cair dan disebut minyak Winarno, 1984. Klasifikasi lemak hewani dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Klasifikasi lemak hewani Kelompok Lemak Jenis Lemakminyak 1. Lemak berwujud padat a. Lemak susu butter fat b. Hewan peliharaan gol.mamalia Lemak dari susu sapi, kerbau, kambing dan domba Lemak babi, skin grease, mutton tallow, lemak tulang dan lemakgemuk wool 2. Minyak berwujud cair a. Hewan peliharaan b. Ikan fish oil Minyak neats foot Minyak ikan paus, salmon, sarden, herring, shark, dog fish dan ikan lumba-lumba Sumber: Ketaren, 1996 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.4.2 Sifat-Sifat Fisik Lemak dan Minyak Lemak dan minyak meskipun serupa dalam struktur kimianya, akan tetapi menunjukkan keragaman yang besar dalam sifat-sifat fisiknya Gaman dan Sherrington, 1994, yaitu : a. Kelarutan Minyak dan lemak tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan oleh adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak adanya gugus-gugus polar b. Pengaruh Panas Jika lemak dipanaskan, akan terjadi perubahan-perubahan nyata pada tiga titik suhu, yaitu : 1. Titik cair Lemak mencair jika dipanaskan. Karena lemak adalah campuran trigliserida yang tidak mempunyai titik cair yang jelas tetapi akan mencair pada suatu rentang suhu. Umumnya lemak mencair pada suhu antara 30 o C dan 40 o C 2. Titik Asap Jika lemak atau minyak dipanaskan hingga suhu tertentu, dia akan mulai mengalami dekomposisi dan menghasilkan kabut berwarna biru atau menghasilkan asap dengan bau karakteristik yang menusuk. Kebanyakan lemak dan minyak mulai berasap pada suhu di atas 200 o C. Umumnya minyak nabati memiliki titik asap lebih tinggi dari lemak hewani. 3. Titik Nyala Jika lemak dipanaskan hingga suhu yang cukup tinggi, dia akan menyala. Suhu ini dikenal sebagai titik nyala. c. Plastisitas Lemak bersifat plastis pada suhu tertentu, lunak dan dapat dioleskan. Plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran trigliserida yang masing-masing mempunyai titik cair masing-masing. Ini berarti bahwa pada suatu suhu, sebagian lemak akan mencair dan sebagian lagi dalam bentuk kristal-kristal padat. Lemak yang mengandung kristal- kristal padat lemak yang mengandung kristal-kristal kecil akibat proses UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pendinginan cepat selama proses pengolahannya akan memberikan sifat lebih plastis. d. Ketengikan Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan rusaknya lemak dan minyak, terdapat dua reaksi yang berperan pada proses ketengikan. 1. Oksidasi Ini terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara. Molekul oksigen bergabung pada ikatan ganda molekul trigliserida dan dapat terbentuk berbagai senyawa yang menimbulkan rasa tengik yang dapat terbentuk berbagai senyawa yang menimbulkan rasa tengik yang tidak sedap. Reaksi ini dipercepat oleh panas, cahaya dan logam-logam dalam konsentrasi amat kecil, khususnya tembaga. 2. Hidrolisis Enzim lipase menghidrolisis lemak, memecah menjadi gliserol dan asam lemak. Lemak + Air lipase Gliserol + Asam Lemak Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak akan tetapi enzim tersebut dapat diinaktivasi dengan pemanasan. Enzim ini dapat pula dihasilkan oleh mikroorganisme yang terdapat pada makanan berlemak. Ketengikan hidrolitik dapat terjadi jika lemak atau minyak dipanaskan dalam keadaan ada air, misalnya pada penggorengan bahan makanan yang lembab. Ketengikan dapat dikurangi dengan penyimpanan lemak dan minyak dalam tempat yang dingin dan gelap dengan wadah logam. 2.4.3 Ekstraksi dan Pemurnian Minyak Lemak dan minyak dapat diperoleh dari ekstraksi jaringan hewan atau tanaman dengan tiga cara, yaitu rendering, pengepresan pressing, atau dengan pelarut. Rendering merupakan suatu cara yang paling sering digunakan untuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengekstraksi minyak atau lemak yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik yang bertujuan untuk mengumpulkan protein pada penggorengan dinding sel bahan dan memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung didalamnya Ketaren, 1996. Setelah tahap ekstraksi selesai, tahap berikutnya adalah proses pemurnian minyak. Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan. Pada umumnya tahapan pemurnian dilakukan sebagai berikut: a. Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan cara penguapan, degumming dan pencucian dengan asam. b. Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi c. Dekolorisasi dengan proses pemucatan d. Deodorisasi e. Pemisahan gliserida jenuh stearin dengan cara pendinginan chilling Ketaren, 1996 2.4.4 Minyak Babi Lard adalah salah satu turunan babi yang dibuat dengan dua cara, yakni dengan rendering basah wet rendering atau rendering kering dry rendering. Pada rendering basah, lemak babi direbus dalam air atau uap pada suhu tinggi dan lemak babi yang tidak dapat larut di air, disaring dari permukaan campuran, pada industri lemak ini dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Pada rendering kering, lemak diberikan panas tinggi dalam panci atau oven tanpa air Winarno, 1984. Lard dapat diperoleh dari seluruh bagian tubuh babi selama terdapat konsentrasi yang tinggi dari jaringan. Lard dengan kualitas tertinggi yang disebut sebagai leaf lard diperoleh dari penyimpanan lemak sekitar ginjal dan di dalam sulbi. Leaf lard memiliki sedikit rasa daging babi, sehingga ideal untuk digunakan pada material yang dipanggang, kemampuannya memproduksi flaky lapisan, digunakan pada kulit kerak pie. Tingkatan kualitas selanjutnya diperoleh dari bagian fatback, lemak keras diantara belakang kulit dan daging UIN Syarif Hidayatullah Jakarta babi. Kualitas lard terendah diperoleh dari lemak lunak sekitar organ pencernaan, seperti usus kecil, walaupun lemak jenis ini sering digunakan secara langsung sebagai pembungkus untuk daging tak berlemak. Komposisi asam lemak pada minyak babi ditunjukkan pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Komposisi asam lemak dalam minyak babi Asam lemak Jumlah Ref Myristic acid C14:0 1,30 ± 0,03 1,0-2,5 Palmitic acid C16:0 20,66 ± 0,24 20 -30 Palmitoleic acid C16:1 1,98 ± 0,01 2,0-4,0 Heptadecanoic Acid C17:0 0,48 ± 0,02 1,0 Stearic acid C18:0 10,91 ± 0,12 - Oleic acid C18:1 39,13 ± 0,09 35-55 Linoleic acid C18:2 19,56 ± 0,04 4-12 Linoleic acid C18:3 1,21 ± 0,06 1,5 Arachidic acid C20:0 0,91 ± 0,01 1,0 Heneicosanoic acid C21:0 0,50 ± 0,05 - Behenic acid C22:0 0,26 ± 0,02 - Eicasaenoic acid C20:1 0,96 ± 0,04 1,5 Eicosapentaenoic acid C20:5n3 0,12 ± 0,00 - Eicasohexaenoic acid C20:6n3 0,14 ± 0,01 - Docosahexaenoic acid C22:6n3 0,20 ± 0,00 - Sumber : Rohman, 2012 Tabel 2.4 Sifat fisik minyak babi Sifat Fisik Deskripsi Densitas 0,917 Ttitik Leleh 36 o -42 o C Kelarutan Tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alcohol, larut dalam benzene, kloroform, eter, karbon disulfide, petroleum eter Bilangan Saponifikasi 195-203 Sumber : International Journal of Toxicology, 2001 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.3.4 Minyak Ikan Cod Liver Oil Minyak ikan memiliki sinonim Oleum Lecoris dan Lavertraan merupakan minyak yang diperoleh dari hati segar Gadus collarias L. dan spesies Gadus lainnya, dimurnikan dengan penyaringan pada suhu 0 o C. Potensi vitamin A tidak kurang dari 600 UI per g, potensi vitamin D tidak kurang dari 80 UI per g. Pemeriannya dalam bentuk cairan adalah berwarna kuning pucat, memiliki bau khas, rasanya agak manis dan tidak tengik. Minyak ikan larut dalam etanol 95, mudah larut dalam kloroform, eter dan dalam eter minyak tanah Farmakope Ed 3,1979. Tabel 2.5 Komposisi asam lemak minyak ikan Cod Liver Oil Asam lemak Jumlah Myristic acid C14:0 4.16 ± 0.02 Palmitic acid C16:0 11.89 ± 0.05 Palmitoleic acid C16:1 6.85 ± 0.28 Heptadecanoic Acid C17:0 0.22 ± 0.00 Stearic acid C18:0 2.30 ± 0.01 Oleic acid C18:1 21.16 ± 0.04 Linoleic acid C18:2 0.42 ± 0.01 Linoleic acid C18:3 1.98 ± 0.07 Arachidic acid C20:0 0.12 ± 0.01 Heneicosanoic acid C21:0 0.50 ± 0.05 Behenic acid C22:0 0.26 ± 0.02 Eicasaenoic acid C20:1 11.44 ± 0.08 Eicosapentaenoic acid C20:5n3 16.74 ± 0.05 Eicasohexaenoic acid C20:6n3 01.22 ± 0.01 Docosahexaenoic acid C22:6n3 8.82 ± 0.08 Sumber : Rohman, 2012 Lemak ikan berbeda dengan lemak mamalia, terutama pada panjang rantai karbon dan ikatan rangkap asam lemaknya. Asam lemak ikan mempunyai 14 – 22 atom karbon C dengan 5 – 6 ikatan rangkap; sementara asam lemak pada mamalia disamping mempunyai rantai karbon yang lebih pendek juga mempunyai ikatan rangkap yang lebih sedikit, jarang lebih dari 2 ikatan rangkap. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Total polyunsaturated fatty acid PUFA dengan 4, 5 dan 6 ikatan rangkap lebih banyak ditemui pada ikan laut 88 dibandingkan pada ikan air tawar 70. Ada tiga PUFA yang dominan dalam minyak ikan yaitu eicosapentanoic acid EPA, C20:5ω3, docosaheksaenic acid DHA, C22:6ω3 dan arachidonic acid C20:4ω6. Dalam gizi manusia, asam lemak EPA dan DHA dianggap sebagai asam lemak esensial karena tidak dapat disintesa oleh tubuh. EPA Eicosapentaenoic acid dapat mencegah dan menyembuhkan penyakit kulit, artherosclerosis atau sebagai faktor antithrombosis, dan DHA Docosahexaenoic acid berperan dalam proses pertumbuhan sel-sel saraf, terutuma sel-sel saraf otak dan penglihatan Winarno, 1984. Norwegian Fisheries Research Institute juga melaporkan bahwa kelompok utama asam dalam minyak ikan adalah asam monoenoat 16, 18 , 20 dan 22, jumlahnya sekitar 50 persen dari semua asam lemak, sedangkan asam polyenoat utama terdapat 25-26 dari total asam lemak. Asam oleat merupakan setengah dari jumlah asam monoenoat tersebut, sehingga komposisi asam lemak pada minyak ikan yang mendominasi adalah asam oleat C 18:1 25, diikuti oleh lima asam C16:0 11, C16:1 9, C20:1 11, C20:5 9 dan C22: 6 10 Bergen, 1965. Komposisi asam lemak pada minyak ikan ditunjukkan pada tabel 2.4 dibawah ini. Tabel 2.6 Sifat fisik minyak ikan Cod Liver Oil Sifat Fisik Deskripsi Densitas 0,918-0,927 Pemerian Cairan minyak, encer, bau khas tidak tengik, rasa dan bau seperti ikan Kelarutan Sukar larut dalam etanol, mudah larut dalam eter, dalam kloroform, dan etil asetat. Bilangan Saponifikasi 180-192 Sumber : Farmakope Indoensia Edisi IV, 1979 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3 Data Praformulasi