Laporan Akhir Kegiatan Tahun 2016

(1)

LAPORAN AKHI R

ANALI SI S KEBI JAKAN PENI NGKATAN

PRODUKSI PANGAN STRATEGI S

( JAGUNG DAN KEDELAI )

DI PROVI NSI BENGKULU

DEDI SUGANDI

BALAI PENGKAJI AN TEKNOLOGI PERTANI AN BENGKULU

BADAN PENELI TI AN DAN PENGEMBANGAN PERTANI AN

2016


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Tengah Tahun Kegiatan Analisis Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan strategis (Jagung dan kedelai) di Provinsi Bengkulu. Laporan ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban kegiatan Analisis Kebijakan yang telah dilaksanakan dari bulan januari sampai dengan Desember 2016.

Pada laporan ini diuraikan secara jelas pelaksanaan kegiatan Analisis Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis (Jagung dan Kedelai) di Provinsi Bengkulu. Tujuan kegiatan Analisis Kebijakan tahun 2016 adalah: 1) Menganalisis kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis (jagung dan kedelai) di Provinsi Bengkulu; 2) Menganalisis capaian sasaran program peningkatan produksi pangan strategis (Jagung dan Kedelai) yang telah ditargetkan di Provinsi Bengkulu; serta 3) Membuat rumusan alternatif kebijakan untuk peningkatan produksi pangan strategis (jagung dan kedelai) di Provinsi Bengkulu.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan yang terlibat dalam penyusunan Laporan Tengah Tahun ini. Akhir kata semoga Laporan ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan perbaikan untuk masa yang akan datang.

Bengkulu, Desember 2016

Penanggung Jawab Kegiatan,

Dr.I r. Dedi Sugandi, MP NI P. 19590206 198603 1 002


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RPTP/ RDHP : Analisis Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis (Jagung dan Kedelai) di Provinsi Bengkulu 2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu

3. Alamat Unit Kerja : Jl. I rian Km.6.5 Kel. Semarang Kota Bengkulu 38119 4. Sumber Dana : DI PA BPTP Bengkulu

5. Status Penelitian (L/ B) : Baru 6. Penanggung jawab :

a. Nama : Dr. I r. Dedi Sugandi, MP b. Pangkat/ Golongan : Pembina Tk. 1/ I V b

c. Jabatan : Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

7. Lokasi : Provinsi Bengkulu 8. Agroekosistem :

-9. TahunMulai : 2016 10. Tahun Selesai : 2016

11. Output tahunan : Rekomendasi kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis (Jagung dan Kedelai) di Provinsi Bengkulu.

12. Output Akhir : Rekomendasi kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis (Jagung dan Kedelai) di Provinsi Bengkulu.

13. Biaya : Rp. 93.060.000,- (Sembilan puluh tiga juta enam puluh ribu rupiah)

Koordinator Program Penanggungjawab RPTP/ RDHP

Dr. Shannora Yuliasari. S.TP, MP Dr.I r. Dedi Sugandi, MP NI P. 19740731200312 2001 NI P. 19590206 198603 1 002

Mengetahui,

Kepala BBP2TP, Kepala BPTP Bengkulu,

Haris Syahbuddin, DEA Dr. I r. Dedi Sugandi, MP. NI P. 19680415199203 1 001 ‘ NI P. 19590206 198603 1 002


(4)

DAFTAR I SI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

DAFTAR I SI ... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR LAMPI RAN... v

RI NGKASAN ... vi

SUMMARY ... vii

I ....PENDAHUL UAN ... 1

1.1....Latar Belakang ... 1

1.2....Tujuan 2 1.3....Keluaran 3 1.4...Perkiraan Manfaat dan Dampak ... 3

I I ....TI NJAUAN PUSTAKA... 5

2.1. Teori Kebijakan ... 5

2.2. Teori Pangan ... 9


(5)

I I I ....METODOLO

GI ... 13

3.1....Waktu dan Lokasi ... 13

3.2....Alat dan Bahan ... 13

3.3....Ruang Lingkup Kegiatan ... 13

3.4....Metode Pelaksanaan Pengkajian ... 14

I V...HASI L DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1.... Kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu ... 20

4.2....Capaian sasaran program peningkatan produksi pangan strategis di Provinsi Bengkulu... 26

4.3....Rumusan alternative kebijakan peningkatan produksi pangan strategis jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu ... 30

V...KESI MPULA N ... 46

KI NERJA HASI L PENGKAJI AN... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 51

ANALI SI S RI SI KO ... 52

JADWAL KERJA... 53

PEMBI AYAAN ... 54

PERSONALI A ... 55

LAMPI RAN ... 57

DAFTAR TABEL

Halaman 1....D ata penerima benih jagung hibrida di Provinsi Bengkulu ... 20

2....D ata Kabupaten Pelaksana GP-PTT Kedelai di Provinsi Bengkulu Tahun 2015 ... 21


(6)

3....P roduksi, biaya, penerimaan, keuntungan,

MBCR, Net MBCR sebelum dan set elah UPSUS jagung ... 22 4....P

roduksi, biaya, penerimaan,

keuntungan, MBCR, Net MBCR setelah ... 23 5....R

espon petani terhadap efektivitas program UPSUS

GP-PTT Jagung di Provinsi Bengkulu ... 24 6....R

espon petani terhadap efektivitas program UPSUS

GP-PTT Kedelai di Provinsi Bengkulu ... 25 7....P

erkembangan luas panen, produktivitas

Dan produksi jagung di Provinsi Bengkulu tahun 2013-2015 ... 27 8....P

roduksi, perkembangan dan distribusi produksi jagung Provinsi

Bengkulu tahun 2013-2015 ... 27 9....P

erkembangan luas Panen produksi jagung provinsi Bengkulu tahun

2013-2015 ... 28 10...P

erkembangan luas panen, produktivitas dan produksi kedelai di

Provinsi Bengkulu tahun 2013-2015 ... 29 11....P

roduksi, perkembangan dan distribusi produksi kedelai Provinsi

Bengkulu menurut kabupaten / kota tahun 2013-2015 ... 29 12....I

ndikator kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam

peningkatan produksi jagung di Provinsi Bengkulu. ... 31 13....M

atriks faktor internal (I FAS) dalam peningkatan produksi jagung di

Provinsi Bengkulu... 32 14...M

atriks faktor eksternal (EFAS) dalam peningkatan produksi jagung di

Provinsi Bengkulu... 34 15....M

atriks alternatif strategi SWOT dalam peningkatan produksipangan


(7)

16....I ndikator kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam

peningkatan produksi kedelai di Provinsi Bengkulu ... 39 17....M

atriks faktor internal (I FAS) dalam peningkatan produksi kedelai di

Provinsi Bengkulu... 40 18....M

atriks faktor eksternal (EFAS) dalam peningkatan produksi kedelai di

Provinsi Bengkulu... 41 19....M

atriks alternatif strategi SWOT dalam peningkatan produksipangan

strategis komoditas kedelai di Provinsi Bengkulu ... 42 20....R

esiko penyebab dan dampaknya terhadap pelaksanaan

Pengkajian analisis kebijakan Tahun 2015 ... 52 21....R

esiko penyebab dan penanganannya dalam pelaksanaan pengkajian

analisis kebijakan Tahun 2015... 52 22....J

adwal Kerja Kegiatan... 53 23....A

nggaran Belanja Kegiatan ... 54 24...P


(8)

DAFTAR LAMPI RAN

Halaman 1....Foto-foto kegiatan Analisis Kebijakan Tahun 2016 ... 57


(9)

RI NGKASAN

1 Judul : Analisis Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis (Jagung dan Kedelai) di Provinsi BengkuluAKHI R ERAKH

2 Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

3 Lokasi : Provinsi Bengkulu

4 Agroekosistem : -5 Status (L/ B) : Baru

6 Tujuan : 1. Menganalisis kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis (jagung dan kedelai) di Provinsi Bengkulu.

2. Menganalisis capaian sasaran program peningkatan produksi pangan strategis (Jagung dan Kedelai) yang telah di targetkan di Provinsi Bengkulu.

3. Membuat rumusan alternative kebijakan untuk peningkatan produksi pangan strategis (jagung dan kedelai) di Provinsi Bengkulu.

7 Keluaran : 1. Kinerja Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis (jagung dan kedelai) di Provinsi Bengkulu.

2. Capaian sasaran program peningkatan produksi pangan strategis (Jagung dan Kedelai) yang telah di targetkan di Provinsi Bengkulu


(10)

peningkatan produksi pangan strategis (jagung dan kedelai) di Provinsi Bengkulu

8 Hasil : Tersedianya informasi tentang kinerja kebijakan peningkatan produksi dan rekomendasi alternatif kebijakan peningkatan produksi pangan strategis (jagung dan kedelai) di Provinsi Bengkulu, 9 Prakiraan Manfaat

dan Dampak

: 1. Hasil pengkajian diharapkan dapat menj adi bahan dalam penyusunan serta penyempurnaan kebijakan pengembangan swasembada di Provinsi Bengkulu.

2. Percepatan penyebaran inovasi bagi peningkatan produksi dan pendapatan petani.

11 Metodologi : - Study Pustaka - Survey

- Tabulasi Data

- Analisis dan Pelaporan

12 Jangka Waktu : Satu tahun (Januari –Desember 2016)

13 Biaya : Rp. 93.060.000,- (Sembilan Puluh Tiga Juta Enam Puluh Ribu Rupiah)


(11)

SUMMARY

No. Title : Analysis of I ncreasing Food Production Strategic Policy (Corn and Soybean) in Bengkulu.

1. I mplementation Unit

: Assessment I nstitute for Agricultural Technology of Bengkulu

2. Location : Bengkulu Province 3. Agroecosystem :

-4. Status : New

5. Objectives : 1. Analyze the performance of a strategic policy to increase food production (corn and soybeans) in the province of Bengkulu.

2. Analyzing the target attainment of strategic program to increase food production (corn and soybeans) that have been targeted in the province of Bengkulu.

3. To formulate alternative policies to increase production of strategic food (corn and soybeans) in the province of Bengkulu.

6. Output : 1. Performance I ncrease Food Production Strategic Policy (corn and soybeans) in the province of Bengkulu.

2. The achievement of program goals to increase production of strategic food (corn and soybeans) that have been targeted in Bengkulu.

3. The formulation of alternative policies to increase production of strategic food (corn and soybean) in Bengkulu.

7. Outcome : The availability of information about the performance of the policy of increasing productivity and food production in the strategic province of


(12)

Bengkulu, the achievement of production targets that have been targeted in the province of Bengkulu, the effectiveness of the implementation of the program to improve productivity and food production located in the province of Bengkulu 8. Expected benefit : 1. The results of the study are expected to be

material in the preparation and improvement of development policy of self-sufficiency in the province of Bengkulu.

2. I ncreased adoption of technology resulted in increased production and income of farmers and ranchers

9. Expected I mpact : I ncreased technology adoption resulted in increased production and income of farmers and ranchers

10. Methodology : - Study Library - Survey

- Data Tabulation

- Analysis and Reporting

11. Duration : One Year


(13)

I . PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berbagai permasalahan dan isu kebijakan pembangunan pertanian memerlukan kajian untuk menyiapkan bahan kebijakan secara cepat dan tepat baik yang bersifat antisipatif atau yang menjawab permasalahan yang sedang berkembang. Studi analisis kebijakan bertujuan untuk: (1) Menginventarisir berbagai isu dan masalah pembangunan pertanian yang berkembang di masyarakat; (2) Melakukan berbagai kajian spesifik tentang isu dan masalah pembangunan pertanian; (3) Memberikan masukan kepada pengambil kebijakan tentang berbagai isu dan masalah pembangunan pertanian dari hasil penelitian yang dilakukan secar a cepat dan lengkap. Analisis kebijakan diarahkan untuk memfasilitasi adopsi teknologi, pengembangan agribisnis, serta mendukung pembangunan pertanian wilayah dan perdesaan. Sintesa kebijakan diharapkan mampu memecahkan permasalahan teknis, sosial, dan ekonomi pembangunan pertanian wilayah dalam arti luas, baik yang bersifat responsif maupun antisipatif (Badan Litbang Pertanian, 2003).

Kabinet kerja menetapkan sasaran utama dibidang pangan adalah tercapainya swasembada 3 (tiga) komoditas pangan utama yaitu padi, jagung dan kedelai dalam tiga tahun ke depan, atau pada tahun 2017. Untuk meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas jagung dan kedelai, diperlukan berbagai kebijakan diantaranya pada aspek teknis budidaya dan subsistem agribisnis lainnya seperti penanganan panen dan pascapanen, pengolahan, pemasaran dan perdagangan, sampai kebijakan subsidi harga output. Sesuai dengan hasil kajian (Sugandi, dkk 2015), capaian sasaran program peningkatan produksi padi di Provinsi Bengkulu mengalami peningkatan sebanyak 605.634 ton Gabah Kering Giling (GKG) atau meningkat sebanyak 12.440 ton atau 2,10% dibandingkan tahun 2014. Naiknya produksi padi disebabkan naiknya produktivitas padi sebesar 5,70 Ku/ Ha atau 14,18 % .

Guna memenuhi kebutuhan jagung dan kedelai nasional, maka pemerintah pada tahun 2015 melaksanakan upaya peningkatan produksi jagung dan kedelai


(14)

berbasis kawasan agribisnis melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) jagung dan kedelai. Pelaksanaan GP-PTT jagung dan kedelai dilakukan dengan pola kawasan yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, didukung dengan penyediaan paket bantuan sebagai instrumen stimulan, serta pendampingan dan pengawalan.

Tujuan yang akan dicapai melalui GP-PTT jagung dan kedelai yaitu: (1) Mensinergikan semua instansi terkait mulai dari hulu sampai hilir (pusat, daerah dan swasta) dalam meningkatkan produksi jagung dan kedelai; dan (2) Meningkatkan produksi dan produktivitas jagung dan kedelai di daerah pelaksana GP-PTT Jagung dan kedelai menuju swasembada berkelanjutan. Adapun sasaran GP-PTT Jagung dan kedelai yaitu: (1) Terbangunnya embrio kawasan agribisnis jagung dan kedelai di daerah pelaksana; dan (2) Meningkatnya produksi jagung dan kedelai di daerah pelaksana GP-PTT.

Kebijakan peningkatan produksi dan produktivitas jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu telah dilaksanakan dari tahun 2012-2015, akan tetapi target tersebut belum tercapai. Hal ini terlihat dari rata-rata penurunan produksi jagung tahun 2011 sampai dengan 2014 sebesar 4,41% dari total produksi tahun 2011 sebesar 87.362 ton menjadi 72.756 ton. Sedangkan kedelai mengalami peningkatan sebesar 27,49% dari total produksi tahun 2011 sebesar 3.458 ton menjadi 5.715 ton (Bengkulu dalam angka 2015).

Untuk mengetahui permasalahan peningkatan produksi jagung dan kedelai perlu dilakukan analisis kinerja kebijakan program UPSUS peningkatan produksi jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu.

1.2. Tujuan

1. Menganalisis kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis (jagung dan kedelai) di Provinsi Bengkulu.

2. Menganalisis capaian sasaran program peningkatan produksi pangan strategis (Jagung dan Kedelai) yang telah ditargetkan di Provinsi Bengkulu.

3. Membuat rumusan alternatif kebijakan untuk peningkatan produksi pangan strategis (jagung dan kedelai) di Provinsi Bengkulu.


(15)

1.3. Keluaran

1. Kinerja Kebijakan Peningkatan Produksi Pangan Strategis (jagung dan kedelai) di Provinsi Bengkulu.

2. Capaian sasaran program peningkatan produksi pangan strategis (Jagung dan Kedelai) yang telah ditargetkan di Provinsi Bengkulu.

3. Rumusan alternatif kebijakan untuk peningkatan produksi pangan strategis (jagung dan kedelai) di Provinsi Bengkulu

1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak

1. Hasil pengkajian diharapkan dapat menjadi bahan dalam penyusunan serta penyempurnaan kebijakan pengembangan swasembada di Provinsi Bengkulu. 2. Percepatan penyebaran inovasi bagi peningkatan produksi dan pendapatan

petani.

1.5. Dasar Pertimbangan

Sesuai amanat dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, I ndonesia saat ini memasuki periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap ke-2 (2015-2019). Pada periode ini swasembada ditargetkan untuk dua komoditas pangan utama yaitu: jagung dan kedelai. Untuk mendukung program tersebut kementerian pertanian mengeluarkan surat keputusan nomor 1243/ Kpts/ OT.160/ 12/ 2014 tentang kelompok kerja upaya khusus peningkatan produksi jagung dan kedelai melalui program GP-PTT dan sarana pendukungnya.

Kementerian pertanian telah menetapkan upaya khusus pencapaian swasembada berkelanjutan jagung dan swasembada kedelai melalui kegiatan gerakan penerapan pengelolaan tanaman terpadu (GP-PTT), optimasi perluasan areal tanam kedelai melalui indeks pertanaman (PAT-PI P kedelai), perluasan areal tanam jagung (PAT jagung), penyediaan sarana dan prasarana pertanian (benih, pupuk, pestisida dan alat mesin pertanian) dan pengawalan/ pendampingan. Target produksi yang harus di capai pada tahun 2015 komoditas jagung 20.33 juta ton dengan pertumbuhan 5,57% / tahun dan kedelai 1,50 juta ton dengan pertumbuhan 60.81% / tahun.


(16)

Program strategis Kementerian Pertanian telah mendorong Badan Litbang Pertanian untuk memberikan dukungan guna mencapai keberhasilannya. Pemberian dukungan tersebut memenuhi amanat UU No.39/ 2008 tentang Kementerian Negara Pasal 9 yang mengharuskan unsur Badan dalam Kementerian Negara berfungsi sebagai pendukung. Dalam tataran praktis, implementasi dukungan Badan Litbang Pertanian terhadap Program Strategis Kementerian Pertanian mendorong semua Unit Kerja (UK) dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Badan Litbang Pertanian untuk bertindak proaktif. Berkenaan dengan dukungan Badan Litbang tersebut, peran Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) cukup penting dan strategis. BPTP sebagai UPT Badan Litbang Pertanian dapat memainkan peran sebagai penentu keberhasilan pencapaian tujuan Program Strategis Kementerian Pertanian.


(17)

I I .

TI NJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Kebijakan

Kebijakan publik adalah tindakan kolektif melalui kewenangan pemerintah dan ditetapkan berdasarkan prosedur yang legitimate. Bidang liputan sintesa kebijakan adalah kebijakan publik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kehidupan petani dan perilaku agribisnis lainnya. Salah satu spesifikasi aspek sintesa kebijakan adalah metoda atau prosedur operasionalnya tidak mengikuti standard ilmiah baku, tetapi merupakan review dan sintesis teori, informasi, dan hasil penelitian ilmiah secara sistematis dan logis (Badan Litbang Pertanian, 2003).

Kebijakan pemerintah adalah serangkaian tindakan yang akan, sedang dan telah dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan kebijakan pertanian di indonesia adalah untuk memajukan pertanian, mengusahakan pertanian menjadi lebih produktif, produksinya efisien, pendapatan meningkat dan kesejahteraan akan lebih merata (Mubyarto, 1993). Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah pusat maupun daerah mengeluarkan peraturan yang berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri, keputusan gubernur dan lain-lain.

Analisis kebijakan adalah proses atau kegiatan mensintesa informasi, termasuk hasil- hasil penelitian untuk menghasilkan rekomendasi opsi desain kebijakan publik. Kebijakan publik adalah keputusan atau tindakan pemerintah yang berpengaruh atau mengarah pada tindakan individu dalam kelompok masyarakat, pada prinsipnya bertujuan memecahkan masalah-masalah yang ada di dalam masyarakat (Sutopo dan Sugiyanto, 2001; Simatupang, 2003).

Menurut Ealau dan Prewitt cit Suhart o (1997), kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan itu). Sedangkan Kamus Webster memberi pengertian kebijakan sebagai prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Sedangkan Titmuss mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan


(18)

yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu. Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-oriented) dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.

Analisis kebijakan (policy analysis) dapat dibedakan dengan pembuatan atau pengembangan kebijakan (policy development). Analisis kebijakan tidak mencakup pembuatan proposal perumusan kebijakan yang akan datang. Analisis kebijakan lebih menekankan pada penelaahan kebijkan yang sudah ada. Sementara itu, pengembangan kebijakan lebih difokuskan pada proses pembuatan proposal perumusan kebijakan yang baru. Namun demikian, baik analisis kebijakan maupun pengembangan kebijakan keduanya memfokuskan pada konsekuensi-konsekuensi kebijakan. Analisis kebijakan mengkaji kebijakan yang telah berjalan, sedangkan pengembangan kebijakan memberikan petunjuk bagi pembuatan atau perumusan kebijakan yang baru.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa analisis kebijakan pembangunan pertanian adalah usaha terencana yang berkaitan dengan pemberian penjelasan (explanation) dan preskripsi atau rekomendasi (prescription or recommendation) terhadap konsekuensi-konsekuensi kebijakan pembangunan pertanian yang telah diterapkan.

1. Penelaahan terhadap kebijakan pembangunan pertanian tersebut didasari oleh oleh prinsip-prinsip umum yang dibuat berdasarkan pilihan-pilihan tindakan sebagai berikut: Penelitian dan rasionalisasi yang dilakukan untuk menjamin keilmiahan dari analisis yang dilakukan.

2. Orientasi nilai yang dijadikan patokan atau kriteria untuk menilai kebijakan pembangunan pertanian tersebut berdasarkan nilai benar dan salah.

3. Pertimbangan politik yang umumnya dijadikan landasan untuk menjamin keamanan dan stabilitas.

Ketiga alternatif tindakan tersebut kemudian diterapkan untuk menguji atau menelaah aspek-aspek kebijakan pembangunan pertanian yang meliputi:


(19)

1. Pernyataan masalah pembangunan pertanian yang direspon atau ingin dipecahkan oleh kebijakan pembangunan pertanian.

2. Pernyataan mengenai cara atau metoda dengan mana kebijakan pembangunan pertanian tersebut diimplementasikan atau diterapkan.

3. Berbagai pertimbangan mengenai konsekuensi-konsekuensi kebijakan atau akibat-akibat yang mungkin timbul sebagai dampak diterapkannya suatu kebijakan pembangunan pertanian.

Seperti dirumuskan oleh Suharto (1997), proses perumusan kebijakan termasuk di dalamnya kebijakan pembangunan pertanian dapat dikelompokkan dalam 3 tahap, yaitu: (1) tahap identifikasi, (2) tahap implementasi dan (3) tahap evaluasi. Setiap tahap terdiri dari beberapa tahapan yang saling terkait.

Dengan mengadopsi dan generalisasi strategi permusan tersebut, maka secara garis besar tahapan perumusan kebijakan pembangunan pertanian adalah sebagai berikut:

a. Tahap I dentifikasi

• I dentifikasi masalah dan kebutuhan: Tahap pertama dalam perumusan kebijakan pembangunan pertanian adalah mengumpul-kan data mengenai permasalahan pembangunan pertanian yang dialami masyarakat dan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi (unmet needs).

• Analisis masalah dan kebutuhan: Tahap berikutnya adalah mengolah, memilah dan memilih data mengenai masalah dan kebutuhan masyarakat yang selanjutnya dianalisis dan ditransformasikan ke dalam laporan yang terorganisasi. I nformasi yang perlu diketahui antara lain: apa penyebab masalah dan apa kebutuhan masyarakat? Dampak apa yang mungkin timbul apabila masalah tidak dipecahkan dan kebutuhan tidak dipenuhi? Siapa dan kelompok mana yang terkena masalah?

• Penginformasian rencana kebijakan: Berdasarkan laporan hasil analisis disusunlah rencana kebijakan. Rencana ini kemudian disampaikan kepada berbagai sub-sistem masyarakat yang terkait dengan isu-isu kebijakan pembangunan pertanian untuk memperoleh masukan dan tanggapan.


(20)

Rencana ini dapat pula diajukan kepada lembaga-lembaga perwakilan rakyat untuk dibahas dan disetujui.

• Perumusan tujuan kebijakan: Setelah mendapat berbagai saran dari masyarakat dilakukanlah berbagai diskusi dan pembahasan untuk memperoleh alternatif-alternatif kebijakan. Beberapa alternatif kemudian dianalisis kembali dan dipertajam menjadi tujuan-tujuan kebijakan.

• Pemilihan model kebijakan. Pemilihan model kebijakan dilakukan terutama untuk menentukan pendekatan, metoda dan strategi yang paling efektif dan efisien mencapai tujuan-tujuan kebijakan. Pemilihan model ini juga dimaksudkan untuk memperoleh basis ilmiah dan prinsip-prinsip kebijakan pembangunan pertanian yang logis, sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan.

• Penentuan indikator pembangunan pertanian: Agar pencapaian tujuan dan pemilihan model kebijakan dapat terukur secara objektif, maka perlu dirumuskan indikatorindikator pembangunan pertanian yang berfungsi sebagai acuan, ukuran atau standar bagi rencana tindak dan hasil-hasil yang akan dicapai.

• Membangun dukungan dan legitimasi publik: Tugas pada tahap ini adalah menginformasikan kembali rencana kebijakan yang telah disempurnakan. Selanjutnya melibatkan berbagai pihak yang relevan dengan kebijakan, melakukan lobi, negosiasi dan koalisi dengan berbagai kelompok-kelompok masyarakat agar tercapai konsensus dan kesepakatan mengenai kebijakan pembangunan pertanian yang akan diterapkan.

b. Tahap I mplementasi

• Perumusan kebijakan: Rencana kebijakan yang sudah disepakati bersama dirumuskan ke dalam strategi dan pilihan tindakan beserta pedoman peraturan pelaksanaannya.

• Perancangan dan implementasi program: Kegiatan utama pada tahap ini adalah mengoperasionalkan kebijakan ke dalam usulan-usulan program (program proposals) atau proyek pembangunan pertanian untuk dilaksanakan atau diterapkan kepada sasaran program.


(21)

c. Tahap Evaluasi

Dalam tahap ini dilakukan evaluasi terhadap proses implementasi (evaluasi proses) serta dampak yang ditimbulkan, dilakukan pembandingan antara rencana dengan capaian atau hasil yang dicapai (evaluasi dampak). Terkait dengan analisis kebijakan pembangunan pertanian, proses penyusunan dan pengambilan kebijakan perlu dicermati dengan seksama karena sangat krusial. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang didasarkan pada hasil analisis dan pengetahuan yang sistematis. Hal ini sering dikenal dengan terminology “evidence based policy formulation”. Menurut Anonim (2004), hasil-hasil penelitian sering masih diabaikan, ditafsirkan lain atau kurang dipergunakan untuk “evidence based policy formulation” oleh penentu kebijakan Penelitian bertujuan menghasilkan pengetahuan baru, sedangkan kebijakan bertujuan melakukan atau merubah suatu program/ kegiatan berdasarkan pengetahuan baru tersebut. Keduanya sangat berkaitan, sehingga hubungan antara keduanya perlu ditingkatkan. Sumber dan pembawa informasi sama pentingnya dengan substansi informasi; penentu kebijakan akan lebih menerima substansi informasi bila diberikan oleh mereka yang telah dipercaya. Walaupun demikian, sebagai peneliti kita harus yakin bahwa penelitian yang berkualitas baik, keterlibatan masyarakat setempat, pesan yang akurat dan strategi komunikasi/ penyebar-luasan hasil penelitian yang efektif juga penting. Adanya gap antara kebutuhan akan data dengan ketersediaan data, juga membatasi penggunaan data tersebut. Pada dasarnya formulasi kebijakan didasarkan pada berbagai pertimbangan politik, sosial-ekonomi, institusi, lingkungan, sumber daya, tingkat kelayakan, disamping faktor-faktor teknis. Faktor teknis ini terdiri dari kemampuan untuk melaksanakan kebijakan dan tersedianya data dan informasi yang memadai dan sahih.

2.2. Teori Pangan

Ketahanan pangan yang dicetuskan pada World Food Summit (1996) oleh

World Food Programme didefinisikan sebagai kondisi yang terjadi apabila semua orang secara terus menerus, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/ cukup, bergizi, dan aman, yang memenuhi kebutuhan


(22)

pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan sehat. Berikut adalah kerangka konsep ketahanan pangan internasional tersebut:

Ketahanan pangan di I ndonesia didefinisikan dalam UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan PP No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pengertian pangan dalam UU dan PP tersebut adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/ atau pembuatan makanan atau minuman.

Ketahanan pangan merupakan isu strategis yang dicanangkan secara nasional dan merupakan kewajiban negara untuk mewujudkannya. Ketahanan pangan termasuk dalam prioritas nasional pada RPJMN untuk tahun 2010-2014. Ada tiga alasan penting yang melandasi kesepakatan tersebut:

1. Ketahanan pangan merupakan prasyarat bagi terpenuhinya hak asasi atas pangan setiap penduduk;

2. Konsumsi pangan dan gizi yang cukup merupakan basis bagi pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas; dan

3. Ketahanan pangan merupakan basis bagi ketahanan ekonomi, bahkan bagi ketahanan nasional. Pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa tidak ada satu negarapun yang dapat melaksanakan pembangunan dengan baik sebelum mampu mewujudkan ketahanan pangan terlebih dahulu.

Ketahanan pangan di setiap negara dibangun di atas tiga pilar utama yaitu:

1. Ketersediaan Pangan, adalah tersedianya pangan secara fisik di daerah, yang diperoleh baik dari hasil produksi domestik, impor/ perdagangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan dari produksi domestik, masuknya pangan melalui mekanisme pasar, stok pangan yang dimiliki pedagang dan pemerintah, serta bantuan pangan baik dari pemerintah maupun


(23)

dari badan bantuan pangan. Ketersediaan pangan dapat dihitung pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten atau tingkat masyarakat.

2. Akses Pangan, adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman, dan bantuan pangan maupun kombinasi di antara kelimanya. Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut di atas.

3. Pemanfaatan Pangan, merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi.

2.3. Hasil- Hasil Penelitian/ Pengkajian Terkait

Hasil penelitian Syaifudin dan kawan-kawan di Kabupaten Gowa dan Takalar Provinis Sulawesi Selatan menunjukan Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan potensinya, akan mengakibatkan produktivitas dan kualitas lahan menurun, serta tidak berkelanjutan. Untuk menghindari hal tersebut, maka peranan evaluasi lahan untuk mendukung perencanaan pembangunan pertanian yang berkelanjutan sangat besar. Secara fisik, evaluasi lahan dapat menjawab tingkat kesesuaian lahan dan secara ekonomik akan menjawab ke layakan finansialnya. Hasil penelitian menunjukkan indeks produktivitas berkisar antara 0.25 sampai 0.58, produksi jagung berkisar antara 3.01 sampai 5.06 ton per ha, dan R/ C ratio berkisar antara 1.3 sampai 1.9 sehingga layak untuk dikembangkan. Usaha perbaikan/ rekomendasi pengelolaan lahan disusun berdasarkan pada faktor pembatas dan potensi di Kabupaten Gowa dan Takalar. Faktor pembatas meliputi rendahnya kualitas tanah, rendahnya indeks pertanaman, keadaan sosial ekonomi petani, dan faktor iklim. Adanya faktor-faktor pembatas tersebut menyebabkan rendahnya produksi tanaman jagung.

Hasil penelitian Saktyanu K, dan kawan-kawan yang berjudul KAJI AN KETERSEDI AAN JAGUNG DAN KEDELAI DALAM RANGKA MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS: KASUS NEGARA-NEGARA ASEAN. kesimpulan hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan masing-masing negara ASEAN berupaya agar ketersediaan Jagung dan Kedelai tetap cukup terpenuhi. Namun demikian pola


(24)

ketersediaan kedua komoditas ini, khususnya untuk I ndonesia, tidak didukung dengan pertumbuhan produksi kedua komoditas tersebut. Pertumbuhan produksi Jagung ada di dalam komponen utama ke-3, dan ketersediaan jagung ada dalam komponen utama ke-16, selain itu pertumbuhan produksi kedelai berada di dalam komponen utama ke-29 dan ketersediaan kedelai dalam komponen utama ke-10. Pola pertumbuhan dan ketersediaan Jagung I ndonesia relatif netral pada posisi tarif bea masuk dan tingkat produktivitas pertaniannya. Berbeda dengan pola pertumbuhan dan ketersediaan Kedelai I ndonesia berada pada posisi perdagangan bebas dan non-produktivitas pertanian. Hal inilah yang dapat dimanfaatkan oleh negara lain seperti Thailand dan Filipina dalam menentukan kebijakan ekonomi pertanian terhadap negara lain, khususnya terhadap I ndonesia.

Hasnawi Masturi melakukan penelitian di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu yang berjudul KAJI AN EKONOMI USAHATANI KEDELAI di Kabupaten Lebong menunjukakan bahwa tanaman kedelai merupakan salah satu komoditi palawija yang memiliki peranan penting di I ndonesia. Tanaman kedelai memiliki potensi dan prospek yang baik untuk diusahakan, karena tanaman ini relatif mudah dibudidayakan. Selain itu permintaan terhadap produksi kedelai terus meningkat baik untuk kebutuhan pangan maupun untuk industri. Sehingga sangat perlu untuk dilakukan kajian ekonomi usahatani kedelai.Kajian ekonomi usahatani kedelai ini hanya difokuskan pada sistem usahatani kedelai dan analisis ekonomi usahatani kedelai tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat keuntungan dan kelayakan usahatani kedelai. Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Usahatani kedelai merupakan peluang usaha yang menarik untuk dilakukan baik dari segi teknis budidaya yang relatif mudah dilakukan, maupun peluang pasar yang masih sangat luas. Dan juga secara ekonomi usahatani kedelai menguntungkan dan sangat layak untuk dilakukan.


(25)

I I I . METODOLOGI

3.1. Lokasi dan w aktu

Pengkajian ini dilakukan di Provinsi Bengkulu. Lokasi pengkajian ditentukan secara purposive berdasarkan wilayah sentra produksi yang mendapatkan bantuan program peningkatan produksi jagung dan kedelai. Kabupaten terpilih untuk sentra jagung dan kedelai adalah Bengkulu Utara, Seluma dan Rejang Lebong. Kegiatan dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Desember 2016.

3.2. Alat dan bahan

Alat yang digunakan berupa kuesioner, papan lapang serta bahan pendukung kegiatan survei di lapangan.

3.3. Ruang Lingkup Kegiatan

Pengkajian ini dilakukan untuk menganalisa kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis berupa jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu. Ruang lingkup kegiatan meliputi :

1. Pengkajian dilakukan terhadap kinerja kebijakan berupa peningkatan produksi, capaian sasaran program dan alternative upaya untuk peningkatan produksi jagung dan kedelai di wilayah Provinsi Bengkulu.

2. Menggunakan metode survei terhadap petani jagung dan kedelai sebagai pelaksana program, serta wawancara mendalam dengan pemangku kebijakan di tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota. Untuk melengkapi informasi dilakukan pula desk study atau penelitian pustaka dan informasi sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini.

3. Data yang dianalisis meliputi variabel yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas, luas tanam, luas panen, capaian program, capaian anggaran, dan capaian produksi.


(26)

3.4. Metode Pelaksanaan Pengkajian 3.4.1. Metode Pengambilan Sampel

Sampel yang dimaksud dalam pengkajian ini adalah petani yang berusahatani jagung dan kedelai yang mendapat program upsus jagung dan kedelai. Metode pengambilan sampel Multistage Random Sampling. Tahap pertama penarikan satuan sampling primer, yaitu memilih 2 kabupaten sentra produksi jagung dan 2 kabupaten sentra produksi kedelai. Tahap kedua adalah memilih satuan sampling sekunder, yaitu memilih keluarga (kepala keluarga) dari tiap kabupaten terpilih. Satuan sampling terpilih dari tahap kedua ini merupakan unit elementer yang menjadi responden pengkajian. Penentuan jumlah sampel digunakan rumus sebagai berikut (Nazir,1999) :

Dimana : n = Jumlah Sampel N = Jumlah populasi σ2 = 10.000; σ = 100

Sampel responden pemangku kebijakan dilakukan secara sengaja (purposive sampling) yaitu kepala dinas atau kepala bidang yang menangani tanaman pangan di tingkat provinsi maupun kabupaten. Kriteria responden petani dalam pengkajian ini adalah :

1. Mendapat program Upsus Jagung dan kedelai 2. Mengusahakan komoditi jagung dan kedelai.

3.4.2. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dengan petani sampel dengan menggunakan alat bantu berupa kuisioner. Data primer yang dikumpulkan meliputi data yang terkait dengan parameter input, output, dan kelembagaan (kelompok tani, dll). Metode pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan


(27)

para pemangku kebijakan dan studi pustaka. Wawancara terhadap pemangku kebijakan diarahkan untuk mengetahui program peningkatan produktivitas dan produksi pangan strategis (jagung dan kedelai) di tingkat provinsi maupun kabupaten. Data sekunder meliputi biofisik, sosial ekonomi dan budaya.

Parameter yang diukur

Parameter yang diukur dalam pengkajian ini adalah :

 Peningkatan produksi

 Peningkatan produktivitas

 Komponen hasil dan biaya usahatani jagung dan kedelai

 Kelayakan usahatani jagung dan kedelai

 Persepsi petani terhadap usahatani jagung dan kedelai

 Peningkatan luas tanam

 Capaian program peningkatan produksi jagung dan kedelai

3.4.3. Analisis Data

1) Analisis Kinerja Kebijakan Program

a. Analisis Kinerja Program Tingkat Petani

Berdasarkan parameter yang di ukur, maka alat analisis yang digunakan adalah beforedan after yang di formulasikan sebagai berikut :

Perbedaan Produksi : ∆Q = { ( Qt/ Qt-1) -1} * 100 % Perbedaan Produktivitas : ∆Y = { ( Yt / Yt-1) -1} * 100 % Perbedaan luas tanam : ∆L = { ( Lt/ Lt-1) -1} * 100 %

Untuk melihat kinerja program yang telah dilakukan oleh petani dapat juga dilihat dengan perubahan biaya produksi, perubahan penerimaan dan pendapatan.

Perbedaan Biaya Produksi :∆TC = { ( TCt / TCt-1) -1} * 100 % Perbedaan Penerimaan :∆TR = { ( TRt/ TRt-1) -1} * 100 % Perbedaan Keuntungan :∆ = { ( t / t-1 ) -1} * 100

dimana :

∆Q = Perbedaan produksi jagung dan kedelai (kg)


(28)

Qt-1 = Produksi jagung dan kedelai sebelum mengikuti program (kg) ∆Y = Perbedaan produktivitas jagung dan kedelai (kg/ ha)

Yt = Produktivitas jagung dan kedelai setelah mengikuti program (kg/ ha)

Yt-1 = Produktivitas jagung dan kedelai sebelum mengikuti program (kg/ ha)

∆L = Perbedaan luas tanam jagung dan kedelai (ha)

Lt = Perbedaan luas tanam jagung dan kedelai setelah mengikuti program (ha)

Lt-1 = Perbedaan luas tanam jagung dan kedelai sebelum mengikuti program (ha)

∆TC = Perbedaan biaya produksi jagung dan kedelai (Rp/ ha)

TCt = Biaya produksi jagung dan kedelai setelah mengikuti program (RP/ ha)

TCt-1 = Biaya produksi jagung dan kedelai sebelum mengikuti program (Rp/ ha)

∆TR = Perbedaan penerimaan usahatani jagung dan kedelai (Rp/ ha) TRt = Penerimaan usahatani jagung dan kedelai setelah mengikuti

program (Rp/ ha)

TRt-1 = Penerimaan usahatani jagung dan kedelai sebelum mengikuti program (Rp/ ha)

∆ = Perbedaan pendapatan usahatani jagung dan kedelai (Rp/ ha)

1 = Keuntungan usahatani jagung dan kedelai setelah mengikuti program (Rp/ ha)

0 = Keuntungan usahatani jagung dan kedelai sebelum mengikuti program(Rp/ ha)

b. Analisis Kebijakan Kinerja Program

Analisis kenirja program dilakukan dengan pendekatan konten, klasifikasi ukuran kinerja mengacu pada Wibowo (2007) yaitu produktivitas, kualitas, ketepatan waktu, siklus waktu, pemanfaatan sumberdaya dan biaya.


(29)

2) Analisis Capaian Program

Untuk mengukur capaian program UPSUS jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu digunakan persamaan :

Capaian Program =

Efisiensi Program =

3) Analisis Alternatif Kebijakan

Untuk perumusan alternatif kebijakan peningkatan produksi pangan strategis (jagung dan kedelai) di Provinsi Bengkulu menggunakan 2 metode yaitu :

a. Kinerja Produksi

Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap capaian produksi digunakan fungsi produksi Coubduglas, dimana persamaannya sebagai berikut :

Y = a X1b1. X2 b2. X3 b3. X4 b4.. X5b5 X6 b6X7 b7...eu, Dimana :

YJ = Produksi Komoditas yang diukur (Jagung dan kedelai) kg/ ha X1 = Luas Tanam (ha)

X2 = Benih (kg/ ha) X3 = Pupuk (kg/ ha)

X4 = Tenaga Kerja (HOK/ ha) X5 = Harga komoditas pesaing X6 = Kemudahan dalam pemasaran X7 = Kemudahan dalam usahatani

a = I ntersep

b1-b5 = Koefisien regresi


(30)

Untuk menentukan alternatif strategi kebijakan program UPSUS jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu digunakan SWOT. Adapun tahap analisisnya yaitu (1) I dentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman program UPSUS jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu (2) identifikasi faktor kunci keberhasilan UPSUS jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu dan (3) perumusan strategi dan kebijakan UPSUS jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu. Selanjutnya untuk menentukan prioritas strategi kebijakan UPSUS jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu digunakan metode QSPM. Matriks ini digunakan untuk mengevaluasi dan memilih strategi terbaik yang paling cocok dengan lingkungan eksternal dan internal program UPSUS jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu.

c. Kinerja Anggaran

Kinerja anggaran dianalisa secara deskriptip eksplanatif, yaitu membandingkan antara target dengan realisasi yang dicapai.

Konsep pengukuran variabel

1. Produksi usahatani jagung dan kedelai adalah hasil total tanaman jagung dan kedelai dalam satu kali musim tanam berupa jagung pipil dan biji kedelai, diukur dalam (Kg/ Ha/ MT).

2. Produktivitas usahatani yaitu perbandingan antara jumlah produksi yang di peroleh dengan luas lahan yang diusahakan dan diukur dengan (Kg/ Ha).

3. Luas lahan adalah luas tanam dari usahatani jagung dan kedelai yang dinyatakan dalam satuan hektar untuk satu kali musim tanam (Ha/ MT).

4. Biaya usahatani yang diperhitungkan oleh petani jagung dan kedelai selama satu musim tanam, yang dinyatakn dalam rupiah perhektar untuk satu kali musim tanam (Rp/ Ha/ MT).

5. Penerimaan adalah total produksi dikalikan dengan hara yang diukur dengan satuan rupiah (Rp/ Ha/ MT).

6. Pendapatan usahatani (konsep non riil) adalah selisih antara penerimaan dan biaya usahatani jagung dan kedelai yang benar-benar di keluarkan oleh petani (biaya pupuk, pestisida, tenaga kerja luar keluarga) dan biaya yang tidak di


(31)

keluarkan oleh petanni (penyusutan alat, tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan) yang dinyatakan dalam satuan rupiah per hektar (Rp/ Ha/ MT).

7. Sampel yang dimaksud dalam pengkajian ini adalah petani yang berusahatani jagung dan kedelai yang mendapat program upsus jagung dan kedelai.

8. Lingkungan internal peningkatan produksi jagung dan kedelai adalah untuk mengembangkan produksi jagung dan kedelai dari daftar kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan daftar kelemahan yang harus diatasi untuk meningkatkan produksi jagung dan kedelai.

9. Lingkungan eksternal peningkatan produksi jagung dan kedelai adalah untuk mengembangkan produksi jagung dan kedelai dengan peluang peningkatan dan menghindari ancaman.

10. Matrik EFE adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan eksternal dan menggolongkannya menjadi peluang dan ancaman peningkatan produksi jagung dan kedelai dengan melakukan pembobotan.

11. Matrik I FE digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan internal dan menggolongkannya menjadi kekuatan dan kelemahan peningkatan produksi jagung dan kedelai melalui pembobotan.

12. Matriks SWOT adalah digunakan untuk menyusun suatu strategi dan dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dim iliki.


(32)

I V. HASI L DAN PEMBAHASAN

4.1. Kinerja kebijakan peningkatan produksi pangan strategis ( jagung dan kedelai) di Provinsi Bengkulu.

Program UPSUS Jagung dan kedelai merupakan merupakan salah satu stretegi dalam percepatan peningkatan produksi jagung dan kedelai dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional. Upaya peningkatan produksi jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu ditempuh melalui: 1) Gerakan penerapan pengelolaan tanaman terpadu (GP-PTT jagung dan GP-PTT kedelai), 2) Perluasan areal tanam melalui peningkatan indeks pertanaman jagung (PAT-Jagung), 3) Perluasan areal tanam kedelai melalui peningkatan indeks pertanaman kedelai (PAT-PI P Kedelai), 4) Penyaluran fasilitas bantuan berupa sarana produksi baik benih, pupuk maupun alsintan, pengendalian OPT, kegiatan pengawalan dan pendampingan oleh petugas serta sarana pendukung lainnya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu, daftar kabupaten pelaksana GP-PTT jagung tahun 2015 meliputi: Bengkulu Selatan, Rejang Lebong, Bengkulu Utara, Kaur, Seluma, Muko-Muko, Lebong dan Bengkulu Tengah. Total luasan untuk komoditas jagung adalah 10.900,75 ha dengan kebutuhan sebanyak 163.511,25 kg benih

.

Secara rinci, data penerima bantuan Benih jagung hibrida di Provinsi Bengkulu tahun 2015 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Penerima Bantuan Benih Jagung Hibrida di Provinsi Bengkulu tahun 2015.

No Kabupaten Luas Tanam

(ha)

Kebutuhan Benih (kg)

1 Bengkulu Selatan 2000 30.000

2 Rejang Lebong 1.775 26.625

3 Bengkulu Utara 477,05 7.155,75

4 Kaur 722,50 10.837,5

5 Seluma 432,20 6.483

6 Muko-muko 2023,50 30352,50

7 Lebong 606,25 9.093,75

8 Bengkulu Tengah 864,25 12.963,75


(33)

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu tahun 2015

Tabel 1 menunjukkan kabupaten yang memiliki potensi lahan pertanian komoditas jagung yang lebih tinggi adalah Muko-Muko dengan luas tanam sebesar 2023,50 ha. Untuk komoditas jagung, macam bantuan yang diperoleh berupa benih hibrida yang tersebar di delapan kabupaten. Pengelompokkan penerima bantuan benih jagung hibrida yang tertinggi adalah Kabupaten Muko-Muko dengan kebutuhan benih sebanyak 30352,50 kg, sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Seluma dengan kebutuhan benih sebanyak 6.483 kg.

Untuk komoditas kedelai, kabupaten yang menjadi pelaksana GP-PTT kedelai, meliputi: Bengkulu Tengah, Kepahiang, Lebong, Muko-Muko, Seluma, Kaur, Bengkulu Utara, Rejang Lebong, dan Bengkulu Selatan. Total luasan untuk pertanaman kedelai adalah 7.023,50 ha. Data pelaksana GP-PTT Kedelai di Provinsi Bengkulu tahun 2015 disajikan pada Tabel 2.

Tabe 2. Data Pelaksana GP-PTT Kedelai di Provinsi Bengkulu Tahun 2015. No Kabupaten Luasan

(ha)

Varietas Jumlah

Benih Anjasmoro Grobokan Willis

1 Bengkulu Tengah

460,00 23.000,00 - - 23.000,00

2 Kepahiang 500,00 23.000,00 2.000,00 - 25.000,00

3 Lebong 846,00 - - 42.300,00 42.000,00

4 Muko-Muko 500,00 25.000,00 - - 25.000,00

5 Seluma 1.000,00 50.000,00 - - 50.000,00

6 Kaur 500,00 - 25.000,00 - 25.000,00

7 Bengkulu Utara

1.387,50 69.375,00 - - 69.375,00

8 Rejang Lebong

1.000,00 50.000,00 - - 50.000,00

9 Bengkulu Selatan

830,00 - 34.000,00 7.500,00 41.500,00

Jumlah 7.023,50 240.375,00 61.000,00 49.800,00 351.175,00

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu tahun 2015

Tabel 2 menunjukkan kabupaten yang memiliki potensi tinggi untuk pengembangan komoditas kedelai adalah Bengkulu Utara dengan luasan sebesar 1.387,50 ha. Sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Bengkulu Tengah dengan luasan sebesar 460 ha. Macam bantuan benih yang diperoleh sebanyak 351.175 kg.


(34)

Benih tersebut merupakan varietas unggul yang memiliki potensi hasil tinggi yaitu Anjasmoro, Grobokan dan Wilis. Dari ketiga varietas benih, varietas anjasmoro merupakan yang tertinggi atau sebesar 68,45% dari total benih. Selanjutnya varietas grobokan sebesar 17,37% dan varietas willis sebesar 14,18% . Hal ini dipengaruhi oleh faktor ketersediaan dan kesesuaian lahan. Selain itu, varietas anjasmoro dinilai memiliki daya tumbuh yang baik, ketahanan terhadap rebah serta memiliki sifat polong yang tidak mudah pecah sehingga lebih diminati oleh petani.

4.1.1 Analisis Kinerja Program di Tingkat Petani

Dari hasil analisis yang dilakukan melalui metode survey dengan wawancara terstruktur yang melibatkan petani kooperator jagung, diperoleh gambaran usahatani jagung, yang meliputi: produksi, biaya, penerimaan, keuntungan, MBCR dan Net MBCR. Rincian produksi, biaya, penerimaan, keuntungan, MBCR dan Net MBCR disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi, biaya, penerimaan, keuntungan, MBCR dan Net MBCR sebelum dan setelah program UPSUS jagung

No Uraian Sebelum Sesudah Perbedaan

1 Produksi 2.645/ mt 2.985/ mt 12,8%

2 Biaya 2.525.000 2.850.000 12,8%

3 Penerimaan 7.935.000 8.955.000 12,8%

4 Keuntungan 5.410.000 6.105.000 7,3%

5 MBCR 1.63

6 Net MBCR 1,02

Data primer terolah (2016)

Tabel 3 menunjukkan bahwa usahatani jagung layak untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari jumlah produksi yang dihasilkan sebanyak 2.985 kg, dengan harga Rp.3000,-/ kg diperoleh penerimaan sebesar Rp. 8.955.000,- sehingga MBCR > 1 yaitu 1,63. Hal ini berarti bahwa kinerja program UPSUS dalam rangka peningkatan produksi jagung, menunjukkan adanya perbedaan antara sebelum dan sesudah UPSUS. Program UPSUS dapat meningkatkan hasil produksi sebesar 12,8% . Peningkatan hasil produksi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti 1) Penggunaan varietas unggul baru hibrida yang berdaya hasil tinggi yang memiliki sifat toleran terhadap kemasaman dan kekeringan, 2) Adanya paket teknologi yang


(35)

efisien melalui pendekatan pengelolaan terpadu (PTT), serta 3) I ntensifikasi pengawalan dan pendampingan oleh petugas. Untuk komoditas kedelai, produksi, biaya, penerimaan dan keuntungan usahatani kedelai setelah program UPSUS disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Produksi, biaya, penerimaan, keuntungan, MBCR dan Net MBCR setelah program UPSUS kedelai

No Uraian Sesudah

1 Produksi 800/ mt

2 Biaya 1.350.000

3 Penerimaan 4.000.000

4 Keuntungan 2.650.000

5 MBCR 0

6 Net MBCR 0

Data primer terolah (2016)

Tabel 4 menunjukkan, dari jumlah produksi yang dihasilkan sebesar 800 kg, dengan harga Rp. 5000,- diperoleh penerimaan sebesar Rp. 4.000.000,- sehingga keuntungan yang diperoleh senilai Rp. 2.650.000,-. Kinerja program UPSUS dalam rangka peningkatan produksi kedelai tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena petani hanya melakukan usahatani kedelai setelah adanya program. Sebelum program, petani tidak menanam kedelai. Usahatani kedelai dinilai belum mampu memberikan keuntungan yang maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Komoditas lain seperti padi dan tanaman perkebunan seperti kopi, karet dan sawit dinilai lebih menguntungkan, sehingga petani tidak menjadikan kedelai sebagai prioritas usahatani. Petani menanam kedelai sebagai tanaman sela dalam skala kecil untuk dikonsumsi bukan untuk dipasarkan. Dibeberapa wilayah, usahatani kedelai mengalami kegagalan panen yang diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit.

a. Analisis Kebijakan Kinerja Program

Untuk mengukur analisis kebijakan program upsus jagung dan kedelai dilakukan Focus Grup Discussion yang melibatkan petani kooperator jagung dan kedelai beserta petugas pendamping (PPL) setempat. FGD dilakukan untuk mengetahui respon petani baik terhadap UPSUS Jagung maupun kedelai di Provinsi Bengkulu. Hasil FGD meliputi respon petani terhadap kecukupan pendampingan oleh


(36)

petugas, kesesuaian dan ketepatan waktu penyaluran bantuan saprodi baik untuk komoditas jagung maupun kedelai. Respon petani terhadap efektivitas program UPSUS jagung disajikan pada Tabel 5, sedangkan Respon petani terhadap efektivitas program UPSUS kedelai disajikan pada Tabel 6.

Tabel 5. Respon petani terhadap efektivitas program UPSUS GP-PTT Jagung di Provinsi Bengkulu

No Uraian Respon petani

(% ) 1 Pendampingan oleh petugas sudah cukup baik 80 2 Bantuan benih yang diterima sudah sesuai (varietas

unggul dan bermutu)

80

3 Ketepatan penyaluran bantuan sesuai dengan volume dan waktu tanam

75

4 Pupuk yang diterima sudah sesuai dengan dosis yang dianjurkan

45

5 Alsintan untuk mendukung usahatani jagung cukup tersedia

50

6 Mutu jagung yang dihasilkan lebih baik dari jagung yang ada dipasaran

70

7 Manfaat program UPSUS bagi petani 100

8 Minat petani untuk menanam jagung setelah berakhirnya program UPSUS

85

Data primer terolah (2016)

Tabel 5 menunjukkan bahwa kinerja program UPSUS dalam rangka peningkatan produksi kedelai di Provinsi Bengkulu sudah berjalan cukup baik. Hal ini didukung dengan respon positif petani terhadap kecukupan pendampingan oleh petugas yaitu sebesar 80% . Tingginya Persentase tersebut memberikan gambaran bahwa peranan petugas lapang baik penyuluh/ peneliti, babinsa, maupun mahasiswa yang dilibatkan dalam kegiatan pengawalan dan pendampingan mampu memberikan motivasi bagi petani dalam menerapkan teknologi budidaya sesuai anjuran. Perolehan bantuan benih jagung yang diterima juga dinilai sudah memenuhi harapan petani.

Sebagian besar petani memberikan respon positif terhadap benih jagung hibrida. Dari unsur ketepatan, respon yang diberikan petani sebesar 75% yang berarti bahwa penyaluran bantuan benih sudah sesuai dengan jadwal/ waktu tanam


(37)

jagung. Selain itu volume bantuan yang diterima sudah memenuhi kebutuhan tanam per luas lahan. Kondisi ini sangat menguntungkan dimana petani dapat melakukan penanaman tepat waktu. Bantuan pupuk yang diterima belum sesuai dengan harapan petani. Hanya 45% petani yang memberikan respon positif. Sebagian besar petani menganggap volume bantuan pupuk belum memenuhi kebutuhan per luas tanam. Sementara itu, petani tidak mau mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli pupuk. Petani menilai alat dan mesin pertanian untuk mendukung usahatani jagung sudah cukup tersedia. Dari segi kualitasnya, jagung yang dihasilkan memiliki mutu yang cukup baik. Secara keseluruhan, petani merasakan manfaat dari adanya program UPSUS. Adanya pengawalan dan pendampingan yang intensif oleh petugas melalui berbagai pelatihan mampu meningkatkan pengetahuan petani terhadap teknis budidaya jagung. Selain itu bantuan saprodi yang diterima mampu menekan biaya usahatani. Minat petani unt uk menanam jagung cukup tinggi dan keinginan untuk menanam jagung akan terus berlanjut meskipun tidak adanya program yang mendukung.

Tabel 6. Respon petani terhadap efektivitas program UPSUS peningkatan produksi kedelai diProvinsi Bengkulu

No Uraian Respon petani

(% ) 1 Pendampingan yang dilakukan oleh petugas sudah

cukup baik

85

2 Bantuan benih yang diterima sudah sesuai atau bermutu dan dengan daya tumbuh yang baik

65

3 Ketepatan penyaluran bantuan sesuai dengan volume dan waktu tanam

75

4 Pupuk yang diterima sudah sesuai dengan dosis yang dianjurkan

75

5 Alsintan untuk mendukung usahatani kedelai mencukupi kebutuhan

50

6 Mutu kedelai yang dihasilkan rendah 75

7 Manfaat program UPSUS 100

8 Minat untuk menanam kedelai setelah berakhirnya program UPSUS

0

Data primer terolah (2016)

Berdasarkan Tabel 6, kinerja program UPSUS dalam rangka peningkatan produksi kedelai di Provinsi Bengkulu dari segi pendampingan sudah cukup baik.


(38)

Baik Petugas lapang, babinsa maupun mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan pengawalan memberikan pendampingan secara maksimal. Petugas lapang baik penyuluh maupun peneliti berperan dalam memberikan pendidikan dan pelatihan dalam penerapan teknologi spesifik lokasi sesuai dengan kalender tanam, perbaikan sistem budidaya kedelai sesuai anjuran melalui pendekatan PTT. Sementara itu peranan babinsa adalah sebagai penggerak yang memotivasi petani untuk melakukan tanam serentak, gerakan pengendalian OPT dan panen. Mahasiswa juga turut dilibatkan guna memfasislitasi introduksi teknologi dari perguruan tinggi dan mengembangkan jejaring kemitraan dengan pelaku usaha. Respon petani terhadap bantuan benih kedelai cukup baik. Benih yang diperoleh merupakan benih bermutu dan berlabel. Namun dari segi ketepatan, penyaluran bantuan saprodi belum sesuai dengan jadwal/ waktu tanam kedelai, sehingga petani mengalami keterlambatan menanam.

Alsintan untuk mendukung usahatani kedelai belum mencukupi kebutuhan. Sebagian besar petani menilai kedelai yang dihasilkan memiliki mutu yang rendah, hal ini bisa disebabkan oleh penanganan pasca panen yang kurang tepat. Program UPSUS sangat dirasakan manfaatnya oleh petani, dengan adanya bantuan saprodi mampu menekan biaya usahatani kedelai. Namun demikian minat petani untuk menanam kedelai masih rendah, hal ini disebabkan sistem pemeliharaan yang sulit dan memerlukan perawatan khusus akibat banyaknya serangan hama dan penyakit. Selain itu harga jual kedelai tergolong rendah dan tidak didukung dengan jaminan pasar. Jika tidak didukung dengan bantuan saprodi maka petani tidak bersedia untuk menanam kedelai.

4.2. Capaian sasaran program peningkatan produksi pangan strategis ( Jagung dan Kedelai) di Provinsi Bengkulu.

Produksi jagung Provinsi Bengkulu berdasarkan Angka Tetap (ATAP) tahun 2015 sebanyak 52.785 ton jagung pipilan kering. Dibandingkan den gan tahun 2014 produksi jagung Provinsi Bengkulu mengalami penurunan sebanyak 19.971 ton atau -27,45% . Penurunan produksi jagung pada tahun 2015 disebabkan penurunan luas panen seluas 5.506 hektar atau -35,20% . Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya penurunan luas baku sawah akibat alih fungsi lahan.


(39)

Namun demikian produktivitas jagung meningkat sebesar 5,56 ku/ ha atau 11,96% . Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi jagung provinsi bengkulu tahun 2013-2015 disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Provinsi Bengkulu tahun 2013-2015

Rician 2013 2014 2015

Perkembangan

2013 2014 2014 2015

Absolute % Absolute %

Luas Panen 18.257 15.643 10.137 -2.614 -14,32 -5,506 -35,20 Produkivitas 51,48 46,51 52,07 -4,97 -9,65 5,56 11,96 Produksi 93,988 72.756 52.785 -21.232 -22,59 -19.971 -27,45

BPS (2015)

Tabel 7 menunjukkan perkembangan produksi jagung dari tahun 2013–2014 juga mengalami penurunan yang disebabkan turunnya luas lahan panen 2014 sebesar 14,32 (2,614 Ha) dan produktivitas 4,97 Ku/ ha atau -9,65% terhadap tahun 2013. Produksi Perkembangan dan Distribusi Produksi Jagung Provinsi Bengkulu tahun 2013 – 2015 disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Produksi, Perkembangan dan Distribusi Produksi Jagung Provinsi Bengkulu tahun 2013 – 2015.

Kabupaten

Produksi Perkembangan

2013 2014 2015

2013 2015 2014 2015 2015 Abso

lute %

Abso

lute % Bengkulu

Selatan

10.595 14.918 8.273 4.324 40,82 -6.645 -44.54 15,67 Rejang Lebong 22.640 20.058 19.623 -2.582 -11,40 -435 -2,17 37,18 Bengkulu Utara 7.305 9.366 10.579 2.061 28,21 1.213 12,95 20,04 Kaur 5.680 1.550 1.318 -4.130 -72,71 -232 -14,97 2,50 Seluma 1.591 1.308 1.746 -283 -17,81 439 33,57 3,31 Muko-muko 37.704 18.449 6.111 -16.255 -46,84 -12.337 -66,87 11,58

Lebong 247 414 213 167 67,48 -201 -48,47 0,40

Kepahiang 8.357 5.719 4.491 -2.638 -31,56 -1.228 -21,47 8,51 Bengkulu

Tengah

2.384 763 208 -1.621 -67,98 -555 -72,71 0,39 Kota Bengkulu 486 211 220 -275 -56,58 10 4,53 0,42 Prov. Bengkulu 93.988 72.756 52.785 -21.232 -22,59 -19.971 -27,45 100,00


(40)

Tabel diatas menunjukkan penurunan produksi jagung di Provinsi Bengkulu pada tahun 2015 yang terjadi di tujuh kabupaten dengan persentase penurunan tertinggi di Kabupaten Bengkulu Tengah sebesar 72,71% dan Kabupaten Muko-muko sebesar 66,87% . Sedangkan kenaikan produksi jagung terjadi di tiga kabupaten yaitu : Kabupaten Bengkulu Utara, Seluma dan Kota Bengkulu dengan kenaikan masing-masing sebesar 12,95% , 33,57% dan 4,53% . perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi jagung provinsi bengkulu tahun 2013-2015 disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Provinsi Bengkulu tahun 2013-2015.

Uraian

Produksi Perkembangan

2013 2014 2015

2013 2015 2014 2015 Absolute % Absolut

e %

Luas Panen (ha)

Januari-April 5.969 6.135 3.844 166 2,78 -2.291 -37,34 Mei-Agustus 5.116 3.898 3.215 -1.218 -23,81 -683 -17,52 September-Desember 7.172 5.610 3.078 -1.562 -21,78 -2.532 -45,13 Januari-Desember 18.257 15.643 10.137 -2.614 -14,32 -5.506 -35,20 Hasil (ku/ ha)

Januari-April 48,62 47,69 60,44 -0,93 -1,92 12,57 26,74 Mei-Agustus 48,93 49,98 48,22 1,05 2,14 -1,76 -3,52 September-Desember 55,68 42,81 45,64 -12,87 -23,12 2,83 6,62 Januari-Desember 51,48 45,51 52,07 -4,97 -9,65 5,56 11,96 Produksi (ton)

Januari-April 29.024 29.257 23.235 233 0,80 -6.022 -20,58 Mei-Agustus 25.033 19.482 15.502 -5.551 -22,17 -3.980 -20,43 September-Desember 39.931 24.017 14.048 -15.914 -39,85 -9.969 -41,51 Januari-Desember 93.987 72.756 52..785 -21.231 -22,59 -19.971 -27,45

BPS (2015)

Tabel 9 menunjukkan adanya penurunan produksi jagung pada tahun 2015 sebanyak 19.971 ton pada periode (Januari-April), (Mei-Agustus) dan (September-Desember) masing-masing sebanyak 6.022 ton, 3.980 ton dan 9.969 ton dibandingkan produksi pada tahun 2014 (year-on-year). Pola panen jagung pada periode Januari–Desember tahun 2015 relatif sama dengan pola panen tahun 2014 dan tahun 2013. Namun, pada tahun 2015 periode (September-Desember) ada indikasi mundur tanam sehingga panen periode (September-Desember) jauh lebih rendah dari tahun 2013 maupun tahun 2014.

Berdasarkan Angka Tetap (ATAP) 2015 produksi kedelai Provinsi Bengkulu sebanyak 5.388 ton biji kering. Dibandingkan dengan tahun 2014 produksi kedelai


(41)

di Provinsi Bengkulu menurun menjadi 5.715 atau sebesar -5,72% sebanyak 327 ton. Penurunan produksi kedelai di tahun 2015 disebabkan adanya penurunan luas panen sebanyak 1.140 ha at au sebesar -21,21% walaupun produktivitasnya mengalami kenaikan sebanyak 2,09 ku/ ha atau sebesar 19,66% . Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai di Provinsi Bengkulu tahun 2013-2015 disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai di Provinsi Bengkulu tahun 2013-2015

Rician 2013 2014 2015

Perkembangan

2013 2014 2014 2015

Absolute % Absolute %

Luas Panen 3.720 5.375 4.235 1.655 44,49 -1.140 -21,21 Produkivitas 10,72 10,63 12,72 -0,09 -0,81 2,09 19,66

Produksi 3.987 5.715 5.388 1.728 43,34 -327 -5,72

BPS (2015)

Dari tabel diatas terlihat, kinerja kedelai tahun 2014 relatif lebih baik dibanding tahun 2015. Tahun 2014 produksi kedelai mencapai 5.751 ton atau mengalami kenaikan sebesar 43,34% sebanyak 1.728 ton dari produksi tahun 2013. Kenaikan ini disebabkan adanya peningkatan luas panen sebesar 44,49% sebanyak 1.655 ha walaupun produktivitasnya menurun sebesar 0.84% atau sebanyak 0,09 kuwintal/ ha. Produksi, Perkembangan dan Distribusi Produksi Kedelai Provinsi Bengkulu menurut Kabupaten/ Kota tahun 2013 – 2015 disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Produksi, Perkembangan dan Distribusi Produksi Kedelai Provinsi Bengkulu menurut Kabupaten/ Kota tahun 2013 – 2015

Kabupaten

Produksi Perkembangan 2013 2014 2015

2013 2015 2014 2015 2015 Absol

ute %

Absol

ute %

Bengkulu Selatan 464 593 184 129 27,91 -410 -69,3 3,41 Rejang Lebong 1.914 1.575 1.378 -339 -17,71 -197 -12,50 25,57 Bengkulu Utara 199 375 768 176 88,68 393 104,80 14,25

Kaur 588 581 432 -6 -1,06 -149 -25,60 8,03

Seluma 23 165 1.271 143 624,45 1.106 668,68 23,59 Muko-muko 663 1.086 205 423 63,76 -881 -81,14 3,80

Lebong 5 1 1 -4 -78,39 0 -10,62 0,02

Kepahiang 4 934 696 930 21.920,24 -238 -25,52 12,91 Bengkulu Tengah 127 403 454 276 217,14 51 12,62 8,42

Kota Bengkulu - - -


(42)

BPS (2015)

Penurunan produksi kedelai pada tahun 2015 terjadi di enam kabupaten, yaitu: Kabupaten Muko-muko, Bengkulu Selatan, Kaur, Kepahiang, Rejang Lebong dan Kabupaten Lebong, dengan persentase penurunan tertinggi terjadi di Kabupaten Mukomuko -81,14% dan Bengkulu Selatan 69,03% . Sedangkan peningkatan produksi kedelai pada tahun 2015 terjadi di Kabupaten Seluma, Bengkulu Utara dan Kabupaten Bengkulu Tengah dengan pertumbuhan masing-masing 668,52% , 104,80% dan 12,62% .

4.3. Rumusan alternatif kebijakan untuk peningkatan produksi pangan strategis ( jagung dan kedelai) di Provinsi Bengkulu.

Perumusan alternatif kebijakan untuk peningkatan produksi pangan strategis jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT. Penggunaan analisis ini didasarkan pada logika yang memaksimalkan potensi baik kekuatan maupun peluang yang ada untuk dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. Analisis faktor internal bertujuan untuk menemukan berbagai kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weakness) yang dimiliki. Analisis faktor eksternal bertujuan untuk menemukan berbagai peluang (Opportunities) serta mengidentifikasi ancaman (Treats) yang menjadi faktor penghambat dalam pengembangan komoditas jagung dan kedelai.

Setelah menentukan masing-masing indikator dari faktor tersebut, selanjutnya faktor internal dimasukkan ke dalam matriks yang disebut matriks faktor internal atau I FAS (I nternal Strategic Factor Analisis Summary). Faktor eksternal dimasukkan ke dalam matriks yang disebut matriks faktor eksternal EFAS (Eksternal Strategic Factor Analisis Summary). Setelah matriks faktor internal dan eksternal selesai disusun, kemudian hasilnya dimasukkan ke dalam matrik strategi SWOT/ TOWS untuk merumuskan fokus strategi dalam peningkatan produksi jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu. Dari matriks strategi SWOT akan diperoleh strategi sebagai berikut:

 Strategi SO (Strength-Opportunities) Strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk meraih dan memanfaatkan peluang yang sebesar-besarnya dalam pengembangan komoditas jagung dan kedelai.


(43)

 Strategi ST (Strenghts-Threats) Adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman dalam pengembangan komoditi jagung dan kedelai.

 Strategi WO (Weknesses-Opportunities) Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang menjadi penghambat dalam pengembangan komoditas jagung dan kedelai.

 Strategi WT (Weknesses-Threats) Strategi ini berdasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman dalam mengembangkan komodititas jagung dan kedelai.

4.3.1. Rumusan Alternatif Kebijakan Peningkatan Produksi Jagung

Penentuan masing-masing indikator baik kekuatan, kelemahan, peluang maupun ancaman dilakukan melalui Focus Grup Discusion (FGD) dengan melibatkan petani kooperator, petugas lapang serta kepala bidang tanaman pangan. I ndikator kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam peningkatan produksi jagung di Provinsi Bengkulu disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. I ndikator Kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam peningkatan produksi jagung di Provinsi Bengkulu.

No Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman

1 Kemudahan memperoleh akses pasar Produktivitas jagung masih rendah Adanya permintaan yang terus meningkat

Harga jual jagung tidak menentu/ ketidakstabilan harga 2 Petani sudah berpengalama n menanam jagung Kurangnya penguasaan inovasi teknologi pengembangan usahatani jagung Adanya program pemerintah (UPSUS) jagung Harga pupuk cenderung mahal menjadi alas an petani belum menerapkan dosis sesuai anjuran 3 Minat petani terhadap usahatani jagung cukup baik Akses permodalan kurang Banyaknya petugas yang berperan dalam pendampingan usahatani jagung

Adanya

komoditas/ tanaman semusim lain yang lebih menguntungkan 4 Luas lahan untuk menanam jagung cukup tersedia Penerapan sistem budidaya jagung belum optimal (pemupukan belum sesuai

Adanya potensi industri pengolahan jagung untuk pakan ternak dan lain sebagainya

Adanya perubahan iklim


(44)

dosis anjuran) 5

SDM untuk memproduksi jagung cukup tersedia

Akses informasi terbatas

Adanya kelompok tani yang mendukung program peningkatan produksi jagung

Banyaknya

serangan hama dan penyakit (HPT) jagung

Faktor-faktor internal dalam peningkatan produksi jagung, dilihat dari segi kekuatan meliputi 5 variabel: 1) Kemudahan memperoleh akses pasar, 2) Pengalaman petani menanam jagung, 3) Minat petani terhadap usahatani jagung cukup baik, 4) Luas lahan untuk menanam jagung cukup tersedia, serta 5) SDM untuk memproduksi jagung cukup tersedia. Sedangkan dari segi kelemahan meliputi: 1) Produktivitas jagung masih rendah, 2) Kurangnya penguasaan inovasi teknologi pengembangan usahatani jagung, 3) Akses permodalan kurang, 4) Penerapan sistem budidaya jagung belum optimal (pemupukan belum sesuai dosis anjuran), serta 5) Akses informasi terbatas. Rincian matriks faktor internal (I FAS) dalam pengembangan usahatani jagung di Provinsi Bengkulu dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Matrik faktor internal (I FAS) dalam peningkatan produksi jagung di Provinsi Bengkulu.

No Variabel Bobot Rating Skor

Kekuatan

1 Kemudahan memperoleh akses pasar 0,10 3 0,30

2 Pengalaman petani menanam jagung 0,20 4 0,80

3 Minat petani terhadap usahatani jagung cukup baik

0,07 3 0,21

4 Luas lahan untuk menanam jagung cukup tersedia

0,08 3 0,24

5 SDM untuk memproduksi jagung cukup tersedia

0,09 2 0,18

Skor kekuatan 1,73 (+ )

Kelemahan

1 Produktivitas jagung masih rendah 0,10 4 0,40

2 Kurangnya penguasaan inovasi teknologi pengembangan usahatani jagung

0,09 3 0,27

3 Akses permodalan kurang 0,08 2 0,16

4 Penerapan sistem budidaya jagung belum optimal (pemupukan belum sesuai dosis anjuran)

0,09 3 0,27

5 Akses informasi terbatas 0,10 2 0,20

Skor kelemahan 1,30 (-)


(45)

Data primer terolah (2016)

Faktor-faktor eksternal dalam peningkatan produksi jagung, dilihat dari segi peluang meliputi 5 variabel: 1) Adanya permintaan yang terus meningkat, 2) Adanya program pemerintah (UPSUS) jagung, 3) Banyaknya petugas yang berperan dalam pendampingan usahatani jagung, 4) Adanya potensi industri pengolahan jagung untuk pakan ternak dan lain sebagainya, serta 5) Adanya kelompok tani yang mendukung program peningkatan produksi jagung. Sedangkan dari segi ancaman, meliputi: 1) Harga jual jagung tidak menentu/ ketidakstabilan harga, 2) Harga pupuk cenderung mahal menjadi alas an petani belum menerapkan dosis sesuai anjuran, 3) Adanya komoditas/ tanaman semusim lain yang lebih menguntungkan, 4) Adanya dampak perubahan iklim, serta 5) Banyaknya serangan hama dan penyakit (HPT) jagung. Rincian matriks faktor eksternal (EFAS) dalam pengembangan usahatani jagung di Provinsi Bengkulu dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Matrix faktor eksternal (EFAS) dalam pengembangan usahatani jagung di Provinsi Bengkulu.

No Variabel Bobot Rating Skor

Peluang

1 Adanya permintaan yang terus meningkat

0,09 4 0,36

2 Adanya program pemerintah (UPSUS) jagung

0,10 3 0,30

3 Banyaknya petugas yang berperan dalam pendampingan usahatani jagung

0,07 3 0,14

4 Adanya potensi industri pengolahan jagung untuk pakan ternak dan lain sebagainya

0,08 3 0,24

5 Adanya kelompok tani yang mendukung program peningkatan produksi jagung

0,10 3 0,30

Skor peluang 1,34 (+ )

Ancaman 1,34

1 Harga jual jagung tidak menentu/ ketidakstabilan harga

0,20 3 0,80

2 Harga pupuk cenderung mahal menjadi alasan petani belum menerapkan dosis sesuai anjuran

0,10 3 0,30

3 Adanya komoditas/ tanaman semusim lain yang lebih menguntungkan

0,06 3 0,18

4 Adanya dampak perubahan iklim 0,07 2 0,14

5 Banyaknya serangan hama dan penyakit (HPT) jagung


(46)

Skor ancaman 1,62 (-)

Total -0,28

Data primer terolah (2016)

Selanjutnya disusun model strategi SWOT dalam peningkatan produksi jagung di provinsi Bengkulu. Matriks alternatif strategi SWOT disajikan dalam Tabel 15.

Tabel 15. Matriks alternatif strategi SWOT dalam peningkatan produksi pangan strategis komoditas jagung di Provinsi Bengkulu.

I FAS

EFAS

KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W)

1. Kemudahan

memperoleh akses pasar

2. Petani sudah berpengalaman menanam jagung 3. Minat petani terhadap

usahatani jagung cukup baik

4. Luas lahan untuk menanam jagung cukup tersedia

5. SDM untuk

memproduksi jagung cukup tersedia

1. Produktivitas jagung masih rendah

2. Kurangnya

penguasaan inovasi teknologi

pengembangan usahatani jagung 3. Akses permodalan

kurang

4. Penerapan sistem budidaya jagung belum optimal (pemupukan belum sesuai dosis anjuran) 5. Akses informasi

terbatas

PELUANG (O) STRATEGI SO STRATEGI WO

1. Adanya permintaan

yang terus

meningkat

2. Adanya program pemerintah (UPSUS) jagung

3. Banyaknya petugas yang berperan dalam pendampingan

usahatani jagung 4. Adanya potensi

industri pengolahan jagung untuk pakan ternak dan lain sebagainya

5. Adanya kelompok tani

1. Memanfaatkan kemudahan akses pasar guna memenuhi permintaan yang terus meningkat. (S1, O1) 2. Meningkatkan minat

petani dalam usahatani jagung dengan adanya potensi industri pakan ternak berbasis jagung. (S3, O4) 3. Memanfaatkan

ketersediaan lahan yang ada untuk mendukung program UPSUS dalam rangka

1. Mempermudah akses permodalan bagi petani melalui penguatan peran kelompok untuk dapat meningkatkan produksi jagung. (W3, O5)

2. Mengoptimalkan sistem budidaya dengan menerapkan pemupukan secara berimbang melalui sosialisasi dan pembinaan oleh petugas lapang. (W4,


(47)

yang mendukung program peningkatan produksi jagung

meningkatkan produksi jagung. (S4, O2)

4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (petani) untuk mengikuti berbagai kegiatan

pelatihan/ penyuluhan budidaya jagung melalui pendampingan oleh petugas lapang. (S5, O3)

5. Memanfaatkan

pengalaman yang dimiliki petani untuk dapat saling bertukar informasi untuk meningkatkan

usahatani jagung melalui pertemuan rutin kelompok dalam upaya peningkatan produksi jagung. (S2, O5)

O3)

3. Meningkatkan

penguasaan teknologi untuk

mengembangkan usahatani jagung melalui berbagai inovasi yang disebarkan oleh berbagai instansi pertanian dalam mendukung program UPSUS jagung. (W2, O2)

4. Meningkatkan akses untuk memperoleh berbagai informasi tentang potensi jagung baik untuk industri pakan ternak maupun untuk industri pengolahan lainnya sehingga dapat memprediksiksi peluang pasar . (W5, O4)

5. Meningkatkan

produktivitas jagung melalui inovasi teknologi budidaya yang tepat untuk dapat permintaan

jagung yang

cenderung

meningkat. (W1, O1)

ANCAMAN (T) STRATEGI (ST) STRATEGI (WT)

1. Harga jual jagung tidak menentu/ ketidakstabilan harga

2. Harga pupuk

cenderung mahal menjadi alas an petani belum menerapkan dosis

1. Memanfaatkan

kemudahan akses pasar yang tersedia guna memperoleh informasi terhadap harga jual jagung untuk mengatasi ketidakstabilan harga sebagai strategi

1. Meningkatkan

produktivitas dan mutu jagung melalui berbagai upaya pengembangan sehingga diperoleh mutu yang baik untuk mengatasi ketidakstabilan harga


(48)

sesuai anjuran 3. Adanya

komoditas/ tanaman semusim lain yang lebih

menguntungkan 4. Adanya perubahan

perubahan iklim 5. Banyaknya serangan

hama dan penyakit (HPT) jagung

untuk memasarkan jagung dengan harga jual yang tinggi. (S1, T1)

2. Mengoptimalkan pengalaman petani dalam usahatani jagung melalui perbaikan sistem budidaya agar usahatani jagung memperoleh hasil yang maksimal dan menguntungkan sehingga dapat bersaing dengan komoditas/ tanaman semusim lainnya.(S2, T3)

3. Meningkatkan kualitas SDM melalui berbagai pelatihan mitigasi dan adaptasi untuk mengantisipasi

adanya perubahan iklim sehingga diharapkan dapat memperkecil resiko kegagalan panen. (S5, T4)

4. Memantapkan minat petani terhadap usahatani jagung melalui berbagai pembinaan sistem budidaya yang baik dan benar sehingga petani menyadari pentingnya

menerapkan

pemupukan dengan tepat dosis meskipun harus mengeluarkan biaya mahal untuk membeli pupuk agar hasil produksi jagung

dipasaran (W1, T1) 2. Meningkatkan akses

permodalan melalui penguatan peran kelompok guna mengatasi

permasalahan

usahatani untuk mengatasi

kekurangan biaya untuk membeli pupuk dengan

harga yang

cenderung mahal. (W3, T2)

3. Mengoptimalkan sistem budidaya penerapan pupuk secara

berimbang/ sesuai dosis anjuran sehingga dapat menekan serangan HPT jagung. (W4, T5)

4. Meningkatkan akses informasi melalui berbagai upaya agar petani dapat mengetahui cara mengantisipasi dampak perubahan iklim sehingga dapat menekan resiko kegagalan panen. (W5, T4)

5. Menambah

Penguasaan inovasi teknologi

pengembangan usahatani jagung sehingga

memperoleh hasil produksi yang maksimal dengan keuntungan yang


(49)

yang diperoleh maksimal (S3, T2) 5. Meningkatkan luasan

lahan untuk menanam jagung sehingga serangan hama tidak terkonsentrasi pada satu lokasi untuk menekan tingginya serangan HPT jagung. (S4, T5)

besar agar dapat bersaing dengan komoditas/ tanaman semusim lainnya. (W2, T3)

Data primer terolah (2016)

Diagram SWOT

Diagram diatas menunjukkan, fokus strategi peningkatan produksi jagung adalah Strategi ST, dengan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. Strategi yang ditempuh meliputi:

1. Memanfaatkan kemudahan akses pasar yang tersedia guna memperoleh informasi terhadap harga jual jagung untuk mengatasi ketidakstabilan harga sebagai strategi untuk memasarkan jagung dengan harga jual yang tinggi.

2. Mengoptimalkan pengalaman petani dalam usahatani jagung melalui per baikan sistem budidaya agar usahatani jagung memperoleh hasil yang maksimal dan menguntungkan sehingga dapat bersaing dengan komoditas/ tanaman semusim lainnya.


(50)

3. Meningkatkan kualitas SDM melalui berbagai pelatihan mitigasi dan adaptasi untuk mengantisipasi adanya perubahan iklim sehingga diharapkan dapat memperkecil resiko kegagalan panen.

4. Memantapkan minat petani terhadap usahatani jagung melalui berbagai pembinaan sistem budidaya yang baik dan benar sehingga petani menyadari pentingnya menerapkan pemupukan dengan tepat dosis meskipun harus mengeluarkan biaya mahal untuk membeli pupuk agar hasil produksi jagung yang diperoleh maksimal.

5. Meningkatkan luasan lahan untuk menanam jagung sehingga serangan hama tidak terkonsentrasi pada satu lokasi untuk menekan tingginya serangan HPT jagung.

4.3.2. Rumusan Alternatif Kebijakan Peningkatan Produksi Kedelai

Dari hasil analisis, diperoleh masing-masing indikator kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengembangan usahatani kedelai di Provinsi Bengkulu. I ndikator kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengembangan usahatani kedelai di Provinsi Bengkulu disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. I ndikator kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengembangan usahatani kedelai di Provinsi Bengkulu.

No Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman

1

Ketersediaan paket teknologi budidaya kedelai

Minat petani menanam kedelai rendah

Adanya potensi permintaan yang tinggi

Adanya komoditas lain yang lebih menguntungkan

2

SDM/ tenaga kerja untuk memproduksi kedelai tersedia Tataniaga cenderung merugikan petani

Adanya program pemerintah

(UPSUS) kedelai

Harga jual kedelai rendah

3

Akses pasar tersedia Kurangnya penguasaan teknologi terhadap budidaya kedelai Banyaknya penelitian pengembangan budidaya kedelai

Adanya perubahan iklim

4

Kesesuaian lahan untuk

pengembangan kedelai

Akses permodalan kurang

Banyaknya petugas yeng berperan dalam

pendampingan usahatani kedelai

Banyaknya

serangan hama dan penyakit (HPT) kedelai

5 Ketersediaan lahan untuk

Kulaitas kedelai rendah

Adanya

kelompoktani yang

Masuknya kedelai impor dengan


(1)

ANALI SI S RI SI KO

Analisis risiko dalam pengkajian sangat diperlukan, agar dapat mengantisipasi berbagai risiko yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pengkajian, kemudian apa penyebab dan dampaknya perlu disusun daftar risiko dan penangannya seperti tabel berikut.

Tabel 20. Risiko, penyebab, dan dampaknya terhadap pelaksanaan pengkajian analisis kebijakan Tahun 2015.

No. Risiko Penyebab Dampak

1. Responden tidak dapat memberikan informasi yang jelas

Pertanyaannya sulit di pahami

I nformasi tidak sampai (terputus), data tidak tersedia dengan valid 2. Tidak memperoleh

data dukung yang memadai

Data tidak tersedia/ kurang lengkap

I nformasi data tidak valid

Tabel 21. Risiko, penyebab, dan Penanganannya dalam pelaksanaan pengkajian analisis kebijakan Tahun 2015.

No. Risiko Penyebab Penanganan risiko 1. Responden tidak

dapat

memeberikan informasi yang jelas

Pertanyaannya sulit di pahami

Memperbaiki bentuk pertanyaan

2. Tidak memperoleh data dukung yang memadai

Data tidak

tersedia/ kurang lengkap

Mencari data sumber lain dalam bentuk literatur, data time series.


(2)

JADWAL KERJA

Tabel 22. Jadwal Kerja Kegiatan N

o Uraian Kegiatan

Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1. Persiapan awal:

a. Seminar ROPP, juknis dll. b. Desk study 2. Persiapan kegiatan

lapangan: 1. Penyusunan

kuesioner. 2. Penjelasan

kuesioner kepada anggota tim survei. 3. Koordinasi dengan

petugas dinas instansi terkait.

4. Penentuan calon petani responden dan calon lokasi survei. 5. Survei pendahuluan

dan validasi Kuisioner. 6. Pelaksanaan survei di

tingkat petani, petugas lapang

7. Entri, validasi, pengolahan dan interpretasi data. 8. Penyusunan laporan


(3)

PEMBI AYAAN Tabel 23. Anggaran Belanja Kegiatan

NO Jenis Pengeluaran Volume

Harga Satuan (Rp. 000) Jumlah (Rp.000) 1 Belanja Bahan

Foto copi, dokumentasi dan jilid

Konsumsi dalam rangka persiapan sosialisasi, FGD dengan petani dan

stakeholder 1 tahun 13 OH 1000 50 7.500 1.000 6.500 2

Honor Output Kegiatan Honor petugas lapang Upah Pengolahan dan

analisa data 15 OK 5 OK 200 200 4.000 3.000 1.000 3

Belanja Barang Non Operasional Lainnya

Honor petani sampel/ responden

140 OH 50

7.000 7.000

4

Belanja Barang Untuk Persediaan Barang Konsumsi

ATK dan komputer supplies

Bahan pengkajian dan pendukung lainnya 1 paket 1 paket 11.0 00 20.4 50 19.560 10.560 9.000 5

Belanja Perjalanan Biasa  Perjalanan dalam rangka

pelaksanaan kegiatan (berkisar antara Rp. 365.000 s/ d Rp. 5.000.000

10 OP 5.000

50.000 50.000

6

Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Luar Kota Uang harian dan transport

perjalanan ke luar

3 OH 2.900

5.000 2.900


(4)

kegiatan

Total 93.060

PERSONALI A Tabel 24. Personalia kegiatan

No. Nama Jabatan Fungsional/ Bidang Keahlian Jabatan dalam Kegiatan Uraian Tugas Alokasi Waktu (jam) 1. Dr. I r. Dedi

Sugandi, MP Peneliti Madya/ Sosek Penanggung jawab - Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan penelitian - Melakukan koordinasi dan survey

- Melakukan validasi dan interpretasi data

10

2. Hamdan, SP, Msi

Peneliti Muda/ Sosek

Anggota - Membuat laporan bulanan kegiatan - Melakukan survey - Melakukan entry

dan pengolahan data

5

3. Emlan Fauzi, SP

Peneliti Pertama/ Sos

ek

Anggota - Menyusun RPTP, ROPP, Juknis, dan kuesioner

- Melakukan survey - Melakukan entry

dan pengolahan data

- pembuatan laporan

5

4. Helena Bidi Astuti, SP

Peneliti Pertama/ Sos

ek

Anggota - Membuat laporan bulanan kegiatan - Melakukan survey - Melakukan entry

dan pengolahan data

5

5. Wawan Eka Putra, SP

Peneliti Pertama/ Sos

ek

Anggota - Membuat laporan bulanan kegiatan - Melakukan survey - Melakukan entry

dan pengolahan


(5)

data 6. Evi Silviyani,

S.ST

Calon Penyuluh

Anggota - Membuat laporan bulanan kegiatan - Melakukan survey - Melakukan entry

dan pengolahan data

5

7. Nazirwan Administrasi Anggota - Membuat laporan bulanan kegiatan - Melakukan survey - Melakukan entry

dan pengolahan data


(6)

LAMPI RAN

Lampiran 1. Foto-foto kegiatan Analisis Kebijakan tahun 2016

Koordinasi dan Survei pada Steakholder di Kabupaten Bengkulu Utara