Sebab-Sebab Terjadinya Perceraian TINJAUAN UMUM MENGENAI

b. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga. Dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan, bahwa putusnya perkawinan dapat terjadi karena salah satu pihak meninggal dunia, karena perceraian dan karena adanya putusan pengadilan. Kemudian dalam Pasal 39 ayat 2 ditentukan bahwa untuk melaksanakan perceraian harus cukup alasan yaitu antara suami isteri tidak akan hidup sebagai suami isteri. Berdasarkan apa yang telah ditentukan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, maka dapat disimpulkan bahwa perceraian tidak dapat dilakukan dengan sesuka hati. Dengan demikian perceraian hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi rumusan yang ditentukan dalam Psala 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal 116 Kompilasi Hukum Islam dengan kata lain Pengaturan tersebut sesuai dengan asas dasar perkawinan yang mempersulit adanya perceraian.

B. Tinjauan Umum Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga 1.

Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga Secara etimologi kekerasan berasal dari kata “keras” yang berarti padat dan tidak mudah pecah sedangkan kata “kekerasan” itu sendiri adalah perihal yang bersifat dan berciri keras, perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan fisik atau barang orang lain, serta paksaan. 57 Secara terminologi yang dimaksud kekerasan atau “violence” pada dasarnya merupakan suatu konsep yang maksna iainya sangat bergantung kepada masyarakat sendiri, seperti dikatakan Levi, 1994: 295-353. 58 Kekerasan dalam Kamus Besar bahasa Indonesia berarti: 59 a. Perihal yang bersifat, berciri keras; b. Perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cidera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain; Dapat diartikan bahwa kata “kekerasan” pada umumnya dipahami hanya menyangkut serangan fisik belaka. 60 Sebagaimana yang didefinisikan oleh Kandish Sanford bahwa: 61 57 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-2, cet. VII, Jakarta: balai Pustaka, h. 484-485. 58 Fathul Djannah, Dkk, Kekerasan Terhadap Isteri, Yogyakarta: Lkis, 2003, h. 11. 59 Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998, h. 425. “All type illegal behavior, or either threatened or actual that result in the damage or destruction of property or in the injury or death of on individual”. Senada dengan definisi dari Kandish Sanford, Encylopedia of Crime and Justice mendefinisikan “Violence” sebagai: 62 “...a general tern referring to all ytpe of behavior, either threatened or actual, that result in or are intended to result in the damage or destruction of property or the unjury or death of an individual”. Sedangkan pengertian kejahatan dengan kekerasan yang diberikan oleh B. Mardjono Reksodiputro sebagaimana dikutip oleh Sagung Putri, dapat diketahui bahwa dalam pengertian kejahatan kekerasan ada dua faktor penentu yaitu: 63 a. Adanya penggunaan kekerasan, dan b. Adanya tujuan untuk mencapai tujuan pribadi yang bertentangan dengan orang lain. Menurut para ahli kriminologis, kekerasan yang mengakibatkan terjadinya kekerasan fisik adalah kekerasan yang bertentangan dengan hukum. 60 Mansour Fakih, Perkosaan dan Kekerasan Perspektif Analisis Gender, Perempuan Dalam Wacana Perkosaan, Yogyakarta: PKBI, 1997, h. 6. 61 Kandish Sanford, Encylopedia of Criminal Justice, Collier Macmilan, 1983, h. 1618. 62 Encyclopedia of Crime and Justice, 1983, Vol.4, The Free Press, A. Division of Macmillan Inc. 63 Sagung Putri M.E. Purwani, Viktimisasi Kriminal Terhadapa Perempuan, Kerta Patrika, 2008, Vol. 33, No. 1, h. 3. Oleh karena itu, kekerasan merupakan kejahatan. 64 Berdasarkan pengertian inilah sehingga kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga dijaring dengan Pasal-Pasal KUHP tentang kejahatan. Sedangkan dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 Pasal 1 disebutkan: 65 “Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancamana untu melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”. 66 Undang-undang diatas menyebutkan bahwa kasus kekerasan dalam rumah tangga adalah segala jenis kekerasan baik fisik maupun psikis yang dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga yang lain yang dapat dilakukan suami kepada isteri dan anknya, atau oleh ibu kepada anaknya, atau bahkan sebaliknya. Meskipun demikian korban yang dominan adalah kekerasan terhadap isteri dan anak oleh sang suami. Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, suami, isteri, anak atau pembantu rumah tangga. Namun secara umum pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga lebih dipersempit artinya 64 Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung: PT. Eresco, 1992, h. 55. 65 Republik Indonesia, Undang-Undang nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, t.t: Lima Bintang, t.th, h. 3. 66 Lihat Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 dalam Pasal 1. sebagai penganiayaan oleh suami terhadapa isteri, hal ini bisa dimengerti karena kebanyakan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah isteri. Sudah barang tentu pelakunya adalah suami “tercinta”. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan “suami” dapat pula sebagai korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh isterinya. Sebagai bentuk perlindungan terhadapa perempuan sebagai korban kekerasan setelah meratifikasi Konveksi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap wanita melalui Undang-undang No. 7 Tahun 1984, pemerintah membentuk Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga PDKRT. Terhadap jenis-jenis kekerasan, dalam Undang-undang PDKRT lebih diperluas lagi. Jenis-jenis kekersana lain selain kekerasan fisik yang dilakukan terhadap perempuan, seperti kekerasan psikis, ekonomi, dan seksual dapat ditemui pada Pasal 1 sebagai berikut: “Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, selsual, psikologis, danatau penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”. 67 67 Lihat Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 dalam Pasal 1.