Antagonisme, Ekuivalensi dan Pembedaan

yang dia bangun tersebut bersifat mengikat dan di dalam pernyataan-pernyataan yang dia serukan memiliki relasional antara satu dengan lainnya maka dapat dikatakan bahwa dia berhasil.

1.4.1. Antagonisme, Ekuivalensi dan Pembedaan

Antagonisme menjadi sebuah praktek untuk menjauhkan diri dari pusat, tetapi upaya untuk penjauhan diri dari pusat ini hanya mungkin jika melalui suatu pusat yang membentuknya, karena struktur tidak pernah sepenuhnya berada dalam keseimbangan. Akhirya, representasi tidak bisa sepenuhnya transparan karena hal ini akan mengakibatkan hilangnya hubungan representasi itu sendiri. Dengan kata lain, agar representasi ini bisa berhasil untuk menampilkan yang direpresentasikan, ia harus membentuk suatu kekaburan tertentu. 8 Pertama, dalam setiap masyarakat, setiap agen sosial adalah lokus bagi multiplisitas dari relasi-relasi sosial – bukan hanya relasi sosial produksi, tetapi juga relasi-relasi sosial seperti seks, ras, nasionalitas dan lingkungan. Semua hubungan-hubungan sosial ini mendeterminasi personalitas atau posisi subyek, karena itu setiap agen sosial merupakan lokus dari sejumlah posisi subyek dan tidak dapat direduksi hanya kepada satu posisi. Subyektivitas seseorang bukanlah konstruksi yang hanya berdasarkan pada hubungan produksi. Terlebih dari itu, setiap posisi sosial, setiap posisi subyek masing-masing di dalamnya merupakan Laclau dan Mouffe melihat gerakan sosial dalam konteks hubungan antagonistik dalam masyarakat. Dalam argumen mereka, setidaknya ada empat posisi teoritik dalam melihat hubungan agen dan gerakan sosial, yaitu: 8 John Lechte, 50 Filsuf Kontemporer Yogyakarta: Kanisius, 2001, hal. 295 Universitas Sumatera Utara lokus dari kemungkinan berbagai konstruksi, sesuai dengan perbedaan diskursus yang dapat mengkonstruksi posisi tersebut. 9 Kedua, menolak pandangan ekonomi mengenai evolusi sosial yang diatur oleh satu logika ekonomi, pandangan yang memahami bahwa kesatuan formasi sosial sebagai hasil dari “akibat-akibat yang bersifat niscaya” yang diproduksi dalam superstruktur politik dan ideologi oleh infrastruktur ekonomi. Pandangan ini mengasumsikan bahwa ekonomi dapat berjalan atas logikanya sendiri, dan mengikuti logika tersebut. Logika yang secara absolut independen dari hubungan- hubungan yang akan dilihat determinan. Lain dari itu, Mouffe mengajukan konsepsi bahwa masyarakat sebagai suatu perangkat yang kompleks dari hubungan-hubungan sosial yang heterogen, dan memiliki dinamikanya sendiri. Kesatuan suatu formasi sosial merupakan produk dari artikulasi-artikulasi politik, yang pada gilirannya kemudian, merupakan hasil dari praktek-praktek sosial yang memproduksi sebuah formasi hegemonik. 10 Ketiga, “formasi hegemonik” adalah seperangkat format-format sosial yang stabil, materialisasi dari suatu artikulasi sosial di mana hubungan-hubungan sosial yang berbeda bereaksi secara timbal balik untuk, baik masing-masing saling menyediakan kondisi-kondisi eksistensi secara mutual, atau juga setidaknya menetralisir potensi dari efek-efek destruktif dari suatu hubungan-hubungan sosial dalam arena reproduksi hubungan-hubungan lain yang sejenis. Suatu formasi hegemonik selalu berpusat di antara hubungan-hubungan sosial tertentu. Dalam kapitalisme, misalnya adanya hubungan produksi – yang tidak mesti dijelaskan sebagai akibat dari struktur – di mana sentralitas dari hubungan-hubungan 9 Ernesto Laclau Chantal Mouffe, Hegemoni dan Strategi Sosialis Yogyakarta: Resist Book, 2008, hal. xxxv 10 Ibid., hal. xxxv Universitas Sumatera Utara produksi sudah diberikan kepada kebijakan yang hegemonik. Meskipun demikian, hegemoni tidak akan pernah mapan bersifat rapuh. Terlebih lagi, perkembangan kapitalisme merupakan subyek dari perjuangan politik yang berlangsung terus- menerus, yang secara periodik memodifikasi format-format sosial, melaui hubungan-hubungan sosial produksi yang memberikan garansi bagi sentralitas dari perjuangan tersebut. 11 Keempat, semua hubungan-hubungan sosial dapat menjadi lokus antagonisme, sejauh hubungan-hubungan tersebut dikonstruksi sebagai hubungan- hubungan subordinasi. Banyak format subordinasi yang berbeda dapat menjadi asal mula konflik dan juga perjuangan. Ini eksis dalam masyarakat sebagai potensi multisiplitas antagonisme, dan antagonisme kelas hanyalah satu dari sekian banyak. Tidaklah mungkin untuk mereduksi semua format subordinasi dan perjuangan tersebut pada satu ekspresi logika tunggal yang ditempatkan pada ekonomi. Reduksifikasi ini tidak dapat juga diabaikan dengan memposisikan sebuah mediasi antara antagonisme-antagonisme sosial dengan ekonomi. Ada banyak bentuk-bentuk kekuasaan dalam masyarakat yang tidak dapat direduksi atau dideduksi dari satu asal-muasal atau satu sumber saja. 12 Antagonisme memainkan peran penting dalam teori diskursus Laclau dan Mouffe. Menurut Laclau dan Mouffe, antagonisme merupakan “a failure of difference” semenjak adanya keterbatasan-keterbatasan dalam obyektivitas sosial. Antagonisme memainkan peran penting dalam pembentukan identitas dan hegemoni, karena penciptaan suatu antagonisme sosial meliputi penciptaan musuh yang akan menjadi sesuatu yang penting bagi terbentuknya political frontier yang 11 Ibid., hal. xxxvi 12 Ibid., hal. xxxvi Universitas Sumatera Utara dikotomik. Antagonisme sosial membuat setiap makna sosial berkontestasi dan tidak akan pernah menjadi penuhtetap fixed, yang kemudian memunculkan political frontier. Setiap aktor akan memahami identitas mereka melalui hubungan antagonistik, karena antagonisme mengidentifikasikan musuh mereka. Formasi hegemonik selalu memerlukan yang dibentuk di luar dirinya yang memiliki relasi antagonistik. Antagonisme sosial terjadi jika agen-agen hegemonik tidak mampu menjaga identitas mereka dan mengkonstruksi musuh mereka. Dalam hal ini, antagonisme menguak perbatasan dari batas-batas politik sustu formasi sosial sebagaimana ditunjukkan pada point di mana identitas tidak dapat lagi distabilkan dalam pemaknaan utuh dari suatu system of differences, tetapi dikontestasikan oleh kekuatan yang berdiri pada batasan tatanan tersebut. Menurut Laclau dan Mouffe, dalam hal identitas kolektif, akan selalu menghadapi penciptaan “kita” yang hanya dapat eksis hanya jika ada demarkasi dari “mereka”. Mouffe menekankan bahwa relasi ini tidak perlu untuk selalu dilihat sebagai satu dari relasi kawanlawan, yakni suatu relasi yang antagonistik. Tetapi hal tersebut harus diakui, dalam kondisi-kondisi tertentu selalu dimungkinkan dimana relasi kitamereka ini dapat menjadi antagonistik, yakni itu dapat berubah menjadi suatu relasi kawanlawan. 13 Syarat bagi terciptanya keberadaan yang utuh ialah adanya suatu ruang tertutup dimana setiap posisi subyek yang berbeda menempati posisinya secara fixed sebagai suatu momen yang spesifik dan tak tergantikan. Jadi, syarat pertama bagi subversi atas ruang itu, bagi kegagalan menutupnya totalitas diskursif ialah bahwa isi spesifik dari masing-masing posisi harus dicoret. Logika ekuivalensi 13 Ibid., hal. Xxxix-xli Universitas Sumatera Utara merupakan suatu logika simplifikasi ruang politik, sementara logika pembedaan merupakan suatu logika perluasan dan penguatan kompleksitas ruang politik. Dengan mengambil contoh komparatif dari tradisi linguistik, kita bisa katakan bahwa logika pembedaan cenderung memperluas kutub sintagmatik dari bahasa, yaitu jumlah posisi-posisi yang bisa menciptakan relasi kombinasi dan relasi kontinuitas satu sama lain, sementara logika ekuivalensi memperluas kutub paradigmatik – elemen-elemen yang bisa saling dipertukarkan satu sama lain – sehingga meredusir jumlah posisi-posisi yang mungkin bisa saling dikombinasikan. 14 Jelaslah bahwa antagonistik terlihat dengan terbentuknya dikotomi antara ‘kami’ dan ‘mereka’ di mana ‘kami’ adalah kami dan ‘mereka’ adalah mereka dan fenomena sosial ini digambarkan sebagai sebuah keterbelahan dislocatory dalam struktur sosial artinya bahwa ada kelompok sosial yang keluar dari sistem karena sebagaimana yang diketahui bahwa representasi itu tidak bersifat tetap dan tunggal, nah pengkonstruksian ‘kami’ sebagai kawan dan ‘mereka’ sebagai lawan tentu menciptakan garis demarkasi yang akan sangat jelas memperlihatkan identitas ‘kami’ dan ‘mereka’ yaitu dengan pembentukan logika persamaan dan logika pembedaan. Logika persamaan yang diciptakan akan sangat kompleks dan itu akan sangat bertumpu pada subyek dimana subyek tidak mencerminkan dari satu sudut pandang atau satu posisi saja, memang akan menjadi kabur kelihatannya tetapi memang kekaburan itulah yang menjadi penting dalam hal representatif. Tidak seperti dalam pandangan Marx yang membuat simplifikasi kelas pekerjaproletar. Logika pembedaan lebih mengarah kepada pelepasan 14 Ibid., hal. 191-197 Universitas Sumatera Utara hubungan kebersamaan yaitu hubungan kebersamaan dari ‘mereka’ yang dianggap tidak dapat merepresentasikan ‘kami’.

1.4.2. Imagined Communities