Ketahanan Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Anyaman Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren).
KETAHANAN PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH KAYU
DAN ANYAMAN BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper
(Schult f.) Backer ex Heyne) TERHADAP SERANGAN RAYAP
TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren)
DINA SUKMA RIA
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(2)
KETAHANAN PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH KAYU
DAN ANYAMAN BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper
(Schult f.) Backer ex Heyne) TERHADAP SERANGAN RAYAP
TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren)
DINA SUKMA RIA
E24050202
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(3)
RINGKASAN
DINA SUKMA RIA. Ketahanan Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Anyaman Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS. dan Arinana, S. Hut., M. Si.
Di masa mendatang bahan baku papan komposit sangat bervariasi sebagai akibat dari kekurangan bahan baku kayu yang diiringi dengan meningkatnya kebutuhan kayu oleh masyarakat. Pemanfaatan limbah kayu dan bambu sebagai bahan baku papan komposit merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kekurangan bahan baku kayu berkualitas tinggi. Seri penelitian pengembangan papan komposit dari limbah kayu dan anyaman bambu yang telah dilakukan selama tiga tahun terakhir oleh Massijaya & Hadi (2008) telah menunjukkan hasil yang sangat baik ditinjau dari sifat fisis dan mekanis. Namun demikian, ketahanannya terhadap faktor perusak biologis (rayap tanah) belum diketahui. Oleh karena itu, penelitian ini dirancang untuk menghasilkan papan komposit berkualitas tinggi ditinjau dari aspek ketahanan terhadap faktor perusak biologis (rayap tanah). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dilakukan modifikasi perekat yang digunakan serta penambahan parafin dalam proses pembuatan papan komposit.
Penelitian ini menggunakan limbah kayu dan anyaman bambu betung sebagai bahan baku dibuat menjadi papan komposit berlapis tiga (three layers composite board) dengan kerapatan papan 0,66 g/cm3. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah komposisi campuran perekat Isocyanate dan MF serta kadar parafin yang diberikan pada papan komposit yang dibuat. Perbandingan komposisi campuran antara perekat Isocyanate dan MF yang ditetapkan yaitu 1:0, 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, serta 0:1. Kadar parafin sebanyak 0 % (kontrol), 2 %, 4 % , 6 %, dan 8 %. Ulangan untuk setiap parameter yang diamati sebanyak 5 ulangan. Pengujian ketahanan papan komposit terhadap rayap tanah C. curvignathus mengacu pada MWBT (modified wood block test).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) Penggunaan perekat Isocyanate -MF dan penambahan parafin memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kehilangan berat contoh uji tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas rayap dengan nilai mortalitas lebih dari 60 %. (b) Papan komposit yang memiliki ketahanan terhadap serangan rayap tanah C. curvignathus yang terbaik adalah jenis papan B2 dengan komposisi perekat Isocyanate-MF 1 : 1 dan kadar parafin 2 %, sehingga kombinasi komposisi tersebut merupakan kondisi optimum yang menghasilkan nilai kehilangan berat paling kecil tetapi nilai mortalitasnya paling tinggi. (c) Komposisi perekat berpengaruh terhadap tingkat ketahanan papan komposit, dimana papan A, B dan C termasuk dalam kelompok ketahanan sedang, sedangkan papan D, E, dan F termasuk dalam kelompok tidak tahan menurut klasifikasi Sornnuwat (1996).
Kata kunci : Dendrocalamus asper, limbah kayu, Coptotermes curvignathus, Melamin Formaldehyde (MF), Isocyanate,parafin.
(4)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ketahanan Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Anyaman Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2009
Dina Sukma Ria NRP E24050202
(5)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Ketahanan Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Anyaman Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)
Nama : Dina Sukma Ria
NRP : E24050202
Departemen : Hasil Hutan
Fakultas : Kehutanan
Menyetujui: Komisi Pembimbing,
Ketua, Anggota,
Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS. Arinana, S. Hut., M.Si. NIP. 19641124198903 1004 NIP. 19740101200604 2014
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP. 19611126 198601 1 001
(6)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir yang berjudul ” Ketahanan Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Anyaman Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)”. Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada beberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Bio-komposit dan Laboratorium Peningkatan Mutu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor dari awal Mei hingga akhir Juli 2009.
Pemanfaatan limbah kayu dan bambu sebagai bahan baku papan komposit merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kekurangan bahan baku kayu berkualitas tinggi. Dengan mengolah limbah kayu menjadi bahan baku papan komposit dapat meningkatkan kualitas limbah kayu tersebut dan dihasilkan produk berkualitas tinggi. Penggunaan anyaman bambu pun sebagai lapisan papan komposit merupakan salah satu alternatif bahan lain pengganti kayu. Adapun tujuan dari karya ilmiah ini dirancang untuk menghasilkan papan komposit berkualitas tinggi ditinjau dari aspek ketahanan terhadap faktor perusak biologis (rayap tanah Coptotermes curvignathus) dan telah memiliki sifat fisis mekanis yang memenuhi standar.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang berguna dalam pengembangan pemanfaatan limbah kayu dan bambu. Penulis juga menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi penulis sehingga penulis akan menjadi lebih baik lagi. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yukumjaya, Lampung Tengah pada tanggal 18 Maret 1988 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Yustian Umri dan Fauza. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 3 Bandarjaya Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah, sekolah lanjut tingkat pertama di SLTP Negeri 1 Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan sekolah lanjut tingkat atas di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar, Lampung Tengah.
Pada tahun 2005, penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. 2006 penulis mengambil Sub-Program Studi Pengolahan Hasil Hutan dan pada tahun 2008 memilih Bio-Komposit sebagai bidang keahlian.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota UKM Gentra Kaheman 2005-2006, anggota UKM Bulu Tangkis 2005-2007, staf PSDM UKM Gentra Kaheman 2006-2007, staf Departemen Kimia Hasil Hutan Himasiltan 2006-2007, staf Department of Secretariat ASEAN Forestry Student Association (AFSA) tahun 2006-2007, secretary of AFSA 2007-2008, Penulis juga pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Leuweung Sancang – Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kamojang, melaksanakan Praktek Pegelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi dan Kesatuan Pemangkuan Hutan Cianjur, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Tanggeung. Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Sari Bumi Kusuma, Pontianak, Kalimantan Barat.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis melaksanakan penelitian dalam bidang Bio-komposit dengan judul Ketahanan Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Anyaman Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS. dan Arinana, S. Hut., M.Si.
(8)
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas segala nikmat, karunia, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., kepada keluarga, sahabat dan kepada umatnya yang setia sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Papa, Mama, Kakak-kakak (Sani beserta istri dan Linda), serta segenap keluarga yang telah mencurahkan kasih sayang, perhatian, do’a, dukungan, serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS. dan Ibu Arinana, S. Hut., M.Si. atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan ilmu, waktu, bantuan, arahan dan nasehat kepada penulis.
3. Bapak Dr. Ir. Ahmad Budiaman, M. Sc. F. Selaku dosen penguji mewakili Departemen Manajemen Hutan, Bapak Dr. Ir. Istomo, MS. selaku dosen penguji mewakili Departemen Silvikultur dan Bapak Ir. Rachmad Hermawan, M. Sc. Selaku dosen penguji mewakili Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata.
4. Seluruh staf dan laboran Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
5. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kehutanan yang telah memberikan ilmu yang tidak terkira banyaknya kepada penulis serta Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB yang telah membantu dan memfasilitasi penelitian penulis.
6. Teman-teman satu bimbingan (Rohani Sitorus dan Reiza Syarini) yang telah berjuang bersama dalam suka dan duka.
7. Teman-teman mahasiswa Lab. Bio-Komposit dan angkatan 42 Departemen Hasil Hutan: Dahliaros, Shinta, Ardiyansyah, Danu, Sakti, Abdur, Vivin, Dony, Ridho, Mar’iin, Isni, Rentry, Rita, Haerul, Ali,
(9)
Ameria, Rissa, Raefa, Steffie, Aini, Dhiah, Roro dan teman-teman mahasiswa Fahutan angkatan 42 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
8. Teman-teman Asrama A2: Mega, Windi, Ryni, Aan, Cica, Cany, Endah, Trimi dan Bisma 1: Dewi, Diyan, Maria Ulfa, Yayan, Tia, Mila.
9. Keluarga besar Kemala (Keluarga Mahasiswa Lampung).
Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 2
1.3. Manfaat Penelitian ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Papan Komposit ... 3
2.2. Limbah Kayu ... 4
2.3. Sifat Umum Bambu ... 5
2.3.1. Bambu Betung(Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) ... 6
2.4. Perekat ... 8
2.4.1. Perekat Melamin Formaldehida (MF) ... 9
2.4.2. Perekat Isocyanate ... 9
2.5. Jenis Kayu Famili Dipterocarpaceae ... 10
2.6. Kayu Akasia (Acacia mangium Wild) ... 11
2.7. Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) ... 12
2.8. Rayap ... 13
2.8.1. Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren ... 16
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ... 17
3.3. Prosedur Penelitian dan Parameter Pengamatan ... 17
(11)
3.3.2. Identifikasi Karakteristik Perekat ... 18
3.3.3. Proses Pembuatan Papan Komposit ... 19
3.3.4. Pemotongan ... 22
3.4. Uji Ketahanan Terhadap Serangan Rayap ... 22
3.5. Analisis Data ... 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Ketahanan Papan Komposit Terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren ... 25
4.1.1. Kehilangan Berat Contoh Uji ………. 25
4.1.2. Mortalitas Rayap Tanah (C.curvignathus) ………. 31
4.2. Bentuk Serangan Rayap Tanah (C. curvignathus) Terhadap Contoh Uji …………... 34
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 37
5.2. Saran ... 37 DAFTAR PUSTAKA
(12)
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1 Sketsa penampang lintang papan komposit ... . 19
2 Pola anyaman bambu ... . 20
3 Skema proses pembuatan papan komposit ... . 21
4 Pola pemotongan contoh uji ... 22
5 Pengujian ketahanan papan komposit terhadap rayap tanah C. curvignathus ... . 23
6 Persentase kehilangan berat contoh uji papan komposit A (perekat Isocyanate : MF = 1 : 0) ... 25
7 Persentase kehilangan berat contoh uji papan komposit B (perekat Isocyanate : MF = 1 : 1) ... 26
8 Persentase kehilangan berat contoh uji papan komposit C (perekat Isocyanate : MF = 1 : 2) ... 26
9 Persentase kehilangan berat contoh uji papan komposit D (perekat Isocyanate : MF = 1 : 3) ... 27
10 Persentase kehilangan berat contoh uji papan komposit E (perekat Isocyanate : MF = 1 : 4) ... 28
11 Persentase kehilangan berat contoh uji papan komposit F (perekat Isocyanate : MF = 0 : 1) ... 28
12 Persentase kehilangan berat contoh uji ……….…... 29
13 Persentase mortalitas rayap tanah C. curvignathus ………... 31
(13)
DAFTAR TABEL
No. Halaman 1 Persentase rata-rata kehilangan berat contoh uji pada standar MWBT
(modified wood block test) serta tingkat ketahanannya (Sornnuwat 1996)….. 30 2 Persentase rata-rata kehilangan berat contoh uji berdasarkan perekat serta
tingkat ketahanannya terhadap rayap tanah C. curvignathus ... 30 3 Persentase rata-rata kehilangan berat contoh uji berdasarkan parafin serta
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1 Identifikasi Karakteristik Perekat ... 42
2 Analisis keragaman kehilangan berat contoh uji ……….. 43
3 Hasil uji lanjut Duncan ………. 44
(15)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagai turunan dari kayu, papan komposit dikembangkan selain untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam, juga untuk menutupi beberapa kelemahan dari kayu solid. Sifat unggul yang dimiliki papan komposit dibanding dengan kayu solid adalah ukuran papan komposit dapat lebih fleksibel, kerapatannya dapat dibuat sesuai dengan tujuan penggunaan, cacat kayu yang ada dapat terdistribusi secara merata, dan bersifat homogen.
Bahan baku papan komposit di masa mendatang sangat bervariasi sebagai akibat dari kekurangan bahan baku kayu yang diiringi dengan meningkatnya kebutuhan kayu oleh masyarakat. Hal ini menuntut penggunaan kayu secara efisien atau mencari alternatif bahan lain sebagai pengganti kayu. Penggunaan berbagai macam bahan baku dalam satu bentuk produk komposit sangat memungkinkan di masa mendatang yang merangsang agar terciptanya produk komposit berkualitas tinggi dari bahan baku yang berkualitas rendah.
Pemanfaatan limbah kayu dan bambu sebagai bahan baku papan komposit merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kekurangan bahan baku kayu berkualitas tinggi. Pada industri pengolahan kayu sebagian limbah biasanya digunakan sebagai bahan bakar tungku atau dibakar begitu saja tanpa penggunaan yang berarti, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Febrianto 1999). Dengan mengolah limbah kayu menjadi bahan baku papan komposit dapat meningkatkan kualitas limbah kayu tersebut dan dihasilkan produk berkualitas tinggi. Penggunaan anyaman bambu pun sebagai lapisan papan komposit merupakan salah satu alternatif bahan lain pengganti kayu.
Penelitian pengembangan papan komposit dari limbah kayu dan anyaman bambu yang telah dilakukan selama tiga tahun terakhir oleh Massijaya & Hadi (2008) menunjukkan hasil yang sangat baik ditinjau dari sifat fisis dan mekanis. Namun demikian, ketahanannya terhadap faktor perusak biologis (rayap tanah) belum diketahui, maka penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui ketahanan papan komposit yang dihasilkan terhadap faktor perusak biologis seperti rayap tanah.
(16)
1.2. Tujuan
Penelitian ini dirancang untuk menghasilkan papan komposit berkualitas tinggi ditinjau dari aspek ketahanan terhadap faktor perusak biologis (rayap tanah Coptotermes curvignathus). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dilakukan modifikasi perekat yang digunakan serta penambahan parafin dalam proses pembuatan papan komposit. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1) Mengetahui pengaruh komposisi perekat Isocyanate-MF dan kadar parafin terhadap ketahanan papan komposit berbahan baku limbah kayu dan anyaman bambu terhadap faktor perusak biologis (rayap tanah).
2) Menentukan komposisi perekat Isocyanate-MF dan kadar parafin terbaik pada pembuatan papan komposit.
1.3. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kondisi optimal proses pembuatan papan komposit dari limbah kayu dan anyaman bambu betung yang menggunakan perekat Isocyanate-MF dan parafin sehingga dapat dihasilkan papan komposit berkualitas tinggi yang memiliki ketahanan terhadap faktor perusak biologis (rayap tanah). Jika hasil penelitian ini diadopsi oleh industri papan komposit Indonesia, maka dapat meningkatkan secara nyata efisiensi penggunaan kayu, diversifikasi penggunaan bambu, memberikan peluang terbukanya lapangan kerja baru serta dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan pengrajin bambu.
(17)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Papan Komposit
Komposit kayu merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat dari lembaran atau potongan-potongan kecil kayu yang direkat bersama-sama. Apabila yang menyusun panel-panel kayu lebih dari satu macam bentuk atau merupakan gabungan dari berbagai bentuk seperti partikel dengan vinir, vinir dengan kayu utuh, dan sebagainya, maka istilah panel-panel kayu tersebut akhir-akhir ini juga telah berkembang menjadi “wood composite” atau “composite panels” (Maloney 1996).
Bagi negara-negara yang memiliki sumberdaya kayu yang cukup banyak dapat mengandalkan kayu sebagai bahan bakunya, tetapi bagi negara-negara yang tidak atau kurang memiliki potensi kayu, dapat mengandalkan berbagai sumber bahan baku selain kayu. Di masa mendatang bahan baku papan komposit sangat bervariasi. Penggunaan berbagai macam bahan baku dalam satu bentuk produk komposit, sangat memungkinkan di masa mendatang seiring dengan timbulnya berbagi desakan seperti issue lingkungan, kelangkaan sumberdaya, tuntutan konsumen terhadap kualitas produk, imajinasi, pengetahuan dan penguasaan ilmu serta berbagai faktor lain akan merangsang terciptanya produk komposit berkualitas tinggi dari bahan baku yang berkualitas rendah (Rowell 1998).
Papan partikel adalah salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya dan diikat dengan menggunakan perekat sintetis atau bahan pengikat lain serta dilakukan kempa panas. Beberapa jenis bahan berlignoselulosa tersebut seperti: jerami, batang, tangkai, ampas tebu, alang-alang, bambu, serabut kapas, kenaf, dan sebagainya (Maloney 1993).
Darmawan (1996) menyatakan bahwa berdasarkan morfologinya, partikel dapat dibedakan menjadi flakes, slivers, fines, dan fibers.
a) Flakes, merupakan bentuk partikel yang paling umum. Dimensinya bervariasi dengan ketebalan antara 0,2-0,5 mm, panjang antara 10-50 mm, dan lebar antara 2-25 mm. Rasio antara panjang partikel dan ketebalannya adalah 60-120 : 1 atau lebih tinggi. Flakes berukuran besar dan persegi dengan ukuran
(18)
panjang dan lebar berturut-turut 5x5 cm - 7x7 cm dan tebal antara 0,6-0,8 mm disebut wafers. Partikel yang mirip dengan wafers tapi lebih tipis dan kadang-kadang sedikit lebih panjang disebut strands. Baik strands maupun wafers ini dibuat dari kayu bulat.
b) Slivers, diproduksi melalui perajangan limbah-limbah kayu dalam mesin hammer mill. Slivers berbentuk serpihan dengan tebal sampai 5 mm dan panjang sampai 1,5 cm.
c) Fines, diproduksi pada mesin impact mill. Fines dapat berupa serbuk gergaji atau serbuk hasil pengampelasan. Partikel-partikel ini digunakan untuk lembaran permukaan papan partikel.
Salah satu alternatif pemecahan masalah kekurangan bahan baku kayu berkualitas tinggi adalah dengan memanfaatkan limbah sebagai bahan baku papan komposit. Sebagai sebuah usaha yang sangat baik dalam rangka mengatasi kekurangan pasokan bahan baku serta dapat menekan dampak negatif yang ditimbulkan oleh limbah kayu, maka dilakukan penelitian kreatif dan inovatif tentang pemanfaatan limbah sebagai bahan baku papan komposit (Massijaya 1997dalam Priana 2007).
Pada proses pembuatan papan komposit, semakin tinggi suhu kempa yang digunakan, maka pengembangan tebal dan daya serap air semakin rendah, serta keteguhan lentur dan kekuatan tarik sejajar permukaan semakin tinggi. Semakin tinggi kadar perekat yang digunakan maka kualitas papan komposit yang dihasilkan semakin baik, namun karena pertimbangan biaya produksi, biasanya kadar perekat yang digunakan pada produksi papan komposit tidak lebih dari 12 % (Massijaya 1997 dalam Widianto 2006).
Beberapa parameter kunci (penting) yang berpengaruh terhadap kualitas papan komposit antara lain jenis kayu, bentuk partikel, kerapatan papan, profil kerapatan papan jenis, kadar perekat, distribusi perekat, kadar air adonan, konstruksi papan, particle aligment, dan kadar air partikel (Massijaya 2001 dalam Priana 2007).
2.1.Limbah Kayu
Berdasarkan lokasi terjadinya limbah, maka limbah kayu dapat dibedakan atas limbah pemanenan kayu yang berada di hutan dan limbah pengolahan kayu
(19)
yang berada di lokasi industri pengolahan kayu. Limbah pemanenan kayu adalah massa kayu yang tidak dimanfaatkan sebagai akibat dari kegiatan pemanenan di hutan alam, dapat berupa (a) jenis-jenis kayu non-komersial/tidak termasuk kayu mewah atau kayu dekoratif dengan penggunaan tertentu, (b) kayu bulat dengan diameter kurang dari 30 cm tanpa batas panjang dan (c) kayu bulat panjang kurang dari 2 meter tanpa batasan diameter. Sedangkan limbah pengolahan kayu adalah masa kayu yang tidak dimanfaatkan sebagai akibat dari pengolahan kayu, dapat berupa serbuk gergaji, sebetan, tatal, potongan log, serutan serta debu kayu (Massijaya 1998).
Volume limbah kayu yang terjadi baik di hutan maupun di industri pengolahan kayu di Indonesia pada tahun 1996/1997 jumlahnya sangat besar yaitu 63.841.000 m3 bahkan melebihi total produksi kayu bulat yang dihasilkan yaitu 26.069.300 m3. Kesulitan yang ditemui dalam pemanfaatan limbah kayu adalah masalah ketersediaan kayu bulat dengan harga yang relatif murah, kondisi limbah yang sangat beragam, dan lokasi terjadinya limbah kayu yang terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam transportasinya yang berakibat biaya yang dikeluarkan menjadi besar (Massijaya et al. 1999).
Berdasarkan pengamatan di lapangan, limbah yang ditimbulkan akibat pemanenan di hutan tanaman biasanya digunakan sebagi bahan bakar pabrik yang ada di sekitar hutan, dan sebagian sisa dari limbah tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan. Padahal sebenarnya limbah tersebut dapat dipakai sebagai bahan baku pembuatan chip dengan mesin chipper (Sukadaryati et al. 2005).
2.2.Sifat Umum Bambu
Bambu termasuk ke dalam famili Graminae, sub famili Bambusoidae dan suku Bambuseae. Bambu biasanya mempunyai batang yang berlubang, akar yang kompleks, daun berbentuk pedang dan pelepah yang menonjol (Dransfield & Widjaya 1995).
Bambu merupakan salah satu sumber daya alam tropis dan penyebarannya luas dengan pertumbuhan cepat, mudah dibentuk dan telah luas penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Asia. Kekuatan batang, kelurusan, kelicinan, keringanan yang dipadukan dengan kekerasan, keteraturan sehingga
(20)
mudah dibelah, ukuran yang berbeda, variasi panjang dan ketebalan membuat bambu dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan (Kurz 1876 dalam Dransfield & Widjaya 1995).
Menurut Janssen (1980), bambu memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan jika digunakan sebagai bahan bangunan. Kelebihan bambu antara lain (a) pertumbuhannya cepat, dapat diolah dan ditanam dengan cepat sehingga dapat memberikan keuntungan secara kontinyu, (b) memiliki sifat mekanis yang baik, (c) hanya memerlukan alat yang sederhana, (d) kulit luar mengandung silikat yang dapat melindungi bambu. Sedangkan kelemahannya antara lain (a) keawetan bambu relatif rendah sehingga memerlukan upaya pengawetan, (b) bentuk bambu yang tidak benar-benar silinder melainkan taper, (c) sangat rentan terhadap resiko api, dan (d) sulit dalam proses penyambungan.
Menurut Janssen (1981) dalam Imron (2005) mengatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi sifat fisis dan mekanis bambu adalah : jenis bambu dan umur, kondisi bambu (kondisi segar atau sudah mendapatkan perlakuan), kadar air, bentuk dan ukuran spesimen, node dan internode, jarak dari ujung, standar pengujian, pengujian jangka panjang atau jangka pendek.
2.3.1. Bambu Betung(Dendrocalamus asper ( Schult f.) Backer ex Heyne) Dendrocalamus asper disebut juga Giant Bamboo (Inggris), Bambu Betung, Awi Bitung (Sunda), Buluh Batung (Batak). Tersebar di Sumatra, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Seram dan Irian Barat. Di Jawa, Bambu Betung dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 2000 m di atas permukaan laut. Bambu betung dapat tumbuh pada banyak jenis tanah, namun akan lebih baik pada tanah berat dengan drainase yang baik (Dransfield & Widjaya 1995).
Batang bambu ini memiliki tipe simpodial, merumpun yang terdiri dari beberapa batang saja, batang tegak dengan ujung melengkung. Tinggi 20-30 m, diameter 8-20 cm, tebal 11-36 mm. Panjang ruas 10-20 cm (bagian bawah) sampai 30-50 cm (bagian atas). Buku-buku menggelembung, buku dekat pangkal batang mempunyai akar udara. Batang muda berwarna coklat keemasan. Cabang muncul dari buku bagian tengah ke arah atas.
Pada tahap awal, pertumbuhan rebungnya terlihat pendek, terbungkus dalam pelepah batang yang rapat dan bermiang dengan warna miang coklat
(21)
sampai kehitaman. Rebung tumbuh cepat menjadi batang bambu selama musim hujan. Setelah mencapai pertumbuhan maksimum, seludung buluh membuka dan diikuti dengan tumbuhnya primodia tunas lateral sebagai bakal cabang. Percabangan tumbuh mulai dari 1/3 buku bagian atas diikuti percabangan dibagian tengah buluh terus kebagian bawah. Percabangan bambu betung termasuk kelompok banyak cabang (bud multiple branching), yang dapat mencapai 10-20 anak batang dalam satu buku. Mata cabang dalam buluh terdiri dari mata cabang yang besar di bagian tengah (central bud) dan kelompok mata cabang yang lebih kecil di kiri kanannya (Dransfield & Widjaya 1995).
Pelepah jenis bambu ini memiliki ukuran 20-40 cm x 20-25 cm, bagian bawah sangat kecil, tertutup bulu coklat tua sampai coklat muda, pelepah melancip keujung (lanceolate), lidah pelepah batang (ligule) panjang 10 cm. Helaian daun berukuran 30 cm x 2,5 cm, bagian dasar pendek, membesar diatas, berbulu, lidah daun pendek, tidak mempunyai telinga daun (auricle) (Dransfield & Widjaya 1995).
Menurut Dransfield & Widjaya (1995), perkiraan dimensi serat dari D. asper adalah panjang 3,78 mm, diameter 19 µm, lebar lumen 7 µm, dan tebal dinding 6 µm. Rata-rata kadar air dari batang bambu segar adalah 55%, dan kadar air kering udara 15%. Berat jenisnya 0,7 dengan penyusutan radial 5-7% dan tangensial 3,5-5%. Perkiraan kandungan holoselulosa dari batang adalah sebesar 53%, pentosan 19%, lignin 25% dan abu 3%, kelarutan dalm air dingin 4,5%, di air panas 6 %, di alkohol benzena 1 %, di 1% NaOH 22%.
Pada batang dalam keadaan basah (kadar air 55%) dan kering udara (kadar air 15%), modulus patah (MOR) adalah 81,6 N/mm2 dan 103 N/mm2. Keteguhan tekan sejajar serat adalah 22,8 N/mm2 dan 3,14 N/mm2 dan keteguhan belah 6,96 N/mm2 dan 7,25 N/mm2. Perbandingan dari bagian rebung yang dikonsumsi sekitar 34%, berat rata-rata sebelum dikupas 5,4 kg dan 1,8 kg setelah dikupas (Dransfield & Widjaya 1995).
Bambu betung memiliki potensi ekonomi dan kegunaan yang banyak di masyrakat Indonesia. Batang bambu betung baik untuk furniture dan industri chopstick. Batang bambu betung sangat tebal dan kuat sehingga sering dipakai sebagai bahan bangunan atau jembatan. Ruas dari buku bagian atas yang panjang
(22)
dipakai sebagai tempat nira juga tempat menanak nasi atau daging seperti di daerah Serawak. Di Thailand D. asper dikenal dengan sebutan “sweet bamboo” rebung mudanya sangat manis dan tebal, dapat dikonsumsi sebagai sayuran dan acar (Dransfield & Widjaya 1995).
2.3.Perekat
Menurut Vick (1999), perekat adalah substansi yang memiliki kemampuan untuk mempersatukan bahan sejenis/tidak sejenis melalui ikatan permukaannya. Merekatnya dua buah benda yang direkat terjadi disebabkan adanya gaya menarik antara perekat dengan bahan yang direkat (gaya adhesi) dan gaya tarik-menarik (gaya kohesi) antara perekat dengan perekat/antara bahan yang direkat.
Sedangkan menurut Pizzi (1983), dilihat dari reaksi perekat terhadap panas, maka perekat dapat dibedakan atas perekat thermosetting dan thermoplastic. Perekat thermosetting merupakan perekat yang dapat mengeras bila terkena panas atau reaksi kimia dengan sebuah katalisator yang disebut hardener dan bersifat irreversible. Perekat jenis ini jika sudah mengeras tidak dapat lagi menjadi lunak. Contoh perekat yang termasuk jenis ini adalah phenol formaldehyde, urea formaldehyde, melamine formaldehyde, isocyanate, resorcinol formaldehyde. Perekat thermoplastic adalah perekat yang dapat melunak jika terkena panas dan menjadi mengeras kembali apabila suhunya telah rendah. Contoh perekat yang termasuk jenis ini adalah polyvynil adhesive, cellulose adhesive dan acrylic resin adhesive.
Dasar dari perekatan adalah prinsip kohesi dan adhesi dari partikel suatu bahan yang saling berhubungan. Adanya gaya tersebut menyebabkan terjadi interaksi molekul, atom maupun ion-ion dari kedua permukaan (Ruhendi et al. 2007). Berdasarkan interaksi tersebut dikenal dua sistem perekatan, yaitu perekatan mekanik yang terjadi karena adanya sebagian perekat masuk ke dalam pori-pori kedua bahan kemudian kering dan mengeras, sedangkan perekatan spesifik terjadi karena adanya ikatan kimia antara bahan dan perekatnya.
Pizzi (1994) mengemukakan bahwa secara umum terdapat 4 prinsip teori pada fenomena perekat, yaitu: teori interlok, teori difusi, teori elektronik, dan teori adsorpsi. Semuanya dapat digunakan dalam membenarkan kinerja perekat yang
(23)
bekerja dalam perekatan kayu. Lebih khususnya lagi dalam hal perekatan kayu, terdapat satu teori lagi yaitu teori ikatan kovalen kimia perekatan.
2.4.1. Perekat Melamin Formaldehida (MF)
Melamin adalah bahan kimia berupa kristal berwarna putih yang kelarutannya sangat rendah dalam air, alkohol atau pelarut umum lainnnya. Tetapi melamin ini dapat larut dalam formalin yang dihangatkan dan membentuk polimer yang bersifat resin dengan cara dipanaskan dan kondisinya agak basa (Ruhendi et al. 2007).
Pada proses reaksi antara melamin dengan formaldehida, perbandingan molekulnya antara 1 : (1,5 - 3,5) pada pH antara 8 - 9 dan temperaturnya mendekati titik didih larutan tersebut. Melamin formaldehida yang proses pengerasannya dengan kempa panas dapat menghasilkan garis rekat yang relatif tahan terhadap pengaruh air dingin maupun air panas (Ruhendi et al. 2007).
Kelebihan melamin formaldehida adalah cukup tahan terhadap air panas, yakni dapat direbus dalam air selama tiga jam, stabilisasi terhadap panasnya tinggi, dapat mengeras pada suhu yang sangat rendah serta dapat digunakan untuk impregnasi. Sedangkan kekurangan dari melamin formaldehida ini adalah harganya relative mahal dibandingkan dengan urea formaldehida (Ruhendi et al. 2007).
2.4.2. Perekat Isocyanate
Perekat Isocyanate berbahan dasar MDI telah dikembangkan sebagai bahan penguat ikatan. Hal ini dikembangkan juga untuk mengurangi atau mengeliminir emisi formaldehid dan meningkatkan sifat-sifat papan (Holfinger 1990). Pembuatan papan partikel komersial dengan menggunakan diisocyanate dimulai di Jerman pada tahun 1975 (Pizzi 1994).
Perekat Isocyanate berbasis pada reaktifitas yang tinggi dari radikal Isocyanate, N=C=O. Ikatan dengan polaritas yang kuat dari senyawa yang juga membawa radikal ini tidak hanya mempunyai potensi daya rekat yang baik tetapi juga potensial untuk membentuk ikatan kovalen dengan substrat yang mempunyai gugus hidrogen reaktif. Jika molekul memuat 2 radikal Isocyanate seperti diisocyanate, kombinasi perekat akan memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan kohesi melalui polimerisasi. Reaksi bifungsional Isocyanate dengan
(24)
bifungsional alkohol menghasilkan molekul linear, dimana molekul-molekul tri- dan tetrafungsional memungkinkan terjadinya ikatan silang. Sifat material ini dapat bervariasi dengan kisaran yang luas dari elastomer ke rigid, yang memungkinkannya untuk dibuat berbagai macam produk (Marra 1992).
Isocyanate berbentuk liquid yang mengandung isomer dan oligomer dari methylene diphenyl diisocyanate. Perekat ini berwarna coklat terang dan garis perekatannya tidak terlihat. Diperlukan temperatur dan tekanan yang tinggi untuk menghasilkan perkembangan ikatan yang terbaik pada papan partikel. Penggunaan perekat Isocyanate saat ini umumnya untuk produk flakeboard dan OSB. Sifat kekuatan perekat ini yaitu kekuatan kering dan basah tinggi, sangat tahan terhadap air dan udara lembab, serta dapat direkat pada besi dan plastik (Vick 1999). Keuntungan menggunakan perekat Isocyanat dibandingkan perekat berbahan dasar resin adalah (Marra 1992) :
1. Dibutuhkan dalam jumlah sedikit untuk memproduksi papan dengan kekuatan yang sama.
2. Dapat menggunakan suhu kempa yang lebih rendah. 3. Memungkinkan penggunaan kempa yang lebih cepat. 4. Lebih toleran pada partikel berkadar air tinggi. 5. Energi untuk pengeringan lebih sedikit dibutuhkan. 6. Stabilitas dimensi papan yang dihasilkan lebih stabil. 7. Tidak ada emisi formaldehyda.
2.3.1. Jenis Kayu Famili Dipterocarpaceae
Kelompok kayu famili Dipterocarpaceae yang banyak digunakan dalam industri pengolahan kayu di antaranya adalah Balau (Shorea Roxb), Giam (Colylebium Pierre), Kapur (Dryobalnops Gaertner f), Keruing (Dipterocarpaceae Gaertner f), Meranti (Shorea Roxb), Merawan (Hopea Roxb) dan Resak (Vatica L) (Mandang & Pandit 1997).
Jenis-jenis meranti yang ada dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu Meranti Merah, Meranti Putih dan Meranti Kuning. Jenis-jenis meranti yang termasuk meranti merah adalah Shorea leprosula Miq., Shorea smithiana Sym., Shorea ovate Dyer, dan sebagainya. Jenis-jenis meranti putih adalah Shorea
(25)
javanica K.et V.S., Shorea koordesii Brandis., Shorea retinodes Sym., Shorea faguetiana Heim (Sarayar 1974).
Berat jenis untuk meranti kuning rata-rata sebesar 0,56 (0,37 – 0,86). Jenis ini memiliki kelas awet antara III – IV dan kelas kuat antara II – III. Penggunaan jenis ini antara lain sebagai lantai dan perabot rumah tangga, vinir dan kayu lapis, perahu, papan partikel, pulp dan kertas, serta bahan bangunan. Berat jenis untuk meranti merah rata-rata 0,52 (0,30 – 0,86). Jenis ini memiliki kelas awet antara III – IV dan kelas kuat antara III – IV. Penggunaan jenis ini antara lain sebagai vinir dan kayu lapis, bahan bangunan, daun pintu dan jendela, kayu perkapalan dan peti jenazah (Mandang & Pandit 1997).
Dan berat jenis untuk meranti putih rata-rata sebesar 0,63 (0,42 – 0,91). Jenis ini memiliki kelas awet antara III – IV dan kelas kuat II – III. Pengunaan jenis ini antara lain sebagai vinir dan kayu lapis, papan partikel, lantai, bahan bangunan dan perkapalan, serta perabot rumah tangga. Kekurangan jenis ini adalah sukar dikerjakan karena cepat menumpulkan perkakas pertukangan (Mandang & Pandit 1997).
2.6. Kayu Akasia (Acacia mangium Wild)
Acacia mangium Wild termasuk ke dalam famili Fabaceae, sub famili Mimosoidae, mulai dikenal secara luas di Indonesia setelah jenis ini banyak digunakan dalam kegiatan reboisasi dan rehabilitasi lahan. Pada tanah yang cukup subur, jenis ini dapat mencapai tinggi 23 meter dengan diameter lebih dari 20 cm pada umur 9 tahun. Pemanfaatan kayu jenis pohon ini terutama ditujukan untuk penyediaan bahan baku industri pulp dan kertas (Malik 2002).
Menurut Mandang & Pandit (1997), kayu mangium memiliki ciri umum, yaitu: teras berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Corak kayu polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial. Bertekstur halus sampai agak kasar dan merata. Arah serat biasanya lurus, kadang-kadang berpadu. Permukaannya agak mengkilap dan licin, kayu berwarna coklat.
Berat jenis Acacia auriculiformis rata-rata 0,69 (0,49-0,84), kelas awet III dan kelas kuat II-III. Berat jenis Acacia mangium rata-rata 0,61 (0,43-0,66) dan
(26)
Acacia lecophloea memiliki berat jenis 0,79 (0,71-0,89) kelas awet IV dan kelas kuat II. Kegunaan dari kayu ini yaitu sebagai bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga (a.l. lemari), lantai, papan dinding, tiang, tiang pancang, gerobak dan rodanya, pemeras minyak, gagang alat, alat pertanian, kotak dan batang korek api, papan partikel, papan serat, vinir dan kayu lapis, pulp dan kertas, selain itu baik juga untuk kayu bakar dan arang (Mandang & Pandit 1997).
Secara umum presentase kayunya 30%-50%, kulit 10,5%-12%, serat kayu akasia tergolong pendek yaitu 0,880 mm – 0,970 mm dengan tebal dinding 4,367 µm – 4,617 µm, kayu teras berwarna cokelat kelabu dan nilai MOEnya 105.900 kg/cm2 – 116.000 kg/cm2 tergantung umur pohonnya (Ginoga 1997 dalam Malik 2002).
2.7. Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)
Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) tergolong famili Fabaceae yang merupakan jenis tanaman cepat tumbuh, tidak membutuhkan kesuburan tanah yang tinggi, dapat tumbuh pada tanah-tanah kering, tanah lembab, dan bahkan tanah-tanah yang mengandung garam serta dapat bertahan terhadap kekurangan oksigen (Pamoengkas 1992 dalam Darmaji 2003).
Martawijaya et. al. (1989) menyebutkan beberapa nama daerah untuk pohon sengon meliputi jeunjing, sengon laut (Jawa), tedehu pute (Sulawesi), wahagom (Irian Jaya). Penyebaran pohon ini sudah sangat luas meliputi seluruh Jawa, Maluku, Sulawesi Selatan, Irian Jaya. Tinggi pohon bisa mencapai 40 m, dengan batang bebas cabang 10-30 m, diameter batang bisa mencapai 80 cm, kulit luar berwarna putih atau kelabu, tidak mengelupas dan tidak berbanir.
Kayu sengon memiliki ciri umum, yaitu: pada pohon muda teras dan gubal sukar dibedakan, pada pohon tua warna teras putih sampai coklat kemerahan atau kuning muda sampai coklat kemerahan, merah coklat kepucatan. Memiliki sedikit corak dengan tekstur agak kasar sampai kasar. Arah seratnya berpadu dan kadang-kadang lurus. Kayu agak lunak dengan warna kayu putih sampai coklat muda kemerahan. Porinya soliter dan berganda radial, parenkima baur, kayunya lunak (Mandang & Pandit 1997).
(27)
Manding & Pandit (1997) menyatakan bahwa pori kayu sengon tersusun atas pori baur, berbentuk bundar sampai bundar telur, soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-3 seri, jumlahnya sekitar 4-7 mm2, diameter tangensial sekitar 160-340 µm dengan bidang perforasi sederhana. Jari-jari umumnya sempit, terdiri atas 1-2 seri, jumlah 6-12 per mm arah tangensial, dengan komposisi sel homoseluler, serta hanya terdiri atas sel-sel baring. Kayu sengon termasuk kayu ringan dengan berat jenis rata-rata 0,33 (0,24-0,49) dan tergolong dalam kelas kuat IV-V dan kelas awet IV-V.
Kayu sengon mempunyai kemampuan menahan beban sampai batas proporsi sebesar 316 kg/cm2 dengan tegangan sampai batas patah mencapai 526 kg/cm2, MOE sebesar 44.500 kg/cm2, keteguhan tekan sejajar serat sebesar 283 kg/cm2, kekerasan ujung (sejajar serat) sebesar 22 kg/cm2 dan kekerasan sisi sebesar 11 kg/cm2 (Martawijaya et al. 1989).
2.8. Rayap
Rayap merupakan serangga kecil berwarna putih pemakan selulosa yang sangat berbahaya bagi bangunan yang dibangun dengan bahan-bahan yang mengandung selulosa seperti kayu dan produk turunan kayu (papan partikel, papan serat, plywood, blockboard, dan laminated board) (Iswanto 2005).
Rayap termasuk ke dalam ordo blatodea, mempunyai 7 (tujuh) family termitidae yang merupakan kelompok rayap tinggi. Rayap merupakan serangga pemakan kayu (Xylophagus) atau bahan-bahan yang mengandung selulosa (Nandika et. al. 2003). Rayap juga hidup berkoloni dan mempunyai sistem kasta dalam kehidupannya. Kasta dalam rayap terdiri dari 3 (tiga) kasta yaitu :
1. Kasta prajurit, kasta ini mempunyai ciri-ciri kepala yang besar dan penebalan yang nyata dengan peranan dalam koloni sebagai pelindung koloni terhadap gangguan dari luar. Kasta ini mempunyai mandible yang sangat besar yang digunakan sebagai senjata dalam mempertahankan koloni.
2. Kasta pekerja, kasta ini mempunyai warna tubuh yang pucat dengan sedikit kutikula dan menyerupai nimfa. Kasta pekerja tidak kurang dari 80-90 % populasi dalam koloni. Peranan kasta ini adalah bekerja sebagai pencari makan, memberikan makan ratu rayap, membuat sarang dan memindahkan makanan saat sarang terancam serta melindungi dan memelihara ratu.
(28)
3. Kasta reproduktif, merupakan individu-individu seksual yang terdiri dari betina yang bertugas bertelur dan jantan yang bertugas membuahi betina. Ukuran tubuh ratu mencapai 5-9 cm atau lebih.
Selain mempunyai kasta dalam koloninya rayap juga mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda dibanding dengan serangga lainnya. Menurut Nandika et. al (2003) dan Tambunan et al. (1989) sifat rayap terdiri dari:
1. Cryptobiotik, sifat rayap yang tidak tahan terhadap cahaya.
2. Thropalaxis, perilaku rayap yang saling menjilati dan tukar menukar makanan antar sesama individu.
3. Kanibalistik, perilaku rayap untuk memakan individu lain yang sakit atau lemas.
4. Neurophagy, perilaku rayap yang memakan bangkai individu lainnya.
Tsoumis (1991) mengungkapkan bahwa rayap biasa disebut sebagai ”semut putih” (warna kasta pekerja dan kasta prajurit berwarna putih), tetapi rayap bukan semut karena termasuk ke dalam Hymenoptera. Dalam pembagian jenisnya, rayap dibagi dalam kelompok besar yaitu rayap kayu kering (dry-wood termites) dan rayap tanah (moist-wood atau subterranean termites). Koloni rayap dibangun oleh seekor raja dan ratu (bertelur ribuan tiap hari) dengan dibantu oleh kasta prajurit dan kasta pekerja.
Para ahli menduga bahwa rayap memiliki hubungan filogenetika yang sangat dekat dengan kecoa. Beberapa pustaka bahkan menyebut rayap sebagai ”kecoa sosial” (social coakroaches). Hal ini terutama ditunjukkan pada rayap Mastotermes darwinensis, satu-satunya rayap primitif Mastotermitidae yang memiliki banyak persamaan dengan kecoa primitif khususnya Cryptocercidae, seperti pada venasi sayap; struktur luar segmen terakhir abdomen; anatomi internal dari organ genetalia; mandible kasta pekerja dan imago; segmentasi tarsal; serta sistem endokrinnya (Nandika et al. 2003).
Semua jenis rayap mampu memakan kayu atau bahan yang mengandung selulosa. Hal ini dibuktikan dengan ditemukan di dalam usus bagian belakang rayap (terutama rayap tingkat rendah) dari sistem pencernaannya terdapat berbagai protozoa flagelata. Protozoa flagelata berperan sebagai simbion dalam sistem pencernaan rayap yang mampu menguraikan selulosa menjadi bahan yang
(29)
dapat diserap rayap. Rayap akan saling menyalurkan makanan, feromon, atau protozoa melalui perilaku trofalaksis. Selain protozoa flagelata, ada beberapa jenis rayap yang mengandung bakteri dalam sistem pencernaannya yang berperan sama. Selain itu juga, Nandika et al. (2003) menyatakan bahwa pada rayap tingkat tinggi (Termitidae) bukan protozoa yang berperan tetapi bakteri.
Menurut Nandika et al. (2003), beberapa faktor pendukung perkembangan rayap meliputi:
1. Tipe tanah, tanah bagi rayap berguna sebagai tempat hidup dan dapat mengisolasi rayap dari suhu serta kelembaban yang sangat ekstrim. Rayap hidup pada tipe tanah tertentu, namun secara umum rayap tanah lebih menyukai tipe tanah yang banyak mengandung liat. Serangga ini tidak menyukai tanah berpasir karena tipe tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang rendah. Hanya beberapa jenis rayap yang hidup di daerah padang pasir di antaranya adalah Amitermes dan Psammotermes. Rayap lainnya seperti Trinervitermes hidup pada tanah pasir yang terbuka dan memiliki sifat semi kering dan basah. Pada areal berpasir, rayap dapat meningkatkan infiltrasi air dan mengembalikannya ke bagian atas tanah. 2. Tipe vegetasi, sarang rayap Anoplotermes paciticus yang terdapat di dalam
tanah dapat dilubangi oleh akar-akar tanaman. Akar-akar tanaman tersebut dimakan oleh rayap, tetapi tidak menyebabkan tanaman tersebut mati karena sebagian besar akar yang tidak dimakan oleh rayap dapat menyerap bahan-bahan organik yang terdapat di dalam sarang rayap. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara rayap dan tumbuhan yang sama-sama menggunakan tanah sebagai tempat hidupnya.
3. Faktor lingkungan, faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan populasi rayap meliputi curah hujan, suhu, kelembaban, ketersediaan makanan, dan musuh alami. Kelembaban dan suhu merupakan faktor yang secara bersama-sama mempengaruhi aktivitas rayap. Perubahan kondisi lingkungan menyebabkan perubahan perkembangan, aktivitas dan perilaku rayap.
(30)
2.8.1. Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren
Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren mempunyai ciri-ciri khusus, yakni kepala berwarna kuning, antena, lambrum, dan pronotum kuning pucat. Bentuk kepala bulat ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya, memiliki fontanel yang lebar. Antena terdiri dari 15 segmen; segmen kedua dan keempat sama panjangnya.
Mandibel berbentuk arit dan melengkung di ujungnya, batas antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandibel 2,46-2,66 mm, panjang kepala tanpa mandibel 1,56-1,68 mm. Lebar kepala 1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm dengan panjang badan 5,5-6,0 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambutnya menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan. Apabila yang diganggu prajurit akan mengeluarkan cairan putih seperti susu dari bagian tengah mandibelnya (Nandika et al. 2003).
Menurut Nandika & Husaeni (1991), rayap kasta pekerja jenis ini tubuhnya berwarna putih pucat dan mampu membuat saluran-saluran yang ditutupi oleh tanah dan melekat pada tembok atau kayu. Tanah tersebut berfungsi sebagai pelindung dari predator, sinar matahari, dan mempertahankan kelembaban suhu.
Tingginya kelimpahan populasi flagelata pada C. curvignathus sangat menarik jika dikaitkan dengan kenyataan bahwa rayap tersebut merupakan jenis rayap perusak kayu yang paling ganas di Indonesia. Daya rusaknya yang sangat tinggi tersebut nampaknya didukung oleh daya cerna selulosa (aktivitas enzim selulose) yang sangat tinggi sehubungan dengan tingginya populasi flagelatanya (Nandika & Adijuwana 1995).
Di dalam usus rayap C. curvignathus terdapat tiga genus flagelata yaitu genus Preudotricchonimpa, Holomastigotoidea, dan Spirotrichonimpha. Pertumbuhan populasi flagelata tersebut dipengaruhi oleh makanan yang dimakan oleh rayap, karena setiap kayu mempunyai kandungan zat ekstraktif yang berbeda (Suparjana 2000).
(31)
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian pembuatan papan komposit dari limbah kayu dan anyaman bambu betung dilaksanakan di Laboratorium Bio-komposit dan Laboratorium Peningkatan Mutu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan yang digunakan meliputi :
- Screen,rotary blender, kotak kayu ukuran 30x30 cm, steel bar stock, kantong plastik, aluminium foil, gergaji, kaliper, milimeter sekrup, oven, timbangan, baskom, seng ukuran 40x40 cm, spraygun, dan mesin kempa panas.
- Botol kaca untuk pengujian ketahanan terhadap rayap tanah. Bahan-bahan yang digunakan :
1. Limbah kayu diperoleh dari industri pengolahan kayu di wilayah Kabupaten Bogor dan sekitarnya. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan jenis kayu yang banyak dijumpai adalah jenis kayu yang termasuk dalam famili Dipterocarpaceae, akasia dan sengon.
2. Anyaman bambu betung diperoleh dari daerah Lido – Kabupaten Sukabumi. 3. Perekat melamine formaldehida dari PT Pamolite Adhesive Industry
Surabaya.
4. Perekat Isocyanate dari PT Polychemi Asia Pasifik, Jakarta. 5. Parafin dan aquadestilasi dari toko bahan kimia Bratachem Bogor. 6. Pasir steril dan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). 3.3. Prosedur Penelitian dan Parameter Pengamatan
3.3.1. Karakteristik Bahan Baku
Pengukuran Berat Jenis dan Kadar Air Bambu dan Limbah Kayu
Perhitungan berat jenis dan kadar air bambu dan limbah kayu dilakukan dengan menimbang berat contoh uji (BKU). Volume diukur dengan menghitung selisih volume air saat contoh uji dimasukkan ke dalam gelas ukur (Metode
(32)
Archimedes), sebelumnya contoh uji dicelupkan kedalam parafin. Contoh uji dibersihkan dari parafin kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103± 20C sampai beratnya konstan (BKT). Berat jenis dan kadar air bambu dihitung dengan rumus:
Berat kering tanur Berat jenis =
Volume kering udara
Berat kering udara – Berat kering tanur
Kadar air (%) = x 100% Berat kering tanur
Contoh uji untuk penentuan berat jenis dan kadar air bambu diambil dari bagian pangkal, tengah dan ujung batang bambu, sedangkan contoh uji limbah kayu diambil 10 contoh limbah kayu yang diambil secara acak.
3.3.2. Identifikasi Karakteristik Perekat Pengukuran Kadar Resin Padat
Pengukuran kadar resin padat ditentukan berdasarkan standar SNI 06-4565-1998. Cara pengujian : perekat ditimbang sebanyak 1,5 g kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105±2 0C selama 3 jam. Kemudian dikondisikan dalam desikator hingga mencapai suhu kamar, lalu ditimbang. Pekerjaan tersebut diulang sampai diperoleh berat konstan. Kadar resin padat dihitung menggunakan rumus:
SC = BKT/BA x 100% Keterangan :
SC = Resin padat (%) BKT = Berat kering oven (g) BA = Berat awal perekat (g) Pengukuran Viskositas Perekat
Pengukuran viskositas perekat ditentukan berdasarkan standar SNI 06-4565-1998. Cara pengujian : perekat sebanyak 200 ml dimasukkan ke dalam wadah viskometer selanjutnya rotor /pengaduk dimasukkan pada posisi di tengah wadah yang telah diisi perekat, tombol dinyalakan dan rotor dibiarkan berputar sampai menunjukkan nilai konstan pada alat.
(33)
Pengukuran pH Perekat
Pengukuran pH perekat ditentukan berdasarkan standar SNI 06-4565-1998. Cara pengujian : pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan alat pengukur pH, ujung pendeteksi dicelupkan ke dalam larutan perekat dan nilai pH dapat langsung dibaca pada alat.
Pengukuran Gel Time
Pengukuran gel time diukur menurut SNI 06-4565-1998. Caranya menimbang ± 10 g perekat MF - Isocyanate dan memasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya memanaskan di atas penangas air pada suhu 1000C, permukaan perekat diletakkan 2 cm di bawah permukaan air. Waktu yang dibutuhkan perekat tersebut tergelatin dicatat dengan cara memiringkan tabung reaksi hingga perekat terlihat tidak mengalir lagi.
3.3.3. Proses Pembuatan Papan Komposit
Papan komposit yang akan dibuat adalah papan komposit berlapis tiga (three layers composite board) berukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm dengan nisbah kempa 1,3. Konstruksi papan komposit yang akan dibuat dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Sketsa penampang lintang papan komposit.
Perlakuan yang dipilih dalam penelitian ini adalah penggunaan beberapa komposisi campuran antara perekat Isocyanate dan MF (perbandingan 1:0, 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, dan 0:1), dan parafin (konsentrasi 0 % (kontrol), 2%, 4% , 6%, 8%). Ulangan untuk setiap kombinasi perlakuan dilakukan sebanyak 5, sehingga jumlah papan komposit yang akan dibuat sebanyak 150 papan (6 x 5 x 5).
Tahap pembuatan papan komposit adalah sebagai berikut : 1. Pembuatan anyaman bambu
Anyaman bambu dibuat dari bambu betung berumur 3-4 tahun, tanpa bagian kulit. Bilah bambu berukuran lebar 1 cm, tebal 1 mm, panjang 30 cm. Pola anyaman menggunakan pola anyaman tradisional Jawa Barat. Gambaran tentang pola anyaman bambu dapat dilihat pada Gambar 2.
face dan back dari Anyaman Bambu
(34)
Gambar 2 Pola anyaman bambu. 2. Pembuatan partikel
Partikel limbah kayu dibuat melalui mesin flaker sehingga diperoleh partikel berbentuk wafer berukuran rata-rata 2,5 cm x 2,5 cm x 1mm.
3. Pengeringan partikel dan anyaman bambu
Partikel limbah kayu dan anyaman bambu dikeringkan dalam oven sampai mencapai kadar air 2-5%.
4. Pencampuran perekat (resinblending)
Perekat yang digunakan sebanyak 8% dari berat kering oven partikel dan anyaman bambu yang digunakan. Komposisi perekat Isocyanate-MF dan konsentrasi parafin merupakan perlakuan dalam penelitian ini. Perbandingan Isocyanate : MF yaitu 1:0, 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, dan 0:1. Parafin yang ditambahkan masing-masing 0% (kontrol), 2%, 4%, 6%, dan 8% dari berat partikel dan anyaman bambu yang digunakan.
5. Pembentukan Lembaran (mat forming)
Pembentukan lembaran papan komposit menggunakan metode discontinuous yaitu pembentukan lembaran papan satu demi satu. Pencetak lembaran yang digunakan berukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm dengan alas dan penutup seng, kemudian bagian permukaannya (face dan back) diberi lapisan anyaman bambu. Papan komposit yang dibuat sebanyak 150 papan.
6. Pengempaan panas (hot pressing)
Lembaran papan komposit dikempa panas dengan tekanan spesifik 25 kgf/cm2 pada suhu 170oC selama 12 menit.
30 cm 30 cm
(35)
7. Pengkondisian (Conditioning)
Pengkondisian papan komposit yang telah dikempa dilakukan selama 14 hari. Pengkondisian ini bertujuan untuk melepaskan tegangan sisa yang ada pada papan setelah dikempa panas. Papan komposit ditata membentuk tumpukan dengan menyelipkan sticker di antara papan.
Skema proses produksi papan komposit dari limbah kayu dan anyaman bambu betung dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Skema proses pembuatan papan komposit Persiapan bahan
-Pembuatan anyaman
bambu.
-Pembuatan partikel
limbah kayu dengan
mesin flaker
Pengeringan anyaman bambu dan partikel kayu ke
KA 2-5%
Penimbangan paraffin
2, 4, 6, dan 8% Penimbangan perekat
dengan perbandingan Isocyanate-MF (1:0, 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 dan 0:1)
Pencampuran partikel kayu, parafin, dan perekat. Pemberian perekat pada anyaman bambu
Pembentukan
lembaran Tebal = 1 cm Nisbah kempa = 1,3
Pengempaan Suhu 170
0
C selama 12 menit,tekanan spesifik
25 kg/cm2
Pengkondisian Selama 2 minggu
(36)
3.3.4. Pemotongan
Setelah pengkondisian, lembaran-lembaran papan komposit dipotong menjadi bagian contoh uji, dimana ukuran contoh uji untuk ketahanan terhadap rayap tanah yaitu 2 cm x 2 cm. Pola pemotongan contoh uji dapat dilihat pada
Gambar 4. 30 cm
30 cm
Gambar 4. Pola pemotongan contoh uji
Keterangan :
1 = Contoh uji kerapatan dan kadar air, berukuran 10 cm x 10 cm.
2 = Contoh uji daya serap air dan pengembangan tebal berukuran 5 cm x 5 cm 3 = Contoh uji keteguhan rekat internal, berukuran 5 cm x 5 cm 4,5,6,7 = Contoh uji emisi formaldehida, berukuran 5 cm x 15 cm
8 = Contoh uji keteguhan lentur dan keteguhan patah, berukuran 5cm x 18,5cm.
9 = Contoh uji untuk ketahanan terhadap rayap tanah, berukuran 2 x 2 cm Pada penelitian ini hanya menggunakan contoh uji No. 9, sedangkan contoh uji No. 1 – 8 merupakan contoh uji untuk pengujian lainnya.
3.4. Uji Ketahanan Terhadap Rayap Tanah C. curvignathus Holmgren Pengujian terhadap rayap tanah menggunakan standar Modified Wood Block Test (MWBT). Sebelum dilakukan pengujian, contoh uji terlebih dahulu dikeringkan sampai kering oven, kemudian dimasukkan ke dalam botol kaca yang berisi 30 g pasir steril dan 6 ml aquadestilasi. Ke dalam botol kaca tersebut dimasukkan rayap tanah sebanyak 200 ekor rayap pekerja dan 20 ekor rayap prajurit. Botol kaca kemudian ditutup dengan aluminium foil lalu ditempatkan di
4
1 5
7 2
6
8
(37)
ruangan gelap. Kehilangan berat dan mortalitas dihitung setelah 21 hari pengumpanan. Ilustrasi pengujian ketahanan papan komposit terhadap rayap dapat dilihat pada Gambar 5.Persentase kehilangan berat akibat serangan rayap dihitung dengan rumus :
Wo-W1
Kehilangan Berat = x 100% Wo
Keterangan :
Wo = Berat kering oven contoh uji sebelum diumpankan ke rayap (g) W1 = Berat kering oven contoh uji setelah diumpankan ke rayap (g)
Persentase jumlah individu rayap yang mati (mortalitas) dihitung dengan rumus: No-N1
Mortalitas = x 100%
No Keterangan :
No = Jumlah individu rayap sebelum pengumpanan N1 = Jumlah individu rayap setelah pengujian
Gambar 5 Pengujian ketahanan papan komposit terhadap rayap tanah C. curvignathus.
3.5. Analisis Data
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak lengkap Faktorial. Faktor A (komposisi perekat Isocyanate : MF ) dengan 6 taraf, yaitu : D A1 = Isocyanate : MF = 0 : 1
A2 = Isocyanate : MF = 1 : 1 A3 = Isocyanate : MF = 1 : 2 A4 = Isocyanate : MF = 1 : 3 A5 = Isocyanate : MF = 1 : 4 A6 = Isocyanate : MF = 1 : 0
Faktor B (Konsentrasi Parafin) dengan 5 taraf, yaitu : Alumunium foil
Botol gelas
Contoh uji, 2cm x 2cm x 1cm Rayap
(38)
B1 = 0% (kontrol) B2 = 2%
B3 = 4% B4 = 6% B5 = 8%
Ulangan dilakukan sebanyak 5 kali untuk setiap perlakuan, sehingga jumlah papan yang akan dibuat sebanyak 150 papan (6 x 5 x 5).
Bentuk umum dari model linier aditif RAL Faktorial sebagai berikut (Mattjik AA 2002) :
Yijk = µ + i + j + ( )ij + ijkl
Dimana :
Yijk = Pengamatan perlakuan komposisi perekat Isocyanate-MF taraf ke i, dan konsentrasi parafin taraf ke j, pada ulangan ke k
µ = Rataan umum
i = Pengaruh perlakuan komposisi perekat Isocyanate-MF taraf ke i j = Pengaruh perlakuan konsentrasi parafin taraf ke j
( )ij = Interaksi antara i dan j
ijkl = Pengaruh acak pada perlakuan , , dengan masing-masing taraf
ulangan ke k.
Untuk melihat adanya pengaruh perlakuan terhadap respon maka dilakukan analisis keragaman berupa uji F dengan membandingkan F tabel dan F hitung pada tingkat kepercayaan 95% (nyata) dan 99% (sangat nyata).
Jika F-hitung lebih kecil dari F tabel, maka perlakuan tidak berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan tertentu. Jika F-hitung lebih besar dari F tabel maka perlakuan berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan tertentu. Untuk melihat pengaruh perlakuan mana yang berbeda nyata terhadap respon yang diuji dilakukan uji wilayah berganda Duncan.
(39)
I
4.1. Ketahanan Papa
curvignathus Holm Pengujian dilaku pada rayap tanah C. cu melihat ketahanan papan berdasarkan pengaruh k ini, dapat dilihat dari pe rayap tanah C. curvignat 4.1.1. Kehilangan Bera
Pada Gambar 6 mengalami kecenderung A8 mengalami kenaikan jenis papan ini, yang m papan A6 (5,61 %). Jeni yang mengandung komp dan persentase parafin b
Gambar 6 Perse (pere Untuk jenis papa 7. memiliki kisaran per antara 4,45 % – 8,13 % jenis papan tersebut ada
0 2 4 6 8 10 12 K e h il a n g a n B e ra t (% )
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
pan Komposit Terhadap Rayap Tanah Co
olmgren
kukan dengan uji laboratoris, dimana contoh uji di curvignathus selama 21 hari. Hasil pengujian an komposit terhadap serangan rayap tanah C. cur komposisi perekat Isocyanate-MF dan kadar pa persentase kehilangan berat papan komposit serta
athus.
rat Contoh Uji
6. dapat dilihat jenis papan A0, A2, A4, A6 ngan penurunan kehilangan berat, tetapi pada je an lagi pada persentase kehilangan beratnya. Da memiliki persentase kehilangan berat terkecil ad enis papan A0, A2, A4, A6, A8 merupakan papan mposisi perekat Isocyanate-MF dengan perbandi
berturut-turut sebanyak 0 %, 2 %, 4 %, 6 %, 8 %
rsentase kehilangan berat contoh uji papan ko rekat Isocyanate : MF = 1 : 0).
pan B0, B2, B4, B6, dan B8 yang dapat dilihat pad ersentase kehilangan berat yang tidak terlalu ja %. Dan persentase kehilangan berat terkecil da dalah jenis papan B2 (4,45 %). Jenis papan B0, B
0 2 4 6 8
Kadar Parafin (%)
optotermes
diumpankan an ini untuk curvignathus parafin. Hal
ta mortalitas
A6, dan A8 jenis papan Dari ke lima adalah jenis an komposit dingan 1 : 0 %.
komposit A
ada Gambar jauh, yakni dari ke lima B2, B4, B6,
(40)
B8 merupakan papan ko MF dengan perbandinga %, 2 %, 4 %, 6 %, 8 %.
Gambar 7 Perse (pere Jenis papan C0 mengandung komposisi persentase parafin bertu papan ini juga memiliki dapat dilihat dari histog kehilangan berat antara 6 pada jenis papan C6 (6,3
Gambar 8 Perse (pere 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 K e h il a n g a n B e ra t (% ) 0 2 4 6 8 10 12 K e h il a n g a n B e ra t (% )
komposit yang mengandung komposisi perekat Is gan 1 : 1 dan persentase parafin berturut-turut s
rsentase kehilangan berat contoh uji papan ko rekat Isocyanate : MF = 1 : 1).
0, C2, C4, C6, C8 merupakan papan komp isi perekat Isocyanate-MF dengan perbandingan turut-turut sebanyak 0 %, 2 %, 4 %, 6 %, 8 %. ki fluktuasi kehilangan berat yang tidak terlalu jau ogram bahwa jenis papan C mempunyai kisaran a 6,31 % – 9,65 %. Persentase kehilangan berat te
,31 %). Histogram dapat dilihat pada Gambar 8.
rsentase kehilangan berat contoh uji papan ko rekat Isocyanate : MF = 1 : 2).
0 2 4 6 8
Kadar Parafin (%)
0 2 4 6 8
Kadar Parafin (%)
Isocyanate -t sebanyak 0
komposit B
mposit yang an 1 : 2 dan . Pada jenis auh berbeda, n persentase t terkecil ada
(41)
Pada Gambar 9 merupakan papan komp dengan perbandingan 1 %, 4 %, 6 %, 8 %. D kecenderungan penurun mengalami sedikit kena jenis papan D4 (5,72 %)
Gambar 9 Perse (pere Jenis papan E0, kehilangan berat yang persentase kehilangan b kisaran 9,04 % – 12,78 papan E8 (9,04 %). Jen yang mengandung komp dan persentase parafin Histogram dapat dilihat
0 2 4 6 8 10 12 K e h il a n g a n B e ra t (% )
9. terlihat bahwa jenis papan D0, D2, D4 posit yang mengandung komposisi perekat Isocy 1 : 3 dan persentase parafin berturut-turut sebany Dapat dilihat dari histogram, jenis papan D m runan kehilangan berat, tetapi pada jenis p naikan lagi. Persentase kehilangan berat terkecil
).
entase kehilangan berat contoh uji papan ko rekat Isocyanate : MF = 1 : 3).
0, E2, E4, E6, dan E8 memiliki kecenderungan g cukup tinggi. Dan dari ke lima jenis papa berat yang dimiliki tidak jauh berbeda yakni be ,78 %. Persentase kehilagan berat terkecil ada enis papan E0, E2, E4, E6, E8 merupakan papan mposisi perekat Isocyanate-MF dengan perbandi in berturut-turut sebanyak 0 %, 2 %, 4 %, 6 at pada Gambar 10.
0 2 4 6 8
Kadar Parafin (%)
4, D6, D8 cyanate-MF nyak 0 %, 2 mengalami papan D6 cil ada pada
komposit D
n persentase pan tersebut berada pada a pada jenis an komposit dingan 1 : 4 6 %, 8 %.
(42)
Gambar 10 Pers (pere Sama halnya den F8 yang dapat dilihat pa kehilangan berat yang c persentase kehilagna be papan F0, F2, F4, F6 komposisi perekat Isoc parafin berturut-turut seb
Gambar 11 Pers (pere Rata-rata persent pada Gambar 12.
0 2 4 6 8 10 12 14 K e h il a n g a n B e ra t (% ) 0 2 4 6 8 10 12 14 K e h il a n g a n B e ra t (% )
ersentase kehilangan berat contoh uji papan ko rekat Isocyanate : MF = 1 : 4).
engan jenis papan E, pada jenis papan F0, F2, F pada Gambar 11. juga memiliki kecenderungan
cukup tinggi yakni pada kisaran 7, 41 % – 12, 4 berat terkecil dimiliki oleh jenis papan F4 (7,41
F6, F8 merupakan papan komposit yang me ocyanate-MF dengan perbandingan 0 : 1 dan sebanyak 0 %, 2 %, 4 %, 6 %, 8 %.
ersentase kehilangan berat contoh uji papan k rekat Isocyanate : MF = 1 : 1).
ntase kehilangan berat akibat serangan rayap da
0 2 4 6 8
Kadar Parafin (%)
0 2 4 6 8
Kandungan Parafin (%)
komposit E
, F4, F6, dan n persentase , 49 %. Dan 41 %). Jenis mengandung n persentase
komposit F
(43)
Gam Dari Gambar 12. berat contoh uji berkis histogram bahwa jenis yaitu sebesar 4,45 % da papan E2 sebesar 12,78 menunjukkan bahwa sem ini, dapat diakibatkan a komposisi yang sesuai contoh uji yang dimaka menyesuaikan diri deng bertahan akan semakin l
Tabel 1 menunju dengan tingkat ketahana mengikuti kriteria dari tingkatan, yakni ketaha rentan. Dari hasil pen ditunjukkan pada Tabe berat dengan tingkat ke rayap tanah C. curvigna perekat, jenis papan A
0 2 4 6 8 10 12 14 A K e h il a n g a n B e ra t (% ) Keterangan:
A = perekat Isocyanate:M Isocyanate:MF = 1 : 2 D = perekat Isocyanate:M
mbar 12 Persentase kehilangan berat contoh uji. 2. dapat dilihat bahwa secara keseluruhan besar k kisar antara 4,45 % – 12,78 %. Dan terlihat is papan B2 memiliki persentase kehilangan ber dan persentase kehilangan berat tertinggi dimiliki 8 %. Semakin kecil persentase kehilangan berat emakin tidak disukai oleh rayap tanah C. curvign adanya pengaruh kandungan perekat serta paraf i dengan kondisi yang tidak disukai oleh rayap kan oleh rayap sangat sedikit. Rayap yang tida ngan lingkungan baru akan mati, sedangkan y
lemah dan berangsur-angsur akan sakit dan mati njukkan hubungan persentase kehilangan berat nannya untuk standar MWBT (modified wood b ri Sornnuwat (1996) yang dikelompokkan ke d
hanan tinggi, tahan, ketahanan sedang, tidak t engujian yang dilakukan dengan standar M bel 2 yang menjelaskan hubungan persentase k
ketahanan contoh uji serta tingkat ketahanannya nathus setelah 21 hari pengujian. Berdasarkan A, B, dan C dapat diklasifikasikan dalam
B C D E F
Jenis Papan
MF = 1 : 0 B = perekat Isocyanate:MF = 1 : 1 C MF = 1 : 3 E = perekat Isocyanate:MF = 1 : 4 F
K
r kehilangan at pula dari erat terkecil ki oleh jenis at contoh uji gnathus. Hal rafin dengan ap, sehingga idak mampu yang masih ati.
t contoh uji d block test) dalam lima tahan, dan MWBT ini, kehilangan nya terhadap n komposisi kelompok 0 % 2 % 4 %
C = perekat F = perekat
(44)
ketahanan sedang, sedangkan jenis papan D, E, dan F dapat diklasifikasikan dalam kelompok tidak tahan. Pada Tabel 3 berdasarkan kadar parafin, jenis papan dengan kadar parafin 0 % dan 2 % dapat diklasifikasikan dalam kelompok tidak tahan dan untuk kadar parafin 4 %, 6 % dan 8 % dapat diklasifikasikan dalam kelompok ketahanan sedang.
Tabel 1 Persentase rata-rata kehilangan berat contoh uji pada standar MWBT (modified wood block test) serta tingkat ketahanannya (Sornnuwat 1996)
Persentase Kehilangan Berat(%) (No-choice test)
Tingkat Ketahanan
0 Ketahanan tinggi
1 – 3 Tahan
4 – 8 9 – 15
>15
Ketahanan sedang Tidak tahan
Rentan
Tabel 2 Persentase rata-rata kehilangan berat contoh uji berdasarkan perekat serta tingkat ketahanannya terhadap rayap tanah C. curvignathus
Jenis Papan Persentase Kehilangan
Berat (%)
Tingkat Ketahanan
A 8 Ketahanan sedang
B 7 Ketahanan sedang
C 8 Ketahanan sedang
D 9 Tidak tahan
E 11 Tidak tahan
F 9 Tidak tahan
Tabel 3 Persentase rata-rata kehilangan berat contoh uji berdasarkan parafin serta tingkat ketahanannya terhadap rayap tanah C. curvignathus
Jenis Papan Persentase Kehilangan
Bertat (%)
Tingkat Ketahanan
0 9 Tidak tahan
2 9 Tidak tahan
4 7 Ketahanan sedang
6 8 Ketahanan sedang
8 8 Ketahanan sedang
Hasil analisis sidik ragam yang dilakukan, didapatkan bahwa pada selang kepercayaan 95 % dan 99 %, penggunaan perekat Isocyanate-MF dan penambahan parafin memberikan pengaruh yang nyata terhadap kehilangan berat
(45)
contoh uji. Secara anali pada Lampiran 2.
Hasil uji lanjut perlakuan, dimana pen komposisi perekat Isoc parafin 2 % (B2) berbed mengandung komposisi persentase parafin 2 % dipengaruhi oleh perbed rayap C. curvignathus pa rata-rata contoh uji A6, tidak menunjukkan perb Hasil uji lanjut Duncan i 4.1.2. Mortalitas Raya Hasil pengujian curvignathus pada seluru rata persentase mortalita
Gambar 13 Pada Gambar 13 tinggi dengan nilai kisar kecenderungan kenaika
0 20 40 60 80 100 120 A M o rt a li ta s (% ) Keterangan:
A = perekat Isocyanate:MF = 1 : D = perekat Isocyanate:MF = 1 :
alisis keragaman kehilangan berat contoh uji da
ut Duncan memperlihatkan lebih jauh perbed enurunan berat rata-rata contoh uji yang me ocyanate-MF dengan perbandingan 1 : 1 dan
eda nyata dengan penurunan berat rata-rata conto isi perekat Isocyanate-MF dengan perbandingan % (E2). Perbedaan yang nyata antara B2 dan
edaan kemampuan adaptasi dan tingkat prefere pada kedua contoh uji tersebut. Sedangkan penur 6, D4, C6, B8, A4, C4, B4, B0, C0, F4, A2, D rbedaan yang nyata dengan perlakuan pada cont n ini dapat dilihat pada Lampiran 3.
yap Tanah (C. curvignathus)
n menunjukkan bahwa rata-rata mortalitas rayap uruh contoh uji berada pada kisaran nilai di atas 6 itas akibat serangan rayap dapat dilihat pada Gamb
3 Persentase mortalitas rayap tanah C. curvignat 13 terlihat bahwa tingkat persentase mortalitas ra saran 65,91 % – 97,73 %. Untuk jenis papan A m
ikan persentase mortalitas rayap, dimana
B C D E F
Jenis Papan
K
= 1 : 0 B = perekat Isocyanate:MF = 1 : 1 C = perekat Isocyanat
= 1 : 3 E = perekat Isocyanate:MF = 1 : 4 F = perekat Isocyanat
dapat dilihat
edaan antar mengandung n persentase toh uji yang an 1 : 4 dan n E2 diduga rensi makan urunan berat D8, dan A8 ntoh uji B2.
ap tanah C. 60 %. Rata-mbar 13. athus. rayap cukup mengalami persentase 0 % 2 % 4 % Kadar parafin:
anate: MF = 1 : 2
(46)
mortalitas rayap tertinggi dimiliki oleh jenis papan A8. Pada jenis papan B mempunyai persentase mortalitas rayap yang sangat tinggi, yakni berkisar antara 80,76 % – 97,73 %, dan persentase mortalitas rayap tertinggi ada pada jenis papan B2.
Berdasarkan Gambar 13. dapat dilihat bahwa jenis papan C mengalami penurunan persentase mortalitas rayap seiring dengan penambahan kadar parafin yang terkandung di dalam jenis papan tersebut, dan persentase mortalitas tertinggi ada pada jenis papan C4 (91,36 %). Terlihat pula bahwa baik jenis papan D, E maupun F memiliki persentase mortalitas rayap yang hampir seragam. Pada jenis papan D berkisar antara 70,00 % – 89,86 %, dimana papan D4 merupakan jenis papan yang memiliki persentase mortalitas rayap tertinggi. Untuk papan E nilai persentase mortalitas rayapnya antara 65,15 % – 81,97 % dan jenis papan yang memiliki persentase mortalitas rayap tertinggi yaitu E8. Sedangkan pada jenis papan F persentase mortalitas rayapnya berkisar 66,67 % – 86,52 %, dimana persentase mortalitas rayap tertinggi dimiliki oleh jenis papan F4.
Secara umum berdasarkan hasil pengujian, persentase mortalitas terbesar juga dimiliki oleh jenis papan B2 (97,73 %), tetapi persentase mortalitas terkecil ada pada jenis papan A2 (65,91 %). Jenis papan A2 merupakan jenis papan komposit yang mengandung komposisi perekat Isocyanate-MF dengan perbandingan 1 : 0 yang artinya kandungan perekat dari papan ini adalah murni perekat Isocyanate yang sama sekali tidak mengandung formaldehida. Hal ini lebih menguatkan lagi bahwa adanya formaldehida yang bersifat racun mengakibatkan tingkat mortalitas pada rayap yang tinggi.
Supriana (1983) dalam Saragih (2009) juga menyatakan bahwa dalam uji preferensi makanan tunggal di laboratorium, rayap hanya dihadapkan pada satu pilihan makanan saja. Dalam keadaan terpaksa tersebut, rayap memakan bahan makanan atau akan mati kelaparan. Oleh karena itu, dalam pengujian ini, dapat dilihat bahwa contoh uji yang digunakan merupakan satu-satunya sumber makanan bagi rayap uji, sehingga berdasarkan persentase hasil kehilangan berat (Gambar 12.) menunjukkan nilai yang tinggi. Selain itu, karena standar uji yang digunakan bukan standar untuk papan komposit sehingga rayap dapat menyerang contoh uji dari samping.
(1)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Ketahanan Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Anyaman Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)
Nama : Dina Sukma Ria
NRP : E24050202
Departemen : Hasil Hutan Fakultas : Kehutanan
Menyetujui: Komisi Pembimbing,
Ketua, Anggota,
Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS. Arinana, S. Hut., M.Si. NIP. 19641124198903 1004 NIP. 19740101200604 2014
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP. 19611126 198601 1 001
(2)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir yang berjudul ” Ketahanan Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Anyaman Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)”. Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada beberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Bio-komposit dan Laboratorium Peningkatan Mutu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor dari awal Mei hingga akhir Juli 2009.
Pemanfaatan limbah kayu dan bambu sebagai bahan baku papan komposit merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kekurangan bahan baku kayu berkualitas tinggi. Dengan mengolah limbah kayu menjadi bahan baku papan komposit dapat meningkatkan kualitas limbah kayu tersebut dan dihasilkan produk berkualitas tinggi. Penggunaan anyaman bambu pun sebagai lapisan papan komposit merupakan salah satu alternatif bahan lain pengganti kayu. Adapun tujuan dari karya ilmiah ini dirancang untuk menghasilkan papan komposit berkualitas tinggi ditinjau dari aspek ketahanan terhadap faktor perusak biologis (rayap tanah Coptotermes curvignathus) dan telah memiliki sifat fisis mekanis yang memenuhi standar.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang berguna dalam pengembangan pemanfaatan limbah kayu dan bambu. Penulis juga menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi penulis sehingga penulis akan menjadi lebih baik lagi. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009
(3)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yukumjaya, Lampung Tengah pada tanggal 18 Maret 1988 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Yustian Umri dan Fauza. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 3 Bandarjaya Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah, sekolah lanjut tingkat pertama di SLTP Negeri 1 Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan sekolah lanjut tingkat atas di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar, Lampung Tengah.
Pada tahun 2005, penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. 2006 penulis mengambil Sub-Program Studi Pengolahan Hasil Hutan dan pada tahun 2008 memilih Bio-Komposit sebagai bidang keahlian.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota UKM Gentra Kaheman 2005-2006, anggota UKM Bulu Tangkis 2005-2007, staf PSDM UKM Gentra Kaheman 2006-2007, staf Departemen Kimia Hasil Hutan Himasiltan 2006-2007, staf Department of Secretariat ASEAN Forestry Student Association (AFSA) tahun 2006-2007, secretary of AFSA 2007-2008, Penulis juga pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Leuweung Sancang – Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kamojang, melaksanakan Praktek Pegelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi dan Kesatuan Pemangkuan Hutan Cianjur, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Tanggeung. Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Sari Bumi Kusuma, Pontianak, Kalimantan Barat.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis melaksanakan penelitian dalam bidang Bio-komposit dengan judul Ketahanan Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Anyaman Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS. dan Arinana, S. Hut., M.Si.
(4)
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas segala nikmat, karunia, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., kepada keluarga, sahabat dan kepada umatnya yang setia sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Papa, Mama, Kakak-kakak (Sani beserta istri dan Linda), serta segenap keluarga yang telah mencurahkan kasih sayang, perhatian, do’a, dukungan, serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS. dan Ibu Arinana, S. Hut., M.Si. atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan ilmu, waktu, bantuan, arahan dan nasehat kepada penulis.
3. Bapak Dr. Ir. Ahmad Budiaman, M. Sc. F. Selaku dosen penguji mewakili Departemen Manajemen Hutan, Bapak Dr. Ir. Istomo, MS. selaku dosen penguji mewakili Departemen Silvikultur dan Bapak Ir. Rachmad Hermawan, M. Sc. Selaku dosen penguji mewakili Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata.
4. Seluruh staf dan laboran Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
5. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kehutanan yang telah memberikan ilmu yang tidak terkira banyaknya kepada penulis serta Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB yang telah membantu dan memfasilitasi penelitian penulis.
6. Teman-teman satu bimbingan (Rohani Sitorus dan Reiza Syarini) yang telah berjuang bersama dalam suka dan duka.
7. Teman-teman mahasiswa Lab. Bio-Komposit dan angkatan 42 Departemen Hasil Hutan: Dahliaros, Shinta, Ardiyansyah, Danu, Sakti, Abdur, Vivin, Dony, Ridho, Mar’iin, Isni, Rentry, Rita, Haerul, Ali,
(5)
Ameria, Rissa, Raefa, Steffie, Aini, Dhiah, Roro dan teman-teman mahasiswa Fahutan angkatan 42 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
8. Teman-teman Asrama A2: Mega, Windi, Ryni, Aan, Cica, Cany, Endah, Trimi dan Bisma 1: Dewi, Diyan, Maria Ulfa, Yayan, Tia, Mila.
9. Keluarga besar Kemala (Keluarga Mahasiswa Lampung).
Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 2
1.3. Manfaat Penelitian ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Papan Komposit ... 3
2.2. Limbah Kayu ... 4
2.3. Sifat Umum Bambu ... 5
2.3.1. Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne) ... 6
2.4. Perekat ... 8
2.4.1. Perekat Melamin Formaldehida (MF) ... 9
2.4.2. Perekat Isocyanate ... 9
2.5. Jenis Kayu Famili Dipterocarpaceae ... 10
2.6. Kayu Akasia (Acacia mangium Wild) ... 11
2.7. Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) ... 12
2.8. Rayap ... 13
2.8.1. Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren ... 16
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ... 17
3.3. Prosedur Penelitian dan Parameter Pengamatan ... 17