1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bank sebagai lembaga mediasi sektor keuangan, memiliki fungsi penting dalam perekonomian. Hal ini dikarenakan bank merupakan lembaga
keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam
bentuk kredit. Sistem perbankan di Indonesia yang digunakan adalah dual banking sistem dimana beroperasi dua jenis usaha bank yaitu bank syariah dan
bank konvensional Antonio, 2001:21. Bank syariah merupakan institusi keuangan yang menjamin seluruh aktivitas investasi yang menyertainya telah
sesuai dengan syariah, sedangkan bank konvensional merupakan bank yang sistem operasionalnya menerapkan metode bunga Ascarya, 2011:1.
Selaku regulator, Otoritas Jasa Keuangan OJK memberikan perhatian yang serius dan bersungguh-sungguh dalam mendorong perkembangan prinsip
syariah. Semangat ini dilandasi oleh keyakinan bahwa perbankan syariah akan membawa
„maslahat‟ bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Hal sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
31Pojk.052014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah yang menyatakan bahwa pembangunan nasional memerlukan kontribusi dan
partisipasi dari semua elemen masyarakat. Salah satu bentuk penggalian potensi dan wujud kontribusi masyarakat dalam perekonomian nasional
tersebut adalah pengembangan sistem ekonomi berdasarkan Prinsip Syariah
2 dalam pembiayaan syariah. Perkembangan pembiayaan syariah telah
mengalami pertumbuhan yang pesat baik dari sisi pertumbuhan aset maupun pertumbuhan kelembagaan atau jaringan. Dengan meningkatnya preferensi
masyarakat terhadap jasa pelayanan pembiayaan syariah saat ini, maka diperlukan pengaturan tentang penyelenggaraan usaha pembiayaan syariah
yang komprehensif, transparan dan memberikan kepastian hukum, baik bagi Perusahaan Pembiayaan Syariah, Unit Usaha Syariah, maupun konsumen
pembiayaan syariah, yang antara lain mengenai pengaturan kegiatan Pembiayaan Syariah, perjanjian pembiayaan syariah, uang muka, mitigasi
risiko pembiayaan, tingkat kesehatan keuangan, dan sumber pendanaan. Selain itu, dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan, terdapat beberapa penyempurnaan pengaturan yang diperlukan terkait dengan pelaksanaan sistem pengawasan oleh Otoritas Jasa
Keuangan terhadap Perusahaan Pembiayaan Syariah dan Unit Usaha Syariah. Perkembangan bank syariah ditandai dengan disetujuinya Undang-
Undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Dalam Undang- Undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha
yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Sesuai Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 10 juga memberikan arahan
bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah Antonio, 2001:23.
Pertumbuhan perbankan syariah yang relatif masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan perbankan secara umum. Hal ini terbukti dengan matrik
perbandingan pertumbuhan antar bank syariah dengan bank konvensional, sebagai berikut:
3
Tabel 1.1 Matrik Perbandingan Indikator Perbankan Syariah
dengan Perbankan Konvensional Indikator
2010 2011
2012 2013
Perbankan Syariah
Asset 97,519
145,467 195,018
242,276 DPK
76,036 115,415
147,512 176,292
Pembiayaan 68,181
102,655 147,505
184,122
Perbankan Konvensional
Asset 3054595
3708631 4329984
5031843 DPK
2338,824 2785,024 3225,198
3663,968 Kredit
2809789 3465997
4237425 4897853
Sumber: http:www.bi.go.ididstatistikperbankan, diakses pada tanggal 19 Maret 2015
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa pada indikator Asset tahun 2013 pada perbankan syariah memiliki pertumbuhan asset sebesar 24,
sedangkan pada perbankan konvensional memiliki pertumbuhan asset sebesar 16. Pada indikator dana pihak ketiga tahun 2013 pada perbankan syariah
memiliki pertumbuhan sebesar 20, sedangkan pada perbankan konvensional memiliki pertumbuhan sebesar 14. Pada indikator pembiayaankredit pada
perbankan syariah memiliki pertumbuhan sebesar 25, sedangkan pada perbankan konvensional memiliki pertumbuhan sebesar 15. Hal ini
membuktikan perbankan syariah nasional mampu mempertahankan eksistensi dan perkembangannya dalam menghadapi situasi perekonomian Indonesia.
Bank syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, syariah dan tradisinya ke
dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait Antonio, 2009:3.
Sampai dengan tahun 2013, industri perbankan syariah telah mempunyai jaringan sebanyak 11 Bank Umum Syariah BUS, 23 Unit Usaha
4 Syariah UUS, dan 160 Bank Perkreditan Rakyat Syariah BPRS, dengan
total jaringan kantor mencapai 2.925 kantor yang tersebar di hampir seluruh penjuru nusantara, meskipun terdapat pengurangan terhadap unit usaha syariah,
akan tetapi terdapat pula pertumbuhan BPRS. Oleh karena itu, industri perbankan syariah dijuluki sebagai
„the fastest growing industry‟. Seperti yang ditunjukkan dalam tabel dibawah ini.
Tabel.1.2 Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia 2010 s.d 2013
Kelompok Bank 2010
2011 2012
2013
Bank Umum Syariah 11
11 11
11 Unit Usaha Syariah
23 24
24 23
BPRS 150
155 158
160 Sumber: httpwww.bi.go.id.
Berdasarkan tabel di atas, pertumbuhan dan persaingan perbankan syariah di Indonesia semakin ketat, maka pihak bank syariah perlu
meningkatkan kinerjanya agar dapat menarik investor dan nasabah, serta dapat tercipta perbankan dengan prinsip syariah yang sehat dan efisien. Salah satu
indikator untuk menilai kinerja keuangan suatu bank adalah melihat tingkat profitabilitasnya. Salah satu alat ukur profitabilitas adalah return on asset
ROA, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Semakin besar ROA
suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset.
Profitabilitas dipengaruhi baik dari lingkungan makro ekonomi maupun internal perbankan syariah itu sendiri, hal ini berpengaruh terhadap
profitabilitas bank httpwww.bi.go.id.
5 Profitabilitas bank merupakan fungsi dari faktor internal dan eksternal.
Faktor internal merupakan faktor mikro atau faktor spesifik bank yang menentukan profitabilitas. Sedangkan faktor eksternal merupakan variabel-
variabel yang tidak memiliki hubungan langsung dengan manajemen bank, tetapi faktor tersebut secara tidak langsung memberikan efek bagi
perekonomian yang berdampak pada kinerja lembaga keuangan. Profitabilitas dapat dikatakan sebagai salah satu indikator yang paling tepat untuk mengukur
kinerja suatu perusahaan. Rasio yang biasa digunakan untuk mengukur kinerja profitabilitas atau rentabilitas adalah return on equity ROE dan return on
asset ROA. Pratiwi, 2012:3. Lingkungan ekonomi makro akan mempengaruhi operasional
perusahaan dalam hal pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan kinerja keuangan perbankan. Variabel ekonomi makro yang dapat berpengaruh
terhadap kinerja keuangan perusahaan, khususnya pemasalahan perbankan syariah di Indonesia, yaitu Inflasi yang merupakan presentase kecepatan
kenaikan harga-harga dalam satu tahun tertentu, atau dengan kata lain adanya penurunan dari nilai mata uang yang berlaku. Tingkat suku bunga merupakan
salah satu instrumen konvensional untuk mengendalikan laju inflasi, dimana inflasi yang tinggi akan menyebabkan menurunnya profitabilitas suatu
perusahaan Dendawijaya, 2006:103. Inflasi merupakan sebagai suatu keadaan yang mengindikasikan
semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan merosotnya nilai rill mata uang suatu negara. Penyebab terjadinya inflasi terbagi dalam tiga bagian yaitu:
a tarikan permintaan demand - pull inflation, terjadi apabila permintaan
6 meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian.
b dorongan biaya cost - push inflation, terjadi apabila adanya depresiasi nilai tukar, peningkatan harga - harga komoditi yang diatur oleh pemerintah
dan terganggunya distribusi. Sedangkan c ekspektasi inflasi inflation expectation, terjadi apabila perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi lebih
cenderung bersifat adaptif forward looking. Abdullah, 2010:60. Kasmir 2010:40 menyatakan inflasi adalah proses kenaikan harga
barang secara umum dan terus - menerus dalam waktu periode yang diukur dengan menggunakan indeks harga. Tingkat pengembalian investasi saham
berkorelasi positif dengan nilai rill dan tingkat pengembalian investasi berkorelasi negatif dengan tingkat suku bunga dan inflasi. Indeks harga dalam
mengukur inflasi antara lain: a indeks harga konsumen, digunakan untuk mengukur biaya - biaya barang dan jasa yang dibeli untuk menunjang
kebutuhan hidup sehari - hari dengan perubahan indeks harga dari tahun ketahun. b indeks perdagangan besar, merupakan usaha yang menitik
beratkan pada sejumlah barang pada tingkat perdagangan besar. Ini berarti harga bahan mentah atau bahan jadi masuk dalam perhitungan indeks harga,
dan c gross net product GNP deflator, merupakan suatu jenis indeks harga yang sangat berbeda dengan dua jenis indeks di atas yang mencangkup dalam
jumlah barang dan jasa yang jumlah perhitungannya menjadi lebih banyak dibanding dengan dua indeks di atas.
Selain inflasi, indikator lain adalah Gross Domestic Product GDP. GDP merupakan nilai barang atau jasa dalam suatu negara yang diproduksi
7 oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan negara asing. GDP
merefleksikan kegiatan penduduk di suatu negara dalam memproduksi suatu barang dalam kurun waktu tertentu. Keterkaitan GDP dengan dunia perbankan
adalah dimana GDP terkait dengan saving. Sedangkan salah satu kegiatan bank sebagai mediasi sektor keuangan adalah mengumpulkan dana dari masyarakat
dan menyalurkannya dalam bentuk investasi. Keuntungan dari investasi itulah yang nantinya menjadi bagian dari profitabilitas bank syariah. Produk
Domestik Bruto GDP merupakan indikator makro ekonomi yang juga mempengaruhi profitabilitas bank. Jika GDP naik, maka akan diikuti
peningkatan pendapatan masyarakat sehingga kemampuaan untuk menabung saving juga ikut meningkat. Peningkatan saving ini akan mempengaruhi
profitabilitas bank syariah Sukirno, 2003:56. Sedangkan
variabel internal
perbankan syariah
yang dapat
mempengaruhi salah satunya adalah NPF non perfoming financing. Non performing financing NPF yang analog dengan non performing loan NPL
merefleksikan besarnya risiko kredit yang dihadapi bank, semakin tinggi non performing loan NPL, menunjukkan bahwa bank tersebut tidak profesional
dalam pengelolaan kreditnya, sekaligus memberikan indikasi bahwa tingkat resiko atas pemberian kredit pada bank tersebut cukup tinggi searah dengan
tingginya NPL yang dihadapi bank Riyadi, 2006:45. Variabel lain yang dapat mempengaruhi return on asset adalah biaya
operasional dan pendapatan operasional, yang dimaksud dengan beban
8 operasional dan pendapatan operasional adalah rasio antara biaya operasi
terhadap pendapatan operasi. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya.
Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, maka biaya
dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga Hendrayanti dan Muharam, 2013:3.
Variabel lain yang dapat mempengaruhi return on asset adalah net margin, yang dimaksud dengan net margin adalah rasio mencerminkan risiko
pasar yang timbul akibat berubahnya kondisi pasar, dimana hal tersebut dapat merugikan bank. Semakin besar yang dicapai oleh suatu bank maka akan
meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola oleh bank yang bersangkutan, sehingga laba bank ROA akan meningkat Sabir, dkk,
2012:7. Sektor perbankan sebagai intermediary institution antara pihak yang
kelebihan dana surplus spending unit dengan pihak yang membutuhkan dana deficit spending unit memiliki posisi strategis dalam perekonomian nasional.
Keadaan tersebut memerlukan suatu pembiayaan, dalam hal ini pembiayaan merupakan hal yang mampu memenuhi kebutuhan pihak yang membutuhkan
dana. Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil Kasmir, 2008:96.
9 Dengan demikian, peranan perbankan nasional termasuk perbankan
Syari’ah perlu ditingkatkan dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat, serta penyediaan layanan jasa perbankan lainnya. Sejalan dengan
upaya restrukturisasi perbankan untuk membangun kembali sistem perbankan yang sehat dalam rangka mendukung program peningkatan ekonomi nasional,
maka salah satu upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan adalah pengembangan perbankan Syari’ah. Berikut ini merupakan
data mengenai return on asset, inflasi, non perfoming financing dan GDP di Indonesia httpwww.bi.go.id, diakses tanggal 3 Maret 2015.
Tabel 1.3 Profitabilitas ROA, Inflasi,
Non Performing Financing NPF, GDP, BOPO dan NIM di Indonesia Periode 2010 - 2013
Tahun ROA Persen
Inflasi Persen NPF Persen
2010 16,25
6,96 3,02
2011 1,79
3,79 2,52
2012 2,14
4,30 2,26
2013 2,00
8,38 2,96
Tahun GDP Nominal
BOPO Persen NM Persen
2010 1.681 580.10
96,07 7,61
2011 1.918 320.70
87,71 8,34
2012
2.092 379.10 85,57
8,06
2013 2.367 928.70
85,06 7,36
Sumber: httpwww.bi.go.id, diakses tanggal 3 Maret 2015 diolah. Nilai Inflasi yang berada di perbankan syariah yang ada di Indonesia
memiliki kecendrungan yang fluktuatif, seperti yang terlihat pada tabel di atas pada tahun 2010 nilai Inflasi sebesar 6,96, mengalami kenaikan yang
signifikan dan kemudian terus beranjak naik sampai tahun 2013 dengan nilai Inflasi sebesar 8,38 httpwww.bi.go.id.
Hal ini di tunjukkan oleh penelitian Pratiwi 2012 menganalisis mengenai Pengaruh CAR, BOPO, NPF dan FDR terhadap return on asset
10 ROA Bank Umum Syariah. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara
parsial diketahui bahwa secara parsial, capital adequacy ratio CAR berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return on asset ROA.
Sedangkan BOPO dan non performing financing NPF berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return on asset ROA. Sementara itu financing to
deposit ratio FDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap return on asset ROA.
Penelitian lain mengenai inflasi terhadap return on asset dilakukan oleh Kalengkongan 2013, hasil penelitianya menyatakan bahwa secara parsial dan
simultan tingkat suku bunga dan inflasi berpengaruh terhadap profitabilitas yang diukur dengan ROA. Tingkat suku bunga berpengaruh signifikan dan
positif terhadap profitabilitas yang diukur dengan ROA, dan Inflasi berpengaruh signifikan dan negatif terhadap profitabilitas yang diukur dengan
ROA menunjukkan tinggi rendahnya inflasi menyebabkan lambannya pergerakan aset makro. Bank pemerintah dapat menstabilkan nilai tingkat suku
bunga dan inflasi terhadap keuangan perbankan, sehingga perusahaan dapat meningkatkan laba.
Penelitian mengenai GDP terhadap return on asset juga dilakukan oleh Sahara 2013 hasil penelitianya menyatakan bahwa suku bunga BI
berpengaruh negatif terhadap ROA. Namun pada pengujian inflasi dan produk domestik bruto menunjukkan hasil bahwa terdapat pengaruh positif terhadap
ROA.
11 Berdasarkan uraian di atas, peneliti memandang layak untuk meneliti
faktor yang dapat mempengaruhi return on asset perbankan Syariah di Indonesia dengan mengambil tema
“Analisis Inflasi, Gross Domestic Product GDP Dan
Non Performing Financing NPF, Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional BOPO dan
Net Margin NM terhadap Return On Asset Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2010 - 2013
”.
B. Perumusan Masalah