III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pendapatan Regional: Cara Pengukuran
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai kesenjangan pembangunan antar daerah adalah output regional pendekatan produksi yang
sangat terkait dengan area tertentu. Dalam hal ini kabupatenkota digunakan sebagai satuan terkecil. Output regional disini dipresentasikan oleh Pendapatan
Domestik Regional Bruto PDRB per kapita. Untuk menghitung angka-angka PDRB ada 3 pendekatan yang dapat digunakan,
dan dijelaskan sebagai berikut BPS, 2000-2004: 1.
Pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah
dalam jangka waktu tertentu biasanya satu tahun. Unit-unit produksi tersebut dikelompokan menjadi 9 lapangan usaha sektor yaitu: 1.
Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, 2. Pertambangan dan penggalian, 3. Industri pengolahan, 4. Listrik, Gas dan air bersih, 5.
Bangunan, 6. Perdagangan, hotel dan restoran, 7. Pengangkutan dan komunikasi, 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, 9. Jasa-jasa
termasuk jasa pelayanan pemerintah. Sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor.
2. Pendekatan pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu biasanya satu tahun. Balas
jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji balas jasa tenaga kerja, sewa tanah balas jasa tanah, bunga modal balas jasa modal dan
keuntungan balas jasa kewiraswastaanenterpreneurship; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam
definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto pajak tak langsung dikurangi subsidi.
3. Pendekatan Pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan
akhir yang terdiri dari: 1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, 2 Konsumsi pemerintah, 3. Pembentukan
modal tetap domestik bruto, 4. Perubahan stok dan 5. Ekspor neto ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor.
Secara konsep, tiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang sama. Jadi jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir
yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor- faktor produksi. PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai PDRB
atas dasar harga pasar, karena di dalamnya sudah dicakup pajak tak langsung.
3.1.2 Kesenjangan: Cara Pengukuran
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengukuran kesenjangan, yaitu: Kurva Lorenz, Koefisien Gini, indeks Theil, dan CV
w
CV Williamson.
Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan di kalangan lapisan-lapisan penduduk, secara kumulatif pula. Misalkan informasi
yang tersedia adalah pendapatan dan jumlah penduduk bisa menggunakan unit terkecil, seperti individu atau kabupatenkota. Langkah pertama adalah menyusun
penduduk atau individu tersebut secara berurutan sesuai dengan tingkat pendapatan mereka. Kemudian, bergerak dari yang paling miskin sampai yang
paling kaya, kurva lorenz akan memplotkan proporsi dari total pendapatan yang dikuasai oleh penduduk. Bentuk kurva lorenz, seperti pada gambar di bawah ini.
Semakin luas daerah A berarti semakin tinggi derajat ketimpangan.
Gambar 2. Kurva Lorenz
Sumber: Tadjoeddin,et al, 2001
Koefisien gini adalah rasio antara daerah A dan segitiga OPQ, yang nilainya berkisar antara 0 dan 1. Nilai 0 berarti merata sempurna dan nilai 1,
dimana kurva Lorenz berimpit dengan garis diagonal, nilai 1 berarti sempurna tidak merata dimana berarti daerah A sama luasnnya dengan segitiga OPQ.
Formula koefisien Gini adalah sebagai berikut Tadjoeddin, et al, 2001: B
A P
O Q
20 40 60 80 100 Pi, Penduduk
100 80
60 40
20 Yi,
Income
B A
G = 1 – P
i
- P
i-1
Y
i
+ Y
i-1
Dimana: G =
koefisien Gini
P
i
= kumulatif penduduk di grup i Y
i
= kumulatif pendapatan di grup i Indeks Theil digunakan, jika penduduk dikelompokkan secara eksklusif
menurut propinsi dan kabupaten, maka indeks Theil didefinisikan sebagai berikut:
Dimana: Y
ij
= total pendapatan di Propinsi i, grup j Y
= total pendapatan untuk Indonesia = rata-rata pendapatan di Propinsi i, grup j
= rata-rata pendapatan untuk Indonesia CV Wiliamson CVw pada dasarnya sama dengan coefisien of variance
CV biasa, dimana standar deviasi dibagi dengan rataan. Formulanya adalah sebagai berikut Tadjoeddin, et al, 2001:
Dimana: CVw =
weighted coefisient of variation n
i
= penduduk di daerah i n
= penduduk total = PDRB per kapita di daerah i
= rata-rata PDRB per kapita untuk semua daerah
3.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Kesenjangan Pembangunan Ekonomi
Kesenjangan antar daerah dalam suatu perekonomian nasional maupun regional merupakan fenomena dunia dan masih terjadi pada semua negara, baik
negara maju maupun negara berkembang. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
hal tersebut adalah struktur sosial ekonomi dan distribusi spasial dari sumberdaya bawaan Adifa, 2007.
Sehubungan dengan hal tersebut, Hanafiah 1988 menyatakan bahwa secara alami tingkat pembangunan di berbagai wilayah dalam suatu daerah atau
negara adalah tidak sama. Dengan demikian, dalam suatu wilayah tertentu dapat diidentifikasi adanya wilayah yang kaya, maju, dinamis dan berkembang serta
wilayah yang miskin, tradisional, statis dan terbelakang. Wilayah yang kaya adalah wilayah yang mempunyai sumberdaya alam melimpah dan diikuti oleh
kegiatan manusia yang tinggi sehingga berkembang menjadi wilayah yang maju. Sedangkan wilayah yang miskin adalah wilayah yang mempunyai sumberdaya
alam yang terbatas dan kegiatan penduduk yang masih rendah sehingga wilayah tersebut lambat berkembang atau wilayah tersebut belum berkembang akibat
sumberdaya alamnya yang belum dieksploitasi secara optimal dan berkelanjutan. Akibat adanya perbedaan tingkat perkembangan wilayah dan tingkat
pembangunan dalam suatu wilayah atau daerah tertentu maka terjadi jurang kesejahteraan masyarakat antara wilayah kaya dan wilayah miskin. Apabila tidak
ada campur tangan pemerintah secara aktif, keadaan tersebut akan bertambah buruk bagi corak pembangunan selanjutnya. Campur tangan pemerintah yang
efektif akan mengatasi kekurangan penyediaan modal dan kapasitas teknologi di wilayah pendukung dalam proses pertumbuhan Gerschenkron 1962 yang diacu
Adifa 2007. Menurut Murty 2000 dan Rustiadi et al. 2004 dalam Adifa 2007 secara
umum penyebab terjadinya kesenjangan pembangunan antar sektor dan antar
wilayah antara lain faktor geografi, sejarah, politik, kebijakan pemerintah, administrasi, sosial dan ekonomi.
Secara geografis, pada suatu wilayah yang cukup luas akan terjadi perbedaan spasial baik jumlah maupun mutu sumberdaya mineral, sumberdaya
pertanian, topografi, iklim, curah hujan dan sebagainya. Apabila wilayah tersebut mempunyai kondisi geografis yang baik, maka wilayah tersebut akan lebih
berkembang. Faktor sejarah memberikan inspirasi bahwa tingkat perkembangan suatu
masyarakat dalam suatu wilayah cenderung tergantung pada apa yang telah dilakukan pada masa yang lalu. Bentuk organisasikelembangaan dan kehidupan
perekonomian pada masa yang lalu merupakan penyebab yang cukup penting, terutama yang terkait dengan sistem insentif terhadap kapasitas kerja dan
enterpreneurship. Faktor instabilitas politik sangat mempengaruhi proses perkembangan dan
pembangunan di suatu wilayah. Politik yang tidak stabil akan menyebabkan ketidakpastian atau keraguan orang atau investor untuk mengembangkan usaha
atau menanamkan modal disuatu wilayah, sehingga wilayah tersebut tidak mengalami pertumbuhan. Sementara wilayah lain yang kondisinya relatif stabil
dipilih untuk menginvestasikan modal tersebut Rustiadi et al, 2004 dalam Adifa 2007.
Kesenjangan yang terjadi sebagai akibat kebijakan pemerintah, diantaranya kebijakan pembangunan nasional masa lalu yang menekankan
pertumbuhan ekonomi dan membangun pusat-pusat pertumbuhan telah menimbulkan kesenjangan pembangunan yang luar biasa. Trickle down effect
yang diharapkan bisa terjadi, malah tergantikan oleh backwash effect dari wilayah terbelakang.
Kesenjangan pembangunan yang terjadi sebagai faktor administrasi, sering terjadi pada wilayah-wilayah yang mempunyai sumberdaya manusia yang
menjalankan fungsi administrator tersinyalir kurang jujur, kurang terpelajar kurang terlatih dengan sistem administrasi yang kurang efisien. Sehingga
pelayanan publik menjadi tidak efisien dan wilayah tersebut dipastikan tidak memiliki insentif untuk kegiatan investasi dan pertumbuhan wilayahnya pun
menjadi stagnan. Selanjutnya kesenjangan yang terjadi akibat faktor sosial, sering terjadi
pada wilayah-wilayah yang masih tertinggal atau terisolasi dan masih kental dengan kehidupan atau kepercayaan-kepercayaan primitiftradisional dan nilai-
nilai sosial yang kontra produktif terhadap perkembangan ekonomi. Selanjutnya
Rustiadi et al 2004 dalam Adifa 2007 menyatakan bahwa
kesenjangan pembangunan yang terjadi sebagai akibat dari faktor ekonomi, antara lain mencakup:
1 Perbedaan kuantitas dan kualitas faktor produksi yang dimiliki, seperti:
lahan, tenaga kerja, modal, teknologi, infrastruktur, organisasi dan perusahaan.
2 Proses akumulasi dari berbagai faktor seperti lingkaran setan kemiskinan
Comulative causation of poverty propensity. Ada dua tipe lingkaran setan kemiskinan di wilayah-wilayah tertinggal. Pertama, sumberdaya
terbatas dan ketertinggalan masyarakat menjadi sebab dan akibat dari kemiskinan. Kedua, kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidupnya
rendah, efisiensi rendah, investasi rendah, pengangguran meningkat dan pada akhirnya masyarakat menjadi semakin tertinggal.
3 Pengaruh pasar bebas yang berpengaruh pada spread effect dan backwash
effect. Pengaruh atau kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan faktor- faktor ekonomi tenaga kerja, modal, perusahaan dan aktifitas ekonomi
industri, perdagangan, perbankan dan asuransi yang dalam ekonomi maju memberikan hasil return yang lebih besar cenderung terkonsentrasi
di wilayah-wilayah berkembang maju. Perkembangan wilayah-wilayah ini ternyata terjadi karena penyerapan sumberdaya dari wilayah-wilayah
sekitarnya backwash effect. Spread effect yang diharapkan terjadi, ternyata lebih lemah dibanding dengan backwash effect. Sebagai akibatnya
wilayah-wilayah atau kawasan yang beruntung akan semakin berkembang sedangkan wilayah-wilayah atau kawasan yang kurang beruntung akan
semakin tertinggal. 4
Terjadi distorsi pasar seperti immobilitas, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi, keterbatasan keterampilan tenaga kerja dan sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut, penulis menyimpulkan bahwa kesenjangan pembangunan ekonomikesenjangan ekonomi antar daerah dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti: a. PDRB, c. besar kecilnya Penanaman Modal Asing PMA, d. besar kecilnya Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN dan e.
kontribusi dari sektor perdagangan.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional