Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah Di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KESENJANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR DAERAH DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE 1996-2006

OLEH : PIPIH SEPTINA

A14304036

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(2)

Ibunda,

Sosokmu menopang setiap hari dengan untaian doa tak terputus

Hadirku ada dalam khayalmu

Karena ikhlasmu adalah bingkai semangatku

Meski diri ini tak menjadi apa yang ada dalam benakmu Dihatimu, hidupku adalah cahayamu

Ayahanda,

Tetesan peluh tanpa pamrih kau lakukan untuk membiayai hidup ini

Tak peduli langkah ini berguna bagimu ataupun tidak Karena kecemerlangan masa depanku adalah harapanmu

Meski diri ini sering menghamburkannya tanpa arti Dimatamu, keberhasilanku adalah kebanggaannmu

Saudaraku

Rangkulan tanganmu dulu berat melepasku Tetes air mata itu membawa sebongkah haru

Karena diriku adalah serpihan jiwamu

Meski diri ini sering kasar dan menghempasmu dengan kata Dihidupmu, keberadaanku adalah pelindungmu

Keluargaku

Kutahu rasa terimakasih tak terhingga ini tak sebanding Apa yang kalian persembahkan sangatlah berarti

Karena cinta kalian adalah nyata Meski kalian jauh disana

Didiriku, kalian adalah kebahagiaan hidupku

Karya kecil ini kupersembahkan kepada jiwa-jiwa yang erat memelukku, kepada jiwa-jiwa yang senantiasa kurindukan


(3)

RINGKASAN

PIPIH SEPTINA. A14304036. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah Di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006. Di bawah bimbingan ARIEF DARYANTO.

Tujuan pembangunan nasional pada dasarnya adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, baik secara materil maupun spiritual. Tujuan tersebut pada hakekatnya dapat dilakukan dengan cara: memperluas lapangan kerja, meningkatkan dan memeratakan pendapatan per kapita, menjalin hubungan ekonomi antar daerah dengan tujuan memperkecil jurang pemisah antara daerah maju dengan daerah tertinggal, serta mengupayakan pergeseran perekonomian dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah menjalankan berbagai program pembangunan ekonomi. Dampak yang sering terlupakan dari kebijakan pembangunan ekonomi adalah kesenjangan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Proses pembangunan yang dilaksanakan pada masa Orde Baru bersifat sentralistik, sehingga terjadi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah. Kesenjangan ini telah menimbulkan ketidakpuasan daerah dan kritik bukan sehubungan dengan pertumbuhan yang telah dicapai, akan tetapi karena perkembangan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi kurang mampu menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Oleh sebab itu untuk mendorong pemeratan pendapatan masyarakat daerah, maka pemerintah menerapkan Otonomi Daerah sejak tahun 2001.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang mengalami kemajuan pada masa Otonomi Daerah, mengukur dan menganalisis kondisi kesenjangan pembangunan ekonomi, trend kesenjangan yang terjadi antar daerah di Propinsi Jawa Barat dan menguji Hipotesis Kuznets selama periode analisis dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2008 dengan Propinsi Jawa Barat sebagai objek studi dan lokasi penelitian. Data yang digunakan merupakan data sekunder time series1996-2006 yang diperoleh dari BPS, BPS Jawa Barat, Jurnal dan publikasi penelitian terdahulu.

Analisis pertama untuk mengidentifikasi daerah kabupaten/kota yang mengalami kemajuan pada masa pra otonomi daerah dan otonomi daerah menggunakan Klasen Typologi. Besarnya kesenjangan pembangunan ekonomi dihitung dengan menggunakan formula Williamson (CVw). Setelah diketahui nilai indeks kesenjangannya, selanjutnya nilai kesenjangan selama periode analisis diplotkan ke dalam grafik untuk melihat apakah kesenjangan menurun atau menaik selama periode analisis. Selain itu dilakukan juga plot antara indeks kesenjangan dengan pendapatan perkapita untuk menguji Hipotesis Kuznets. Sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat menggunakan regresi linier berganda dan di transformasikan ke dalam bentuk log.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pada periode 1996-2000, daerah yang masuk klasifikasi daerah maju dan pertumbuhan cepat adalah Kota Cirebon, Kota


(4)

Bandung dan Kabupaten Indramayu. Sementara daerah lainnya masuk kedalam klasifikasi daerah berkembang cepat, daerah maju tapi tertekan dan daerah kurang berkembang. Sedangkan pada masa otonomi daerah atau periode 2001-2006 yang termasuk kedalam klasifikasi I bertambah menjadi empat daerah, yaitu Kota Bandung, Kota Cirebon, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Karawang. Pada periode ini juga, daerah kurang berkembang meningkat menjadi delapan daerah, sedangkan sebelumya hanya lima daerah.

Awal tahun analisis nilai indeks kesenjangan antar kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat berada pada taraf sedang, yaitu 0,4090. Sedangkan pada tahun 1997 nilai indeks kesenjangan berangsur turun sebesar 0,0153. Hal ini menandakan ada peningkatan pemerataan antar kabupaten/kota, meskipun relatif tipis. Pada tahun 1998, indeks Williamson kembali meningkat sebesar 0,0004. Kenaikan tersebut akibat krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997. Dampak krisis ekonomi semakin terasa pada tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1999 dan 2000 nilai indeks kesenjangan kembali meningkat dengan masing-masing nilai 0,0223 dan 0,1662. Tahun 2001 indeks kesenjangan mengalami penurunan tipis, sehingga menjadi 0,5724. Pada tahun 2002 indeks kesenjangan kembali meningkat menjadi 0,6796. Selanjutnya tahun 2003 sampai 2006 indeks kesenjangan mengalami kondisi fluktuatif dan berada pada 0,6923 tahun 2006, sehingga dapat dikatakan kesenjangan sangat tinggi (tidak merata sempurna). Secara umum tingkat kesenjangan pembangunan ekonomi di Propinsi Jawa Barat jika dilihat dari trend-nya cenderung meningkat selama periode analisis dan Hipotesis Kuznets tentang adanya trade off antara pertumbuhan dan pemerataan pada tahap-tahap awal pembangunan ekonomi masih berlaku di Propinsi Jawa Barat, namun belum berbentuk U terbalik.

Berdasarkan pendugaan model kesenjangan pembangunan ekonomi yang diperoleh, tingkat kesenjangan dipengaruhi oleh variabel PDRB, Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) secara signifikan pada taraf nyata lima persen. Variabel PDRB mempengaruhi tingkat kesenjangan secara positif. Hal ini menandakan bahwa pertumbuhan PDRB untuk setiap daerah kabupaten/kota belum merata dan sesuai dengan Hipotesis Kuznets pada tahap-tahap awal pembangunan tingkat kesenjangan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Sementara variabel Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mempengaruhi tingkat kesenjangan secara negatif.

Kebijakan yang dapat diambil dalam mengatasi permasalahan diatas adalah (1). pemerintah daerah harus mampu mengelola dan memanfaatkan potensi Sumber Daya Alam yang dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. (2). pemerintah pusat harus selalu mengawasi dan mengevaluasi kinerja otonomi daerah, sehingga pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan yang diharapkan, (3). setiap daerah harus mampu menarik investor asing maupun dalam negeri, sehingga pertumbuhan ekonomi daerah dapat berjalan dan pada gilirannya dapat meningkatkan PDRB daerah masing-masing. (4). bagi daerah yang memiliki keterbatasan Sumber Daya Alam hendaknya menggali potensi yang mampu meningkatkan penerimaan daerah seperti pajak, retribusi, insentif investasi, jaringan regional baik sarana transportasi, komunikasi maupun oreganisasi harus ditumbuhkan.


(5)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KESENJANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR DAERAH DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE 1996-2006

Oleh: PIPIH SEPTINA

A14304036

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(6)

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah Di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006

Nama : Pipih Septina NRP : A14304036

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Arief Daryanto, M.Ec, Ph.D NIP. 131 644 945

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESENJANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR DAERAH DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE 1996-2006” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2008

Pipih Septina


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Pipih Septina, dilahirkan pada 28 September 1984 di Ciamis sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Engkos Kosasih dan Eros Roswati. Penulis dibesarkan di Ciamis, pada tahun 1992 penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Sejahtera Galih Maparah. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 2 Maparah. Pada tahun 2001penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Panjalu dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 2 Ciamis pada tahun 2004. Selama menempuh pendidikan menengah pertama dan menengah atas, penulis aktif diberbagai organisasi, seperti Ikatan Remaja Mesjid (IRMA) dan Ekstrakulikuler Volly Ball.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya (EPS), Fakultas Pertanian.

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif diberbagai organisasi kemahasiswaan seperti UKM Koperasi Mahasiswa IPB dari tahun 2005/2006, Himpunan Mahasiswa Pecinta Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) IPB pada tahun 2005/2006 dan Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC) pada tahun 2005/2006 serta aktif dalam beberapa kegiatan kepanitian. Selain itu, penulis berkesempatan mendapatkan beasiswa dari Supersemar pada tahun 2006-2008.


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta alam, pujian yang memenuhi seluruh nikmat-Nya bagi kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kekuasaan-Nya. Atas anugrah, berkah dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi pola pertumbuhan ekonomi daerah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat, menganalisis tingkat kesenjangan, trend kesenjangan dan menguji Hipotesis kuznets dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesenjangan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dalam mengevaluasi kegiatan perekonomian dan menyusun kebijaksanaan baru untuk pelaksanaan pembangunan di Era Otonomi Daerah.

Bogor, Mei 2008


(10)

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala Puji Bagi Allah Tuhan semesta alam atas kasih dan sayang-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada :

1. Bapak Ir. Arief Daryanto, M.Ec, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi, atas semua masukan, bimbingan, kesabaran dan perhatiannya. 2. Bapak Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen penguji utama atas segala

kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Adi Hadianto, SP selaku dosen penguji komisi pendidikan atas berbagai perbaikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Idqan Fahmi, M.Ec selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan arahan dalam menempuh pendidikan selama kuliah.

5. Bapak dan Ibu tercinta, Engkos Kosasih dan Eros Roswati, atas belaian kasih sayang dan dukungan pada ananda. Kakak-kakak dan adiku tersayang, Yoppy Yohana, Hanny Yulianda, Dena Ajeng Puspita atas do’a dan perhatian yang selalu diberikan pada ananda.

6. Staf Departemen EPS (ESL) Mbak Pini, Mbak Santi, Mbak Sofi, Pak Husein, Pak Dayat dan Pak Basir

7. Khusus Untuk Kalian:

a) Buat si Cantik V3 atas kesetiaan, kesabaran dan supportnya.

b) Nana, Deli, Kevin, Yudi, Aji (temen se-kostan) serta Oween, Mayang, Maya, Risti, Evie, Ella, Tita, Ade, Yanti, Lina, Rolas, Santi, Chian, Ave, Irak, Uchie, Wulan, Rahma, Vidya, Mba’Erna, T’V3, Sari, Mail, Galih, B-jey, Pam2, To2, Jimmy dan Agiez atas dukungan, bantuan, persahabatan, perhatian, dan kepeduliannya serta rekan-rekan EPS 41 seluruhnya, sungguh indah ketika persahabatan ini tiada pernah terpisahkan ruang dan waktu.

c) Semua pihak yang luput dari ingatan. Jasa kalian tetap tercatat di sisi Allah. Terima kasih.


(11)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KESENJANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR DAERAH DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE 1996-2006

OLEH : PIPIH SEPTINA

A14304036

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(12)

Ibunda,

Sosokmu menopang setiap hari dengan untaian doa tak terputus

Hadirku ada dalam khayalmu

Karena ikhlasmu adalah bingkai semangatku

Meski diri ini tak menjadi apa yang ada dalam benakmu Dihatimu, hidupku adalah cahayamu

Ayahanda,

Tetesan peluh tanpa pamrih kau lakukan untuk membiayai hidup ini

Tak peduli langkah ini berguna bagimu ataupun tidak Karena kecemerlangan masa depanku adalah harapanmu

Meski diri ini sering menghamburkannya tanpa arti Dimatamu, keberhasilanku adalah kebanggaannmu

Saudaraku

Rangkulan tanganmu dulu berat melepasku Tetes air mata itu membawa sebongkah haru

Karena diriku adalah serpihan jiwamu

Meski diri ini sering kasar dan menghempasmu dengan kata Dihidupmu, keberadaanku adalah pelindungmu

Keluargaku

Kutahu rasa terimakasih tak terhingga ini tak sebanding Apa yang kalian persembahkan sangatlah berarti

Karena cinta kalian adalah nyata Meski kalian jauh disana

Didiriku, kalian adalah kebahagiaan hidupku

Karya kecil ini kupersembahkan kepada jiwa-jiwa yang erat memelukku, kepada jiwa-jiwa yang senantiasa kurindukan


(13)

RINGKASAN

PIPIH SEPTINA. A14304036. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah Di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006. Di bawah bimbingan ARIEF DARYANTO.

Tujuan pembangunan nasional pada dasarnya adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, baik secara materil maupun spiritual. Tujuan tersebut pada hakekatnya dapat dilakukan dengan cara: memperluas lapangan kerja, meningkatkan dan memeratakan pendapatan per kapita, menjalin hubungan ekonomi antar daerah dengan tujuan memperkecil jurang pemisah antara daerah maju dengan daerah tertinggal, serta mengupayakan pergeseran perekonomian dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah menjalankan berbagai program pembangunan ekonomi. Dampak yang sering terlupakan dari kebijakan pembangunan ekonomi adalah kesenjangan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Proses pembangunan yang dilaksanakan pada masa Orde Baru bersifat sentralistik, sehingga terjadi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah. Kesenjangan ini telah menimbulkan ketidakpuasan daerah dan kritik bukan sehubungan dengan pertumbuhan yang telah dicapai, akan tetapi karena perkembangan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi kurang mampu menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Oleh sebab itu untuk mendorong pemeratan pendapatan masyarakat daerah, maka pemerintah menerapkan Otonomi Daerah sejak tahun 2001.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang mengalami kemajuan pada masa Otonomi Daerah, mengukur dan menganalisis kondisi kesenjangan pembangunan ekonomi, trend kesenjangan yang terjadi antar daerah di Propinsi Jawa Barat dan menguji Hipotesis Kuznets selama periode analisis dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2008 dengan Propinsi Jawa Barat sebagai objek studi dan lokasi penelitian. Data yang digunakan merupakan data sekunder time series1996-2006 yang diperoleh dari BPS, BPS Jawa Barat, Jurnal dan publikasi penelitian terdahulu.

Analisis pertama untuk mengidentifikasi daerah kabupaten/kota yang mengalami kemajuan pada masa pra otonomi daerah dan otonomi daerah menggunakan Klasen Typologi. Besarnya kesenjangan pembangunan ekonomi dihitung dengan menggunakan formula Williamson (CVw). Setelah diketahui nilai indeks kesenjangannya, selanjutnya nilai kesenjangan selama periode analisis diplotkan ke dalam grafik untuk melihat apakah kesenjangan menurun atau menaik selama periode analisis. Selain itu dilakukan juga plot antara indeks kesenjangan dengan pendapatan perkapita untuk menguji Hipotesis Kuznets. Sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat menggunakan regresi linier berganda dan di transformasikan ke dalam bentuk log.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pada periode 1996-2000, daerah yang masuk klasifikasi daerah maju dan pertumbuhan cepat adalah Kota Cirebon, Kota


(14)

Bandung dan Kabupaten Indramayu. Sementara daerah lainnya masuk kedalam klasifikasi daerah berkembang cepat, daerah maju tapi tertekan dan daerah kurang berkembang. Sedangkan pada masa otonomi daerah atau periode 2001-2006 yang termasuk kedalam klasifikasi I bertambah menjadi empat daerah, yaitu Kota Bandung, Kota Cirebon, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Karawang. Pada periode ini juga, daerah kurang berkembang meningkat menjadi delapan daerah, sedangkan sebelumya hanya lima daerah.

Awal tahun analisis nilai indeks kesenjangan antar kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat berada pada taraf sedang, yaitu 0,4090. Sedangkan pada tahun 1997 nilai indeks kesenjangan berangsur turun sebesar 0,0153. Hal ini menandakan ada peningkatan pemerataan antar kabupaten/kota, meskipun relatif tipis. Pada tahun 1998, indeks Williamson kembali meningkat sebesar 0,0004. Kenaikan tersebut akibat krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997. Dampak krisis ekonomi semakin terasa pada tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1999 dan 2000 nilai indeks kesenjangan kembali meningkat dengan masing-masing nilai 0,0223 dan 0,1662. Tahun 2001 indeks kesenjangan mengalami penurunan tipis, sehingga menjadi 0,5724. Pada tahun 2002 indeks kesenjangan kembali meningkat menjadi 0,6796. Selanjutnya tahun 2003 sampai 2006 indeks kesenjangan mengalami kondisi fluktuatif dan berada pada 0,6923 tahun 2006, sehingga dapat dikatakan kesenjangan sangat tinggi (tidak merata sempurna). Secara umum tingkat kesenjangan pembangunan ekonomi di Propinsi Jawa Barat jika dilihat dari trend-nya cenderung meningkat selama periode analisis dan Hipotesis Kuznets tentang adanya trade off antara pertumbuhan dan pemerataan pada tahap-tahap awal pembangunan ekonomi masih berlaku di Propinsi Jawa Barat, namun belum berbentuk U terbalik.

Berdasarkan pendugaan model kesenjangan pembangunan ekonomi yang diperoleh, tingkat kesenjangan dipengaruhi oleh variabel PDRB, Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) secara signifikan pada taraf nyata lima persen. Variabel PDRB mempengaruhi tingkat kesenjangan secara positif. Hal ini menandakan bahwa pertumbuhan PDRB untuk setiap daerah kabupaten/kota belum merata dan sesuai dengan Hipotesis Kuznets pada tahap-tahap awal pembangunan tingkat kesenjangan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Sementara variabel Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mempengaruhi tingkat kesenjangan secara negatif.

Kebijakan yang dapat diambil dalam mengatasi permasalahan diatas adalah (1). pemerintah daerah harus mampu mengelola dan memanfaatkan potensi Sumber Daya Alam yang dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. (2). pemerintah pusat harus selalu mengawasi dan mengevaluasi kinerja otonomi daerah, sehingga pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan yang diharapkan, (3). setiap daerah harus mampu menarik investor asing maupun dalam negeri, sehingga pertumbuhan ekonomi daerah dapat berjalan dan pada gilirannya dapat meningkatkan PDRB daerah masing-masing. (4). bagi daerah yang memiliki keterbatasan Sumber Daya Alam hendaknya menggali potensi yang mampu meningkatkan penerimaan daerah seperti pajak, retribusi, insentif investasi, jaringan regional baik sarana transportasi, komunikasi maupun oreganisasi harus ditumbuhkan.


(15)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KESENJANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR DAERAH DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE 1996-2006

Oleh: PIPIH SEPTINA

A14304036

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(16)

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah Di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006

Nama : Pipih Septina NRP : A14304036

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Arief Daryanto, M.Ec, Ph.D NIP. 131 644 945

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019


(17)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESENJANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR DAERAH DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE 1996-2006” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2008

Pipih Septina


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Pipih Septina, dilahirkan pada 28 September 1984 di Ciamis sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Engkos Kosasih dan Eros Roswati. Penulis dibesarkan di Ciamis, pada tahun 1992 penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Sejahtera Galih Maparah. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 2 Maparah. Pada tahun 2001penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Panjalu dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 2 Ciamis pada tahun 2004. Selama menempuh pendidikan menengah pertama dan menengah atas, penulis aktif diberbagai organisasi, seperti Ikatan Remaja Mesjid (IRMA) dan Ekstrakulikuler Volly Ball.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya (EPS), Fakultas Pertanian.

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif diberbagai organisasi kemahasiswaan seperti UKM Koperasi Mahasiswa IPB dari tahun 2005/2006, Himpunan Mahasiswa Pecinta Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) IPB pada tahun 2005/2006 dan Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC) pada tahun 2005/2006 serta aktif dalam beberapa kegiatan kepanitian. Selain itu, penulis berkesempatan mendapatkan beasiswa dari Supersemar pada tahun 2006-2008.


(19)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta alam, pujian yang memenuhi seluruh nikmat-Nya bagi kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kekuasaan-Nya. Atas anugrah, berkah dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi pola pertumbuhan ekonomi daerah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat, menganalisis tingkat kesenjangan, trend kesenjangan dan menguji Hipotesis kuznets dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesenjangan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dalam mengevaluasi kegiatan perekonomian dan menyusun kebijaksanaan baru untuk pelaksanaan pembangunan di Era Otonomi Daerah.

Bogor, Mei 2008


(20)

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala Puji Bagi Allah Tuhan semesta alam atas kasih dan sayang-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada :

1. Bapak Ir. Arief Daryanto, M.Ec, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi, atas semua masukan, bimbingan, kesabaran dan perhatiannya. 2. Bapak Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen penguji utama atas segala

kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Adi Hadianto, SP selaku dosen penguji komisi pendidikan atas berbagai perbaikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Idqan Fahmi, M.Ec selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan arahan dalam menempuh pendidikan selama kuliah.

5. Bapak dan Ibu tercinta, Engkos Kosasih dan Eros Roswati, atas belaian kasih sayang dan dukungan pada ananda. Kakak-kakak dan adiku tersayang, Yoppy Yohana, Hanny Yulianda, Dena Ajeng Puspita atas do’a dan perhatian yang selalu diberikan pada ananda.

6. Staf Departemen EPS (ESL) Mbak Pini, Mbak Santi, Mbak Sofi, Pak Husein, Pak Dayat dan Pak Basir

7. Khusus Untuk Kalian:

a) Buat si Cantik V3 atas kesetiaan, kesabaran dan supportnya.

b) Nana, Deli, Kevin, Yudi, Aji (temen se-kostan) serta Oween, Mayang, Maya, Risti, Evie, Ella, Tita, Ade, Yanti, Lina, Rolas, Santi, Chian, Ave, Irak, Uchie, Wulan, Rahma, Vidya, Mba’Erna, T’V3, Sari, Mail, Galih, B-jey, Pam2, To2, Jimmy dan Agiez atas dukungan, bantuan, persahabatan, perhatian, dan kepeduliannya serta rekan-rekan EPS 41 seluruhnya, sungguh indah ketika persahabatan ini tiada pernah terpisahkan ruang dan waktu.

c) Semua pihak yang luput dari ingatan. Jasa kalian tetap tercatat di sisi Allah. Terima kasih.


(21)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 6

1.3 Tujuan Penelitian... 8

1.4 Kegunaan Penelitian... 8

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi ... 10

2.1.1 Pertumbuhan Regional ... 10

2.1.2 Pembangunan Ekonomi... 12

2.2 Konsep Kesenjangan ... 14

2.3 Penelitian Terdahulu... 18

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis... 23

3.1.1 Pendapatan Regional: Cara Pengukuran ... 23

3.1.2 Kesenjangan: Cara Pengukuran ... 24

3.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Kesenjangan Pembangunan Ekonomi... 26

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 30

3.3 Hipotesis Penelitian... 34

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data ... 35

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 35

4.3 Metode Analisis Data ... 36

4.3.1 Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 36

4.3.2 Analisis Tingkat Kesenjangan ... 38

4.3.3 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah... 39

4.3.3.1 Uji Kriteria Ekonomi dan Statistik ... 41

4.3.3.2 Uji Ekonometrika... 43


(22)

V. GAMBARAN UMUM

5.1 Keadaan Geografi... 47 5.2 Keadaan Ekonomi ... 48

5.2.1 Perkembangan PDRB Propinsi Jawa Barat... 48 . 5.2.2 Perkembangan Investasi dan Penanaman Modal Propinsi Jawa

Barat... 48 5.2.3 Perdagangan dan Perindustrian ... 49

5.3 Kependudukan dan Ketenagakerjaan ... 50 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Pola Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 53 6.2 Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah, Trend

Kesenjangan dan Hipotesis Kuznets ... 60 6.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan

Ekonomi Antar Daerah... 64 6.3.1 Uji Multikolinearitas ... 68 6.3.2 Uji Heteroskedastisitas ... 69 6.3.3 Uji Autokorelasi... 69 6.3.4 Uji Normalitas... 69 6.4 Implikasi Kebijakan ... 70 VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan... 73 7.2 Saran... 73 DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN


(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Indonesia

Tahun 1997-2006 ... 3 2. Kontribusi KBI dan KTI Terhadap PDB dan Pertumbuhan PDB,

2001-2004 (Persen) ... 5 3. Indeks Ketimpangan Pendapatan Penelitian Terdahulu ... 19 4. Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian ... 35 5. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Modal

Asing di Jawa Barat ... 49 6. Sarana Perdagangan Di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Pasar ... 50 7. Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB per Kapita

Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat ... 54 8. Pola Pembangunan Ekonomi Propinsi Jawa Barat Menurut

Klasen Typologi... 55 9. Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa

Barat T.A. 2001-2006 (Milyar Rupiah) ... 59 10. Indeks Williamson antar daerah di Propinsi Jawa Barat,

1996-2006... 61 11. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah ... 65 12. Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas Model Kesenjangan

(LNIW)... 68 13. Hasil Estimasi Uji Heteroskedastisitas Model Kesenjangan

(LNIW)... 69 14. Hasil Estimasi Uji Autokorelasi Model Kesenjangan (LNIW)... 69


(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman 1. Kurva “U” Terbalik (Hipotesis Kuznets) ... 17 2. Kurva Lorenz... 25

3. Kerangka Pemikiran Operasional... 33 4. Perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN... 49 5. Trend Kesenjangan Ekonomi di Propinsi Jawa Barat ... 63 6. Hipotesis Kuznets ... 64


(25)

I . PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan pembangunan nasional pada dasarnya adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, baik secara materil maupun spiritual. Tujuan tersebut pada hakekatnya dapat dilakukan dengan cara: memperluas lapangan kerja, meningkatkan dan memeratakan pendapatan per kapita, menjalin hubungan ekonomi antar daerah dengan tujuan memperkecil jurang pemisah antara daerah maju dengan daerah tertinggal, serta mengupayakan pergeseran perekonomian dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pemerintah menjalankan berbagai program pembangunan ekonomi. Dalam menjalankan program pembangunan tidak luput dari tantangan utama pembangunan, yaitu memperbaiki kualitas kehidupan (Todaro, 2004). Terutama di negara-negara paling miskin, kualitas hidup yang lebih baik memang mensyaratkan adanya pendapatan yang lebih tinggi. Pendapatan yang lebih tinggi hanya merupakan salah satu dari sekian banyak syarat yang harus dipenuhi. Hal lain yang harus diperjuangkan, yakni pendidikan, standar kesehatan dan nutrisi, pemberantasan kemiskinan, perbaikan lingkungan hidup, pemerataan kesempatan, kebebasan individual dan pelestarian ragam kehidupan budaya.

Dampak yang sering terlupakan dari kebijakan pembangunan ekonomi adalah kesenjangan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Perhatian terhadap masalah kesenjangan timbul karena adanya kecenderungan bahwa kebijakan pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan semakin


(26)

tingginya tingkat kesenjangan yang terjadi. Hal inilah yang sedang dihadapi oleh negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali Indonesia (Tambunan, 2003). Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki keanekaragaman sosial, ekonomi, budaya dan karakteristik wilayah, sehingga mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap terciptanya pola pembangunan ekonomi. Keberagaman ini memberikan perbedaan dalam karakteristik faktor-faktor produksi yang dimiliki. Seringkali kebijakan nasional pembangunan ekonomi sulit mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan di semua daerah yang memiliki karakteristik berbeda. Dampak dari keberagaman ini mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh dengan cepat sementara wilayah lainnya tumbuh lambat, sehingga kemampuan ini akan menyebabkan terjadinya kesenjangan dalam pembangunan dan pendapatan antar daerah.

Keadaan seperti ini telah dialami oleh bangsa Indonesia sejak awal proses pembangunan dimasa Orde Baru. Para pembuat kebijakan dan perencana pembangunan ekonomi masih percaya bahwa proses pembangunan ekonomi pada awalnya terpusat di Jawa dan hanya sektor tertentu saja. Kebijakan tersebut diharapkan akan menghasilkan trickle down effects. Namun ternyata efek tersebut kecil atau bahkan sama sekali tidak ada (prosesnya sangat lambat). Akibat strategi tersebut, tingkat kesenjangan ekonomi Indonesia dalam pembagian pendapatan nasional justru semakin besar dan jumlah orang miskin tetap banyak. Keadaan tersebut bahkan meningkat tajam sejak krisis ekonomi tahun 1997 (Tambunan, 2003).

Menurut BPS (2006), telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin dari 54,2 juta jiwa (40,1 persen) pada tahun 1976 menjadi 22,6 juta jiwa (17,47


(27)

persen) di tahun 1996. Walaupun demikian, ketika krisis multi-dimensi melanda Bangsa Indonesia, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi dua kali lipat, yaitu 49,5 juta jiwa (24,23 persen) pada tahun 1998. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2002, 2003, 2004, dan 2005 cenderung menurun, masing-masing 38,40 juta jiwa (18,20 persen), 37,3 juta jiwa (17,40 persen), 36,20 juta jiwa (16,66 persen), dan 35,1 juta jiwa (15,9 persen). Namun pada tahun 2006 meningkat kembali menjadi 39,30 juta jiwa (17,75 persen). Berikut merupakan tabel yang menunjukan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dan jumlah penduduk miskin tahun 1997-2006.

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Indonesia Tahun 1997-2006

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Proses pembangunan yang dilaksanakan pada masa Orde Baru bersifat sentralistik, sehingga terjadi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah. Kesenjangan ini telah menimbulkan ketidakpuasan daerah dan kritik bukan sehubungan dengan pertumbuhan yang telah dicapai, akan tetapi karena perkembangan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi kurang mampu menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.

Tahun Pertumbuhan Ekonomi (persen) Jumlah penduduk miskin (juta)

1997 4,7 34,5

1998 -13,1 49,5

1999 0,8 48,4

2000 4,9 38,7

2001 3,3 37,9

2002 3,7 38,4

2003 4,1 37,3

2004 5,05 36,2

2005 5,60 35,1


(28)

Dua arus utama (dual trend) di dunia saat ini adalah begitu dahsyatnya gelombang globalisasi disatu sisi dan menguatnya regionalisasi atau desentralisasi di sisi lain, sehingga suatu unit daerah yang dikategorikan sebagai sub-nasional unit suatu ketika akan berhadapan langsung dengan dunia internasional (Tadjoeddin, et al., 2001). Keberhasilan dalam menghadapi dual trend itu sangat tergantung pada bagaimana sebuah negara dikelola dengan pilihan kebijakan yang sesuai. Di Indonesia, ketika arus globalisasi semakin meningkat, semangat regionalisasi dari berbagai daerah muncul, terutama daerah-daerah yang mempunyai kekayaan sumberdaya alam yang melimpah. Semangat tersebut muncul sebagai wujud perlawanan terhadap sentralisasi akibat tidak adanya rasa keadilan dalam pembangunan antar daerah. Perlawanan tersebut kemudian berujung dengan diterapkannya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah, yaitu Undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.Undang-undang ini kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.

Dalam kaitannya dengan kesenjangan kinerja ekonomi antar daerah, dalam periode 2001-2004 (setelah diterapkannya UU Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal), ternyata terdapat kecenderungan semakin melebarnya kesenjangan antar wilayah. Sebagai ilustrasi, kontribusi PDB dari Kawasan Barat Indonesia (KBI) pada tahun 2001 adalah sebesar 82,7 persen, sedangkan pada tahun 2004 kontribusi KBI meningkat menjadi 82,9 persen. Sebaliknya untuk Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada tahun 2001 hanya menyumbang 17,3 persen untuk PDB nasional, dan pada tahun 2004 kontribusi PDB dari KTI terhadap PDB nasional


(29)

menurun menjadi 17,1 persen (Tabel 2). Kesenjangan distribusi pendapatan tersebut juga dapat dirasakan dan terjadi antar pulau, antara daerah perdesaan dan perkotaan (Siregar, 2006)1.

Tabel 2. Kontribusi KBI dan KTI terhadap PDB dan Pertumbuhan PDB, 2001-2004 (persen)

Kawasan Struktur

(Kontribusi terhadap PDB) Kontribusi terhadap Pertumbuhan 2001 2002 2003 2004 2001 2002 2003 2004 KBI 82,7 82,6 82,7 82,9 86,6 86,5 87,2 87,7 KTI 17,3 17,4 17,3 17,1 13,4 13,5 12,8 12,3

Sumber: Siregar, 2006

Di Era Otonomi Daerah sekarang ini, hendaknya pembangunan yang dilakukan dapat menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat dengan rasa keadilan. Adanya Otonomi Daerah diharapkan dapat mengurangi kesenjangan pembangunan dan kesenjangan pendapatan baik antar daerah maupun dalam daerah itu sendiri.

Propinsi Jawa Barat sebagai Propinsi yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak atau menempatkan urutan pertama dari Propinsi-Propinsi di Indonesia. Total jumlah penduduk Propinsi Jawa Barat yaitu 39.649 ribu jiwa (17,84 persen) dari penduduk Indonesia. Jika dilihat dari kepadatan penduduknya, Propinsi Jawa Barat sebagai urutan kedua paling tinggi setelah DKI Jakarta2. Dengan kepadatan dan jumlah penduduk yang tinggi ini, kesenjangan ekonomi antar daerah di Jawa Barat masih merupakan kondisi nyata yang sampai saat ini masih dirasakan oleh masyarakat. Dalam hal ini dapat dilihat dari perbedaan tingkat kemajuan antar

1

“Aspek Ekonomi dalam Perencanaan Pembangunan Pertanian Daerah”Disampaikan pada Pelatihan “Apresiasi Perencanaan Pembangunan Pertanian Daerah Bagi Pemandu Teknologi Mendukung Prima Tani” di Cisarua Bogor, 19-25 November 2006.

2


(30)

daerah, perbedaan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), dan besarnya tingkat pengangguran yang terjadi. Untuk itu perlu adanya studi lebih lanjut yang dapat memberikan gambaran umum mengenai kondisi kesenjangan pembangunan ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat.

1.2 Perumusan Masalah

Kesenjangan pembangunan selama ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk, aspek dan dimensi. Bukan hanya kesenjangan dari hasil pembangunan, misalnya dalam hal pendapatan perkapita atau pendapatan daerah, tetapi juga kesenjangan kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata-mata berupa kesenjangan spasial atau antar daerah akan tetapi juga berupa kesenjangan sektoral dan kesenjangan regional. Beberapa bukti yang menunjukan bahwa kesenjangan masih menjadi hal yang nyata, seperti munculnya kawasan-kawasan kumuh (slumps) di tengah beberapa kota besar, serta adanya kantong-kantong permukiman mewah di tepian kota atau perdesaan dan perbedaan gaya hidup masyarakat yang merupakan bukti lain dari adanya kesenjangan.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah, yaitu Undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Undang-undang ini kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Setiap daerah dituntut untuk mampu mengelola potensi daerah yang dimilikinya secara tepat, sehingga akan mendorong terciptanya proses pembangunan dengan tingkat pemerataan yang baik dan dibarengi oleh


(31)

pertumbuhan yang baik pula. Dengan demikian kesenjangan pembangunan dan hasil-hasilnya serta pendapatan antar golongan ataupun daerah akan semakin menurun.

Paling sedikit ada empat faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi interregional, yakni (Rum Alim, 2006) : (1). sebaran sumber daya alam yang tidak merata, (2). sebaran penduduk yang tidak merata, baik kuantitas maupun kualitasnya, (3). lingkungan usaha yang tidak sama, dan (4). perbedaan aktifitas ekonomi.

Khusus di Propinsi Jawa Barat dalam mengatasi masalah kesenjangan, perlu adanya penelitian yang dapat memberikan gambaran secara nyata mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi, sehingga kebijakan yang akan dilaksanakan dapat berjalan dan sesuai dengan tujuan dari pembangunan nasional.

Berdasarkan pada penjelasan sebelumnya, seperti yang ada pada latar belakang masalah dan yang berkaitan dengan penelitian ini, maka dapat dirumuskan beberapa masalah di bawah ini:

1. Bagaimana pola pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat?

2. Seberapa besar tingkat kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat?

3. Faktor-faktor apa saja yang secara signifikan mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat?


(32)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, penelitian ini mempunyai tujuan adalah sebagai berikut:

1. mengidentifikasi daerah-daerah yang mengalami kemajuan selama periode analisis;

2. mengukur dan menganalisis tingkat kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat;

3. menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat;

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini sangat berguna untuk menganalisis perekonomian wilayah serta menyusun rencana yang komprehensif pembangunan ekonomi yang sesuai dengan potensi wilayah di Propinsi Jawa Barat. Selain itu, hasil dari penelitian ini sangat berguna untuk mengevaluasi kegiatan perekonomian dan menyusun kebijaksanaan baru untuk pelaksanaan pembangunan di Era Otonomi Daerah.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat Periode 1996-2006. Hal yang dibahas dalam penelitian ini adalah khusus kesenjangan dilihat dari sudut ekonomi. Dengan semikian, kesenjangan sosial ataupun pembangunan fisik tidak tercakup dalam penelitian ini. Dari sudut ekonomi pun karena keterbatasan


(33)

yang ada, lingkup penelitian dikhususkan pada PDRB. Kesenjangan yang lain, misalnya dalam pembagian PDRB terhadap golongan pelaku ekonomi tidak dibahas.


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi 2.1.1 Pertumbuhan Regional

Terdapat tiga model yang umum digunakan untuk menganalisa masalah regional, yaitu model-model Harrod-Domar, Neo-klasik dan Basis ekspor untuk pertumbuhan regional.

Dalam keseimbangan, tabungan direncanakan terus-menerus sama dengan investasi yang direncanakan (S=I), berkenaan dengan K (tingkat pertumbuhan modal) kita dapat merumuskan:

I/K = S/K = S/Y . Y/K = s/v

dimana I = investasi, S = tabungan, K = modal, Y = output, s = hasrat menabung, dan v = rasio modal-output.

Model pertumbuhan Harrod-Domar dapat digunakan untuk menganalisa pertumbuhan regional dengan memperhitungkan perpindahan modal dan tenaga kerja interregional (Richardson, 1991). Daerah-daerah yang memiliki hasrat tabungan tinggi akan bertumbuh semakin cepat dan apabila rasio modal-output semakin rendah. Impor modal netto adalah tambahan kepada tabungan total suatu daerah, dengan demikian daerah-daerah yang mempunyai surplus impor dapat bertumbuh lebih cepat daripada daerah lain. Daerah-daerah yang mengalami imigrasi netto juga akan bertumbuh lebih cepat daripada daerah-daerah lain. Pertumbuhan yang mantap memerlukan dipenuhinya syarat bahwa modal dan tenaga kerja harus bertumbuh dengan tingkat yang sama. Jika daerah-daerah yang bertumbuh cepat tidak mempunyai tingkat tabungan yang sangat tinggi dan


(35)

tingkat pertambahan alamiah yang tinggi, maka menurut prediksi dari model Harrod-Domar daerah-daerah tersebut akan cenderung untuk mengimpor modal dan tenaga kerja.

Dalam model Neo-klasik tingkat pertumbuhan terdiri dari tiga sumber yaitu: akumulasi modal, penawaran tenaga kerja dan residu—yang dapat dinamakan sebagai kemajuan teknik (Richardson, 1991). Jika diasumsikan bahwa tingkat kemajuan teknik adalah fungsi dari waktu, maka dari fungsi produksi:

Y

i

= f

i

(K,L,t)

dapat diturunkan rumus persamaan pertumbuhan

y

i

=

a

i

k

i

+ (I- a

i

)n

i

+ T

i

dimana y, k, n dan T masing-masing adalah tingkat pertumbuhan output, tingkat pertumbuhan modal, tingkat pertumbuhan tenaga kerja dan kemajuan teknik. a = bagian yang dihasilkan oleh faktor modal (atau produk marginal dari modal

)

dan jika kita mengasumsikan hasil skala yang konstan (constant return

to scale) maka (I – a) = bagian pendapatan yang dihasilkan oleh tenaga kerja,

(yakni

).

Menurut model Basis Ekspor, pertumbuhan suatu daerah adalah tergantung pada pertumbuhan industri-industri ekspornya dan kenaikan permintaan yang bersifat ekstern bagi daerah yang bersangkutan adalah penentu pokok dari pertumbuhan regional. Sektor-sektor perekonomian suatu daerah dikelompokan menjadi sektor basis dan non basis. Sektor basis merupakan sektor yang memiliki keunggulan komparatif (dibanding daerah lain dalam lingkup wilayah yang lebih luas dengan sasaran utama untuk diekspor ke daerah lain).


(36)

2.1.2 Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi tidak dapat secara sederhana diartikan dengan pertumbuhan ataupun industrialisasi. Pembangunan ekonomi berarti pertumbuhan ditambah dengan terjadinya perubahan-perubahan (growth plus change), karena adanya dimensi-dimensi kualitatif yang cukup penting dalam proses pembangunan tersebut. Disadari bahwa dalam proses pembangunan seringkali terjadi dampak yang tidak diinginkan oleh masyarakat, seperti kesenjangan dalam distribusi pendapatan, ketidakadilan dan kemiskinan.

Meier menyebutkan pembangunan ekonomi sebagai,...the process where by the real per capita income of a country increases over a long period of time –

subject to the stipulations that the number below an ‘absolute poverty line’ does

not increase, and that the distribution of income does not become more unequal

(Meier, 1984:6).Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa indikator keberhasilan suatu pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan, adanya pemerataan dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya (PEP-LIPI, 2001).

Sukirno (1985) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk sesuatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Berdasarkan dari definisi tersebut, pembangunan ekonomi merupakan: (i) suatu proses, yang berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus, (ii) usaha untuk menaikan tingkat pendapatan perkapita, dan (iii) kenaikan pendapatan per kapita itu harus terus

berlangsung dalam jangka panjang (Prayitno, H dan Budi Santoso, 1996).

Pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai suatu proses supaya saling berkaitan dan hubungan saling mempengaruhi antar faktor-faktor yang


(37)

menghasilkan pembangunan ekonomi dapat dilihat. Selanjutnya pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan perkapita, karena kenaikan ini merupakan suatu pencerminan dari timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat. Indikator dari laju pertumbuhan ekonomi suatu negara salah satunya ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto atau Produk Nasional Bruto.

Dengan demikian, pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur

sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun spiritual (Todaro, 2004).

Beberapa ahli ekonomi membedakan pengertian pembangunan ekonomi (economic development) dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Ahli-ahli ekonomi yang membedakan kedua-dua pengertian tersebut mengartikan istilah pembangunan ekonomi sebagai (i) peningkatan dalam pendapatan perkapita masyarakat, yaitu tingkat pertambahan GDP pada suatu tahun tertentu adalah melebihi dari tingkat pertambahan penduduk, atau (ii) perkembangan GDP yang berlaku dalam suatu masyarakat dibarengi oleh perombakan dan modernisasi dalam struktur ekonominya, yang pada umumnya masih bercorak tradisionil.


(38)

Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan dalam GDP, tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil daripada tingkat pertambahan penduduk, atau apakah perubahan dalam struktur ekonomi berlaku atau tidak3.

Keberhasilan pembangunan ekonomi menurut Todaro (2004) ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu : (1) perkembangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya basic needs, (2) meningkatkan rasa harga diri self-esteem masyarakat sebagai manusia, dan (3) meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih freedom from servitude yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Ketiga hal tersebut merupakan tujuan pokok yang harus digapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi (bentuk) dihampir semua masyarakat dan budaya sepanjang jaman.

2.2 Konsep Kesenjangan

Dua model pertama (Harrod-Domar dan Neo Klasik) memberikan perhatian khusus pada peranan kapital yang dapat direpresentasikan dengan kegiatan investasi yang ditanamkan pada suatu daerah. Dalam hal ini, kemampuan daerah untuk menarik kapital jelas sangat beragam sehingga akan berpengaruh pada kemampuan daerah untuk bertumbuh sekaligus menciptakan perbedaan dalam kemampuan menghasilkan pendapatan. Ketidakmerataan timbul, dimana

3


(39)

daerah-daerah yang relatif maju akan bertumbuh semakin cepat sementara daerah yang relatif kurang maju tingkat pertumbuhannya juga lambat.

Adanya perbedaan kemajuan antar daerah dijelaskan Myrdal dalam teorinya, Myrdal berpendapat bahwa pembangunan ekonomi menghasilkan suatu proses sebab-menyebab sirkuler yang membuat si kaya mendapat keuntungan semakin banyak, dan mereka yang tertinggal menjadi semakin terhambat. Dampak balik (backwash effects) cenderung membesar dan dampak sebar (spread effects) cenderung mengecil. Secara kumulatif kecenderungan ini semakin memburuk ketimpangan internasional dan menyebabkan ketimpangan regional diantara negara-negara terbelakang (Jhingan, 2003).

Myrdal membangun teori keterbelakangan dan pembangunan ekonominya di sekitar ide ketimpangan regional pada taraf nasional dan internasional. Untuk menjelaskan hal itu ia memakai ide “backwash effects dan spread effects”. backwash effects didefinisikannya sebagai “semua perubahan yang bersifat

merugikan...dari ekspansi ekonomi di suatu tempat...karena sebab-sebab di luar tempat itu. Dalam istilah ini, Jhingan (2003) memasukan dampak migrasi, perpindahan modal dan perdagangan serta keseluruhan dampak yang timbul dari proses sebab-musabab sirkuler antara faktor-faktor baik “nonekonomi” maupun “ekonomi”. Spread effects merujuk pada dampak momentum pembangunan yang menyebar secara sentrifugal dari pusat pengembangan ekonomi ke wilayah-wilayah lainnya. Sebab utama ketimpangan regional menurut Myrdal adalah kuatnya dampak balik (backwash effects) dan lemahnya dampak sebar (Spread effects) di negara terbelakang.


(40)

Perpindahan modal cenderung meningkatkan ketimpangan regional, di wilayah maju permintaan yang meningkat akan merangsang investasi yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan menyebabkan putaran kedua investasi dan seterusnya. Lingkup investasi yang lebih baik pada sentra-sentra perkembangan dapat menciptakan kelangkaan modal di wilayah terbelakang.

Demikian Pula perdagangan akan cenderung menguntungkan wilayah maju dan merugikan wilayah kurang maju. Pembangunan industri di wilayah pertama dapat menghancurkan industri yang ada di wilayah terbelakang dan wilayah yang lebih miskin tetap menjadi wilayah agraris4.

Berdasarkan tingkat kemajuannya, wilayah-wilayah dalam suatu negara dapat dikelompokan secara ringkas sebagai berikut (Hanafiah, 1988):

1. Wilayah yang terlalu maju, terutama kota-kota besar dimana terdapat batas pertumbuhan atau polarisasi.

2. Wilayah netral, dicirikan dengan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi, tidak ada kesesakan dan tekanan ongkos sosial. Wilayah ini merupakan satelit bagi wilayah yang telah maju.

3. Wilayah sedang, dicirikan oleh distribusi pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif baik dan gambaran kombinasi antara daerah maju dan daerah kurang maju, dimana ditemui pula pengangguran dan kelompok masyarakat miskin.

4


(41)

4. Wilayah kurang berkembang, dicirikan dengan tingkat pertumbuhan yang jauh dibawah tingkat pertumbuhan nasional dan tidak ada tanda-tanda untuk mengejar pertumbuhan dan pembangunan nasional.

5. Wilayah tidak berkembang, dicirikan oleh industri modern tidak pernah dapat berkembang dalam berbagai skala. Umumnya ditandai oleh daerah pertanian dengan usahatani subsisten dan kecil, berpenduduk jarang dan tersebar dan tidak terdapat kota atau konsentrasi permukiman yang relatif besar.

Berdasarkan perbedaan kemajuan suatu wilayah untuk tumbuh, maka akan timbul suatu trade-off antara pertumbuhan dan kesenjangan ekonomi atau berdasarkan kerangka pemikiran yang melandasi “Hipotesis Kuznets”. Dengan memakai data lintas negara dan data deret waktu dari sejumlah survei atau observasi di setiap negara, Simon Kuznets menemukan adanya suatu relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita yang berbentuk U terbalik. Pada awal proses pembangunan, ketimpangan pendapatan bertambah besar sebagai akibat dari proses urbanisasi dan industrialisasi, namun setelah itu pada tingkat pembangunan yang lebih tinggi atau akhir dari proses pembangunan ketimpangan menurun, yakni pada saat sektor industri di perkotaan sudah dapat menyerap sebagian besar dari L yang datang dari pedesaan (sektor pertanian), atau pada saat pangsa pertanian lebih kecil di dalam produksi dan penciptaan pendapatan (Tambunan, 2003).

Tingkat Kesenjangan

0 Tingkat Pendapatan Per Kapita (Tingkat Pembangunan) Periode


(42)

Gambar 1. Kurva “U” Terbalik (Hipotesis Kuznets)

Sumber: Tambunan, 2003

2.3 Penelitian Terdahulu

Perhatian utama mengenai kesenjangan di tingkat nasional mulai dilakukan pada awal tahun 1970-an. Tim peneliti dibawah Asmara merupakan pelopor dalam hal ini. Kesimpulan umum yang dicapai oleh Asmara adalah bahwa kesenjangan antar daerah cukup menonjol, terutama yang berkaitan dengan sumberdaya alam, tingkat produktivitas perkapita, kualitas tenaga kerja, dan efisiensi penggunaan sumberdaya dan organisasi (Lay, 1993).

Penelitian mengenai ketimpangan pendapatan untuk tingkat nasional pernah dilakukan oleh Uppal dan Handoko (1986) dalam Supriantoro (2005) dengan menggunakan formulasi Williamson (CVw) untuk tahun 1976-1980. Uppal dan Handoko mengukur ketimpangan pendapatan di Indonesia dengan menggunakan PDRB diluar sektor pertambangan. Mereka menyimpulkan bahwa terdapat tendensi menurunnya tingkat ketimpangan pendapatan, pola pertumbuhan belum mengarah pada perbaikan ketimpangan dan faktor yang cenderung menurunkan ketimpangan pendapatan adalah anggaran belanja pemerintah pusat dan bantuan kepada Propinsi.

Tadjoeddin (1996) juga mengukur ketimpangan pendapatan nasional dengan menggunakan konsep pengukuran yang sama dengan diatas untuk periode


(43)

1984-1993. Hasil yang diperolehnya menunjukan bahwa terjadi peningkatan ketimpangan pendapatan selama periode analisis. Tadjoeddin, et al, (2001) melakukan penelitian untuk mengukur tingkat ketimpangan nasional untuk tahun 1993-1998. Ketimpangan dihitung dengan menggunakan PDRB perkapita menurut Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia berdasarkan harga tahun 1993. Hasil yang diperoleh menunjukan tingkat ketimpangan yang semakin meningkat.

Sjafrizal (2000) dalam Tambunan (2003), menganalisis ketimpangan antara Indonesia Kawasan Barat (IKB) dan Indonesia Kawasan Timur (IKT) dengan memakai data PDRB untuk periode 1971-1998. Dengan menggunakan formulasi yang sama, hasil yang diperoleh menunjukan adanya tendensi peningkatan ketimpangan ekonomi antara Propinsi di Indonesia sejak awal 1970-an.

Tabel 3. Indeks Ketimpangan Pendapatan Penelitian Terdahulu Diluar Migas

Tahun Uppal &

Handoko Tadjoeddin Tadjoeddin, et al. Sjafrizal

1971 0,396

1972 0,406

1973 0,415

1974 0,483

1975 0,462

1976 0,4631 0,415

1977 0,4609 0,396

1978 0,4344 0,429

1979 0,5240 0,417

1980 0, 4435 0,425

1981 0,445

1982 0,438

1983 0,498

1984 0,4875 0,515

1985 0,4714 0,494

1986 0,4600 0,474

1987 0,4567 0,471


(44)

1989 0,5632 0,493

1990 0,5385 0,484

1991 0,5392 0,536

1992 0,5442 0,535

1993 0,5489 0,923 0,544

1994 0,938 0,643

1995 0,962 0,653

1996 0,966 0,654

1997 0,982 0,671

1998 0,965 0,605

Sumber: Uppal dan Handoko (1986) dalam Supriantoro (2005) dan Tadjoeddin (1996) dan Tadjoeddin, et al, (2001) dan Sjafrizal (2000) dalam Tambunan (2003).

Selain itu, penelitian tentang kesenjangan dilakukan oleh Puspandika (2007) dengan judul Analisis Ketimpangan Pembangunan di Era Otonomi Daerah: Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat. Alat analisis yang digunakan adalah perangkat lunak Microsoft Excel 2003, E-views 5.1 dan SPSS 13.0. Data yang digunakan berupa PDRB per kapita menurut Propinsi berdasarkan harga konstan tahun 2000, jumlah penduduk menurut Propinsi, data IPM beserta komponen-komponennya.

Berdasarkan penelitiannya menunjukan bahwa nilai indeks ketimpangan pendapatan antar Propinsi di Indonesia pada tahun 2001-2005 berada pada tingkat yang tinggi dan faktor yang paling berpengaruh terhadap pembangunan manusia adalah pengeluaran riil per kapita. Sedangkan PDRB per kapita tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia dan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia tidak terdapat hubungan kausalitas, tetapi korelasi antara keduanya bersifat positif.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tasri et al, (2005) mengenai kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah tingkat II di Propinsi Sumatera Barat tahun 1985-2003 dengan menggunakan indeks Williamson. Data yang digunakan berupa PDRB, PDRB perkapita dan kontribusi sektor-sektor dalam


(45)

penelitiannya. Hasil yang diperolehnya menunjukan bahwa kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah tingkat II di Propinsi Sumatera Barat tahun 1985-2003 berdasarkan indeks Williamson tidak terlalu bervariasi. Selain itu, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesenjangan ekonomi antar daerah tingkat II di Sumatera Barat tahun 1985-2003 yang berpengaruh positif adalah sektor perdagangan, sementara variabel pengeluaran pemerintah dan tingkat PDRB tidak berpengaruh positif.

Penelitian mengenai kesenjangan pernah juga dilakukan oleh Resosudarmo, Budy P dan Yogi Vidyattama (2006) dalam jurnalnya yang berjudul Regional Income Disparity In Indonesia pada periode 1993-2002. Data yang digunakan dalam penelitiannya adalah data panel dari beberapa publikasi BPS, BI dan dinas-dinas terkait lainnya. Teknik yang digunakan adalah model spesifikasi umum OLS untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pendapatan perkapita Propinsi di Indonesia.

Hasil penelitiannya menunjukan bahwa: (1). tingkat kesenjangan pendapatan perkapita Propinsi Indonesia relatif tinggi dan bahkan lebih tinggi daripada Pakistan, Meksiko, Philipina dan Cina pada pertengahan tahun 90-an, (2). Terjadi pemusatan pertumbuhan GDP Propinsi secara meluas dengan nilai t-statistik -11,33 pada taraf nyata satu persen, (3). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pendapatan perkapita Propinsi Indonesia adalah perdagangan bebas dan kontribusi dari gas dan minyak yang signifikan positif pada taraf nyata lima persen dan satu persen. Variabel investasi pemerintah Propinsi bersifat signifikan positif dan investasi pemerintah daerah bersifat signifikan negatif. Sementara variabel tingkat akumulasi human capital (tabungan human capital), tingkat


(46)

pertumbuhan penduduk Propinsi, investasi luar negeri dan koefisien gini tidak secara signifikan mempengaruhi terhadap tingkat pertumbuhan.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang membedakan pada penelitian ini adalah waktu, tempat, serta untuk melihat dan menganalisis faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat periode 1996-2006.


(47)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Pendapatan Regional: Cara Pengukuran

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai kesenjangan pembangunan antar daerah adalah output regional (pendekatan produksi) yang sangat terkait dengan area tertentu. Dalam hal ini kabupaten/kota digunakan sebagai satuan terkecil. Output regional disini dipresentasikan oleh Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita.

Untuk menghitung angka-angka PDRB ada 3 pendekatan yang dapat digunakan, dan dijelaskan sebagai berikut (BPS, 2000-2004):

1. Pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dikelompokan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yaitu: (1). Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2). Pertambangan dan penggalian, (3). Industri pengolahan, (4). Listrik, Gas dan air bersih, (5). Bangunan, (6). Perdagangan, hotel dan restoran, (7). Pengangkutan dan komunikasi, (8). Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (9). Jasa-jasa


(48)

termasuk jasa pelayanan pemerintah. Sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor.

2. Pendekatan pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji (balas jasa tenaga kerja), sewa tanah (balas jasa tanah), bunga modal (balas jasa modal) dan keuntungan (balas jasa kewiraswastaan/enterpreneurship); semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).

3. Pendekatan Pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: (1). Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) Konsumsi pemerintah, (3). Pembentukan modal tetap domestik bruto, (4). Perubahan stok dan (5). Ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor).

Secara konsep, tiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang sama. Jadi jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi. PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai PDRB atas dasar harga pasar, karena di dalamnya sudah dicakup pajak tak langsung. 3.1.2 Kesenjangan: Cara Pengukuran


(49)

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengukuran kesenjangan, yaitu: Kurva Lorenz, Koefisien Gini, indeks Theil, dan CVw (CV

Williamson).

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan di kalangan lapisan-lapisan penduduk, secara kumulatif pula. Misalkan informasi yang tersedia adalah pendapatan dan jumlah penduduk (bisa menggunakan unit terkecil, seperti individu atau kabupaten/kota). Langkah pertama adalah menyusun penduduk atau individu tersebut secara berurutan sesuai dengan tingkat pendapatan mereka. Kemudian, bergerak dari yang paling miskin sampai yang paling kaya, kurva lorenz akan memplotkan proporsi dari total pendapatan yang dikuasai oleh penduduk. Bentuk kurva lorenz, seperti pada gambar di bawah ini. Semakin luas daerah A berarti semakin tinggi derajat ketimpangan.

Gambar 2. Kurva Lorenz

Sumber: Tadjoeddin,et al, 2001

Koefisien gini adalah rasio antara daerah A dan segitiga OPQ, yang nilainya berkisar antara 0 dan 1. Nilai 0 berarti merata sempurna dan nilai 1, dimana kurva Lorenz berimpit dengan garis diagonal, nilai 1 berarti sempurna tidak merata dimana berarti daerah A sama luasnnya dengan segitiga OPQ.

Formula koefisien Gini adalah sebagai berikut (Tadjoeddin, et al, 2001): B

A

P

O 20 40 60 80 100 Q Pi, Penduduk (%)

100

80

60

40

20 Yi, Income

(%)

B A


(50)

G = 1 – (P

i

- P

i-1

) (Y

i

+ Y

i-1

)

Dimana:

G = koefisien Gini Pi = kumulatif penduduk di grup i

Yi = kumulatif pendapatan di grup i

Indeks Theil digunakan, jika penduduk dikelompokkan secara eksklusif menurut propinsi dan kabupaten, maka indeks Theil didefinisikan sebagai berikut:

Dimana:

Yij = total pendapatan di Propinsi i, grup j

Y = total pendapatan untuk Indonesia

= rata-rata pendapatan di Propinsi i, grup j = rata-rata pendapatan untuk Indonesia

CV Wiliamson (CVw) pada dasarnya sama dengan coefisien of variance (CV) biasa, dimana standar deviasi dibagi dengan rataan. Formulanya adalah sebagai berikut (Tadjoeddin, et al, 2001):

Dimana:

CVw = weighted coefisient of variation ni = penduduk di daerah i

n = penduduk total

= PDRB per kapita di daerah i

= rata-rata PDRB per kapita untuk semua daerah

3.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Kesenjangan Pembangunan Ekonomi

Kesenjangan antar daerah dalam suatu perekonomian nasional maupun regional merupakan fenomena dunia dan masih terjadi pada semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan


(51)

hal tersebut adalah struktur sosial ekonomi dan distribusi spasial dari sumberdaya bawaan (Adifa, 2007).

Sehubungan dengan hal tersebut, Hanafiah (1988) menyatakan bahwa secara alami tingkat pembangunan di berbagai wilayah dalam suatu daerah atau negara adalah tidak sama. Dengan demikian, dalam suatu wilayah tertentu dapat diidentifikasi adanya wilayah yang kaya, maju, dinamis dan berkembang serta wilayah yang miskin, tradisional, statis dan terbelakang. Wilayah yang kaya adalah wilayah yang mempunyai sumberdaya alam melimpah dan diikuti oleh kegiatan manusia yang tinggi sehingga berkembang menjadi wilayah yang maju. Sedangkan wilayah yang miskin adalah wilayah yang mempunyai sumberdaya alam yang terbatas dan kegiatan penduduk yang masih rendah sehingga wilayah tersebut lambat berkembang atau wilayah tersebut belum berkembang akibat sumberdaya alamnya yang belum dieksploitasi secara optimal dan berkelanjutan. Akibat adanya perbedaan tingkat perkembangan wilayah dan tingkat pembangunan dalam suatu wilayah atau daerah tertentu maka terjadi jurang kesejahteraan masyarakat antara wilayah kaya dan wilayah miskin. Apabila tidak ada campur tangan pemerintah secara aktif, keadaan tersebut akan bertambah buruk bagi corak pembangunan selanjutnya. Campur tangan pemerintah yang efektif akan mengatasi kekurangan penyediaan modal dan kapasitas teknologi di wilayah pendukung dalam proses pertumbuhan (Gerschenkron 1962 yang diacu Adifa 2007).

Menurut Murty 2000 dan Rustiadi et al. 2004 dalam Adifa (2007) secara umum penyebab terjadinya kesenjangan pembangunan antar sektor dan antar


(52)

wilayah antara lain faktor geografi, sejarah, politik, kebijakan pemerintah, administrasi, sosial dan ekonomi.

Secara geografis, pada suatu wilayah yang cukup luas akan terjadi perbedaan spasial baik jumlah maupun mutu sumberdaya mineral, sumberdaya pertanian, topografi, iklim, curah hujan dan sebagainya. Apabila wilayah tersebut mempunyai kondisi geografis yang baik, maka wilayah tersebut akan lebih berkembang.

Faktor sejarah memberikan inspirasi bahwa tingkat perkembangan suatu masyarakat dalam suatu wilayah cenderung tergantung pada apa yang telah dilakukan pada masa yang lalu. Bentuk organisasi/kelembangaan dan kehidupan perekonomian pada masa yang lalu merupakan penyebab yang cukup penting, terutama yang terkait dengan sistem insentif terhadap kapasitas kerja dan enterpreneurship.

Faktor instabilitas politik sangat mempengaruhi proses perkembangan dan pembangunan di suatu wilayah. Politik yang tidak stabil akan menyebabkan ketidakpastian atau keraguan orang atau investor untuk mengembangkan usaha atau menanamkan modal disuatu wilayah, sehingga wilayah tersebut tidak mengalami pertumbuhan. Sementara wilayah lain yang kondisinya relatif stabil dipilih untuk menginvestasikan modal tersebut (Rustiadi et al, 2004 dalam Adifa 2007).

Kesenjangan yang terjadi sebagai akibat kebijakan pemerintah, diantaranya kebijakan pembangunan nasional masa lalu yang menekankan pertumbuhan ekonomi dan membangun pusat-pusat pertumbuhan telah menimbulkan kesenjangan pembangunan yang luar biasa. Trickle down effect


(53)

yang diharapkan bisa terjadi, malah tergantikan oleh backwash effect dari wilayah terbelakang.

Kesenjangan pembangunan yang terjadi sebagai faktor administrasi, sering terjadi pada wilayah-wilayah yang mempunyai sumberdaya manusia yang menjalankan fungsi administrator tersinyalir kurang jujur, kurang terpelajar kurang terlatih dengan sistem administrasi yang kurang efisien. Sehingga pelayanan publik menjadi tidak efisien dan wilayah tersebut dipastikan tidak memiliki insentif untuk kegiatan investasi dan pertumbuhan wilayahnya pun menjadi stagnan.

Selanjutnya kesenjangan yang terjadi akibat faktor sosial, sering terjadi pada wilayah-wilayah yang masih tertinggal atau terisolasi dan masih kental dengan kehidupan atau kepercayaan-kepercayaan primitif/tradisional dan nilai-nilai sosial yang kontra produktif terhadap perkembangan ekonomi.

Selanjutnya Rustiadi et al 2004 dalam Adifa (2007) menyatakan bahwa kesenjangan pembangunan yang terjadi sebagai akibat dari faktor ekonomi, antara lain mencakup:

1) Perbedaan kuantitas dan kualitas faktor produksi yang dimiliki, seperti: lahan, tenaga kerja, modal, teknologi, infrastruktur, organisasi dan perusahaan.

2) Proses akumulasi dari berbagai faktor seperti lingkaran setan kemiskinan (Comulative causation of poverty propensity). Ada dua tipe lingkaran setan kemiskinan di wilayah-wilayah tertinggal. Pertama, sumberdaya terbatas dan ketertinggalan masyarakat menjadi sebab dan akibat dari kemiskinan. Kedua, kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidupnya


(54)

rendah, efisiensi rendah, investasi rendah, pengangguran meningkat dan pada akhirnya masyarakat menjadi semakin tertinggal.

3) Pengaruh pasar bebas yang berpengaruh pada spread effect dan backwash effect. Pengaruh atau kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan

faktor-faktor ekonomi (tenaga kerja, modal, perusahaan) dan aktifitas ekonomi (industri, perdagangan, perbankan dan asuransi) yang dalam ekonomi maju memberikan hasil (return) yang lebih besar cenderung terkonsentrasi di wilayah-wilayah berkembang (maju). Perkembangan wilayah-wilayah ini ternyata terjadi karena penyerapan sumberdaya dari wilayah-wilayah sekitarnya (backwash effect). Spread effect yang diharapkan terjadi, ternyata lebih lemah dibanding dengan backwash effect. Sebagai akibatnya wilayah-wilayah atau kawasan yang beruntung akan semakin berkembang sedangkan wilayah-wilayah atau kawasan yang kurang beruntung akan semakin tertinggal.

4) Terjadi distorsi pasar seperti immobilitas, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi, keterbatasan keterampilan tenaga kerja dan sebagainya.

Berdasarkan hal tersebut, penulis menyimpulkan bahwa kesenjangan pembangunan ekonomi/kesenjangan ekonomi antar daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: (a). PDRB, (c). besar kecilnya Penanaman Modal Asing (PMA), (d). besar kecilnya Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan (e). kontribusi dari sektor perdagangan.


(55)

Indonesia merupakan negara dengan tingkat kebhinekaan yang tinggi, dimana perbedaan antar daerah/wilayah merupakan suatu konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik alam, ekonomi, sosial dan budaya. Keanekaragaman tersebut menimbulkan pola pembangunan ekonomi yang sangat berbeda di masing-masing daerah, sehingga menimbulkan beberapa wilayah mampu tumbuh dengan cepat, sementara wilayah lainnya tumbuh dengan lambat. Perbedaan pada kemampuan untuk tumbuh tersebut, menimbulkan kesenjangan ekonomi seperti ketimpangan pendapatan antar golongan, antar sektor, antar wilayah, desa-kota, dan antar daerah dengan sumberdaya alam melimpah dan daerah dengan sumberdaya alam sedikit.

Sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, pembangunan ekonomi yang bersifat sentralistik pada masa Orde Baru sangat berpengaruh juga bagi pembangunan ekonomi Propinsi Jawa Barat. Dimana masalah kesenjangan merupakan dampak dari pembangunan ekonomi yang hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi tanpa menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat dengan rasa kesadilan. Kesenjangan merupakan masalah yang nyata dan masih dialami oleh masyarakat sekarang ini. Masalah kesenjangan memang tidak dapat dihilangkan, karena merupakan dampak balik (backwash effect) dari suatu kebijakan pembangunan ekonomi.

Berdasarkan hal diatas penelitian ini berupaya menjawab beberapa tujuan yaitu mengidentifikasi daerah-daerah yang mengalami kemajuan selama periode analisis dengan menggunakan Typologi Klasen. Sehingga dapat diketahuai Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat yang mengalami kemajuan/kemunduran pada masa pra Otonomi Daerah dan Otonomi Daerah.


(56)

Tujuan Selanjutnya akan mengukur dan menganalisis tingkat kesenjangan pembangunan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat. Untuk menjawab tujuan ini maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan formula Indeks Williamson (CVw). Dengan demikian dapat dilihat apakah tingkat kesenjangan yang terjadi selama periode analisis mengalami peningkatan atau penurunan.

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Propinsi Jawa Barat diformulasikan model ekonometrika tingkat kesenjangan yang merupakan persamaan linear berganda dan ditransformasikan dalam persamaan logaritma. Kemudian dilakukan metode OLS (Ordinary Least Square) untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi dengan software Eviews 4.1.

Kesenjangan bisa dikurangi dengan cara mengembangkan sektor-sektor ekonomi yang mempunyai potensi terhadap pembentukan PDRB dan mampu menyerap tenaga kerja yang besar. Selain itu perlu adanya perbaikan atau pengembangan terhadap faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan tersebut.

Diera otonomi daerah sekarang ini, masing-masing daerah dituntut untuk bisa mengembangkan perekonomian daerahnya sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Sehingga dapat mengurangi kesenjangan pembangunan ekonomi dan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan pembagian pendapatan yang merata bagi semua golongan dan lapisan masyarakat.


(57)

Keanekaragaman dalam Karakteristik wilayah

Pola Pembangunan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Jawa Barat

Indeks Williamson (CVw)

Regresi Linear Berganda Faktor-faktor yang

mempengaruhi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah

di Propinsi Jawa Barat

Rekomendasi/Masukan Pemerintah/ Pembuat Kebijakan

Pola Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Tingkat Kesenjangan Pembangunan Ekonomi

antar Daerah Di Propinsi Jawa Barat Typologi Klasen


(1)

Lampiran 9. Perhitungan Indeks Kesenjangan Williamson Tahun 2004

KABUPATEN/KOTA PDRB PENDUDUK

Kab. Bogor 23671429,23 3945411 5,9997 0,0885 0,0078 0,1008 0,0008

Kab. Sukabumi 6828320,51 2210091 3,0896 (2,8216) 7,9613 0,0565 0,4495

Kab. Cianjur 6569796,50 2079306 3,1596 (2,7516) 7,5712 0,0531 0,4022

Kab. Bandung 21574216,10 4134504 5,2181 (0,6931) 0,4804 0,1056 0,0507

Kab. Garut 8418445,43 2260478 3,7242 (2,1870) 4,7830 0,0578 0,2762

Kab. Tasikmalaya 4177562,24 1635661 2,5541 (3,3571) 11,2704 0,0418 0,4710

Kab. Ciamis 5514288,39 1522928 3,6208 (2,2903) 5,2457 0,0389 0,2041

Kab. Kuningan 3060811,58 1073172 2,8521 (3,0591) 9,3579 0,0274 0,2566

Kab. Cirebon 5976519,17 2084572 2,8670 (3,0442) 9,2669 0,0533 0,4935

Kab. Majalengka 3266587,07 1184760 2,7572 (3,1540) 9,9478 0,0303 0,3011

Kab. Sumedang 4311330,91 1043340 4,1322 (1,7789) 3,1647 0,0267 0,0844

Kab. Indramayu 13369131,43 1749170 7,6431 1,7319 2,9996 0,0447 0,1341

Kab. Subang 5587184,05 1406976 3,9711 (1,9401) 3,7641 0,0359 0,1353

Kab. Purwakarta 5547110,48 760220 7,2967 1,3855 1,9197 0,0194 0,0373

Kab. Karawang 13399811,81 1939674 6,9083 0,9971 0,9942 0,0496 0,0493

Kab. Bekasi 38927471,82 1917248 20,3038 14,3926 207,1480 0,0490 10,1468

Kota Bogor 3361438,93 833523 4,0328 (1,8784) 3,5283 0,0213 0,0751

Kota Sukabumi 1340714,15 278418 4,8155 (1,0957) 1,2006 0,0071 0,0085

Kota Bandung 19874812,94 2290464 8,6772 2,7660 7,6508 0,0585 0,4477

Kota Cirebon 4628701,61 276912 16,7154 10,8042 116,7315 0,0071 0,8258

Kota Bekasi 11112519,42 1931976 5,7519 (0,1593) 0,0254 0,0494 0,0013

Kota Depok 4440876,83 1353249 3,2816 (2,6295) 6,9145 0,0346 0,2391

Kota Cimahi 4898150,93 482763 10,1461 4,2349 17,9343 0,0123 0,2212

Kota Tasikmalaya 2833366,59 579128 4,8925 (1,0187) 1,0378 0,0148 0,0154

Kota Banjar 562184,33 166868 3,3690 (2,5422) 6,4625 0,0043 0,0276

Jumlah 223252782,45 39140812 147,7797 15,3546

Rata-rata 5,9112 0,6142


(2)

Lampiran 10. Perhitungan Indeks Kesenjangan Williamson Tahun 2005

KABUPATEN/KOTA PDRB PENDUDUK

Kab. Bogor 25056365,26 4100934 6,1099 0,0450 0,0020 0,1026 0,0002

Kab. Sukabumi 7125599,90 2224993 3,2025 (2,8624) 8,1935 0,0557 0,4562

Kab. Cianjur 6820520,45 2098644 3,2500 (2,8150) 7,9241 0,0525 0,4162

Kab. Bandung 22772291,24 4263934 5,3407 (0,7243) 0,5246 0,1067 0,0560

Kab. Garut 8768410,50 2321070 3,7777 (2,2872) 5,2313 0,0581 0,3039

Kab. Tasikmalaya 4337406,07 1693479 2,5612 (3,5037) 12,2760 0,0424 0,5202

Kab. Ciamis 5766617,53 1542661 3,7381 (2,3269) 5,4142 0,0386 0,2090

Kab. Kuningan 3181732,45 1096848 2,9008 (3,1642) 10,0119 0,0274 0,2748

Kab. Cirebon 6278806,22 2107918 2,9787 (3,0863) 9,5251 0,0527 0,5024

Kab. Majalengka 3412459,57 1191490 2,8640 (3,2009) 10,2459 0,0298 0,3055

Kab. Sumedang 4506200,56 1067361 4,2218 (1,8431) 3,3971 0,0267 0,0907

Kab. Indramayu 12323269,39 1760286 7,0007 0,9358 0,8757 0,0441 0,0386

Kab. Subang 5973418,20 1421973 4,2008 (1,8642) 3,4751 0,0356 0,1237

Kab. Purwakarta 5741814,05 770660 7,4505 1,3856 1,9198 0,0193 0,0370

Kab. Karawang 14251522,32 1985574 7,1775 1,1126 1,2378 0,0497 0,0615

Kab. Bekasi 41263788,74 1953380 21,1243 15,0594 226,7841 0,0489 11,0857

Kota Bogor 3567231,91 844778 4,2227 (1,8423) 3,3939 0,0211 0,0717

Kota Sukabumi 1420505,39 287760 4,9364 (1,1285) 1,2736 0,0072 0,0092

Kota Bandung 21370696,10 2315895 9,2278 3,1629 10,0038 0,0580 0,5798

Kota Cirebon 4854898,02 281089 17,2717 11,2068 125,5923 0,0070 0,8834

Kota Bekasi 11739946,23 1994850 5,8851 (0,1798) 0,0323 0,0499 0,0016

Kota Depok 4750034,10 1373860 3,4574 (2,6075) 6,7991 0,0344 0,2338

Kota Cimahi 5121599,93 493698 10,3740 4,3090 18,5675 0,0124 0,2294

Kota Tasikmalaya 2947228,42 594158 4,9603 (1,1046) 1,2201 0,0149 0,0181

Kota Banjar 588215,84 173576 3,3888 (2,6761) 7,1617 0,004344 0,0311

Jumlah 233940578,39 39960869 151,6237 16,5397

Rata-rata 6,0649 0,6616


(3)

Lampiran 11. Perhitungan Indeks Kesenjangan Williamson Tahun 2006

KABUPATEN/KOTA PDRB PENDUDUK

Kab. Bogor 26546186,24 4216186 6,2963 0,0932 0,0087 0,1035 0,0009

Kab. Sukabumi 7404870,48 2240901 3,3044 (2,8987) 8,4022 0,0550 0,4622

Kab. Cianjur 7048228,89 2125023 3,3168 (2,8863) 8,3307 0,0522 0,4346

Kab. Bandung 17640170,09 4399128 4,0099 (2,1932) 4,8099 0,1080 0,5194

Kab. Garut 9128807,90 2375725 3,8425 (2,3605) 5,5722 0,0583 0,3250

Kab. Tasikmalaya 4511372,24 1743324 2,5878 (3,6153) 13,0702 0,0428 0,5593

Kab. Ciamis 5988338,98 1565121 3,8261 (2,3770) 5,6499 0,0384 0,2171

Kab. Kuningan 3308675,81 1118776 2,9574 (3,2457) 10,5344 0,0275 0,2893

Kab. Cirebon 6599685,80 2134656 3,0917 (3,1114) 9,6808 0,0524 0,5073

Kab. Majalengka 3555264,69 1197994 2,9677 (3,2354) 10,4678 0,0294 0,3078

Kab. Sumedang 4694276,21 1089889 4,3071 (1,8960) 3,5947 0,0268 0,0962

Kab. Indramayu 12621074,47 1778396 7,0969 0,8938 0,7989 0,0437 0,0349

Kab. Subang 6173853,79 1441191 4,2839 (1,9192) 3,6834 0,0354 0,1303

Kab. Purwakarta 5963995,28 784797 7,5994 1,3963 1,9497 0,0193 0,0376

Kab. Karawang 15104687,31 2031128 7,4366 1,2335 1,5216 0,0499 0,0759

Kab. Bekasi 43737903,56 1991230 21,9653 15,7622 248,4467 0,0489 12,1439

Kota Bogor 3782273,71 855846 4,4193 (1,7837) 3,1817 0,0210 0,0668

Kota Sukabumi 1509018,71 294646 5,1215 (1,0816) 1,1699 0,0072 0,0085

Kota Bandung 22930103,45 2340624 9,7966 3,5935 12,9132 0,0575 0,7419

Kota Cirebon 5123737,74 285363 17,9552 11,7521 138,1114 0,0070 0,9675

Kota Bekasi 12452714,28 2040258 6,1035 (0,0996) 0,0099 0,0501 0,0005

Kota Depok 5066129,06 1393568 3,6354 (2,5677) 6,5931 0,0342 0,2255

Kota Cimahi 5367983,87 506250 10,6034 4,4003 19,3631 0,0124 0,2406

Kota Tasikmalaya 3097968,38 610456 5,0748 (1,1282) 1,2729 0,0150 0,0191

Kota Banjar 615936,27 177118 3,4775 (2,7255) 7,4285 0,0043 0,0323

Jumlah 239973257,21 40737594 155,0770 18,4443

Rata-rata 6,2031 0,7378


(4)

Lampiran 12. Input Data yang Digunakan dalam Menganalisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi antar Daerah di Propinsi Jawa Barat Setelah Dirubah dalam Bentuk log

obs LNIW LNPDRB LNPMA LNPMDN LNSHRPDGN

1996 -0.894040 12.33723 8.956750 9.863337 2.712042 1997 -0.932166 12.38657 8.983854 10.53005 2.742774 1998 -0.931151 12.17907 8.613249 9.001728 2.808197 1999 -0.876109 12.21499 7.312020 9.819774 2.811809 2000 -0.540254 12.10659 7.478961 8.425429 2.641910 2001 -0.557917 12.16325 7.082800 8.436915 2.621766 2002 -0.386251 12.20488 6.799725 8.517553 2.810607 2003 -0.389936 12.25317 6.824482 8.296197 2.770712 2004 -0.411131 12.30273 7.643435 8.277336 2.850707 2005 -0.399582 12.36334 7.271217 8.681504 2.851862 2006 -0.367736 12.42445 7.380879 7.962416 2.863343


(5)

Lampiran 13. Hasil Output Komputer Program EViews

LNIW LNPDRB LNPMA LNPMDN LNSHRPDGN

LNIW 1.000000 0.061610 -0.795831 -0.866753 0.245282 LNPDRB 0.061610 1.000000 0.308630 0.203413 0.538081 LNPMA -0.795831 0.308630 1.000000 0.716388 -0.112506 LNPMDN -0.866753 0.203413 0.716388 1.000000 -0.146652 LNSHRPDGN 0.245282 0.538081 -0.112506 -0.146652 1.000000

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.992378 Probability 0.446711 Obs*R-squared 3.647987 Probability 0.161380

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 04/04/08 Time: 21:39

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -5.624711 5.958552 -0.943973 0.3986

LNPDRB 0.352100 0.447143 0.787444 0.4751

LNPMA 0.025331 0.057661 0.439316 0.6831

LNPMDN -0.039689 0.057765 -0.687072 0.5298

LNSHRPDGN 0.534045 0.828709 0.644430 0.5544

RESID(-1) -1.250697 0.925031 -1.352060 0.2477

RESID(-2) -1.149453 1.313864 -0.874864 0.4310

R-squared 0.331635 Mean dependent var 3.12E-15 Adjusted R-squared -0.670912 S.D. dependent var 0.069866 S.E. of regression 0.090311 Akaike info criterion -1.709984 Sum squared resid 0.032624 Schwarz criterion -1.456777 Log likelihood 16.40491 F-statistic 0.330793 Durbin-Watson stat 1.420503 Prob(F-statistic) 0.890393 Dependent Variable: LNIW

Method: Least Squares Date: 04/04/08 Time: 21:39 Sample: 1996 2006

Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -8.656199 3.781607 -2.289027 0.0620

LNPDRB 0.961219 0.367205 2.617662 0.0397

LNPMA -0.151365 0.053211 -2.844635 0.0294

LNPMDN -0.183668 0.050189 -3.659501 0.0106

LNSHRPDGN -0.342429 0.435843 -0.785672 0.4619

R-squared 0.919578 Mean dependent var -0.607843 Adjusted R-squared 0.865964 S.D. dependent var 0.246365 S.E. of regression 0.090196 Akaike info criterion -1.670699 Sum squared resid 0.048812 Schwarz criterion -1.489837 Log likelihood 14.18884 F-statistic 17.15168 Durbin-Watson stat 2.509391 Prob(F-statistic) 0.001955


(6)

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 0.970623 Probability 0.600169 Obs*R-squared 8.747052 Probability 0.364082

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 04/04/08 Time: 21:40 Sample: 1996 2006

Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 17.72281 25.84619 0.685703 0.5637

LNPDRB -1.860330 4.294501 -0.433189 0.7071

LNPDRB^2 0.074100 0.175106 0.423170 0.7133

LNPMA -0.083710 0.075756 -1.105001 0.3843

LNPMA^2 0.005290 0.004848 1.091010 0.3892

LNPMDN -0.062135 0.057382 -1.082841 0.3921

LNPMDN^2 0.003535 0.003121 1.132495 0.3749

LNSHRPDGN -4.028092 2.542492 -1.584309 0.2540

LNSHRPDGN^2 0.743230 0.465927 1.595166 0.2517

R-squared 0.795187 Mean dependent var 0.004437 Adjusted R-squared -0.024067 S.D. dependent var 0.003180 S.E. of regression 0.003218 Akaike info criterion -8.708355 Sum squared resid 2.07E-05 Schwarz criterion -8.382804 Log likelihood 56.89595 F-statistic 0.970623 Durbin-Watson stat 2.515979 Prob(F-statistic) 0.600169