BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan
kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat menjadi
meningkat. Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian.
Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini
disebabkan oleh faktor-faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah barang modal dan
teknologi yang digunakan juga berkembang. Di samping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk seiring pengalaman kerja dan
pendidikan menambah ketrampilan mereka. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam
pembangunan ekonomi regional. Sasaran analisis pertumbuhan ekonomi regional ini adalah untuk menjelaskan mengapa suatu daerah dapat tumbuh cepat dan ada
ada pula yang tumbuh lambat. Disamping itu, analisis pertumbuhan ekonomi regional ini juga dapat menjelaskan mengapa terjadi ketimpangan pembangunan
ekonomi antar wilayahdaerah.
Universitas Sumatera Utara
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sampai saat ini masih merupakan target utama pembangunan suatu wilayah, walaupun pertumbuhan
ekonomi tersebut ternyata sangat bervariasi sesuai dengan potensi ekonomi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Melalui pertumbuhan ekonomi daerah yang
cukup tinggi tersebut diharapkan kesejahteraan masyarakat akan dapat ditingkatkan.
Untuk mengatakan tingkat pertumbuhan ekonomi regional harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan regional dari tahun ke tahun atau dapat
diformulasikan sebagai berikut:
1 1
t t
t t
PDRB PDRB
PDRB g
PDRB PDRB
Dimana: gt
= Pertumbuhan Ekonomi PDRB = Produk Domestik Regional Bruto
= Perubahan
Laju pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat perkembangan pembangunan suatu daerah. Tetapi pertumbuhan ekonomi yang
tinggi bukan berarti telah terjadi pembangunan. Dalam keadaan ini terdepat perbedaan pengertian antara pertumbuhan ekonomi growth dengan
pembangunan. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan produksi barang-
barang dan jasa-jasa dalam masyarakat output, sebaliknya pembangunan bukan saja memerlukan peningkatan produksi barang-barang dan jasa-jasa tetapi juga
harus terjadi perubahan dan menjamin pembagiannya distribusi secara lebih merata kepada segenap lapisan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Strategi pertumbuhan ekonomi mengabaikan masalah pemerataan ini. Dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan secara otomatis akan
terjadi perembesan ke bawah trickle-down effect sehingga menguntungkan juga kelompok masyarakat miskin. Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran utama
keberhasilan pembangunan, dan hasil pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat sampai lapisan paling bawah, baik dengan sendirinya
maupun dengan campur tangan pemerintah. Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi regional yang lazim dikenal,
yaitu : 1.
Export Base Models, yang dipelopori oleh North 1955 dan kemudian dikembangkan oleh Tiebout 1956.
Kelompok ini mendasarkan pandangannya dari sudut teori lokasi, yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi suatu region akan lebih banyak
ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi dan dapat digunakan daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor. Keuntungan lokasi tersebut umumnya berbeda-beda
setiap region dan hal ini tergantung pada keadaan geografi daerah setempat. Pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh eksploitasi kemanfaatan alamiah
dan pertumbuhan basis ekspor daerah yang bersangkutan yang juga dipengaruhi oleh tingkat permintaan eksternal dari daerah-daerah lain.
Pendapatan yang diperoleh dari penjualan ekspor akan mengakibatkan berkembangnya kegiatan-kegiatan penduduk setempat, perpindahan modal
dan tenaga kerja, keuntungan-keuntungan eksternal dan pertumbuhan ekonomi regional lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
Ini berarti untuk meningkatkan pertumbuhan suatu region, strategi pembangunannya harus disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang
dimilikinya dan tidak harus sama dengan strategi pembangunan pada tingkat nasional
2. Neo Classic Models, yang dipelopori oleh Stein 1964, kemudian
dikembangkan lebih lanjut oleh Roman 1965 dan Siebert 1969. Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan sangat
ditentukan oleh kemampuan daerah tersebut untuk meningkatkan produksinya, sedangkan kegiatan produksi suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh potensi
daerah yang bersangkutan, tetapi juga ditentukan pula oleh mobilitas tenaga kerja dan mobilitas modal antar daerah.
Dalam hal ini penganut model Neo Klasik beranggapan bahwa mobilitas faktor produksi, baik modal maupun tenaga kerja, pada permulaan proses
pembangunan adalah kurang lancar. Akibatnya, pada saat itu modal dan tenaga kerja ahli cenderung terkonsentrasi di daerah yang lebih maju sehingga
ketimpangan regional cenderung melebar. Akan tetapi bila proses pembangunan terus berlanjut, dengan semakin baiknya prasarana dan fasilitas
komunikasi, maka mobilitas modal dan tenaga kerja tersebut akan semakin lancar.
Dengan demikian, nantinya setelah negara yang bersangkutan telah maju maka ketimpangan regional akan berkurang. Perkiraan ini kemudian dikenal
sebagai Hipotesa Neo Klasik yang digambarkan pada grafik 2.1 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Ketimpangan Regional
Kurva Ketimpangan Regional
Tingkat Pembangunan
Gambar 2.1 Hipotesa Neo Klasik
3. Cumulative Causation Models. Teori ini dipelopori oleh Myrdal 1975
dan kemudian diformulasikan lebih lanjut oleh Kaldor. Teori ini berpandapat bahwa peningkatan pemerataan pembangunan antar
daerah tidak hanya dapat diserahkan pada kekuatan pasar market mechanism tetapi perlu adanya campur tangan pemerintah dalam bentuk program-program
pembangunan regional terutama untuk daerah-daerah yang relatif masih terbelakang.
4. Core Poriphery Models, yang mual-mula dikemukakan oleh Friedman
1966. Teori ini menekankan analisa pada hubungan yang erat dan saling
mempengaruhi antara pembangunan kota core dan desa periphery. Menurut teori ini, gerak langkah pembangunan daerah perkotaan akan lebih banyak
ditentukan oleh keadaan desa-desa sekitarnya. Sebaliknya corak pembangunan daerah pedesaan tersebut juga sangat ditentukan oleh arah pembangunan
Universitas Sumatera Utara
perkotaan. Dengan demikian aspek interaksi antar daerah spatial interaction sangat ditonjolkan.
Walaupun terdapat beberapa alternatif model pertumbuhan regional yang menghasilkan kesimpulan yang berbeda, akan tetapi dalam prakteknya tidak
ada keharusan untuk menerapkan hanya salah satu saja dari model tersebut. Ada kalanya dapat pula dilakukan penggabungan dari model-model tersebut
agar cakupan pembahasan dan faktor penentu pertumbuhan menjadi lebih lengkap sesuai dengan potensi dan permasalahan yang terdapat pada
daerahwilayah yang bersangkutan.
2.2 Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah