Pengaruh Pemberian Konseling Oleh Petugas Kesehatan terhadap Pengetahuan Ibu tentang Pemilihan Alat Kontrasepsi Jangka Panjang di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat

(1)

PENGARUH PEMBERIAN KONSELING OLEH PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMILIHAN ALAT

KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESALAMA KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Oleh YUSRAINI 107032215/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PEMBERIAN KONSELING OLEH PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMILIHAN ALAT

KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESALAMA KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUSRAINI 107032215/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PEMBERIAN KONSELING OLEH PETUGAS KESEHATAN TERHADAP

PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESALAMA

KABUPATEN LANGKAT Nama Mahasiswa : Yusraini

Nomor Induk Mahasiswa : 107032215

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Drs. Heru Santosa, MS, PhD) (Drs. Tukiman, MKM Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 04 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D Anggota : 1. Drs. Tukiman, MKM

: 2. Drs. Abdul JalilAmri Arma : 3. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PEMBERIAN KONSELING OLEH PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMILIHAN ALAT

KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESALAMA KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2012

YUSRAINI 107032215/IKM


(6)

ABSTRAK

Pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) di wilayah kerja Puskesmas Desalama paling sedikit dibandingkan dengan jenis kontrasepsi non metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Kurangnya pemakaian kontrasepsi jangka panjang karena konseling petugas kesehatan yang kurang efektif antara tenaga kesehatan dengan akseptor KB tentang kontrasepsi jangka panjang.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian konseling oleh petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat. Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempergunakan KB di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat yang berjumlah 821 orang. Sampel sebanyak 146 orang, diambil dengan teknik cluster sampling dan pemilihan anggota sampel secara sistematik random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan chi-squarepada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa materi penyuluhan oleh petugas kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang sebesar 75,3%, media penyuluhan yang dipergunakan oleh petugas kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang sebesar 75,3% dan metoda penyuluhan yang dipergunakan oleh petugas kesehatan tidak efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Langkat perlu menyusun kebijakan tentang pentingnya konseling dalam upaya meningkatkan cakupan pemakaian kontrasepsi jangka panjang, kepada tenaga kesehatan khususnya bidan di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat agar lebih aktif dalam memberikan konseling kepada masyarakat di Puskesmas dan kepada tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat sebaiknya dalam memberikan konseling dengan memperhatikan materi penyuluhan yang disampaikan dan media yang menarik untuk meningkatkan pemahaman akseptor KB.


(7)

ABSTRACT

Long-term use of contraceptive methods (MKJP) Desalama health centers in the region of at least compared to the non contraceptive long-term contraceptive methods (MKJP). Lack of long-term use of contraceptives because health counseling are less effective among health workers in family planning acceptors about the long-term contraception.

This study aimed to analyze the effect of counseling by health workers towards maternal knowledge about long-term contraceptive elections in the region of the District Health Center Desalama Langkat.

This type of survey research is cross sectional analytic approach. The population in this study were all women who use family planning health center working area Desalama Langkat totaling 821 people. Sample of 146 people, drawn by cluster sampling techniques and the selection of the sample in a systematic random sampling. Data obtained through interviews using questionnaires, were analyzed by chi-square at the α = 5%.

The results showed that the material effective counseling by health workers to improve maternal knowledge about long-term contraceptive election by 75.3%, media outreach effectively used by health workers to improve maternal knowledge about long-term contraceptive election by 75.3% and counseling methods used by health workers is not effective for improving maternal knowledge.

Recommended to the Department of Health Langkat need to develop policies on the importance of counseling in an effort to improve the coverage of long-term contraception, to health professionals, especially midwives working in the health center Desalama Langkat to be more active in providing counseling to the community health center and the health personnel working in the health center Desalama Langkat should provide counseling with respect to the extension of material presented and the media of interest to enhance the understanding of family planning acceptors

Keywords: .


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Pemberian Konseling Oleh Petugas Kesehatan terhadap Pengetahuan Ibu tentang Pemilihan Alat Kontrasepsi Jangka Panjang di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat”.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(9)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

5. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D, sebagai ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Drs. Tukiman, MKM selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 7. Drs. Abdul Jalil Amri Amra, MKes

8. Kepala Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat dan jajarannya yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk memberikan izin sampai selesai penelitian ini.

dan dr. Yusniwarti Yusad, M.Si sebagai komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

9. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10. Ayahanda H. Barlian Lubis dan Ibunda Hj. Tirofah yang selalu memberikan dukungan dan do’a kepada penulis agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.


(10)

11. Teristimewa buat suami tercinta M. Aulia Pakpahan, SE, SH dan anak tersayang Nizli Addhini Pakpahan, Rafi Arya Satya Pakpahan, Lutfi Tegar Aulia Pakpahan yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan do’a serta cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.

12. Rekan-rekan mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi tahun 2010 yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan pendidikan di Program Magister IKM FKM-USU.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, September 2012 Penulis

Yusraini


(11)

RIWAYAT HIDUP

Yusraini, lahir pada tanggal 05 Juni 1975 di Simpang Durian, anak keenam dari tujuh bersaudara dari pasangan ayahanda H. Barlian Lubis dan ibunda Hj. Tirofah Lubis.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di sekolah Dasar Negeri Lancap, selesai Tahun 1987, Sekolah Madrasah Isanawiyah Negeri di Padang Sidempuan, selesai tahun 1990, Sekolah Perawat Kesehatan di SPK Muhammadiyah Banda Aceh, selesai Tahun 1993, Program Pendidikan Bidan, selesai Tahun 1994, Akbid Depkes Medan, selesai 2001, Pendidikan DIV Bidan Pendidik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, selesai Tahun 2005.

Penulis mulai bekerja sebagai Bidan PTT di Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 1995, staf pengajar di Akademi Kebidanan Nusantara 2000 Medan tahun 2001, Bidan PTT di Kabupaten Langkat tahun 2005 sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2010 dan menyelesaikan studi tahun 2012.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Pengetahuan Ibu tentang Kontrasepsi ... 11

2.1.1. Pengertian Pengetahuan ... 11

2.1.2. Tingkat Pengetahuan Manusia ... 11

2.2. Efektifitas dan Pengukuran ... 13

2.3. Kontrasepsi dan Pembagian ... 15

2.4. Macam-macam Kontrasepsi Jangka Panjang ... 17

2.4.1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/Intra Uterine Devices (IUD) ... 17

2.4.1.1 Pengertian ... 17

2.4.1.2. Jenis AKDR/IUD ... 18

2.4.1.3. Efektifitas ... 19

2.4.1.4. Mekanisme Kerja AKDR/IUD ... 19

2.4.1.5. Keuntungan AKDR/IUD ... 20

2.4.1.6. Kerugian ... 21

2.4.1.7. Indikasi ... 22

2.4.1.8. Kontraindikasi Pemakaian AKDR ... 22

2.4.1.9. Cara Pemasangan AKDR ... 23

2.4.2. Kontrasepsi Implant ... 23

2.4.2.1 Pengertian ... 23

2.4.2.2. Efek Samping Implant ... 23


(13)

2.4.2.4. Kerugian Implant ... 24

2.4.3. Kontrasepsi Mantap (Kontap) ... 24

2.4.3.1. Tubektomi ... 25

2.4.3.2. Vasektomi ... 26

2.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keengganan Penggunaan KB ... 27

2.5.1. Umur ... 27

2.5.2. Tingkat Pendidikan ... 28

2.5.3. Jumlah Anak ... 28

2.6. Konseling tentang Keluarga Berencana ... 28

2.6.1. Pengertian ... 28

2.6.2. Tujuan Konseling ... 30

2.6.3. Keuntungan Konseling KB ... 30

2.6.4. Tahapan Konseling Kontrasepsi ... 31

2.6.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Konseling ... 33

2.6.6. Hal yang Harus Diperhatikan dalam Konseling ... 35

2.6.7. Upaya Petugas Kesehatan dalam Mengatasi Masalah Pemilihan Kontrasepsi ... 37

2.7. Teori Perubahan Perilaku ... 38

2.8. Landasan Teori ... 42

2.9. Kerangka Konsep ... 43

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 44

3.1. Jenis Penelitian ... 44

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 44

3.2.2. Waktu Penelitian ... 44

3.3. Populasi dan Sampel ... 45

3.3.1. Populasi ... 45

3.3.2. Sampel ... 45

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 47

3.4.1. Jenis Data ... 47

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 47

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 50

3.5.1. Variabel Bebas ... 50

3.5.2. Variabel Terikat . ... 52

3.6. Metode Pengukuran ... 52

3.7. Metode Analisis Data ... 53

3.7.1. Analisis Univariat ... 53

3.7.2. Analisis Bivariat ... 53


(14)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 54

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54

4.1.1. Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat Menurut Kelurahan 54

4.1.2. Sarana Pendukung Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat ... 55

4.1.3. Program KB ... 55

4.2. Analisis Univariat ... 56

4.2.1. Efektifitas Konseling ... 57

4.2.2. Pengetahuan Ibu dalam Pemilihan Alat Kontrasepsi ... 58

4.3. Analisis Bivariat ... 59

4.3.1. Analisis Bivariat Efektifitas Konseling dengan Pengetahuan Ibu ... 59

4.4. Analisis Multivariat ... 61

4.4.1. Analisis Multivariat Efektifitas Konseling terhadap Pengetahuan Ibu ... 61

BAB 5. PEMBAHASAN ... 65

5.1. Pengaruh Efektifitas Konseling terhadap Pengetahuan Ibu ... 65

5.1.1. Pengaruh Faktor Materi Penyuluhan terhadap Pengetahuan Ibu dalam Pemilihan MKJ di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat ... 65

5.1.2. Pengaruh Faktor Media Penyuluhan terhadap Pengetahuan Ibu dalam Pemilihan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat ... 67

5.1.3. Pengaruh Faktor Metoda Penyuluhan terhadap Pengetahuan Ibu dalam Pemilihan Kontrasepsi Jangka Panjang di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat ... 70

5.2. Tahapan Pelaksanaan Konseling ... 72

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

6.1. Kesimpulan ... 74

6.2. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 76


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas Variabel Efektifitas Konseling Petugas Kesehatan (Materi, Media dan Metode Penyuluhan) dan

Pengetahuan Akseptor KB ………. 48

3.2 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Efektifitas Konseling Petugas Kesehatan (Materi, Media dan Metode Penyuluhan) dan

Pengetahuan Akseptor KB ………. 50

3.3 Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Pengukuran…………. 52 4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama

Kabupaten Langkat Menurut Desa……… 56

4.2 Distribusi Jumlah PUS dan Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Menurut Kelurahan………..

57

4.3 Distribusi Akseptor KB Menurut Jenis Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Berdasarkan Wilayah..

57

4.4 Distribusi Frekuensi Materi Penyuluhan Konseling tentang Kontrasepsi MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama

Kabupaten Langkat ……… 58

4.5 Distribusi Frekuensi Media Penyuluhan Konseling tentang Kontrasepsi MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama

Kabupaten Langkat ……… 58

4.6 Distribusi Frekuensi Metoda Penyuluhan Konseling tentang Kontrasepsi MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama

Kabupaten Langkat ……….. 59

4.7 Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Kontrasepsi MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten

Langkat ………. 59

4.8 Distribusi Frekuensi Pemilihan Alat Kontrasepsi MKJP di


(16)

4.9 Hubungan Efektifitas Penyuluhan Petugas Kesehatan Dengan Pengetahuan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas

Desalama Kabupaten Langkat ………... 62

4.10 Hubungan Efektifitas Konseling Petugas Kesehatan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi MKJP di Wilayah Kerja

Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat ……… 64

4.11 Pengaruh Faktor Efektifitas Konseling (Materi, Media dan Metoda) Terhadap Pengetahuan Ibu Tentang Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Wilayah Kerja Puskesmas


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Teori Menurut Notoatmodjo (2010) .………….. 42


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ………...………. 80

2. Master Data Validitas dan Reliabilitas ………. 83

3. Uji Validitas dan Reliabilitas………. 85

4. Master Data Penelitian ……….………. 89


(19)

ABSTRAK

Pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) di wilayah kerja Puskesmas Desalama paling sedikit dibandingkan dengan jenis kontrasepsi non metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Kurangnya pemakaian kontrasepsi jangka panjang karena konseling petugas kesehatan yang kurang efektif antara tenaga kesehatan dengan akseptor KB tentang kontrasepsi jangka panjang.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian konseling oleh petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat. Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempergunakan KB di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat yang berjumlah 821 orang. Sampel sebanyak 146 orang, diambil dengan teknik cluster sampling dan pemilihan anggota sampel secara sistematik random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan chi-squarepada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa materi penyuluhan oleh petugas kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang sebesar 75,3%, media penyuluhan yang dipergunakan oleh petugas kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang sebesar 75,3% dan metoda penyuluhan yang dipergunakan oleh petugas kesehatan tidak efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Langkat perlu menyusun kebijakan tentang pentingnya konseling dalam upaya meningkatkan cakupan pemakaian kontrasepsi jangka panjang, kepada tenaga kesehatan khususnya bidan di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat agar lebih aktif dalam memberikan konseling kepada masyarakat di Puskesmas dan kepada tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat sebaiknya dalam memberikan konseling dengan memperhatikan materi penyuluhan yang disampaikan dan media yang menarik untuk meningkatkan pemahaman akseptor KB.


(20)

ABSTRACT

Long-term use of contraceptive methods (MKJP) Desalama health centers in the region of at least compared to the non contraceptive long-term contraceptive methods (MKJP). Lack of long-term use of contraceptives because health counseling are less effective among health workers in family planning acceptors about the long-term contraception.

This study aimed to analyze the effect of counseling by health workers towards maternal knowledge about long-term contraceptive elections in the region of the District Health Center Desalama Langkat.

This type of survey research is cross sectional analytic approach. The population in this study were all women who use family planning health center working area Desalama Langkat totaling 821 people. Sample of 146 people, drawn by cluster sampling techniques and the selection of the sample in a systematic random sampling. Data obtained through interviews using questionnaires, were analyzed by chi-square at the α = 5%.

The results showed that the material effective counseling by health workers to improve maternal knowledge about long-term contraceptive election by 75.3%, media outreach effectively used by health workers to improve maternal knowledge about long-term contraceptive election by 75.3% and counseling methods used by health workers is not effective for improving maternal knowledge.

Recommended to the Department of Health Langkat need to develop policies on the importance of counseling in an effort to improve the coverage of long-term contraception, to health professionals, especially midwives working in the health center Desalama Langkat to be more active in providing counseling to the community health center and the health personnel working in the health center Desalama Langkat should provide counseling with respect to the extension of material presented and the media of interest to enhance the understanding of family planning acceptors

Keywords: .


(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Alat kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah alat kontrasepsi yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan, yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi mantap.

Indonesia merupakan negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada pada posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relatif tinggi. Esensi tugas program Keluarga Berencana (KB) dalam hal ini telah jelas yaitu menurunkan fertilitas agar dapat mengurangi bebanpembangunan demi terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi rakyatdan bangsa Indonesia.

Pelayanan program KB pelaksanaannya senantiasa terintegrasi dengan kegiatan kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan dan kesetaraan gender sebagai salah satu upaya pemecahan hak-hak reproduksi kepada masyarakat. Memperhatikan hal-hal tersebut, maka operasional pelaksanaan program KB perlu dikelola secara lebih serius, profesional dan berkesinambungan sehingga upaya-upaya tersebut dapat memberikan kepuasan bagi semua pihak baik klien maupun pemberi pelayanan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesertaan masyarakat dalam ber KB, terhindar dari masalah kesehatan, reproduksi, meningkatkan kesejahteraan keluarga. Dalam mensosialisaikan


(22)

kontrasepsi yang akan dipergunakan oleh akseptor KB sangat ditentukan efektvitas konseling petugas kesehatan (Manuaba, 2010).

Interaksi atau konseling yang berkualitas antara klien dan provider

Klien yang mendapatkan konseling dengan baik akan cenderung memilih alat kontrasepsi dengan benar dan tepat. Pada akhirnya hal itu juga akan menurunkan tingkat kegagalan KB dan mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Untuk meraih keberhasilan tersebut, tentunya sangat diperlukan tenaga-tenaga konselor yang profesional. Mereka bukan hanya harus mengerti seluk-beluk masalah KB, tetapi juga memiliki dedikasi tinggi pada tugasnya serta memiliki kepribadian yang baik, sabar, penuh pengertian, dan menghargai klien (Siswanto, 2010).

(tenaga medis) merupakan salah satu indikator yang sangat menentukan bagi keberhasilan program keluarga berencana (KB). Sangat mudah dimengerti jika hal itu membuat tingkat keberhasilan KB di Indonesia menurun.

Dengan demikian, konseling akan benar-benar menghasilkan keputusan terbaik seperti yang diinginkan oleh klien, bukan sekedar konsultasi yang menghabiskan waktu dan biaya. Demikian benang merah diskusi bertema “Sudahkah Peserta KB Diperlakukan sebagai Klien?” yang diselenggarakan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan John Hopkins University melalui Program KB dan Kesehatan Reproduksi di Jakarta (Prayitno, 2004).

Menurut Siswanto (2010) di Indonesia, konseling yang berkualitas masih sangat minim dan bahkan sulit sekali menemukan klinik yang secara khusus


(23)

menyediakan jasa konseling yang benar-benar memenuhi standar. Selain itu, ketidakseimbangan antara jumlah klien dan tenaga medis yang bertugas sebagai konselor juga akan mempengaruhi keberhasilan konseling.

Keberhasilan konseling sangat ditentukan oleh kemahiran konselor dalam memerankan tugasnya. Ketika menghadapi klien, seorang konselor hendaknya tidak beranggapan dialah yang terhebat sementara si klien tidak tahu apa-apa. Hal itu, justru akan memunculkan jarak dengan klien sehingga akan sulit terjalin interaksi yang sebenarnya sangat diperlukan dalam konseling

Berdasarkan hasil penelitian Starh (2002) diketahui dari 373 klinik di Indonesia ternyata hanya tiga yang dapat dikategorikan memenuhi standar konseling. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur standar itu adalah kecakapan konselor dalam “melayani” klien, termasuk berinteraksi dan mengorek sebanyak mungkin masalah yang disembunyikan klien.

Zarfiel Taffal (2002), juga sependapat jika dalam konseling, klien cenderung akan menyembunyikan masalah sehingga kelihaian konselor akan menjadi penentu berkualitas tidaknya konseling itu. Namun, Zarfiel menekankan, konseling hendaknya tidak berorientasi pada efisiensi yang lebih mempertimbangkan faktor waktu, tetapi lebih kepada keefektifan yang mengutamakan pencapaian hasil terbaik.

Di desa-desa terpencil biasanya hanya ada tenaga bidan yang bertugas di puskesmas. Masyarakat pun tampaknya memang lebih dekat dengan bidan. Selain lebih low profile, bidan juga lebih sabar dan mempunyai kedekatan yang baik dengan


(24)

klien. Sepertinya, masih sulit menemukan dokter yang mampu menjadi konselor yang baik tanpa mempertimbangkan ‘jam terbang’ dan jasa konseling,” katanya.

Komunikasi petugas kesehatan merupakan suatu pertukaran informasi, berbagi ide dan pengetahuan petugas kesehatan kepada masyarakat. Hal ini berupa proses dua arah dimana informasi, pemikiran, ide, perasaan atau opini disampaikan atau dibagikan melalui kata-kata, tindakan maupun isyarat untuk mencapai pemahaman bersama. Komunikasi yang baik berarti bahwa para pihak terlibat secara aktif yaitu antara petugas kesehatan dan masyarakat. Hal ini akan menolong mereka untuk mengalami cara baru mengerjakan atau memikirkan sesuatu, dan hal ini kadang-kadang disebut pembelajaran partifipatif. Semua aktifitas manusia melibatkan komunikasi, namun karena kita sering menerimanya begitu saja, kita tidak selalu memikirkan bagaimana kita berkomunikasi dengan yang lain dan apakah efektif atau tidak.

Komunikasi yang baik melibatkan pemahaman bagaimana orang-orang berhubungan dengan yang lain, mendengarkan apa yang dikatakan dan mengambil pelajaran dari hal tersebut. Komunikasi yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan akan memberikan pengaruh terhadap pemakaian kontrasepsi yang akan dipergunakan oleh akseptor KB terutama pemakaian alat kontrasepsi jangka panjang (Depkes RI, 2002).

Keberhasilan konseling sangat ditentukan oleh kemahiran konselor dalam memerankan tugasnya, efektivitas konseling petugas kesehatan akan memengaruhi


(25)

pengetahuan ibu dan akan berpengaruhnya pada pemilihan alat kontrasepsi (Sheilla, 2006).

Secara sederhananya, konseling merupakan perantara dalam penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikate yang bertujuan untuk efisiensi penyebaran informasi atau pesan (Burgon & Huffner, 2002). Efisiensi penyebaran informasi dengan adanya konseling akan lebih membuat penyebaran informasi menjadi efisien. Oleh karena itu, tenaga kesehatan diharapkan mampu dalam memberikan KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) yang lebih efektif kepada calon akseptor KB sehingga mereka tidak lagi ragu untuk menentukan pilihan alat kontrasepsi yang akan dipakai terutama alat kontrasepsi jangka panjang (Saifuddin, 2001).

Pada saat ini alat kontrasepsi jangka panjang terutama AKDR/IUD merupakan salah satu cara kontrasepsi yang paling populer dan diterima oleh program keluarga berencana di setiap negara. Diperkirakan sekitar 60-65 juta wanita di seluruh dunia memakainya, dengan pemakai terbanyak di Cina (Siswosudarmo, 2007). Pada saat ini diperkirakan memakai AKDR/IUD, 30% terdapat di Cina, 13% di Eropa, 5% di Amerika dan sekitar 6,7% di negara-negara berkembang (Augustin, 2000).

Survei demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2002-2003 memperlihatkan proporsi peserta KB untuk semua tercatat sebesar 60,3%. Bila dirinci lebih lanjut proporsi peserta KB yang terbanyak adalah suntik (27,8%), diikuti oleh pil (13,2%),


(26)

IUD (6,2%), implant atau susuk KB (4,3%) sterilisasi wanita (3,7%), kondom (0,9%), sterilisasi pria (0,4%), MAL (metode amenore laktasi) (0,1%), dan sisanya merupakan peserta KB tradisional masing-masing menggunakan cara tradisional, pantang berkala (1,6%) maupun senggama terputus (1,5%) dan 0,5% cara lain (BKKBN, 2006). Pada tahun 2007 yang menggunakan alat kontrasepsi 61,4% yaitu sebanyak 31,6% menggunakan suntik, pil 13,2 %, AKDR/IUD 4,8%, implant 2,8%, kondom 1,3%, vasektomi dan tubektomi 7,7 %.12. Pada tahun 2009 peserta KB yang tercatat 51,21% akseptor KB memilih suntikan sebagai alat kontrasepsi, 40,02% memilih Pil, 4,93% memilih Implant, 2,72% memilih AKDR/IUD dan lainnya 1,11%. Pada umumnya masyarakat memilih non metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Sehingga metode KB MKJP seperti AKDR/IUD, implant, kontap pria (MOP) dan kontap wanita (MOW) kurang diminati (Arum, 2009).

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, penduduk Sumatera Utara berjumlah 12,98 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk rata rata 1,1% setiap tahunnya. Persoalan kependudukan yang dihadapi Sumut dalam satu dekade terakhir adalah masih tingginya angka kelahiran total yakni sebesar 3,8/1000 wanita usia subur, penduduk miskin sebesar 11,31% atau 1,41 juta jiwa, angka pengangguran terbuka sebesar 7,43%. Sementara angka kematian bayi, berdasarkan riset, kesehatan dasar 2010 adalah sebesar 22 per 1000 kelahiran, sementara kematian ibu hamil dan bersalin sebesar 249 per 100.000 kelahiran. Ini adalah tantangan prograam keluarga


(27)

berencana untuk segera dipercepat di semua wilayah dan lini lapangan (BKKBN, Sumut 2011).

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2011, pencapaian peserta baru pengguna kontrasepsi medis operatif pria (MOP), medis operatif wanita (MOW), dan IUD, dua tahun terakhir meningkat tajam yaitu MOP naik 44%, MOW 15%, dan pengguna IUD meningkat sebesar 53%. Salah satu daerah yang pencapaian MOP-nya tinggi adalah Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.

Namun pencapaian peserta KB baru yang berhasil didata Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Perwakilan Provinsi Sumatera Utar belum maksimal. Secar penilaian pencapaian peserta KB baru, yakni dengan nilai 72,27. Posisi yang dicapai Sumut masih belum maksimal diatas rata-rata nasional. Sumut masih memiliki nilai minum dalam beberapa hal pencapaian peserta KB baru (BKKBN, Sumut 2011).

Peserta KB aktif di Sumatera Utara yang berhasil dibina sebanyak 4.534,850 (76,23%) dari seluruh Pasangan Usia Subur (PUS) yang mencapai 5.948.962 PUS. Realisasi peserta KB aktif yang menggunakan kontrasepsi suntik 2.239.108, pil 848.503, IUD 557.224 dan kondom 42.464 (BPS, 2009).

Di Kabupaten Langkat, jumlah PUS mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2007 jumlah PUS sekitar 272.383 dan meningkat menjadi 282.391 pada tahun 2008. Dari jumlah tersebut 69,93% adalah akseptor aktif yang jumlahnya meningkat dibandingkan tahun 2007 (Dinkes, Langkat 2009).


(28)

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat diperoleh bahwa pada tahun 2008 persentase peserta KB baru sebanyak 11,18% dari 272.383 jumlah PUS; 10,48% pada tahun 2007 dan 9,45% pada tahun 2006. Pada tahun 2009 dilaporkan 28.520 peserta KB baru, terdapat 18,25% peserta yang menggunakan metode kontrasepsi MKJP dan 81,75% menggunakan non MKJP. Jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh peserta KB baru adalah pil (43,35%), suntik (32,98%) dan paling sedikit adalah MOP/MOW (0,89%). Pada tahun 2011 terdapat 356 peserta KB aktif dan yang baru 465 orang akseptor KB di kecamatan Desalama terdapat 453 peserta yang menggunakan metode kontrasepsi non MKJP dan 268 menggunakan MKJP. Jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh peserta KB aktif ini adalah kontrasepsi janga pendek dibandingkan dengan kontrasepsi jangka panjang (Puskesmas Desalama, 2011).

Melihat data tersebut bahwa metode non MKJP merupakan metode yang lebih disukai oleh peserta KB aktif di Kecamatan Desalama, dengan alasan peserta KB baru selain harganya relatif lebih murah, lebih aman, metode non MKJP juga dipandang masyarakat belum mendapatkan konseling yang efektif tentang kontrasepsi jangka panjang (Puskesmas Desalama, 2011).

Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Desalama tersebut, menunjukkan faktor yang menyebabkan akseptor KB kurang memakai kontrasepsi jangka panjang antara lain adalah konseling petugas kesehatan yang kurang efektif


(29)

antara tenaga kesehatan dengan akseptor KB tentang kontrasepsi jangka panjang. Konseling kepada akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Desalama sudah sering dilaksanakan oleh petugas kesehatan, namun konseling tersebut belum sesuai dengan yang diharapkan, hal ini dapat kita lihat bahwa akseptor KB masih lebih memilih kontrasepsi jangka panjang.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh pemberian konseling oleh petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat.

1.2. Permasalahan

Rendahnya cakupan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat, sehingga ingin diteliti bagaimana pengaruh pemberian konseling oleh petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam pemilihan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling oleh petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam pemilihan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat.


(30)

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh pemberian pemberian konseling oleh petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti sebagai upaya untuk menambah wawasan dan pengetahuan khususnya tentang kontrasepsi jangka panjang.

2. Bagi Puskesmas Desalama dan Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Langkat sebagai informasi dalam upaya meningkatkan cakupan pelayanan KB jangka panjang sesuai target.

3. Bagi tenaga kesehatan agar meningkatkan kualitas pemberian pengetahuan KIE dengan mengikuti pelatihan-pelatihan tentang KIE

4. Bagi peneliti selajutnya sebagai referensi pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, khususnya yang terkait dengan kontrasepsi jangka panjang.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan Ibu tentang Kontrasepsi 2.1.1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu“ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yaitu :indra penglihatan, indra pendengaran, indra penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

2.1.2. Tingkat Pengetahuan Manusia

Menurut Benyamin S.Bloom yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa pengetahuan dibagi dalam enam tingkatan yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Yang termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain: mampu menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan memilih.


(32)

2. Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan membedakan.

3. Aplikasi (Application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil atau pengalaman hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks yang lain. Kata kerja yang menyatakan orang sudah mampu mendemonstrasikan, menghitung, menyelesaikan, mengoperasikan, menghubungkan dan menyusun suatu metode atau rumus yang diaplikasikan dalam kondisi yang sebenarnya.

4. Analisis (Analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari kemampuan orang untuk menentukan perbedaan, memisahkan, membuat diagram, membuat estimasi, mengambil kesimpulan dan menyusun sesuai dengan urutannya.


(33)

5. Sintesis (Synthesis)

Menunjukan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi–formulasi yang ada. Kemampuan orang untuk menyusun, merencanakan atau merancang, membuat komposisi, membuat kembali dan merevisi.

6. Evaluasi (Evaluation)

Menunjukkan pada kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau obyek yang berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada. Dalam keadaan ini orang sudah mampu untuk menimbang, mengkritik, membandingkan, memberi alasan, menyimpulkan dan memberi dukungan (Notoatmodjo, 2003).

2.2. Efektifitas dan Pengukuran

Menurut Abdurahmat (2003), efektifitas adalah menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektifitasnya.

Menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya.


(34)

Menurut Mahmudi (2005) efektifitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan.

Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa efektivitas mempunyai hubungan timbal balik antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output, maka semakin efektif suatu program atau kegiatan.

Pengukuran efektifitas sebuah konseling merupakan sesuatu yang sangat penting bagi sebuah konseling. Petugas kesehatan menghabiskan banyak sekali waktu untuk melaksanakan konseling. Oleh karena itu, tenaga kesehatan menaruh perhatian yang besar terhadap performa dari konseling mereka.

Beberapa hal menjadi alasan yang mendasari perlunya melaksanakan pengukuran efektifitas sebuah konseling.

Keluaran (output) yang dihasilkan lebih banyak bersifat keluaran (output) tidak berwujud (intangible) yang tidak mudah untuk dikuantifikasi, maka pengukuran efektivitas sering menghadapi kesulitan. Kesulitan dalam pengukuran efektivitas tersebut karena pencapaian hasil (outcome) seringkali tidak dapat diketahui dalam jangka pendek, akan tetapi dalam jangka panjang setelah program berhasil, sehingga ukuran efektifitas biasanya dinyatakan secara kualitatif (berdasarkan pada mutu) dalam bentuk pernyataan saja (judgement), artinya apabila mutu yang dihasilkan baik, maka efektivitasnya baik pula.


(35)

1. Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan, artinya hasil tersebut berupa kuantitas atau bentuk fisik dari organisasi, program atau kegiatan. Hasil dimaksud dapat dilihat dari perbandingan (ratio) antara masukan (input) dengan keluaran (output).

2. Tingkat kepuasan yang diperoleh, artinya ukuran dalam efektifitas ini dapat kuantitatif (berdasarkan pada jumlah atau banyaknya) dan dapat kualitatif (berdasarkan pada mutu).

3. Produk kreatif, artinya penciptaan hubungannya kondisi yang kondusif dengan dunia kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan kreativitas dan kemampuan. 4. Intensitas yang akan dicapai, artinya memiliki ketaatan yang tinggi dalam suatu

tingkatan intens sesuatu, dimana adanya rasa saling memiliki dengan kadar yang tinggi.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa ukuran daripada efektifitas harus adanya suatu perbandingan antara masukan dan keluaran, ukuran daripada efektifitas harus adanya tingkat kepuasan dan adanya penciptaan hubungan kerja yang kondusif serta intensitas yang tinggi, artinya ukuran daripada efektifitas adanya keadaan rasa saling memiliki dengan tingkatan yang tinggi.

2.3. Kontrasepsi dan Pembagian

Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” dan “konsepsi”. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma yang mengakibatkan


(36)

kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma tersebut (Saifuddin, 2006).

Alat kontrasepsi memang sangat berguna sekali dalam program KB namun perlu diketahui bahwa tidak semua alat kontrasepsi cocok dengan kondisi setiap orang. Untuk itu, setiap pribadi harus bisa memilih alat kontrasepsi yang cocok untuk dirinya.

Salah satu metode kontrasepsi yang digunakan adalah alat kontrasepsi jangka panjang (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau IUD, implant dan kontap). Kontrasepsi jangka panjang adalah satu alat kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi kontrasepsinya), (Hidayati, 2009).

Pelayanan kontrasepsi merupakan salah satu jenis pelayanan KB yang tersedia. Sebagian besar akseptor KB memilih dan membayar sendiri berbagai macam metode kontrasepsi yang tersedia. Faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor dalam memilih metode kontrasepsi antara lain faktor pasangan (umur, gaya hidup, frekuensi senggama, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan metode kontrasepsi yang lalu, sikap kewanitaan dan kepriaan), faktor kesehatan (status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul) dan faktor metode kontrasepsi (efektivitas, efek samping dan biaya). Selain faktor-faktor tersebut masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi seperti efektivitas konseling petugas kesehatan (Manuaba, 2010).


(37)

Salah satu program untuk menekan angka pertumbuhan penduduk yakni melalui program Keluarga Berencana (KB). Program KB memiliki peranan dalam menurunkan resiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan serta menjarangkan kehamilan dengan sasaran utama adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Program pemerintah dalam upaya mengendalikan jumlah kelahiran dan mewujudkan keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak kelahiran dengan program KB (Manuaba, 2010).

Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu : 1. Kontrasepsi Sederhana

Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly atau tablet berbusa (vaginal tablet).

2. Cara Kontrasepsi Modern/Metode Efektif

Cara kontrasepsi ini dibedakan atas kontrasepsi tidak permanen dan kontrasepsi permanen. Kontrasepsi tidak permanen dapat dilakukan dengan pil, AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan dan implant. Sedangkan cara kontrasepsi permanen dapat dilakukan dengan metode kontap, yaitu dengan operasi tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan vasektomi (sterilisasi pada pria) (Mochtar, 2005).


(38)

2.4. Macam-macam Kontrasepsi Jangka Panjang

2.4.1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/Intra Uterine Devices (IUD) 2.4.1.1. Pengertian

AKDR/IUD merupakan alat kontrasepsi yang terbuat dari bahan plastik yang halus berbentuk spiral atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau bidan/paramedik lain yang sudah dilatih (Manuaba, 2010).

2.4.1.2. Jenis AKDR/IUD

Jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain adalah : a. Copper-T

IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik. IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik.

b. Copper-7

AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada IUD Copper-T.


(39)

c. Multi load

IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small dan mini.

d. Lippes loop

IUD ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal (benang putih). Lippes loop mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan dari pemakaian IUD jenis ini adalah bila terjadi perforasi, jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik.

2.4.1.3. Efektifitas

Sebagai kontrasepsi, AKDR tipe Copper T efektifitasnya sangat tinggi yaitu berkisar antara 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan). Sedangkan AKDR dengan progesteron antara 0,5-1 kehamilan per 100 perempuan pada tahun pertama penggunaan (Meilani, 2010).


(40)

2.4.1.4. Mekanisme Kerja AKDR/IUD

Mekanisme kerja AKDR/IUD adalah sebagai berikut : 1. Menghambat kemampuan sperma masuk ke dalam tuba falopii 2. Memengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri

3. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi

4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus (Saifuddin, 2006). 2.4.1.5. Keuntungan AKDR/IUD

Keuntungan dari AKDR/IUD ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai kontrasepsi efektifitas tinggi

2. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan 3. Metode jangka panjang

4. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat, seperti pil atau suntik 5. Tidak memengaruhi hubungan seksual

6. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil 7. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A)

8. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI seperti metode kontrasepsi hormonal

9. Dapat di pasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi)


(41)

10.Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir) 11.Tidak ada interaksi dengan obat-obat

12.Membantu mencegah kehamilan ektopik

13.Dapat dilepas jika menginginkan anak lagi, karena tidak bersifat permanen

14.Tidak bersifat karsinogen, yaitu dapat menyebabkan kanker karena hormon yang terkandung didalamnya (Manuaba, 2010).

2.4.1.6. Kerugian

1. Efek samping yang umum terjadi adalah : a. Keputihan

b. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan).

c. Haid lebih lama dan banyak.

d. Perdarahan (spotting) antar menstruasi. e. Saat haid lebih sakit.

2. Komplikasi lain :

a. Merasakan sakit dan kejang selama 3-5 hari setelah pemasangan.

b. Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia.

c. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar). d. Tidak mencegah IMS (Infeksi Menular Seksual) termasuk HIV/AIDS.


(42)

3. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan

4. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR, penyakit radang panggul dapat memicu infertilitas

5. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvis: diperlukan dalam pemasangan AKDR. Sering kali perempuan takut selama pemasangan (Saifuddin, 2006). 2.4.1.7. Indikasi

1. Usia reproduktif

2. Telah mendapat persetujuan dari suami

3. Pernah melahirkan dan mempunyai anak, serta ukuran rahim tidak kurang 5 cm. 4. Telah cukup jumlah anaknya dan belum memutuskan untuk sterilisasi.

5. Tidak ingin hamil paling tidak untuk 2 tahun.

6. Dianjurkan sebagai pengganti pil KB bagi akseptor KB yang berumur diatas 30 tahun.

7. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang 8. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi 9. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya

10. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi 11.Resiko rendah dari IMS


(43)

2.4.1.8. Kontraindikasi Pemakaian AKDR

Menurut Meilani (2010), kontraindikasi pemakaian AKDR/IUD adalah : 1. Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil)

2. Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi) 3. Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)

4. Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita abortus septic

5. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri

6. Kanker alat genital

7. Ukuran rongga panggul kurang dari 5 cm

2.4.1.9. Cara Pemasangan AKDR

Prinsip pemasangan adalah menempatkan AKDR setinggi mungkin dalam rongga rahim (cavum uteri). Saat pemasangan yang paling baik ialah pada waktu serviks masih terbuka dan rahim dalam keadaan lunak. Misalnya, 40 hari setelah bersalin dan pada akhir haid. Pemasangan AKDR dapat dilakukan oleh dokter atau bidan yang telah dilatih secara khusus. Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan setelah pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama tiga bulan berikutnya. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap enam bulan sekali (Hartanto, 2004).


(44)

2.4.2. Kontrasepsi Implant 2.4.2.1. Pengetian

Kontrasepsi implant mekanisme kerjanya adalah menekan ovulasi membuat getah serviks menjadi kental dan membuat endometrium tidak sempat menerima hasil konsepsi.

2.4.2.2. Efek Samping Implant

Pada umumnya efek samping yang ditimbulkan implant tidak berbahaya. Yang paling sering ditemukan adalah gangguan haid yang kejadiannya bervariasi pada setiap pemakaian, seperti pendarahan haid yang banyak atau sedikit, bahkan ada pemakaian yang tidak haid sama sekali. Keadaan ini biasanya terjadi 3-6 bulan pertama sesudah beberapa bulan kemudian. Efek samping lain yang mungkin timbul, tetapi jarang adalah sakit kepala, mual, mulut kering, jerawat, payudara tegang, perubahan selera makan dan perubahan berat badan.

2.4.2.3. Keuntungan Implant 1. Efektifitas tinggi setelah dipasang

2. Sistem 6 kapsul memberikan perlindungan untuk 5 tahun. 3. Tidak mengandung estrogen

4. Efek kontraseptif segera berakhir setelah implantnya dikeluarkan

5. Implant melepaskan progestin dengan kecepatan rendah dan konstant, sehingga terhindar dari dosis awal yang tinggi.


(45)

2.4.2.4. Kerugian Implant

1. Insersi dan pengeluaran harus dikeluarkan oleh tenaga terlatih.

2. Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan pengangkatan implant

3. Lebih mahal

4. Sering timbul perubahan pola haid

5. Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri. 2.4.3. Kontrasepsi Kontap

Kontap adalah kontrasepsi permanen yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Kontap ada 2 macam yaitu tubektomi yang digunakan pada wanita dan vasektomi yang digunakan pada pria. Keunggulan kontap adalah merupakan kontrasepsi yang hanya dilakukan atau dipasang sekali, relatif aman. Angka kegagalan kontap pada pria 0,1-0,5% dalam tahun pertama sedangkan kegagalan pada kontap wanita kurang dari 1% setelah satu tahun pemasangan (Everett, 2007).

Kontap adalah alat kontrasepsi yang paling efektif digunakan, aman dan mempunyai nilai demografi yang tinggi. Kontap ada 2 macam yaitu tobektomi yang dilakukan pada wanita dan vasektomi yang dilakukan pada pria.

2.4.3.1. Tubektomi

Tubektomi adalah satu-satunya kontrasepsi yang permanent. metode ini melibatkan pembedahan abdominal dan perawatan di rumah sakit yang melibatkan waktu yang cukup lama.


(46)

1. Efektivitas

Tubektomi ini mempunyai efektivitas nya 99,4 % - 99,8 % per 100 wanita pertahun. Dengan angka kegagalan 1-5 per 100 kasus

2. Keuntungan

Keuntungan tubektomi adalah efektivitas tinggi, permanen, dapat segera efektif setelah pemasangan.

3. Kerugian

Kerugian tubektomi adalah melibatkan prosedur pembedahan dan anastesi, tidak mudah kembali kesuburan.

4. Indikasi

Indikasi tubektomi adalah wanita usia subur, sudah mempunyai anak, wanita yang tidak menginginkan anak lagi.

5. Kontra indikasi

Kontra indikasi adalah ketidak setujuan terhadap operasi dari salah satu pasangan, penyakit psikiatik, keadaan sakit yang dapat meningkatkan resiko saat operasi.

6. Efek samping

Efek samping tubektomi adalah jika ada kegagalan metode maka ada resiko tinggi kehamilan ektopik, merasa berduka dan kehilangan (Everett, 2007).


(47)

2.4.3.2. Vasektomi

Vasektomi adalah pilihan kontrasepsi permanent yang popular untuk banyak pasangan. Vasektomi adalah pemotongan vas deferen, yang merupakan saluran yang mengangkut sperma dari epididimis di dalam testis ke vesikula seminalis.

1. Efektivitas

Vasektomi adalah bentuk kontrasepsi yang sangat efektif. Angka kegagalan langsungnya adalah 1 dalam 1000.

2. Keuntungan

Keuntungan adalah metode permanent, efektivitas permanen, menghilangkan kecemasan akan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan, prosedur aman dan sederhana

3. Kontra indikasi

Kontra indikasi adalah ketidak mampuan fisik yang serius, masalah urologi, tidak didukung oleh pasangan.

4. Efek samping

Efek samping adalah infeksi, hematoma, granulose sperma (Everett, 2007).

2.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keengganan Penggunaan KB 2.5.1. Umur

Pengaruh umur untuk keikutsertaan dalam penggunaan kontrasepsi dapat dilihat dari pembagian umur berikut ini,


(48)

1. Umur ibu kurang dari 20

a. Penggunaan kondom kurang menguntungkan, karena pasangan muda frekuensi bersenggama tinggi sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi.

b. Bagi yang belum mempunyai anak, AKDR kurang dianjurkan c. Umur dibawah 20 tahun sebaiknya tidak mempunyai anak dulu. 2. Umur ibu antara 20-30 tahun

a. Merupakan usia yang terbaik untuk mengandung dan melahirkan.

b. Segera setelah anak pertama lahir, dianjurkan untuk memakai IUD sebagai pilihan utama. Pilihan kedua adalah norplant atau pil

3. Umur ibu diatas 30 tahun

a. Pilihan utama menggunakan kontrasepsi spiral atau norplant. Kondom biasanya merupakan pilihan kedua.

b. Dalam kondisi darurat, metode kontap dengan cara operasi (sterilisasi) dapat dipakai dan relatif lebih baik dibandingkan dengan spiral, kondom, maupun pil dalam arti mencegah (Sarwono, 2004).

2.5.2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan akan memengaruhi wawasan dan pengetahuan ibu. Semakin rendah pendidikan ibu maka akses terhadap informasi tentang KB akan berkurang sehingga ibu akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif, alat kontrasepsi yang mana akan dipilih oleh ibu (Notoadmojo, 2003).


(49)

2.5.3. Jumlah anak

Jumlah anak adalah keseluruhan jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh seorang ibu. Semakin sering seorang wanita melahirkan anak, maka akan semakin memiliki resiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak akan sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan taraf hidup keluarga secara maksimal.

Pengguna KB dipengaruhi juga dengan jumlah anak dalam suatu keluarga. Pasangan usia subur 30 tahun keatas yang sudah memiliki anak dan ingin menjarangkan kehamilannya biasanya lebih cenderung memilih kontrasepsi jangka panjang (Sarwono, 2004).

2.6. Konseling tentang Keluarga Berencana 2.6.1. Pengertian

Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseling dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseling dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang (Prayitno 2004).


(50)

Konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka dua arah antara klien dengan petugas yang bertujuan memberikan bantuan mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan pemilihan kontrasepsi, sehingga akhirnya calon peserta KB mampu mengambil keputusan sendiri mengenai alat/metode kontrasepsi apa yang terbaik bagi dirinya (Sheilla, 2006).

Konseling adalah proses komunikasi antara seseorang (konselor) dengan orang lain. (Depkes RI, 2002).

Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan keluarga berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan. Teknik konseling yang baik dan informasi yang lengkap dan cukup akan memberikan keleluasaan pada klien dalam memutuskan untuk memilih kontrasepsi (informed choise) yang akan digunakan (BKKBN, 2006).

Berdasarkan uraian diatas konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka dua arah yang bertujuan untuk memberikan informasi atau bantuan mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan pemilihan kontrasepsi.

2.6.2. Tujuan Konseling

Membantu klien melihat permasalahannya supaya lebih jelas sehingga klien dapat memilih sendiri jalan keluarnya (Fitriasari, 2006).

Dengan melakukan konseling kontap yang baik maka klien dapat menentukan pilihan kontrasepsinya dengan mantap sesuai dengan keinginan mereka sendiri dan


(51)

tidak akan menyesali keputusan yang telah diambilnya di kemudian hari (Sheilla, 2006).

Konseling yang baik meningkatkan keberhasilan KB dan membuat klien menggunakan kontrasepsi lebih lama serta mencerminkan baiknya kualitas pelayanan yang diberikan (Sheilla, 2006).

Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal : 1. Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi 2. Memilih metode KB yang diyakini

3. Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif 4. Memulai dan melanjutkan KB

5. Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang tersedia.

2.6.3. Keuntungan Konseling KB

Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB. Adapun keuntungannya adalah : a. Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya b. Puas terhadap pilihan dan mengurangi keluhan atau penyesalan

c. Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif d. Membangun rasa saling percaya

e. Menghormati hak klien dan petugas

f. Menambah dukungan terhadap pelayanan KB


(52)

2.6.4. Tahapan Konseling Kontrasepsi

Menurut Suyono (2004) tahapan konseling tentang kontrasepsi meliputi : a. Konseling Awal

Konseling awal adalah konseling yang dilakukan pertama kali sebelum dilakukan konseling spesifik. Biasanya dilakukan oleh petugas KB lapangan (PLKB) yang telah mendapatkan pelatihan tentang konseling kontap pria. Dalam konseling awal umumnya diberikan gambaran umum tentang kontrasepsi.

Walaupun secara umum tetapi penjelasannya harus tetap obyektif baik keunggulan maupun keterbatasan sebuah alat kontrasepsi dibandingkan dengan metode kontrasepsi lainnya, syarat bagi pengguna kontrasepsi serta komplikasi dan angka kegagalan yang mungkin terjadi.

Pastikan klien mengenali dan mengerti tentang keputusannya untuk menunda atau menghentikan fungsi reproduksinya dan mengerti berbagai risiko yang mungkin terjadi.

Apabila klien dan pasangannya telah tertarik dan ingin mengetahui lebih lanjut tentang alat kontrasepsi, dirujuk pada tempat pelayanan kontrasepsi untuk tahapan konseling spesifik.

b. Konseling Spesifik

Konseling spesifik dilakukan setelah konseling pendahuluan. Dalam tahap ini konseling lebih ditekankan pada aspek individual dan privasi. Pada konseling spesifik yang bertugas sebagai konselor adalah petugas konselor, para dokter,


(53)

perawat dan bidan. Konselor harus mendengarkan semua masukan dari klien tanpa disela dengan pendapat atau penjelasan konselor. Setelah semua informasi dari klien tanpa disela penjelasan konselor.

Setelah semua informasi dari klien terkumpul maka lakukan pengelompokan dan penyaringan, kemudian berikan informasi yang tepat dan jelas untuk menghilangkan keraguan, kesalahpahaman. Berbagai penjelasan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan rasional sangat membantu klien mempercayai konselor serta informasi yang disampaikan. Di samping itu klien dapat mengambil keputusan tanpa tekanan dan berdasarkan informasi yang benar.

c. Konseling Pra Tindakan

Konseling pra tindakan adalah konseling yang dilakukan pada saat akan dilakukan prosedur penggunaan kontrasepsi. Pada konseling pra tindakan yang bertindak sebagai konselor adalah dokter, operator petugas medis yang melakukan tindakan. Tujuan konseling ini untuk mengkaji ulang pilihan terhadap kontrasepsi, menilai tingkat kemampuan klien untuk menghentikan infertilitas, evaluasi proses konseling sebelumnya, melihat tahapan dari persetujuan tindakan medis dan informasi tentang prosedur yang akan dilaksanakan.

d. Konseling Pasca Tindakan

Konseling pasca tindakan adalah konseling yang dilakukan setelah tindakan selesai dilaksanakan. Tujuannya untuk menanyakan kepada klien bila ada keluhan yang mungkin dirasakan setelah tindakan, lalu berusaha menjelaskan terjadinya


(54)

keluhan tersebut, memberikan penjelasan kepada klien atau mengingatkan klien tentang perlunya persyaratan tertentu yang harus dipenuhi agar kontrasepsi efektif misalnya pada kontrasepsi vasektomi perlu penggunaan kondom selama 20 kali ejakulasi setelah divasektomi.

2.6.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Konseling a. Faktor Individual

Orientasi kultural (keterikatan budaya) merupakan faktor individual yang dibawa seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari : 1. Faktor Fisik

Kepekaan panca indera pasien yang diberi konseling akan sangat mempengaruhi kemampuan dalam menangkap informasi yang disampaikan konselor.

2. Sudut Pandang

Nilai-nilai yang diyakini oleh pasien sebagai hasil olah pikirannya terhadap budaya dan pendidikan akan mempengaruhi pemahamannya tentang materi yang dikonselingkan.

3. Kondisi Sosial

Status sosial dan keadaan disekitar pasien akan memberikan pengaruh dalam memahami materi.


(55)

4. Bahasa

Kesamaan bahasa yang digunakan dalam proses konseling juga akan mempengaruhi pemahaman pasien.

b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan interaksi

Tujuan dan harapan terhadap komunikasi, sikap terhadap interaksi, pembawaan diri seseorang terhadap orang lain (seperti kehangatan, perhatian, dukungan) serta sejarah hubungan antara konselor dan klien akan mempengaruhi kesuksesan proses konseling.

c. Faktor Situasional

Percakapan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, situasi percakapan kesehatan antara bidan dan klien akan berbeda dengan situasi percakapan antara polisi dengan pelanggar lalu lintas

d. Kompetensi dalam melakukan percakapan

Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan perilaku kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah :

1. Kegagalan menyampaikan informasi penting. 2. Perpindahan topik bicara yang tidak lancar. 3. Salah pengertian (Lukman, 2002).

2.6.6. Hal yang Harus Diperhatikan dalam Konseling Faktor penghambat dalam konseling antara lain :


(56)

1. Faktor individual.

Keterikatan budaya merupakan faktor individual yang dibawa seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari : (a) faktor fisik atau kepekaan panca indera, usia dan seks; (b) sudut pandang terhadap nilai-nilai; (c) faktor sosial pada sejarah keluarga dan relasi, jaringan sosial, peran dalam masyarakat, status sosial; (d) bahasa.

2. Faktor yang berkaitan dengan interaksi, (a) tujuan dan harapan terhadap komunikasi; (b) sikap terhadap interaksi; (c) pembawaan diri terhadap orang lain; (d) sejarah hubungan.

3. Faktor situasional

4. Kompetensi dalam melakukan percakapan : Komunikasi dikatakan efektif bila ada sikap perilaku kompeten dari kedua belah pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah : (a) kegagalan informasi penting; (b) perpindahan topik bicara; (c) tidak lancar; (d) salah pengertian.

Kemampuan konselor yang efektif dapat menciptakan komunikasi yang efektif dan hasil konseling yang efektif pula. Ciri-ciri khusus kemampuan konselor yang efektif yaitu :

1. Para konselor yang efektif sangat terampil mendapatkan keterbukaan.

2. Para konselor yang efektif membangkitkan rasa percaya, kredibilitas, dan keyakinan dari orang-orang yang mereka bantu.


(57)

3. Para konselor yang efektif mampu menjangkau wawasan luas, seperti halnya mereka mendapatkan keterbukaan.

4. Para konselor yang efektif berkomunikasi dengan hati-hati dan menghargai orang-orang yang mereka upayakan bantu.

5. Para konselor yang efektif mengakui dan menghargai diri mereka sendiri dan tidak menyalahgunakan orang-orang yang mereka coba bantu untuk memuaskan kebutuhan pribadi mereka sendiri.

6. Para konselor yang efektif mempunyai pengetahuan khusus dalam beberapa bidang keahlian yang mempunyai nilai bagi orang-orang tertentu yang akan dibantu.

7. Para konselor yang efektif berusaha memahami, bukannya menghakimi, tingkah laku orang yang diupayakan bantu.

8. Para konselor yang efektif mampu bernalar secara sistematis dan berfikir dengan pola sistem.

9. Para konselor yang efektif berpandangan mutahir dan memiliki wawasan luas terhadap peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan manusia.

10.Para konselor yang efektif mampu mengidentifikasi pola tingkah-laku yang merusak diri (self defeating) dan membantu orang-orang lain untuk berubah dari tingkah laku yang merusak diri ke pola-pola tingkah laku yang secara pribadi lebih memuaskan.


(58)

Para konselor yang benar-benar efektif sangat terampil membantu orang-orang lain melihat diri sendiri, dan merespons secara tidak defensif terhadap pertanyaan “Siapakah saya?” adalah suatu hal yang mudah melukiskan aspek-aspek diri yang menyenangkan dan membanggakan (Sheilla, 2006).

2.6.7. Upaya Petugas Kesehatan Dalam Mengatasi Masalah Pemilihan Kontrasepsi

Konseling merupakan serangkaian program layanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan kepada masyarakat agar mereka mampu berkembang lebih baik dan lebih optimal.

Keberhasilan akseptor KB dalam menentukan dan memilih kontrasepsi ditentukan dari kemampuan petugas kesehatan memberikan konseling tentang gambaran dan memberikan keyakinan kepada ibu tentang keunggulan masing-masing kontrasepsi sehingga menambah pengetahuan ibu tentang setiap kontrasepsi sehingga ibu memilih kontrasepsi yang akan dipergunakan.

Menurut Sukardi (2008) menjelaskan bahwa efektivitas konseling petugas kesehatan akan menimbulkan kepercayaan ibu terhadap kontrasepsi yang akan dipergunakan. Dalam memberikan konseling setidaknya petugas kesehatan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Perlakuan terhadap akseptor KB secara hangat, ramah, rendah hati, menyenangkan.

2. Pemahaman akseptor KB secara empatik.


(59)

4. Penerimaan akseptor KB secara apa adanya.

5. Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh akseptor KB

2.7. Teori Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku merupakan tujuan pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan yang lainnya. Banyak teori tentang perubahan perilaku ini, antara lain :

1. Teori Stimulus-Organisme-Respons (SOR)

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.

Proses perubahan perilaku menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :

a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.

b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.


(60)

c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

2. Teori Festinger (Dissonance Theory)

Menurut Finger (1957) dalam Notoatmodjo (2010) teori ini telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial. Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance (tidak seimbang). Hal ini berarti bahwa keadaan cognitive dissonance merupakan keadaan ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu maka berarti sudah tidak terjadi ketegangan diri lagi dan keadaan ini disebut consonance (keseimbangan). Dissonance (ketidakseimbangan) terjadi karena dalam diri individu terdapat 2 elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang dimaksud elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat, atau keyakinan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda/bertentangan didalam diri individu sendiri maka terjadilah dissonance. 3. Teori Fungsi

Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan


(61)

perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960) dalam Notoatmodjo (2010), perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa :

a. Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi memenuhi kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif.

b. Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar.

c. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam peranannya dengan tindakannya itu, seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang dihadapi.

d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu perilaku itu dapat


(62)

merupakan "layar" dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar individu dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu didalam kehidupan manusia, perilaku itu tampak terus-menerus dan berubah secara relatif.

4. Teori Kurt Lewin

Menurut Kurt Lewin dalam Notoatmodjo (2010), berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang. Sehingga ada 3 kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yakni :

a. Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku. Stimulus ini berupa penyuluhan-penyuluhan atau informasi-informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan. Misalnya seseorang yang belum ikut KB (ada keseimbangan antara pentingnya anak sedikit dengan kepercayaan banyak anak banyak rezeki) dapat berubah perilakunya (ikut KB) kalau kekuatan pendorong yakni pentingnya ber-KB dinaikkan dengan penyuluhan-penyuluhan atau usaha-usaha lain.


(63)

b. Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. Misalnya contoh tersebut diatas, dengan memberikan pengertian kepada orang tersebut bahwa banyak anak banyak rezeki adalah kepercayaan yang salah maka kekuatan penahan tersebut melemah dan akan terjadi perubahan perilaku pada orang tersebut.

c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan keadaan semacam ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku. Seperti contoh diatas, penyuluhan KB yang berisikan memberikan pengertian terhadap orang tersebut tentang pentingnya ber-KB dan tidak benarnya kepercayaan anak banyak, rezeki banyak, akan meningkatkan kekuatan.

2.8. Landasan Teori

Menurut Notoatmodjo (2010), bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan kontrasepsi AKDR/IUD adalah pemberi pelayanan kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan yaitu ketersediaan pelayanan kesehatan, keterjangkauan, konseling petugas kesehatan, faktor budaya yaitu keyakinan, tradisi, nilai dan agama, faktor informasi yaitu tenaga kesehatan, media massa/televisi, kelompok masyarakat, keluarga dan pengalaman orang lain, karakteristik individu yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, faktor pengetahuan, pengalaman dan persepsi. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, konsumen akan memutuskan menggunakan alat kontrasepsi AKDR/IUD Notoatmodjo (2010)


(64)

Gambar 2.1 : Kerangka Teori Menurut Notoatmodjo (2010)

Landasan teori menurut Notoatmodjo (2010) hanya satu variabel yang akan diteliti pada penelitian ini, dengan berbagai pertimbangan dan melihat situasi dilapangan bahwa variabel yang diambil harus dapat diukur dan sesuai dengan kepustakaan yang ada menurut peneliti. Variabel yang diambil adalah variabel konseling KB.

2.9. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Efektivitas Konseling :

1. Materi konseling 2. Media konseling 3. Metode konseling

Pengetahuan ibu dalam pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang

Faktor Predisposisi : - Pengetahuan - Sikap - Tindakan - Kepercayaan - Persepsi - Nilai-nilai

Faktor Pendukung : - Lingkungan fisik - Fasilitas/Sarana Kesehatan

Faktor Penguat : - Anjuran petugas - Anjuran tokoh

- Anjuran orang terdekat - Konseling KB


(65)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan menggunakan pendekatan desain cross sectional, yaitu untuk menganalisis pengaruh efektifitas konseling petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat. Alasan memilih lokasi ini karena pemakaian kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrasepsi jenis lain yaitu dari 821 peserta KB aktif yang ada di kecamatan Desalama terdapat 453 peserta yang menggunakan metode kontrasepsi non MKJP dan 368 menggunakan MKJP.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai bulan Januari-Juni 2012 dari melakukan penelusuran kepustakaan, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian, analisis data dan penyusunan laporan akhir.


(66)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempergunakan KB di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat yang berjumlah 821 orang. 3.3.2. Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebagian populasi dijadikan menjadi sampel. Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan uji hipotesis menurut Lameshow dalam Hidayat (2007), sebagai berikut :

dimana :

n = besar sampel Z1-α

Z

= nilai distribusi normal baku (tabel z) pada α tertentu = 1,64 1-β

Po = proporsi di populasi = 0,50

= nilai distribusi normal baku (tabel z) pada β tertentu = 1,28

Pa = perkiraan proporsi di populasi = 0,60

Pa-Po = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi 0,60-0,50 = 0,10


(1)

Risk Estimate

4,103 2,022 8,323

2,322 1,511 3,569

,566 ,413 ,776

146 Odds Ratio for Medi a

Penyluhan (Tidak Efektif / Efektif) For cohort

Pengetahuan = Buruk For cohort

Pengetahuan = Bai k N of Valid Cases

Value Lower Upper

95% Confidence Interval

Metoda Penyuluhan * Pengetahuan

Crosstab

33 24 57

21,9 35,1 57,0

57,9% 42,1% 100,0%

23 66 89

34,1 54,9 89,0

25,8% 74,2% 100,0%

56 90 146

56,0 90,0 146,0 38,4% 61,6% 100,0% Count

Ex pec ted Count % within Metoda Penyuluhan Count

Ex pec ted Count % within Metoda Penyuluhan Count

Ex pec ted Count % within Metoda Penyuluhan Tidak E fek tif

Efektif Metoda Penyuluhan

Total

Buruk Baik Pengetahuan


(2)

Chi-Square Tests

15,097b 1 ,000

13,772 1 ,000

15,106 1 ,000

,000 ,000

14,994 1 ,000

146 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As sociation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21,86.

b.

Risk Estimate

3,946 1,943 8,012

2,240 1,478 3,395

,568 ,409 ,788

146 Odds Ratio for Metoda

Penyul uhan (Tidak Efektif / Efektif) For cohort

Pengetahuan = Buruk For cohort

Pengetahuan = Bai k N of Valid Cases

Value Lower Upper

95% Confidence Interval

Logistic Regression

Case Processing Summary

146 100,0

0 ,0

146 100,0

0 ,0

146 100,0

Unweighted Casesa

Included in Anal ysis Mis sing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cas es Total

N Percent

If weight is in effect, s ee class ification table for the total number of cases.


(3)

De pe n de n t V a ria ble Enc odi ng 0 1 Or igina l Va lue

Bu ruk Ba ik

Int erna l Va lue

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

0 56 ,0

0 90 100,0

61,6 Observed

Buruk Baik Pengetahuan

Overall Percentage Step 0

Buruk Baik

Pengetahuan Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is ,500 b.

Va riables in the Equa tion

,474 ,170 7,771 1 ,005 1,607

Constant St ep 0

B S. E. W ald df Sig. Ex p(B)

Variables not in the Equation

14,368 1 ,000

16,032 1 ,000

15,097 1 ,000

20,716 3 ,000

materi Media Metoda Variables

Overall Statistics Step

0

Score df Sig.

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

21,188 3 ,000

21,188 3 ,000

21,188 3 ,000

Step Block Model Step 1


(4)

Model Summar y

17 3,22 0a ,13 5 ,18 4

Ste p 1

-2 Log likeliho od

Co x & Snel l R Squa re

Na gelkerke R Squa re

Es tima tion term inated a t iteration num be r 4 b ecau se pa ram eter estim ate s ch ang ed b y les s tha n ,0 01. a.

Classification Tablea

29 27 51,8

15 75 83,3

71,2 Observed

Buruk Baik Pengetahuan

Overall Percentage Step 1

Buruk Baik

Pengetahuan Percentage Correct Predicted

The cut value is ,500 a.

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a materi .898 .399 5.069 1 .024 2.454

Media 1.029 .399 6.655 1 .010 2.798

Constant -.554 .288 3.701 1 .054 .575


(5)

Logistic Regression

Case Processing Summary

146 100,0

0 ,0

146 100,0

0 ,0

146 100,0

Unweighted Casesa

Included in Anal ysis Mis sing Cases Total

Selected Cases

Unselected Cas es Total

N Percent

If weight is in effect, s ee class ification table for the total number of cases.

a.

De pe n de n t V a ria ble Enc odi ng 0 1 Or igina l Va lue

Bu ruk Ba ik

Int erna l Va lue

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

0 56 ,0

0 90 100,0

61,6 Observed

Buruk Baik Pengetahuan

Overall Percentage Step 0

Buruk Baik

Pengetahuan Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is ,500 b.

Va riables in the Equa tion

,474 ,170 7,771 1 ,005 1,607

Constant St ep 0


(6)

Variables not in the Equation

14,368 1 ,000

16,032 1 ,000

20,699 2 ,000

materi Media Variables

Overall Statistics Step

0

Score df Sig.

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

21,177 2 ,000

21,177 2 ,000

21,177 2 ,000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summar y

17 3,23 1a ,13 5 ,18 3

Ste p 1

-2 Log likeliho od

Co x & Snel l R Squa re

Na gelkerke R Squa re

Es tima tion term inated a t iteration num be r 4 b ecau se pa ram eter estim ate s ch ang ed b y les s tha n ,0 01. a.

Classification Tablea

29 27 51,8

15 75 83,3

71,2 Observed

Buruk Baik Pengetahuan

Overall Percentage Step 1

Buruk Baik

Pengetahuan Percentage Correct Predicted

The cut value is ,500 a.

Variables in the Equation

,898 ,399 5,069 1 ,024 2,454 1,123 5,361 1,029 ,399 6,655 1 ,010 2,798 1,280 6,113

-,554 ,288 3,701 1 ,054 ,575 materi

Media Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper 95,0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: materi, Media. a.


Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Kontrasepsi, Jumlah Anak, Dukungan Suami, Dan Konseling Tenaga Kesehatan Dengan Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Di Kabupaten Blora.

0 1 5

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Selesai Kabupaten Langkat

0 0 9

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Selesai Kabupaten Langkat

0 0 2

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Selesai Kabupaten Langkat

0 0 9

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Selesai Kabupaten Langkat

0 0 20

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Selesai Kabupaten Langkat Chapter III VI

0 1 38

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Selesai Kabupaten Langkat

0 2 3

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Selesai Kabupaten Langkat

0 0 22

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ALAT KONTRASEPSI DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI IUD DI PUSKESMAS TEGALREJO YOGYAKARTA - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 8

HUBUNGAN PEMBERIAN KONSELING PADA AKSEPTOR KB TERHADAP KETEPATAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI DI PUSKESMAS TEGALREJO YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Pemberian Konseling pada Akseptor KB terhadap Ketetapan Pemelihan Alat Kontrasepsi di Puskesmas Tegal

0 0 14