Sistematika Penulisan Kerangka Berfikir

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan literatur yang bermanfaat pada dunia psikologi untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan prestasi belajar siswa.

1.4. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan Berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian prestasi belajar statistika, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, pembatasan masalah dan sistematika penulisan. BAB II : Landasan Teori Di dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti secara sistematis, beserta hipotesis penelitian. BAB III : Metodelogi Penelitian Bab ini meliputi, subyek penelitian, variable penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan teknik analisis data. BAB IV : Analisis Hasil Penelitian Dalam bab ini peneliti akan membahas mengenai hasil penelitian meliputi, pengolahan statistik dan analisis terhadap data. BAB V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian dan meyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran. BAB 2 KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dipaparkan tentang Pengertian Prestasi Belajar, Teori Prestasi Belajar, Faktor-faktor yang Memengaruhi Prestasi Belajar, 2.1 Prestasi Belajar 2.1.1 Pengertian Prestasi Belajar Pengertian prestasi belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005, adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Sumadi Suryabrata 2005 berpendapat bahwa prestasi belajar sebagai hasil dari suatu proses yang biasanya dinyatakan dalam bentuk kuantitatif angka yang khusus diberikan untuk proses evaluasi, misalnya rapor, hasil ini dibagikan kepada siswa pada akhir semester setelah pelaksanaan ujian akhir. Prestasi belajar menurut Chaplin 2002 merupakan satu tingkat khusus perolehan atau hasil keahlian dalam karya akademis yang dinilai oleh guru-guru, lewat tes-tes yang dibakukan atau lewat kombinasi ke dua hal tersebut. Di dalam bidang pendidikan siswa dikatakan memiliki prestasi baik bila menjadi juara kelas ataupun memperoleh nilai yang baik. Pengertian prestasi belajar didalam kamus balai pustaka nasional, yaitu penguasaan pengetahuan dan keterampilan terhadap mata kuliah yang diberikan melalui hasil tes Dhona, 2001. Didalam penelitian R. Gunawan Sudarmanto, 2007. Prestasi belajar adalah hasil yang diberikan oleh guru kepada siswa dalam jangka waktu tertentu sebagai hasil penilaian belajar Wuryani, 2002. Dalam hal ini prestasi belajar merupakan suatu kemajuan dalam perkembangan siswa setelah ia mengikuti kegiatan belajar dalam waktu tertentu. Seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku individu terbentuk dan berkembang melalui proses belajar. Jadi prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa selama berlangsungnya proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu, umumnya prestasi belajar dalam sekolah berbentuk pemberian nilai angka dari guru kepada siswa sebagai indikasi sejauhmana siswa telah menguasai materi pelajaran yang disampaikannya, biasanya prestasi belajar ini dinyatakan dengan angka, huruf, atau kalimat dan terdapat dalam periode tertentu. Didalam penelitian Alisa Rizca Puspita, 2007, pengertian prestasi belajar dipisah menjadi dua kata yaitu, Kata prestasi menurut Poerwadarminta 2002 adalah “hasil yang telah dicapai atau dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya”. Sedangkan kata Belajar menurut Natawidjaja dan Moleong 1985 adalah “suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang”. Jadi prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seorang siswa setelah mengikuti pelajaran di sekolah sehingga terjadi perubahan dalam dirinya dengan melihat hasil penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang dikembangkan oleh guru setelah mengikuti assessment atau penilaian dan evaluasi. Dengan demikian, dari pengertian prestasi belajar yang peneliti kutip dari beberapa sumber tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar itu adalah skor pencapaian hasil tes atau ujian yang diperoleh siswa, dimana tes atau ujian sebagai pengukuran kemampuan serta pemahaman belajar siswa atas pembelajaran yang telah dilakukan Umar, 2010. Atau singkatnya, prestasi belajar lebih berkaitan dengan pengukuran pencapaian hasil belajar.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Menurut Djamarah 2002 faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar terbagi dalam dua macam, yaitu faktor internal faktor dari dalam diri pelajar dan factor eksternal faktor dari luar diri pelajar. Penjabaran dari kedua faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1 Faktor Internal Faktor dari dalam yang mempengaruhi prestasi belajar adalah: Faktor fisiologis atau jasmani dan faktor psikologis 2 Faktor Eksternal Faktor-faktor dari luar yang mempengaruhi prestasi belajar adalah: Faktor lingkungan, Instrumen, Faktor lingkungan fisik dan factor lingkungan spiritual atau kegamaan. Menurut Surakhmad 1994, latihan soal juga menentukan keberhasilan. Latihan soal adalah satu metode pembelajaran untuk memperoleh suatu ketangkasan atau ketrampilan terhadap apa yang dipelajari dan dilakukan berulang kali dan terus menerus, karena hanya dengan melakukannya secara teratur, pengetahuan tersebut dapat disempurnakan dan disiapsiagakan Surakhmad, 1994. Sedangkan Roestiyah 2001, mengartikan latihan soal adalah suatu teknik yang diartikan sebagai suatu cara mengajar siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan,agar siswa memiliki ketangkasan atau ketrampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari. Hamalik, 2001 menambahkan lingkungan belajar memiliki makna atau pengaruh tertentu kepada individu. Kondisi lingkungan belajar yang kondusif baik lingkungan rumah maupun lingkungan sekolah akan menciptakan ketenangan dan kenyamanan siswa dalam belajar, sehingga siswa akan lebih mudah untuk menguasai materi belajar secara maksimal Hamalik, 2001. Slameto, 2003 menyatakan lingkungan yang baik perlu diusahakan agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap anak atau siswa sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya. Lingkungan pendidikan dibedakan menjadi tiga bagian yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat Ahmadi dan Uhbiyanti, 1992. Adapun lingkungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lingkungan belajar yang berada disekitar siswa yaitu rumah keluarga dan sekolah. Keadaan keluarga yang kurang harmonis, orang tua kurang perhatian terhadap prestasi belajar siswa dan keadaan ekonomi yang lemah atau berlebihan bisa menyebabkan turunnya prestasi belajar anak Hamalik, 2001. Cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah dan keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan jelas akan memberikan pengaruh terhadap belajar siswa Slameto, 2003. Demikian juga dengan lingkungan sekolah, kondisi lingkungan sekolah juga dapat mempengaruhi kondisi belajar antara lain adanya guru yang baik dan jumlah yang cukup memadai sesuai dengan jumlah bidang studi yang ditentukan, peralatan belajar yang cukup lengkap, gedung sekolah yang memenuhi persyaratan bagi berlangsungnya proses belajar yang baik, adanya teman dan keharmonisan diantara semua personil sekolah Hakim, 2002. Aspek lingkungan sekolah menurut Slameto,2003 meliputi: 1 Relasi guru dan siswa, guru yang kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab, menyebabkan proses belajar mengajar kurang lancar. Juga siswa merasa jauh dari guru, maka segan berpartisipasi secara aktif dalam belajar, 2 Relasi siswa dengan siswa, Bila di dalam kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak sehat, maka jiwa kelas tidak terbina bahkan hubungan kebersamaan siswa tidak tampak, 3 Sarana belajar, Sarana belajar yang cukup memadai membuat siswa lebih bersemangat dalam belajar, dan 4 Disiplin sekolah, Peraturan sekolah yang tegas dan tertib akan membantu kedisiplinan siswa dalam menjalankan kegiatan belajar.

2.1.3 Pengukuran Prestasi Belajar

Dibawah ini adalah cara pengukuran prestasi belajar menurut penelitian sebelumnya; 1. Lalonde dan Gardner 2003 mengukur prestasi belajar dengan tiga pengukuran, yaitu dua kali ujian tertulis seperti biasa dan dengan kuis. 2. Nasser 2004 ia mengukur prestasi belajar dengan menggunakan tiga komponen, yaitu : skor pada kuis, skor uts mid-term, dan terakhir ujian akhir UAS final exam. 3. Galli, Ciancaleoni, Chiesi, Primi 2007, menggunakan pengukuran yang agak berbeda yaitu dengan tes tertulis dimana didalamnya ada tiga pertanyaan pemecahan masalah beserta enam pertanyaan terbuka dan tertutup, dan juga menggunakan verbal test seperti tanya jawab lisan kedua-duanya dijadikan nilai akhir prestasi belajar. Dari sini terlihat bahwa meskipun instrument pengukuran prestasi belajar berbeda-beda, tidak ada satupun pendekatan tunggal yang digunakan untuk alat ukur prestasi belajar, namun secara skala pengukuran, bahwa alat ukur tersebut sama yaitu menggunakan skala kontinum. Sehingga menurut hemat peneliti tidak perlu lagi untuk menyusun secara baku alat ukur prestasi belajar sebab tentu alat ukur tersebut dibuat sesuai dengan nilai hasil raport yang diberikan, namun sejauh pengukuran tersebut menggunakan skala kontinum maka dapat diterima. Untuk lebih lengkap tentang instrument pengukuran prestasi belajar statistika, maka akan peneliti paparkan di Bab 3 pada sub-bab instrument pengumpulan data. 2.2. Self Efficacy 2.2.1 Pengertian Self Efficacy Branden dalam Ratna jatmika, 1996, mengartikan self efficacy adalah keyakinan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Keyakinan dalam dasar efficacy seseorang adalah kemampuan individu untuk mempelajari apa yang perlu dipelajari, dan melakukan apa yang diperlukan untuk mendapatkan tujuan, sebagai kesuksesan yang tergantung pada usaha-usaha individu itu sendiri. Self efficacy bukanlah keyakinan bahwa individu tidak pernah berbuat salah. Akan tetapi keyakinan bahwa individu mampu memikirkan, menilai, mengetahui dan memperbaiki kesalahan. Self efficacy adalah keyakinan apa yang menjadi mungkin bagi individu untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta mendapat kesuksesan Ratna jatmika, 1996. Sedangkan menurut Bandura 1986, self efficacy merupakan persepsi individu mengenai kemampuannya untuk menghasilkan suatu hasil dan mencapai kinerja yang diinginkan. Pertimbangan self efficacy akan lebih berorientasi kepada tugas-tugas dan situasi yag spesifik, akan lebih kontekstual, dan individu membuat keputusan-keputusan dengan didasarkan pada sejumlah tujuan goal. Bandura menyebutkan bahwa self efficacy atau keyakinan diri dan harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil atau dengan kata lain, self efficacy adalah persepsi diri mengenai seberapa bagus fungsi diri dalam situasi tertentu. Self efficacy berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan Alwisol, 2004. Jadi self efficacy adalah keyakinan individu mengenai kemampuan untuk menghasilkan suatu hasil dan mencapai kinerja yang diinginkan. Agar tercapai hasil yang diinginkan, individu perlu berperan aktif dan lebih tekun dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Besarnya peran yang dilakukan tergantung seberapa besar keyakinan terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam melakukan pekerjaan dan tugas yang dibebankan. Tingkat keyakinan seperti inilah yang dinamakan Bandura sebagai self efficacy. Sedangkan menurut Wilhite 1990 Self Efficacy adalah “....the extent to which someone belief that they control the outcome of their attemps” Wilhite 1990: 696. Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa self efficacy adalah kenyakinan seseorang akan kemampuannya untuk menyelesaikan suatu tugas dalam situasi tertentu untuk mencapai hasil tertentu.

2.2.2 faktor-faktor yang mempengaruhi Self Efficacy

Menurut Frank Pajares 2000 faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap keyakinan self efficacy adalah a. Hasil atau prestasi yang pernah dicapai individu adalah sumber yang paling mempengaruhi self efficacy. Individu akan mengukur dampak dari tindakan mereka dan interpretasi ini akan membantu menciptakan keyakinan efficacy individu. Kesuksesan akan meningkatkan self efficacy individu dan kegagalan akan menurunkan self efficacy individu. b. Pengalaman yang dialami orang lain. Pengalaman yang dialami orang lain merupakan sumber self efficacy yang lebih lemah dibandingkan hasil atau prestasi yang pernah dicapai individu. Akan tetapi apabila individu merasa tidak yakin mengenai kemampuannya ataupun hanya mempunyai pengalaman yang terbatas, individu akan lebih sensitif untuk melakukan suatu tindakan. c. Persuasi verbal yang disampaikan orang lain, persuasi ataupun dorongan yang disampaikan orang lain terhadap seorang termasuk di dalamnya adalah bentuk-bentuk pernyataan verbal, merupakan sumber efficacy yang lebih lemah dibanding hasil atau prestasi yang pernah dicapai dan pengalaman yang dialami orang lain. Akan tetapi persuasi ini bagaimanapun juga mempunyai peran yang penting dalam mengembangkan keyakinan diri individu. d. Bentuk-bentuk reaksi fisiologis, bentuk-bentuk reaksi emosional dan fisiologis seperti: kecemasan, stres, keterbangkitan secara fisik maupun emosional dan kelelahan, juga akan memberikan informasi mengenai self efficacy. Sangat penting untuk dinyatakan bahwa sumber-sumber self efficacy di atas tidak akan langsung merubah pertimbangan kompetensi individu akan menginterpretasikan hasil-hasil yang pernah dicapai, dan interpretasi ini memberikan informasi sebagai dasar putusan tindakan berikutnya. Informasi ini akan digunakan untuk membuat pertimbangan-pertimbangan efficacy, dan aturan yang digunakan untuk mengintegrasikan informasi tersebut dengan didasarkan pada interpretasi tadi. Jadi, seleksi, integrasi dan interpretasi serta pengumpulan informasi tersebut akan mempengaruhi pertimbangan self efficacy Pajares, 2000. Tinggi rendahnya self efficacy seseorang dalam setiap tugas sangat bervariasi. Ini disebabkan karena ada beberapa faktor, menurut Bandura dalam Ari Wibowo 1997 self efficacy dapat terbentuk dalam beberapa faktor, yaitu : a. Sifat tugas yang dihadapi, sifat tugas dalam hal ini adalah tingkat kesulitan dan kompleksitas tugas yang dihadapi. Semakin kompleks dan sulit tugas yang dihadapi individu, semakin rendah self efficacy dalam tugas tersebut. Menurut Telfer dan Biggs 1988 menyatakan derajat kompleksitas bagi setiap orang adalah bersifat relatif. Ini bergantung dari kemampuan orang dalam memproses informasi yang diterima.

b. Insentif eksternal atau reward yang diterima individu dari orang lain jika individu

berhasil menguasai atau menyelesaikan tugas tertentu. Semakin besar insentif atau reward yang diperoleh seseorang dalam penyelesaian tugas, semakin tinggi derajat self efficacy-nya c. Status atau peran individu dalam lingkungan. Seseorang yang memiliki status yang lebih tinggi dalam kelompoknya akan mempunyai derajat kontrol yang lebih besar pula, sehingga memiliki tingkat self efficacy yang lebih tinggi. Seorang pemimpin cenderung memiliki derajat self efficacy yang lebih tinggi dari bawahannya. d. Informasi kemampuan diri, self efficacy akan meningkat jika individu mendapat informasi yang positif tentang kemampuan yang dimilikinya. Sebaliknya self efficacy cenderung akan menurun jika individu menerima informasi yang negatif tentang kemampuan dirinya.

2.2.3. Dimensi self efficacy

Dalam pengukuran terhadap tingkat self efficacy individu, berdasarkan pada beberapa dimensi yang mempunyai implikasi penting bagi perilaku. Menurut Bandura dalam Sophi 2006 dalam menilai tingkat self efficacy seseorang dapat melalui tiga dimensi yaitu: 1. Tingkat kesulitan tugas yaitu derajat kesulitan tugas yang mampu dilakukan seseorang. Seseorang mampu melaksanakan tugas mulai dari yang mudah, agak sulit, dan tugas yang sulit. Penilain setiap individu akan berbeda-beda, ada individu yang memiliki self efficacy yang tinggi pada tugas yang bersifat mudah dan sederhana, dan ada pula individu yang mempunyai self efficacy yang tinggi pada tugas yang sulit sekalipun. 2. Luas bidang tingkah laku Yaitu situasi dari pelaksanaan tugas yang disetai oleh perasaan yakin akan kemampuan dirinya. Dan seseorang terkadang merasa yakin kemampuan dirinya hanya pada bidang aktifitas dan situasi tertentu, atau dalam serangkaian aktifitas dan situasi yang bervariasi. 3. Tingkat kekuatan keyakinan Yaitu kekuatan keyakinan yang dimiliki seseorang mengenai kemampuannya, yang dapat tercemin melalui besarnya daya tahan dalam menghadapi hambatan saat melaksanakan tugas.

2.2.4. Fungsi self efficacy

Besarnya keyakinan seseorang untuk dapat mengatasi situasi tertentu sangat berpengaruh terhadap perilaku yang akan ditampilkan seseorang. Bandura 1986 mendefinisikan beberapa fungsi dari self efficacy, yaitu: a. Untuk menentukan pilihan tingkah laku. Orang akan cenderung akan melakukan tugas tertentu di mana ia merasa memiliki kemampuan yang baik untuk menyelesaikannya. Jika seseorang memiliki keyakinan diri yang besar bahwa ia mampu mengerjakan tugas tertentu, maka ia akan lebih memilih mengerjakan tugas tersebut dari pada tugas yang lainnya. Ini menunjukkan bahwa self efficacy juga menjadi pendorong timbulnya suatu tingkah laku yang nantinya akan menentukan performa seseorang dalam melakukan tugasnya. b. Sebagai penentu besarnya usaha dan daya tahan dalam mengatasi hambatan atau pengalaman aversif. Bandura dalam Stenberg,1990 mengatakan bahwa self efficacy menentukan berapa lama individu dapat bertahan dalam mengatasi hambatan dan situasi yang kurang menyenangkan. Self efficacy yang tinggi akan menurunkan kecemasan yang menghambat penyelesaian tugas, hingga mempengaruhi daya tahan individu dan akan menunjukkan usaha yang lebih keras lagi. c. Mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional. Self efficacy akan mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional individu dalam menghadapi situasi saat ini dan mengantisipasi situasi yang akan datang. Orang yang self efficacy rendah selalu menganggap dirinya tidak mampu menangani situasi yang dihadapinya dan menganggap dirinya tidak berkompeten serta menganggap kegagalan merupakan akibat dari ketidakmampuannya. Sebagai prediksi tingkah laku selanjutnya. Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi memiliki minat dan keterlibatan yang tinggi dan lebih baik dengan lingkungannya. Demikian juga dalam menghadapi tugas mereka lebih aktif untuk menyelesaikannya. Sedangkan sebaliknya individu dengan self efficacy rendah cenderung lebih pemalu dan kurang terlibat dalam tugas yang dihadapi daripada berusaha merubah keadaan. d. Sebagai penentu kinerja performance selanjutnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bandura 1986 menunjukkan bahwa self efficacy secara signifikan mempengaruhi kinerja yang ditampilkan seseorang dalam menghadapi tugas tertentu. 2.3. Motivasi Belajar 2.3.1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi belajar menurut Sardiman 2004, motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Sedangkan menurut Uno 2007 motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang edang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak yang menjadi kekuatan individu yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan seluruh tingkah laku sehingga diharapkan tujuan belajar dapat tercapai. Terdapat dua macam motivasi menurut Djamarah 2002, yaitu: a. motivasi intrinsik motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri inividu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. b. motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Motivasi bekajar dikatakan ekstrinsik bila anak didik menempatkan tujuan belajanya diluar faktor-faktor situasi belajar. Anak didik belajar karena hendak mencapai tujuan yang terletak diluar hal yang dipelajarinya.

2.3.2. Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Menurut Frandsen dalam Suryabrata, 2006, ada beberapa aspek yang memotivasi belajar seseorang, yaitu: a. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas. Sifat ingin tahu mendorong seseorang untuk belajar, sehingga setelah mereka mengetahui segala hal yang sebelumnya tidak diketahui maka akan menimbulkan kepuasan tersendiri pada dirinya. b. Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju. Manusia terus menerus menciptakan sesuatu yang baru karena adanyadorongan untuk lebih maju dan lebih baik dalam kehidupannya. c. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman- eman. Jika seseorang mendapatkan hasil yang baik dalam belajar, maka orang-orang disekelilingnya akan memberikan penghargaan berupa pujian, hadiah dan bentuk-bentuk rasa simpati yang lain. d. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan kooperasi maupun dengan kompetisi. Suatu kegagalan dapat menjadikan seseorang merasa kecewa dan depresi atau sebaliknya dapat menimbulkan motivasi baru agar berusaha lebih baik lagi. Usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik tersebut dapat diwujudkan dengan kerjasama bersama orang lain kooperasi, ataupun bersaing dengan orang lain kompetisi. e. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran. Apabila seseorang menguasai pelajaran dengan baik, maka orang tersebut tidak akan merasa khawatir bila menghadapi ujian, pertanyaanpertanyaan dari guru dan lain-lain, karena merasa yakin akan dapat menghadapinya dengan baik. Hal inilah yang menimbulkan rasa aman pada individu. f. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar. Suatu perbuatan yang dilakukan dengan baik pasti akan mendapatkan ganjaran yang baik, dan sebaliknya, bila dilakukan kurang sungguhsungguh maka hasilnya pun kurang baik bahkan mungkin berupa hukuman. 2.4. Konsep Diri

2.4.1 Pengertian Konsep Diri

Pengertian konsep diri yaitu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan, orang lain berpendapat mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Burns, 1993. Sedangkan Fisher 1973, menyatakan konsep diri adalah bagaimana individu tersebut menggambarkan dirinya sendiri baik secara fisik dan kemampuan yang dimilikinya, serta bagaimana dia bersikap terhadap masyarakat sekitarnya. Hurlock 1980 juga menambahkan bahwa konsep diri adalah gambaran seseorang tentang dirinya. Gambaran ini merupakan gabungan kepercayaan orang tersebut mengenai dirinya sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosi, aspirasi dan prestasi. Menurutnya pandangan seseorang mengenai dirinya sendiri secara keseluruhan sebagai hasil observasi terhadap dirinya dimasa lalu dan disaat sekarang ini. Setiap individu mempunyai konsep diri yang sesungguhnya adalah konsep seseorang dari siapa dan apa dia itu.

2.4.2. Kompenen Konsep Diri

Fisher 1973 menjelaskan bahwa konsep diri mempunyai tiga kompenen yaitu : 1. Sifat diri yaitu bagaimana cara individu melihat fisiknya dan kemampuannya sendiri. 2. Sifat sosial yaitu bagaimana individu tersebut menilai dirinya sendiri bersikap terhadap orang lain. Melingkupi sikap ramah, assertive dan tulus. 3. Peranan sosial yaitu bagaimana individu tersebut berperan dalam lingkungannya, mencakupi keluarga dan lingkungan sekitarnya. Sedangkan Cooley dalam Fitts, 1971 mengungkapkan bahwa konsep diri mempunyai tiga elemen dasar yaitu : 1. Imaginasi dari penampilan kepada orang lain. 2. Imaginasi dari penilaian orang lain dari penampilan. 3. Beberapa macam dari perasaan harga diri sebagai kebanggaan atau rasa malu. Kemudian Mead dalam Fitts, 1971 menggambarkan gabungan konsep diri dari sudut interaksi sosial. Teori dari Mead mengajukan bahwa individu akan menyusun diri mereka sebagaimana lingkungan menilai mereka. Dan kemudian mereka akan menjaga perbuatan mereka dalam aturan-aturan. Kich dalam Fitts, 1971 Memberikan dari teori umum tentang konsep diri dalam satu kalimat “konsep individu dari diri mereka muncul dari interaksi sosial dan mengikutinya, membimbing ataupun mempengaruhi tingkah laku dari individu tersebut”. Fitts 1971 mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri. Fitts 1971 memandang diri sebagai dua dimensi, yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. Konsep diri merupakan sesuatu yang majemuk di mana bagian yang satu saling terkait dengan yang lainnya. a. Dimensi Internal adalah suatu dimensi di mana individu melihat dirinya sebagai suatu kesatuan yang utuh dan dimensi dalam melakukan pengamatan dan penilaian terhadap identitas diri. Tingkah lakunya serta kepuasan dirinya. Dimensi internal itu sendiri mencakup tiga aspek yaitu : 1 Identity self dalam bagian ini terdapat label dan simbol yang dipakai untuk menggambarkan diri sendiri atas pertanyaan “siapakah diri saya?”. Label atau simbol itu berasal dari dirinya sendiri atau bisa juga didapat dari orang lain. 2 Behavior self merupakan persepsi orang terhadap perilaku dan tindakan yang telah diambilnya. 3 Judging self lebih berkaitan dengan self esteem, bagian dari diri yang menjalankan fungsi sebagai pengamat, pemberi nilai-nilai standar, perbandingan yang paling utama adalah sebagai penilaian diri sendiri. b. Dimensi Eksternal Dimensi eksternal dari diri menyangkut pentingnya keadaan individu dalam mengadakan hubungan interpersonal. Dimensi eksternal ini terdiri dari diri fisik physical self, diri moral moral ethical self, diri pribadi personal self, diri keluarga familial self dan diri sosial social self.

2.4.3. Perkembangan Konsep Diri

Para ahli sependapat bahwa konsep diri bukan lah bawaan dari lahir. Seorang anak yang baru lahir belumlah menyadari dirinya dan lingkungannya. Hurlock 1974. Anak dapat melihat dirinya dan membedakan antara dirinya dengan lingkungannya secara berangsur-angsur melalui pengalaman tubuh dan lingkungannya. Menurut Hurlock 1974 hal ini merupakan awal dari seuatu proses yang panjang. Sedangkan Symond 1951 menyatakan konsep diri terbentuk sejak kemampuan perspektif anak mulai berfungsi dan konsep diri akan mulai berkembang bila anak telah mampu membedakan antara dirinya dengan orang lain. Namun Taylor 1951 mengatakan bahwa seorang anak mulai mengenal dirinya sejak ia mengenal bentuk fisiknya sendiri, hal ini muncul pada saat anak-anak berusia enam sampai tujuh bulan. Selanjutnya perkembangan konsep diri lebih bersifat sosial, yaitu dipelajari dari interaksinya dengan orang lain. Termasuk di dalamnya proses identifikasi dan introyeksi dari lingkungan. Selain itu Combs Syngg dalam Fitts 1971 juga menekankan pentingnya konsep diri dalam keluarga mengembangkan konsep diri, karena keluarga merupakan lingkungan pertama di mana seseorang mengadakan interaksi dengan orang lain. Dalam keluarga, seorang anak mulai mengalami interaksi dirinya diterima atau ditolak, perasaan adekuat atau inadekuat menbentuk identifikasi dan harapan-harapan terhadap tujuan hidup, nilai-nilai dan tingkah laku yang dapat diterima. Menurut Sullivan 1953 interaksi sosial berpengaruh dalam konsep diri. Ia mengatakan, penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri didasarkan persepsinya tentang tingkah laku orang lain terhadap dirinya. Dengan kata lain, bagaimana orang lain memperlakukan dan menilai dirinya, dalam batas-batas tertentu akan menentukan cara orang itu menilai dirinya sendiri. Jadi konsep diri itu berasal dari pengalaman- pengalaman seseorang dalam berhubungan atau berkomunikasi dengan orang lain. Felker 1974 mengatakan bahwa konsep diri berkembang dan terbentuk berdasarkan dari pengalaman dan tekanan yang datang dari lingkungannya.

2.4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Konsep Diri

Verdeber dalam sobur, 2003 menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi konsep diri yaitu self appraisal, reaction and responses of others dan role play dan yang ditambahkan oleh Brook yaitu reference group. Self appraisal – viewing self as an object Istilah ini menunjukan suatu pandangan yang menjadikan diri sendiri sebagai objek dalm komunikasi atau dengan kata lain adalah kisah kita terhadap diri sendiri. Reaction and respons of others Konsep diri tidak sengaja berkembang melalui pandangan kita terhadap diri kita sendiri, namun juga berkembang dalam rangka interaksi kita dengan masyarakat. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Brook 1971 “self concept is the direct result of how significant others react to the individual”, jadi konsep diri adalah hasil langsung dari cara orang lain beraksi. Roles for play-role taking. Dalam hubungan pengaruh terhadap konsep diri, adanya aspek peran yang kita mainkan sedikit banyak akan mempengaruhi konsep diri kita. Yang dimaksud dengan peran disini adalah 1. Sekelompok norma dan harapan mengenai tingkah laku seseorang. 2. Norma dan harapan yang dimiliki oleh orang-orang dilingkungan dekat dengan individu tersebut. 3. Norma- norma tersebut memang diketahui dan disadari oleh individu tersebut. Reference group Refernce group adalah kelompok yang kita menjadi anggotanya didalam. Jika kelompok ini kita anggap penting, dalam arti mereka dapat menilai dan beraksi kepada kita. Hal ini menjadi kekuatan untuk menentukan konsep diri kita.

2.5 Kerangka Berfikir

Dari uraian teori yang telah dicantumkan diatas, peneliti menyimpulkan sebagai berikut : Prestasi belajar menurut Chaplin 2002 merupakan satu tingkat khusus perolehan atau hasil keahlian dalam karya akademis yang dinilai oleh guru-guru, lewat tes-tes yang dibakukan atau lewat kombinasi ke dua hal tersebut. Pengertian prestasi belajar didalam kamus balai pustaka nasional, yaitu penguasaan pengetahuan dan keterampilan terhadap mata kuliah yang diberikan melalui hasil tes. Dan untuk memperoleh prestasi dalam belajar, ada beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi, diantaranya adalah self efficacy, motivasi belajar, dan juga konsep diri dari siswa itu sendiri. Menurut Bandura, self efficacy merupakan persepsi individu mengenai kemampuannya untuk menghasilkan suatu hasil dan mencapai kinerja yang diinginkan. Self efficacy mempunyai dimensi-dimensi yang dapat mempengaruhi self efficacy itu sendiri yaitu : 1. tingkat kesulitan tugas, 2. luas bidang tingkah laku dan 3. derajat kemantaban keyakinan. Dengan dimensi-dimensi ini peneliti membuat alat ukur untuk mengukur prestasi belajar siswa. Motivasi belajar juga memiliki peranan penting dalam prestasi belajar siswa, motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak yang menjadi kekuatan individu yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan seluruh tingkah laku sehingga diharapkan tujuan belajar dapat tercapai. Motivasi belajar dibagi dua menurut Djamarah, 2002, yaitu : motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. tinggi rendahnya motivasi belajar siswa dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar individu masing-masing, dimisalkan apabila siswa tersebut tinggi motivasinya untuk belajar maka hasil yang didapatkan siswa tersebut tingginya nilai akhirnya, bahkan sebaliknya. konsep diri juga dapat mempengaruhi prestasi belajar bisa dilihat dari pengertian konsep diri adalah gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan, orang lain berpendapat mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan Burns, 1993. Konsep diri mempunyai komponen yang bisa dijadikan alat ukur untuk mengetahui prestasi belajar siswa, yaitu : 1. sikap diri, 2. sifat sosial, dan 3. peranan sosial. `Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat prestasi belajar yang dijadikan sebagai dependent variabel, yang disebabkan oleh banyak faktor psikologis yang disebut sebagai indefendent variable. Berdasarkan beberarapa teori dan penelitian sebelumnya tentang prestasi belajar, faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu: self efficacy, motivasi belajar, dan juga konsep diri. Dimana sudah dijelaskan satu-satu diatas oleh peneliti. Jika digambarkan dengan model, maka akan terlihat sebagai berikut

2.6 Hipotesis