3
lahan dan jumlah produksi ini menunjukkan bahwa kegiatan usaha tani kopi di Provinsi Bengkulu makin diterima oleh masyarakat. Kegiatan usaha tani ini pada awalnya
dilakukan tanpa menggunakan teknologi apapun dan tanpa pemeliharaan yang intensif. Beberapa permasalahan pengembangan kopi di Provinsi Bengkulu adalah
kehidupan petani sulit dengan panen satu tahun satu kali. Produktivitas kopi rendah 0,7 ton ha tahun. Masyarakat hanya mengandalkan kebun-kebun kopi yang umumnya
sudah tua dan kurang terawat, budidaya turun temurun, tradisional, menanam bibit asalan.
Usaha untuk meningkatkan produktivitas kopi, pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten mengeluarkan kebijakan berupa penyuluhan teknik budidaya,
membangun kebun entres, peningkatan produksi kopi melalui sambung pucuk dan tunas, pembuatan lantai jemur, mendatangkan dan menguji klon varietas kopi unggul
nasional kopi SE dari jember, pembagian mesin pengolah kopi, peningkatan nilai tambah melalui perbaikan mutu hasil panen dan kopi luwak serta peraturan daerah no
02 tahun 2007 tentang larangan jual bij i kopi basah dan resi gudang. Sampai sejauh mana kebijakan tersebut dapat dilaksanakan ditingkat petani sehingga akan
berdampak terhadap peningkatan mutu dan produktivitas perlu dilakukan pengkajian.
1.2. Tujuan
a. Menganalisis kebijakan pengembangan usahatani kopi di Provinsi Bengkulu. b. Menyusun alternatif rekomendasi kebijakan pengembangan kopi di Provinsi
Bengkulu. c. Menyusun rencana operasional kegiatan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
BPTP Bengkulu tahun 2015-2019
1.3. Keluaran Yang Diharapkan
a. Kinerja kebijakan pengembangan usahatani kopi di Provinsi Bengkulu. b. Rekomendasi alternatif kebijakan pengembangan kopi di Provinsi Bengkulu.
c. Rencana operasional kegiatan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Bengkulu 2015-2019.
4
1.4. Hasil Yang Diharapkan
Tersedianya informasi tentang kinerja kebijakan pengembangan usahatani kopi di Provinsi Bengkulu, rekomendasi alternatif kebijakan pengembangan kopi di Provinsi
Bengkulu dan rencana operasional kegiatan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Bengkulu 2015-2019.
1.5. Perkiraan Manfaat Dan Dampak
1. Hasil pengkajian diharapkan dapat menjadi bahan dalam penyusunan serta penyempurnaan kebijakan pengembangan kopi di Provinsi Bengkulu.
2. Adanya Renstra BPTP Bengkulu 2015-2019.
5
I I .TI NJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teoritis
Perubahan pola pemerintahan yang sentralistik menjadi desentralistik secara legal di wujudkan dengan lahirnya undang-undang No.22 tahun 1999 dan No. 25
tahun 1999. Hal tersebut memberikan konsekuensi kewenangan kepada Pemerintah daerah, bukan hanya terbatas pada merencanakan dan melaksanakan pembangunan
namun lebih dari itu untuk mengembangkan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengelola sumber daya yang ada di daerah.
Pembangunan agribisnis memiliki keterkaitan yang erat dengan pembangunan daerah. Agribisnis telah dan akan terus menjadi andalan dalam pembangunan
perekonomian daerah, hal ini disebabkan karena sampai saat ini hampir seluruh ekonomi daerah di I ndonesia berbasiskan pada sistem agribisnis, baik dikaji dari
pembentukan Pendapatan Domestik Regional Bruto PDRB maupun penyerapan tenaga kerja.
Untuk dapat memerankan fungsinya secara baik sebagai penyedia bahan makanan pokok, penyumbang perolehan devisa dan penampung tenaga kerja, sektor
pertanian terus memperbaiki kinerja pembangunannya melalui berbagai kebijakan. Kebijakan pembangunan pertanian merupakan keputusan dan tindakan pemerintah
untuk mengarahkan, mendorong, mengendalikan dan mengatur pembangunan pertanian guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional Mubyarto, 1989.
Pada lingkungan strategis domestik, sesuai dengan arah reformasi pembangunan yang lebih mengedepankan kreatifitas rakyat dan otonomi daerah,
sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 22 dan 25 tahun 1999 dan PP No. 25 tahun 2000, pada masa yang akan datang peran Pemerintah Daerah dan pelaku ekonomi di
daerah untuk pengembangan agribisnis dan mengembangkan ketahanan pangan regional akan semakin menonjol. Sejalan dengan beberapa perubahan lingkungan
strategis di atas, pelaksanaan pembangunan pertanian dituntut untuk dapat meningkatkan kapasitas dan produktivitas sumberdaya manusia yang bekerja di
pertanian, melalui peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi I PTEK. Petani dan pengguna sumberdaya alam lainnya diharapkan mampu memilih dan
menerapkan teknologi pertanian secara tepat, agar proses produksi dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya didasarkan pada prinsip pertanian yang
berkelanjutan. Selain itu, melalui penguasaan I PTEK, petani dan pelaku kegiatan pertanian lainnya diharapkan dapat bersaing secara sehat dalam pasar global yang
semakin terbuka.
6
Kondisi di atas menyebabkan tuntutan terhadap lembaga penelitian akan semakin besar, terutama dalam menghasilkan teknologi dan menginformasikan secara
cepat dan tepat apa yang telah dihasilkan kepada pengguna. Dalam pengembangan teknologi yang dilakukan, penekanan lebih pada pemberdayaan komunitas lokal,
dengan didasarkan pada teknologi yang telah dikembangkan petani dan mengakomodasi kearifan lokal. Dengan demikian proses adopsi dan keberlanjutan
penerapannya di petani dapat lebih terjamin. Pengembangan kopi, terutama kopi diperkebunan rakyat harus dilakukan
terintegrasi. Beberapa aspek harus menjadi perhatian mulai dari kualitas bahan tanam, panen, pengembangan produk, penanganan pascapanen dan pemasaran. Kopi
merupakan salah satu komoditas unggulan dan penting bagi Provinsi Bengkulu. Saat ini isu strategis daerah yang tertuang dalam RPJM 2010-2015 adalah peningkatan daya
saing produk pertanian. Bagi Provinsi Bengkulu, kopi merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memberikan peranan terbesar dalam pembentukan Produk Domestik
Bruto, dan setiap tahun terus mengalami peningkatan produksi BPS, 2011. Salah satu kabupaten yang menjadikan kopi sebagai komuditas unggulan yang memberikan
kontribusi PDRB yang cukup besar adalah Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahiang. Untuk Kabupaten Rejang Lebong pada kurun waktu 2005 -2011 perkembangan luas
dan produksi tanaman perkebunan menunjukkan kecenderungan peningkatan baik jenis maupun produksinya. Kegiatan usaha tani kopi di Provinsi Bengkulu telah
dilakukan secara turun temurun sejak lama dan sejauh ini telah menujukkan hasil yang baik dengan adanya peningkatan luas lahan dan output yang dihasilkan. Peningkatan
luas lahan dan jumlah produksi ini menunjukkan bahwa kegiatan usaha tani kopi terutama jenis kopi robusta di Provinsi Bengkulu makin diterima oleh masyarakat.
Kegiatan usaha tani ini pada awalnya dilakukan tanpa menggunakan teknologi apapun dan tanpa pemeliharaan yang intensif. Sejak tahun 1995 kegiatan usaha tani kopi
robusta di lakukan menggunakan teknologi penyambungan dan pemeliharaan yang intensif dengan pemupukan dan penyemprotan hama penyakit tanaman. Teknologi
penyambungan dan pemeliharaan ini merupakan bagian dari input produksi yang digunakan dalam kegiatan usaha tani kopi robusta terutama petani kopi di Kabupaten
Rejang Lebong. Produktivitas, efisiensi, produksi dan pendapatan petani sangat dipengaruhi
oleh tingkat adopsi atau penggunaan inovasi teknologi. Semakin banyak inovasi teknologi yang diadopsi akan berdampak pada peningkatan efisiensi usaha tani,
produktivitas, nilai tambah dan daya saing, serta pendapatan petani. Senjang
7
hasil produktivitas yield gap merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat adopsi teknologi. Senjang hasil yang lebar antara hasil riel dengan potensi hasil
dari suatu komoditas menunjukkan bahwa adopsi teknologi masih rendah. Permasalahan-permasalahan dalam upaya peningkatan produktivitas bersifat
kompleks, menyangkut koordinasi dan tupoksi lintas institusi, sehingga seringkali sulit diselesaikan secara permanen. Untuk itu perlu dicari solusi dan akar permasalahan. Hal
ini perlu dilakukan untuk menghindari permasalahan yang berulang dalam upaya peningkatan
produksi yang
ditekankan melalui
peningkatan produktivitas.
Permasalahan yang sering muncul dalam upaya peningkatan produktivitas adalah: masalah pupuk, masalah iklim dan bencana alam, pasca panen,dan masalah harga
Andi Nuhung, 2010.
8
I I I . METODOLOGI
3.1. Pendekatan