Kontirbusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Daerah Pada Kota dan Kabupaten Di Sumatera Utara Tahun 2009-2011

(1)

SKRIPSI

KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN DAERAH PADA KOTA DAN KABUPATEN DI SUMATERA

UTARA TAHUN 2009-2011

OLEH ANNISSA HUBBY

090503049

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Kontirbusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Daerah Pada Kota dan Kabupaten Di Sumatera Utara Tahun 2009-2011” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 28 Juli 2013 Yang Membuat Pernyataan,

Nama : Annissa Hubby NIM : 090503049


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara.

Populasi dalam penelitian ini adalah kabupaten dan kota yang terdapat di Sumatera Utara pada tahun 2009-2011 berjumlah 33 kabupaten/kota. Penelitian ini menggunakan sampel yang ditentukan dengan menggunakan teknik pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling) dengan jumlah sampel sebanyak 33 kabupaten/kota. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dengan SPSS 16.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan regresi menunjukkan

380.571.055,187+ 4,095 X1 + 7,311 X2. Pajak daerah memiliki kontribusi yang signifikan sebesar 4,095 terhadap pendapatan daerah di Provinsi Sumatera Utara dan Retribusi daerah memiliki kontribusi yang signifikan sebesar 7,311 terhadap pendapatan daerah di Provinsi Sumatera Utara. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara simultan berkontribusi positif dan signifikan sebesar 77,7% terhadap Pendapatan Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara


(4)

ABSTRACT

The objectives of this research are to know contribution Regional Taxes and Levies against the Government Revenue District /City of North Sumatra Province.

Population this research is there are counties and cities in North Sumatra in 2009-2011 amounted to 33 districts / cities. This study used a sample is determined by using a sampling technique aims (purposive sampling) with a total sample 33 districts / cities. Data analysis techniques used in this study multiple regression analysis with SPSS 16.

The results showed the regression equation suggests Ŷ = 380571055.187 + 4.095 X1 + 7.311 X2. Local taxes have a significant contribution to revenue amounted to 4,095 of North Sumatra province and Retribution has a significant contribution to revenue amounted to 7.311 in region of North Sumatra Province. Local Taxes and Levies simultaneously contribute positively and significantly 77.7% against the Revenue District / town in North Sumatra.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya serta tak lupa penulis mengucapkan shalawat beriring salam ke Nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya ke alam yang berpengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

Sepanjang penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan semangat, bantuan, serta doa dari berbagai pihak. Yang teristimewa kedua orangtuaku, Drs. Khairul Anwar dan Dra. Hj. Lucy Destriati Hasibuan. Terima kasih banyak untuk cinta, kasih sayang, didikan, dan dukungan berupa doa, nasehat dan materi yang diberikan kepada penulis. Semoga penulis dapat menjadi kebanggaan bagi keluarga. Dalam kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ac. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS., Ak. selaku Ketua Departemen Akuntansi dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far, M.M., Ak. selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak. selaku Ketua Program Studi Departemen S1 Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, M.M., Ak. selaku Sekretaris Program Studi Departemen S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Prof. Elina, M.Si., Phd., Ak. selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih atas arahan, bimbingan, serta semangat yang telah Ibu berikan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan tepat waktu.


(6)

5. Bapak Rasdianto, M.Si., Ak. selaku Dosen Pembaca. Terima kasih atas masukan dan arahan yang Bapak berikan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Adikku Hafiza Falah dan keluarga Besar Aminurasyid Hsb yang selalu memberikan cinta, dukungan, bantuan, semangat dan motivasi kepada penulis.

Sahabat-sahabat terbaikku selama kuliah: Tri Ade Mardinata, Dewi Yani, Dickey Syaiful Barkhah, Annisa Melliza, Artika Hemdi Harahap, Cut Putri Maulidya, Fanny Arizka Andini, Indita Utania, Irma Syafitri Tarigan, dan semua teman-teman Akuntansi 2009 yang selalu memberikan dukungan, motivasi, bantuan, semangat dan telah berbagi banyak pengalaman kepada penulis selama ini.

Semoga Allah SWT membalas segala amal dan budi baik yang telah diberikan oleh berbagai pihak untuk penulis selama ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak demi perkembangan dan kemajuan Civitas Akademika.

Medan, 28 Juli 2013 Penulis,

Nama : Annissa Hubby NIM : 090503049


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 4

1.3.Batasan Masalah ... 4

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1. Tujuan Penelitian ... 4

1.4.2. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1.Tinjauan Teoritis ... 6

2.1.1. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) ... 6

2.1.2. Pendapatan Daerah ... 8

2.1.3. Pajak Daerah ... 13

2.1.4. Retribusi Daerah ... 28

2.2.Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 32

2.3.Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

3.1.Rancangan Penelitian ... 35

3.2.Jenis dan Sumber Data ... 35


(8)

3.4.Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

3.5.Metode Analisi Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1.Hasil Penelitian ... 43

4.1.1. Gambaran Umum Sumatera Utara ... 43

4.1.2. Analisis Statistik Deskriptif ... 44

4.2.Uji Asumsi Klasik ... 45

4.2.1. Uji Normalitas ... 45

4.2.2. Uji Multikolinearitas ... 46

4.2.3. Uji Heterokedastisitas ... 47

4.2.4. Uji Autokorelasi ... 48

4.3.Hasil Analisis Data ... 48

4.3.1. Persamaan Regresi ... 48

4.3.2. Analisis Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi ... 50

4.3.3. Pengujian Hipotesis ... 50

4.3.4. Uji F (F-Test) ... 52

4.4.Pembahasan Hasil Penelitian ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

5.1.Kesimpulan ... 55

5.2.Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1. Daftar Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Penelitian ... 37

4.1 Analisis Deskriptif ... 44

4.2 Uji Statistik Kolmogorov-Smirnov ... 46

4.3 Uji multikolinearitas ... 46

4.4 Hasil Uji Heterokedastisitas Sebelum Outlier Data ... 47

4.5 Nilai Statistik Durbin-Watson ... 48

4.6 Analisis Hasil Regresi ... 49

4.7 Hasil Korelasi Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi ... 50

4.8 Hasil Uji t ... 51


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Tabel Judul Halaman


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Tabel Judul Halaman

Lampiran i Daftar Pemerintah Kabupaten/Kota ... 37

Lampiran ii Analisis Deskriptif ... 44

Lampiran iii Hasil Uji Statistik Kolmogorov-Smirnov ... 46

Lampiran iv Hasil Uji Multikolineritas ... 46

Lampiran v Hasil Uji Heterokedastisitas... 47

Lampiran vi Hasil Uji Autokorelasi ... 48

Lampiran vii Hasil Analisis Regresi ... 49

Lampiran viii Hasil Uji Koefisien Korelasi dan Determinasi ... 50

Lampiran ix Hasil Uji t ... 51


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara.

Populasi dalam penelitian ini adalah kabupaten dan kota yang terdapat di Sumatera Utara pada tahun 2009-2011 berjumlah 33 kabupaten/kota. Penelitian ini menggunakan sampel yang ditentukan dengan menggunakan teknik pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling) dengan jumlah sampel sebanyak 33 kabupaten/kota. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dengan SPSS 16.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan regresi menunjukkan

380.571.055,187+ 4,095 X1 + 7,311 X2. Pajak daerah memiliki kontribusi yang signifikan sebesar 4,095 terhadap pendapatan daerah di Provinsi Sumatera Utara dan Retribusi daerah memiliki kontribusi yang signifikan sebesar 7,311 terhadap pendapatan daerah di Provinsi Sumatera Utara. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara simultan berkontribusi positif dan signifikan sebesar 77,7% terhadap Pendapatan Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara


(13)

ABSTRACT

The objectives of this research are to know contribution Regional Taxes and Levies against the Government Revenue District /City of North Sumatra Province.

Population this research is there are counties and cities in North Sumatra in 2009-2011 amounted to 33 districts / cities. This study used a sample is determined by using a sampling technique aims (purposive sampling) with a total sample 33 districts / cities. Data analysis techniques used in this study multiple regression analysis with SPSS 16.

The results showed the regression equation suggests Ŷ = 380571055.187 + 4.095 X1 + 7.311 X2. Local taxes have a significant contribution to revenue amounted to 4,095 of North Sumatra province and Retribution has a significant contribution to revenue amounted to 7.311 in region of North Sumatra Province. Local Taxes and Levies simultaneously contribute positively and significantly 77.7% against the Revenue District / town in North Sumatra.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Setiap daerah mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat.

Pembangunan nasional adalah suatu kegiatan pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Istilah pembangunan nasional ini telah lama dicanangkan oleh suatu gerakan pembangunan.pembangunan nasional diawali dengan pembangunan pondasi ekonomi yang kuat sehingga menciptakan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu pemerintah harus berusaha meningkatkan pendapatan guna menunjang keberhasilan pembangunan. Keberhasilan pembangunan dapat tercapai dengan adanya penerimaan yang kuat, dimana sumber pembiayaan diusahakan tetap bertumpu pada penerimaan dalam negeri baik migas maupun non migas.

Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan kepada daerah secara nyata dan bertanggung jawab harus diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara adil, termasuk perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan pemerintah daerah dan pelayanannya dilakukan berdasakan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas.

Pelaksanaan pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan pendayagunaan potensi-potensi yang dimiliki secara optimal. Untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan daerah tertentu memerlukan biaya yang cukup besar. Agar pemerintah daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya, maka diperlukan sumber-sumber pembiayaan yang cukup. Tetapi tidak semua


(15)

sumber-sumber pembiayaan dapat diberikan kepada daerah, maka pemerintah daerah diwajibkan untuk menggali segala sumber-sumber keuangannya sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penerimaan pemerintah yang paling sentral adalah pajak, sumbangan pajak bagi anggaran pemerintah sangat besar, sehingga peran pajak begitu sentral. Untuk itu pemerintah berupaya meningkatkan pendapatan dari sektor pajak, melalui upaya-upaya pemberantasan mafia pajak. Pemerintah saat ini memperbaiki sistem pajak, karena sistem yang lama dianggap banyak kelemahan-kelemahan yang dilakukan untuk mengamankan pendapatan negara dari sektor pajak agar tidak bocor, upaya ini dilakukan agar penerimaan negara dari pajak dari tahun-tahun terus meningkat.

Sejalan dengan pemberian urusan kepada daerah teramsuk sumber keuangannya, maka dalam bunyi pasal 79 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dicantumkan sumber-sumber pendapatan daerah terdiri atas :

a. Pendapatan asli daerah yaitu : • Hasil pajak daerah

• Hasil retribusi daerah

• Hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan • Lain-lain pendapatan daerah yang sah

b. Dana Perimbangan c. Pinjaman daerah

d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Semakin besar pajak dan retribusi daerah yang diterima maka semakin meningkatkan pendapatan daerahnya. Kemandirian Pemkab/Pemko dilihat dari besarnya pendapatan daerah yang diperoleh Pemkab/Pemko. Semakin besar pajak dan retribusi yang diperoleh oleh kabupaten dan kota tersebut dalam membiayai pengeluaran untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab kepada masyarakat seperti membantu dan memfalitasi sarana dan prasarana masyarakat seperti, dalam sektor pendidikan, kesehatan, pertanian, dan lain-lain.

Dalam sistem perpajakan indonesia terdapat pajak dan retribusi daerah, yang pada dasarnya merupakan beban bagi masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan sistem perpajakan nasional, pembinaan pajak daerah dilakukan secara terpadu dengan pajak


(16)

nasional. Pembinaan ini dilakukan secara terus-menerus, terutama pada objek, tarif pajak dan retribusi, sehingga pajak pusat dan pajak daerah saling melengkapi.

Adanya jasa tertentu yang diberikan oleh pemerintah kepada individu secara perorangan dikarenakan retribusi daerah merupakan pembayaran wajib dari penduduk kepada negara. Pungutan dari masyarakat akan menjadi sumber pendapatan bagi daerah tersebut, dan bisa dijadikan sumber utama pendapatan daerah selain pajak daerah, bagian laba usaha maupun nilai-nilai pendapatan daerah yang sah.

Retribusi daerah sebagai sumber penerimaan dalam negeri mempunyai potensi untuk dijadikan sumber pendapatan nasional, karena semakin banyak orang pribadi, maupun pihak swasta yang menggunakan jasa yang disediakan pemerintah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah bagaimana cara mengoptimalkan pemungutan retribusi daerah sehingga memberikan hasil yang maksimal.

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi terbesar di pulau Sumatera yang memiliki beraneka ragam sumber jasa yang dapat dikenakan retribusi. Mulai dari sektor pariwisata begitu juga dengan jasa-jasa yang disediakan oleh pihak swasta. Daerah-derah yang cukup potensial di Sumatera Utara antara lain Pemerintah Kota Medan, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Tanah Karo, yang banyak memiliki sektor industri dan pariwisata yang dapat dikenakan tarif retribusi. Dari retribusi inilah yang akan menyumbang ke Pendapatan Daerah Sumatera Utara.

Pentingnya pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan daerah di provinsi Sumatera Utara yang pada akhirnya akan memperngaruhi total pendpatan daerah masing-masing pemerintaah kabupaten/pemerintah kota dimasa yang akan datang maka dilakukanlah penelitian untuk melihat seberapa besar penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan daerah. Dengan judul : “Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Daerah pada Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara Tahun 2009-2011”

1.2. Perumusan Masalah

Pajak dan retribusi merupakan sumber dana bagi peningkatan pendapatan daerah. Keberhasilan dari usaha ini tidak hanya terletak pada pihak pemerintah daerah selaku pemegang hak untuk mengeluarkan kebijakan dan peraturan-peraturan daerah yang berkaitan dengan pajak dan retribusi ini saja,tetapi harus didukung oleh peran serta masyarakat dan pihak swasta yang ada.


(17)

1. Berapa besar kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Daerah pada Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara?

2. Berapa besar kontribusi Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Daerah pada Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara?

3. Berapa besar kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Daerah pada Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara ?

1.3. Batasan Masalah

Penulis memberikan batasan masalah terhadap penelitian ini yaitu :

1. Variabel independent yang diteliti adalah pajak daerah dan retribusi daerah untuk Kabupaten/Kota

2. Objek penelitian adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

3. Data tahun yang digunakan antara tahun 2009-2011 yang merupakan data time series tahun terakhir yang dapat direkap,dan sehingga dianggap sebagai data yang representatif semenjak adanya otonomi daerah.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui berapa besar kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Daerah pada Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui berapa besar kontribusi Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Daerah pada Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui berapa besar kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Daerah pada Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara.

1.4.2 Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

Sebagai salah satu persyaratan mencapai gelar sarjana, dan menambah pengetahuan penulis mengenai sumbangan dari penerimaan pajak dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah pada tiap-tiap pemerintah kabupaten/kota di sumatera utara.selain itu penulis dapat melihat berapa besar kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah.


(18)

b. Bagi Pemerintah Kota / Pemerintah Kabupaten

Sumatera Utara khususnya mengenai penerimaan pajak dan retribusi daerah dan pendapatan asli daerah. Selain itu, Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah kota/kabupaten dalam pengambilan keputusan kebijakan diwaktu akan datang.

c. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi, sehingga masyarakat mengetahui pentingnya membayar pajak daerah dan retribusi daerah demi meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Pengertian Dan Unsur-Unsur APBD

APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD,dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan suatu anggaran daerah. APBD merupakan suatu anggaran daerah. Untuk memberikan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan APBD, pemerintah daerah perlu menyampaikan laporan realisasi semester pertama kepada DPRD pada akhir juli tahun anggaran yang bersangkutan. Informasi tersebut akan menjadi bahan evaluasi pelaksanaan APBD semester pertama dan penyesuaian/ perubahan APBD pada semester berikutnya.

Menurut Wajong (1962:81). APBD dapat didefenisikan sebagai:

rencana pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat untuk suatu jangka waktu ketika badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhanrumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi.

Menurut Chalid (2000:4). Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah dapat didefenisikan:

Anggaran diartikan sebagai bentuk kongkrit pada rencana kerja keuangan yang komprehensif untuk mengaitkan pembelanjaan atau pengeluaran kepada pendapatan/penerimaan yang dinyatakan dengan uang untuk mencapai tujuan serta target dari pada yang direncanakan di dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).

APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Sehubungan dengan aspek pelaksanaan pemerintah di daerah, Chalid (2004:4) menyatakan pula bahwa :


(20)

APBD adalah rencana pekerjaan keuangan yang dibuat untuk jangka waktu tertentu dalam waktu mana legislatif memberikan kredit kepada eksekutif untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rencana yang menjadi dasar penyusunan anggaran, dan yang menunjukkan segala penghasilan untuk menutup pembiayaan itu.

Unsur-Unsur APBD menurut Halim (2004:15-16) adalah sebagai berikut : 1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.

2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaranpengeluaran yang akan dilaksanakan. 3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.

4. Periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.

Komponen APBD

Klasifikasi APBD yang terbaru adalah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Adapun bentuk dan susunan APBD yang didasarkan pada Permendagri 13/ 2006 pasal 22 ayat (1) terdiri atas 3 bagian, yaitu “pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah.”

Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) dikelompokkan atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lainlain pendapatan daerah yang sah. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah. (Permendagri 13/ 2006)

Oleh karena penelitian ini menggunakan laporan realisasi APBD yang memakai format keputusan menteri dalam negeri No. 29 tahun 2002, maka APBD yang berdasarkan format tersebut terdiri atas 3 bagian, yaitu: “pendapatan, belanja,dan pembiayaan.”


(21)

Pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja digolongkan menjadi 4 yakni belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka. Belanja aparatur daerah diklasifikasi menjadi 3 kategori yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3 yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan yaitu : sumber penerimaan daerah dan sumber pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah adalah : sisa lebih anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan dan transfer dari dana cadangan. Sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas : pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun sekarang. (Halim, 2004:18).

2.1.2 Pendapatan Daerah

Pengertian Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar yang merupakan hak pemerintah daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Seluruh pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD dianggarkan secara bruto, yang mempunyai makna bahwa jumlah pendapatan yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil.

Pendapatan Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari penerimaan pusat.


(22)

Jenis-jenis Pendapatan Daerah

Dalam pasal 79 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, berdasarkan pasal 79 UU 22/1999 disimpulkan bahwa sesuatu yang diperoleh

pemerintah daerah yang dapat diukur dengan uang karena kewenangan (otoritas) yang diberikan masyarakat dapat berupa hasil pajak daerah dan retribusi daerah. sumber-sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang RI No.32 Tahun 2004 yaitu :

1. Pendapatan asli daerah (PAD) yang terdiri dari :

• Hasil pajak daerah yaitu Pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang

hasilnya digunakan untu pengeluaran umum yang balas jasanya tidak langsung diberikan sedang pelaksanannya bisa dapat dipaksakan.

• Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratan-persyaratan formil dan materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak

membayar, merupakan pungutan yang sifatnya budgetetairnya tidak menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat.

• Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah


(23)

dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan,sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah.

• Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusli daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegitan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu.

2. Dana perimbangan diperoleh melalui bagian pendapatan daerah dari penerimaan pajak

bumi dan bangunan baik dari pedesaan, perkotaan, pertambangan sumber daya alam dan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.

3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan daerah dari sumber lain

misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku

A. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan asli daerah dikategorikan dalam pendapatan rutin Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pendapatan Asli Daerah merupakan suatu pendapatan yang menunjukkan suatu kemampuan daerah menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan rutin maupun pembangunan. Jadi pengertian dari pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerahnya untuk membiayai tugas dan tanggungjawabnya

Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Undang-Undang No.12 Tahun 2008 oleh Rima Anggraeni adalah terdiri dari penerimaan daerah dari sektor pajak daerah,


(24)

retribusi daerah, hasil perusahaan milik derah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Undang-Undang tersebut juga menyebutkan bahwa tujuan pendapatan asli daerah adalah memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.

Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari penerimaan pusat.

Menurut Halim (2004:67), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah “semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”. Menurut Kadjatmiko (2002:77)”, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Menurut Halim dan Nasir (2006:44), Pendapatan Asli Daerah adalah “Pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Menurut Undang-undang No.12 tahun 2008, “Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari :

1) Pajak daerah 2) Retribusi Daerah

3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah

B. Dana Perimbangan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dan PP Nomor 55 Tahun 2005 Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Menurut undang-undang no 33 tahun 2004 tujuan dana perimbangan, dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiscal antara pemerintah dan pemerintahan daerah dan antar- Pemerintah Daerah. Dana Perimbangan juga bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan antara Pemerintah Daerah.


(25)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dan PP Nomor 55 Tahun 2005, Komponen Dana Perimbangan adalah sebagai berikut :

1. Dana Bagi Hasil 2. Dana Alokasi Umum 3. Dana Alokasi Khusus

C. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

Menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2008, yang dimaksud dengan lain-lain PAD yang sah antara lain-lain penerimaan daerah di luar pajak dan retribusi daerah jasa giro, hasil penjualan asset daerah. Lain-lain PAD yang sah,meliputi:

1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan 2. Jasa giro

3. Pendapatan bunga

4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

5. Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

6. Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing 7. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan

8. Pendapatan denda pajak 9. Pendapatan denda retribusi

10.Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan 11.Pendapatan dari pengembalian

12.Fasilitas social dan umum

13.Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan 14.Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan

2.1.3 Pajak Daerah

Pengertian dan Kriteria Pajak Daerah

Menurut Siahaan (2005:7), Pajak Daerah adalah “Iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah”.Dengan demikian, pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah (Perda), yang wewenang pemungutannya


(26)

dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan didaerah.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak Daerah merupakan komponen dari pendapatan asli daerah, sampai saat ini. Pajak Daerah memberikan kontribusi daerah terbesar bagi Pendapatan Asli Daerah. Undang-undang No.28 Tahun 2009 memberikan peluang kepada daerah kabupaten/kota untuk memungut jenis Pajak Daerah lain yang dipandang memenuhi syarat selain dari jenis Pajak Daerah kabupaten/kota yang telah ditetapkan. Penetapan jenis pajak lainnya ini harus benar-benar bersifat spesifik dan potensial di daerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasan kepada kabupaten/kota dalam mengantisipasi situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan perkembangan potensi pajak dengan tetap memperhatikan kesejahteraan jenis pajak dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang ditetapkan.

Kriteria pajak daerah yang ditetapkan oleh undang-undang bagi kabupaten/kota adalah:

1. Bersifat pajak dan bukan retribusi. Maksudnya adalah pajak yang ditetapkan harus sesuai dengan pengertian yang ditentukan dalam defenisi pajak daerah. 2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang

bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. 3. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertantangan dengan kepentingan

umum, maksudnya adalah bahwa pajak tersebut dimaksudkan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antara pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketentraman, kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.

4. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan atau objek pajak pusat.


(27)

5. Potensinya memadai. Maksudnya adalah bahwa hasil pajak cukup besar sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan laju pertumbuhannya, diperkirakan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi.

6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negative. Maksudnya adalah bahwa pajak tersebut tidak mengganggu alokasi sumber-sumber ekonomi efisien dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah maupun kegiatan eksport import.

7. Memerhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. Kriteria aspek keadilan antara lain objek dan subjek harus jelas sehingga dapat diawasi pemungutannya, jumlah pembayaran pajak dapat diperkirakan oleh wajib pajak yang bersangkutan. Dan tarif pajak ditetapkan dengan memerhatikan keadaan wajib pajak. Selanjutnya kriteria kemampuan masyarakat adalah kemampuan subjek pajak untuk memikul tambahan beban pajak.

8. Menjaga kelestarian lingkungan. Maksudnya adalah bahwa pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada pemerintah daerah dan masyarakat untuk merusak lingkungan yang akan menjadi beban bagi pemerintah daerah dan masyarakat.

Pajak daerah harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain:

1) Tidak boleh bertentangan atau harus searah dengan kebijaksanaan pemerintah pusat.

2) Pajak daerah harus sederhana dan tidak terlalu banyak jenisnya 3) Biaya administrasi harus rendah

4) Tidak mencampuri system perpajakan pusat maupun peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh daerah serta dapat dipaksakan

Dengan demikian, penerimaan pajak harus dilakukan secara efektif agar penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan pemerintah daerah dapat terlaksana dengan baik. Pajak daerah dikatakan efektif jika:

• Memenuhi kriteria adil

• Dapat mendorong tindakan ekonomi

• Mampu menstabilkan tingkat kenaikan harga • Dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat


(28)

• Biaya untuk administrasi ringan dan terjangkau oleh wajib pajak.

Jenis – Jenis Pajak Daerah

Menurut undang-undang nomor 28 tahun 2009: a. Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi)

1) Pajak Kendaraan Bermotor

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4) Pajak Air Permukaan; dan

5) Pajak Rokok

b. Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota) 1) Pajak Hotel

a) Pengertian

Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Pengertian hotel disini termasuk juga rumah penginapan yang memungut bayaran. Pengenaan pajak hotel tidak mutlak pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yamg diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitlkan peraturan daerah tentang hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.

b) Subjek Pajak Hotel

Pada pajak hotel yang menajadi subjek pajak adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel. Sementara yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.


(29)

Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.

• Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek antara lain: gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (Hostel), losmen dan rumah penginapan.

• Pelayanan penunjang, antara lain : telepon, faksimile, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, sertrika, taksi dan pengangkutan lainnya yang disediakan atau dikelola hotel.

• Fasilitas olahraga dan hiburan khusus untuk tamu hotel antara lain: pusat kebugaran (fitness center), kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub, diskotik yang disediakan atau disediakan oleh hotel.

• Jasa persewaan ruangan untuk kegiaatan acara atau pertemuan di hotel.

d) Dasar Pengenaan Pajak Hotel

Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Besarnya tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabipaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang dilakukan kepada hotel

2) Pajak Restoran a) Pengertian

Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Pengenaan pajak restoran tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan


(30)

atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peratuan daerah tentang pajak restoran yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak restoran didaerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.

b) Subjek Pajak Restoran

Pada pajak restoran yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoran. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha restoran. Sementara yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan restoran.

c) Objek Pajak Restoran

Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran. Yang termasuk dalam objek pajak restoran adalah rumah makan, cafe, bar, dan sejenisnya. Pelayanan yang disediakan di restoran meliputi pelayanan penjualan makan dan/atau minuman yang di konsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun ditempat lain.

d) Dasar Pengenaan Pajak Restoran

Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima/ yang seharusnya diterima restoran. Besarnya tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang dilakukan kepada restoran


(31)

3) Pajak Hiburan a) Pengertian

Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Selain itu, pajak hiburan dapat diartikan sebagai pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan. Pengenaan pajak hiburan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.

b) Subjek Pajak Hiburan

Pada pajak hiburan yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menonton atau menikmati hiburan. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati hiburan. Sementara yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.

c) Objek Pajak Hiburan

Objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan yang dipungut bayaran. Yang dimaksud hiburan antara lain berupa tontonan film, kesenian, pagelaran musik dan tari, diskotik, karaoke, klub malam, permaianan biliar, permainan ketangkasan, panti pijat, mandi uap, pertandingan olahraga. Dengan demikian, objek pajak hiburan meliputi: pertunjukan film, pertunjukan kesenian, pertunjukan pagelaran, penyelenggaraan diskotik dan sejenisnya, penyelenggaraan tempat-tempat wisata dan sejenisnya pertandingan olahraga, pertunjukan dan keramaian umum lainnya.

d) Dasar Pengenaan Pajak Hiburan

Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah uang yang diterima/yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan. Besarnya tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar tiga puluh lima persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.


(32)

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang dilakukan untuk menonton/menikmati hiburan

4) Pajak Reklame a) Pengertian

Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Pengenaan pajak reklame tidak mutlak ada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.

b) Subjek Pajak Reklame

Pada pajak reklame yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame. Sementara yang menjadi wajib pajak adalah yaitu orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame.

c) Objek Pajak Reklame

Objek pajak reklame adalah semua penyelengaraan reklame. Penyelenggaraan reklame dapat dilakukan oleh penyelenggara reklame atau perusahaan jasa periklanan yang terdaftar pada dinas pendapatan daerah kabupaten/kota. Penyelenggaraan reklame yang ditetapkan menjadi objek pajak reklame adalah meliputi: reklame papan, reklame megatron, reklame kain, reklame melekat (stiker), reklame selebaran, reklame berjalan, reklame udara, reklame suara, reklame film dan reklame peragaan.

d) Dasar Pengenaan Pajak Reklame

Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame. Besarnya tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.


(33)

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x nilai sewa reklame 5) Pajak Penerangan Jalan

a) Pengertian

Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar dibayar oleh pemerintah daerah. Pengenaan pajak penerangan jalan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.

b) Subjek Pajak Penerangan Jalan

Pada pajak penerrangan jalan yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat menggunakan tenaga listrik. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha penerangan jalan. Sementara yang menjadi wajib pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik.

c) Objek Pajak Penerangan Jalan

Objek pajak penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik,baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain. Penggunaan tenaga listrik meliputi penggunaan tenaga listrik baik yang disalurkan PLN dan bukan PLN.

d) Dasar Pengenaan Pajak Penerangan Jalan

Dasar pengenaan pajak penerangan jalan adalah nilai jual tenaga listrik. Besarnya tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.


(34)

Pajak Terutang = Tarif Pajak x dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x nilai jual tenaga listrik 6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

a) Pengertian

Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. b) Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pada subjek pajak bukan logam dan batuanyang menjadi subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang dapat mengambil mineral bukan logam dan batuan. Sementara yang menjadi wajib pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan.

c) Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Objek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang meliputi: asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomite, feldspar, garam batu, grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, phospat, talk, tanah serap, tanah diatome, tanah liat, tawas, tras, yarosif, zeolit, basal, trakkit, dan mineral bukan logam dan batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d) Dasar Pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Lainnya Dasar pengenaan pajak mineral bukan logam dan batuan lainnya adalah nilai jual hasil pengambilan mineral bukan logam dan batuan. Besarnya tarif pajak mineral bukan logam dan batuan lainnya ditetapkan paling tinggi sebesar dua puluh lima persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x nilai jual pajak mineral bukan logam dan batuan lainnya.


(35)

7) Pajak Parkir a) Pengertian

Pajak parkir adalah pajak yang di kenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penetipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

b) Subjek Pajak Parkir

Pada pajak parkir, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor. Pajak parkir dibayar oleh pengusaha yang menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran. Yang menjadi wajib pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir.

c) Objek Pajak Parkir

Objek pajak parkir adalah penyelenggaaan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediaakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kedaraan bermotor. Klasifikasi tempat parkir diluar badan jalan yang dikenakan pajak parkir adalah: gedung parkir, pelataran parkir, garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran dan tempat penitipan kendaraan bermotor.

d) Dasar Pengenaan Pajak Parkir

Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir. Besarnya tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar tiga puluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x jumlah pembayaran untuk pemakaian tempat parkir.


(36)

8) Pajak Air Tanah a) Pengertian

Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. (Pasal 1 Angka 33 UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah)

b) Subjek Pajak Air Tanah

Pada pajak air tanah, yang menjadi subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Sementara yang menjadi wajib pajak air tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

c) Objek Pajak Air Tanah

Objek pajak air tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

d) Dasar Pengenaan Pajak Air Tanah

Dasar pengenaan pajak air tanah adalah nilai perolehan air tanah. Besarnya tarif pajak air tanah ditetapkan paling tinggi sebesar dua puluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x nilai perolehan air tanah

9) Pajak Sarang Burung Walet a) Pengertian

Sarang Burung Walet adalah Fasilitas Penyedia jasa penginapan/ peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan, rumah singgah, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).


(37)

b) Subjek Pajak Sarang Burung Walet

Pada subjek pajak sarang burung walet, yang menjadi subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet. Yang menjadi wajib pajak sarang burung walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet.

c) Objek Pajak Sarang Burung Walet

Objek pajak sarang burung walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

d) Dasar Pengenaan Pajak Sarang Burung Walet

Dasar pengenaan pajak sarang burung walet adalah nilai jual sarang burung walet. Besarnya tarif pajak sarang burung ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x nilai jual sarang burung walet

10)Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan a) Pengertian

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

b) Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Pada pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, yang menjadi subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Yang menjadi wajib pajak bumi dan bangunan


(38)

perdesaan dan perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

c) Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Objek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

d) Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah nilai jual objek pajak. Besarnya tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar nol koma tiga persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x nilai jual objek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan.

11)Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan a) Pengertian

Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan.


(39)

b) Subjek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Pada bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Yang menjadi wajib pajak bea perolehan atas tanah dan bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.

c) Objek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Objek bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

d) Dasar Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Dasar pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah nilai perolehan objek pajak. Besarnya tarif bea perolehan hak atas tanah dan bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar lima persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x nilai perolehan objek pajak.

Dasar Hukum Pajak Daerah

Setiap jenis pajak daerah yang diberlakukan di Indonesia harus berdasarkan dasar hukum yang kuat untuk menjamin kelancaran pengenaan dan pemungutannya. Adapun yang menjadi dasar hukum pajak daerah adalah sebagaimana di bawah ini:

1. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perubahan Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah.

3. Keputusan Presiden,Keputusan Menteri Dalam Negeri, Keputusan Menteri Keuangan, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota di bidang Pajak Daerah.


(40)

2.1.4 Retribusi Daerah

Terminologi Retribusi Daerah

Pemungutan Retribusi Daerah yang saat ini didasarkan pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 mengatur beberapa istilah yang umum digunakan, sebagaimana disebutkan di bawah ini:

a. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat manurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Peraturan daerah adalah peraturan yang ditetapkan oleh kepala daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

c. Retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

d. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perhimpunan data objek dan subjek retribusi yang terutang, sampai dengan kegiatan penagihan retribusi atau retribusi yang terutang kepada wajib retribusi yang terutang serta pengawasan penyetorannya.

e. Masa retribusi adalah suatu jangaka tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari pemerintah daerah yang bersangkutan.

Defenisi Retribusi Daerah

Menurut Undang–Undang No 28 tahun 2009, Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus yang disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Beberapa pengertian istilah yang terkait dengan retribusi daerah menurut Mardiasmo, antara lain:


(41)

1) Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

2) Jasa adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha atau pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

3) Jasa umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

4) Jasa usaha adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

5) Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada oarng pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Objek Retribusi Daerah

Yang menjadi objek dari Retribusi Daerah adalah berbentuk jasa. Jasa yang dihasilkan terdiri dari:

a. Jasa Umum yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

b. Jasa Usaha yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial.

c. Perizinanan tertentu yaitu pelayanan perizinan tertentu oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.


(42)

Jenis Retribusi Daerah

Retribusi daerah menurut UU No. 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2009 tentang retribusi daerah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Retribusi Jasa Umum

Retribusi Jasa Umum,adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Retribusi jasa umum ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:

a. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu.

b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi.

c. Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfatan umum.

d. Jasa terebut layak untuk dikenakan retribusi

e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai

penyelenggaraannya.

f. Retribusi dapat dipanggul secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial dan,

g. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang baik.

Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah: 1) Retribusi pelayanan kesehatan

2) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan

3) Retribusi penggantian biaya cetak KTP dan akte cacatan sipil 4) Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat 5) Retribusi parkir ditepi jalan umum

6) Retribusi pelayanan pasar

7) Retribusi pengujian kendaraan bermotor


(43)

9) Retribusi biaya cetak peta

10)Retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus 11)Retribusi pengolahan limbah cair

12)Retribusi pelayanan tera/tera ulang 13)Retribusi pelayanan pendidikan; dan

14)Retribusi pengendalian menara telekomunikasi 2. Retribusi Jasa Usaha

Retribusi Jasa Usaha,adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

Retribusi Jasa Usaha ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan kriteria-kreteria:

1) Retribusi jasa usaha yang bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu.

2) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah.

Jenis retribusi Jasa Usaha adalah:

a) Retribusi pemakaian kekayaan daerah b) Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan c) Retribusi tempat pelelangan

d) Retribusi terminal

e) Retribusi tempat khusus parkir

f) Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa g) Retribusi rumah potong hewan

h) Retribusi pelayanan pelabuhan kapal i) Retribusi tempat rekreasi dan olah Raga j) Retribusi penyeberangan diatas Air k) Retribusi penjualan produksi daerah


(44)

3. Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi Perizinan Tertentu, adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, saran, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Retribusi perizinan tertentu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan kriteria-kriteria:

1) Perizinan tersebut tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka desentralisasi.

2) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum

3) Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dari biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari perizinan tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

Jenis retribusi Perizinan Tertentu adalah: a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

b) Retribusi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol c) Retribusi Izin Gangguan

d) Retribusi Izin Trayek

e) Retribusi Izin Usaha Perikanan

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Hakki (2008) meneliti penerimaan pajak dan retribusi daerah sebelum dan pada masa otonomi daerah di Kota Bogor. Ia menggunakan metode analisis komponen utama (Principal Component Analysis/PCA) dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerimaan pajak daerah di Kota Bogor sangat dipengaruhi oleh variabel tingkat inflasi. Sedangkan penerimaan retribusi daerah di kota Bogor dipengaruhi oleh variabel tingkat inflasi, uji kendaraan bermotor, dan jumlah pengunjung obyek wisata. Adapun penulis melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah di Kota Bogor dengan pertimbangan bahwa perbedaan wilayah penelitian akan memberikan hasil yang berbeda. Pada penelitian ini, penulis lebih mengkhususkan pada era


(45)

otonomi daerah, yaitu selama periode tahun 2005 hingga tahun 2007 dengan menggunakan data bulanan.

Penelitian Rahdina (2008) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah di Kota Depok pada era otonomi daerah, menunjukkan bahwa dalam periode anggaran 2002 hingga 2007,struktur penerimaan APBD di Kota Depok terus mengalami peningkatan dan didominasi oleh dana perimbangan. Sedangkan PAD yang merefleksikan kinerja pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial bagi proses pembangunan di Kota Depok, kontribusinya cenderung fluktuatif setiap tahunnya. Pajak dan retribusi daerah merupakan komponen PAD yang memberikan kontribusi terbesar di Kota Depok. Adapun penerimaan pajak daerah di Kota Bogor dipengaruhi oleh variabel tingkat inflasi, jumlah rumah tangga serta jumlah pemasangan reklame. Sementara itu, penerimaan retribusi daerah di Kota Depok dipengaruhi oleh variable tingkat inflasi, jumlah izin trayek, serta jumlah rumah tangga.

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu, maka peneliti membuat kerangka konseptual penelitian sebagai berikut:

Gambar 2. 1

Variabel Independen

Variabel Dependen

H1

H2

I. Hipotesis Penelitian

H3

Pendapatan

Daerah

Pajak Daerah

(X1)

Retribusi Daerah (X2)


(46)

Hipotesis menurut Erlina dan Sri Mulyani (2007:41), menyatakan hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan preposisi yang dapat diuji secara empiris. Hipotesis pada penelitian ini adalah:

1 : Pajak Daerah berkontribusi terhadap Pendapatan Daerah 2 : Retribusi Daerah berkontribusi terhadap Pendapatan Daerah

3 : Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara simultan berkontribusi terhadap Pendapatan Daerah.


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Desain penelitian merupakan kerangka kerja untuk memerinci hubungan antara variabel dalam suatu penelitian. Penelitian ini menggunakan desain kausal yang berguna untuk menganalisa hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya (Umar, 2003: 30). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pajak daerah, retribusi daerah sebagai variabel independen, dan pendapatan daerah sebagai variabel dependen.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Umar (2003: 60) “Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut, misalnya dalam bentuk table, grafik, diagram, gambar dan sebagainya, sehingga lebih informatif jika digunakan oleh pihak lain”.

Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data time series dan cross section. Data time series atau disebut juga data deret waktu merupakan sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat dalam beberapa interval waktu tertentu, misalnya dalam waktu mingguan, bulanan, atau tahunan. Sedangkan data cross section atau sering disebut data satu waktu merupakan sekumpulan data suatu fenomena tertentu dalam satu kurun waktu saja. (Umar, 2003: 61).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Tujuan yang diungkapkan dalam bentuk hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian. Jawaban itu masih perlu diuji secara empiris, dan untuk maksud itulah dibutuhkan pengumpulan data.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu:

1. Melalui studi pustaka, yakni jurnal akuntansi, serta buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.


(48)

2. Mendokumentasikan data sekunder. Untuk mendapatkan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dapat digunakan adalah teknik pengumpulan data dari basis data (Jogiyanto, 2004:82) yang diperoleh dari media internet dengan cara mengunduh dari situs djpkpd.go.id.

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006 : 55).” Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota yang telah membuat dan mempublikasikan laporan APBDnya.

Menurut Erlina dan Mulyani (2007:73-74) “populasi adalah sekelompok orang, kejadian, sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu.”

“sample adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi” berdasarkan defenisi diatas maka menjadi populasi penelitian adalah laporan relisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/ pemerintah Kota Sumatera Utara.

Penelitian ini menggunakan data keseluruhan yang ditentukan dengan menggunakan data seluruhnya yaitu dilakukan dengan Pertimbangan yang ditetapkan peneliti adalah:

1. Kabupaten/ kota di provinsi sumatera utara yang mempublikasikan laporan realisasi APBD dalam situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (djpkpd.go.id)

2. Kabupaten/kota di provinsi sumatera utara yang mempublikasikan laporan realisasi APBDnya selama periode 2007-2010.

Berdasarkan kriteria tersebut, maka pemerintah kabupaten/ pemerintah kota yang menjadi sampel pada penelitian ini berjumlah 33 Kabupaten/Kota, yang tercantum dibawah ini :


(49)

DAFTAR PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DALAM PENELITIAN

Tabel 3.1

No Nama Kabupaten/Kota

1. Nias

2. Mandailing Natal

3. Tapanuli Selatan

4. Tapanuli Tengah

5. Tapanuli Utara

6. Toba Samosir

7. Labuhan Batu

8. Asahan

9. Simalungun

10. Dairi

11. Karo

12. Deli Serdang

13. Langkat

14. Nias Selatan

15. Humbahas

16. PakPak Bharat

17. Samosir

18. Serdang Bedagai

19. Batu Bara

20. Padang Lawas Utara

21. Padang Lawas

22. Labuhan Batu Selatan

23. Labuhan Batu Utara


(50)

25. Nias Barat

26. Sibolga

27. Tanjung Balai

28. Pematang Siantar

29. Tebing Tinggi

30. Medan

31. Binjai

32. Padang Sidempuan


(51)

3.5 Metode Analisi Data

Dalam penelitian ini, data dianalisis statistic dengan menggunakan SPSS 17. Pengujian hipotesis pada penelitian dilakukan setelah melakukan pengujian asumsi klasik.

1. Pengujian Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2005: 110). Jika terdapat normalitas, maka residual akan terdistribusi secara normal dan independen yaitu perbedaan antara nilai predikasi dengan skor yang sesungguhnya atau error akan terdistribusi secara simetri di sekitar nilai means sama dengan nol. Pengujian normalitas dilakukan dengan uji non parametric Kolmogorov-Smirnov, dimana data yang berdistribusi normal akan memiliki nilai yang lebih besar dari 0,05. Selain itu, uji normalitas dapat juga dilihat melalui grafik histogram dan grafik normal plot.

b. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen (Ghozali, 2005:91). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas dapat dilihat dari:

1) Nilai tolerance dan lawannya 2) Variance inflation factor (VIF).

Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya, jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF= 1/Tolerance). Batasan yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance <0.10 atau sama dengan nilai VIF>10.


(52)

Regresi linear dapat terjadi bila terjadi homokedastisitas bukan heterokedastisitas. Menguji apakah dalam sebuah model regresi telah terjadi ketidaksamaan varian dari residual atas suatu pengamatan lainnya adalah penting. Jika yang terjadi bahwa variansnya tetap, maka ia disebut berada dalam kondisi homokedastisitas (Umar, 2003:137). Pada penelitian ini diuji dengan melihat grafik Scatterplot.

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model yang baik adalah homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005:105).

Cara yang dipakai dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedositas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Ysesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar analisis yang dapat digunakan untuk menentukan heteroskedastisitas, antara lain:

a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang tertaur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas.

b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homokedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Uji autokeralasi bertujuan untuk menganalisis apakah dalam model regresi terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada perode t dengan kesalahan t1 atau sebelumnya (Erlina, 2007). Autokorelasi muncul karena


(53)

observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual atau kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini paling sering ditemukan pada data runtut waktu atau time series karena “gangguan” pada seorang individu/kelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya.

Model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mengetahui adanya autokorelasi dapat dideteksi dengan menggunakan Durbin Watson statistik.

2. Pengujian Hipotesis

Untuk hipotesis H1 sampai dengan H4 menggunakan analisis regresi lincar sederhana. Hipotesis ini diuji dengan menggunakan uji t.

Kriteria yang digunakan untuk hipotesis H1 sampai dengan H4 adalah :

Ho diterima apabila t* <t table (α) Ha diterima apabila t* >t table (α)

Untuk hipotesis H5 menggunakan analisis regresi ganda. Analisis regresi ganda digunakan oleh peneliti bila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kriterium), bila dua atau lebih variabel independen sebagai predictor dimanipulasi (dinaik-turunkan nilainya) (Sugiyono, 2006:250). Pengujian hipotesis ini menggunakan uji f.


(54)

Data dianalisis dengan model regresi berganda sebagai berikut: Y= α + β1x1 + β2x2 + ε

Keterangan:

Y = Pendapatan Asli Daerah (PAD) X1 = Pajak Daerah

X2 = Retribusi Daerah α = konstanta

β1, β2 = koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan atau penurunan variabel dependen berdasarkan pada variabel independen.


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Sumatera Utara

Sumatera Utara adalah sebuah Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera, berbatasan dengan Aceh di sebelah utara dan dengan Sumatera Barat serta Riau di sebelah selatan, terletak pada 1°- 4° derajat LU dan 98°- 100° Bujur Timur merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat. Berdasarkan letak dan kondisi alamnya, Sumatera Utara dibagi atas 3 kelompok wilayah yaitu : 1) Pantai Barat (Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Sibolga, dan Nias). 2) Dataran Tinggi (Tapanuli Utara, Simalungun, Pematang Siantar, Karo, dan Dairi). 3) Pantai Timur (Medan, Binjai, Langkat, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjung Balai, dan Labuhan Batu).

Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di kota Medan. Sebelumnya, Sumatera Utara termasuk ke dalam Provinsi Sumatera sesaat Indonesia merdeka pada tahun 1945. Pada tahun 1950. Provinsi Sumatera Utara dibentuk meliputi sebagian Aceh. Tahun 1956, Aceh dipisahkan menjadi Daerah Otonom dari Provinsi Sumatera Utara. Luas daratan propinsi Sumatera Utara adalah 71.680 km² dibagi kepada 25 kabupaten, 8 kota (dahulu kotamadya).

Sebelum melakukan pembahasan mengenai data secara statistik harus terlebih dahulu memperhatikan data kabupaten/ kota yang telah ditentukan sebagai sampel. Adapun kabupaten/ kota yang terpilih menjadi sampel penelitian berdasarkan pertimbangan yang ditentukan oleh penulis pada bab sebelumnya, adalah sebanyak 33 kabupaten/kota untuk setiap tahunnya.


(56)

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mendownload laporan keuangan daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2009-2011 melalui website : www.djpk.depkeu.go.id. Populasi dalam penelitian ini adalah kabupaten dan kota yang terdapat di Sumatera Utara pada tahun 2009-2011, sejumlah 33 kabupaten/kota.

4.1.2 Analisis Statistik Deskriptif

Data dalam penelitian ini berupa data laporan realisasi dan target APBD Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2009-2011. Pendapatan daerah merupakan variabel terikat (dependent variable), sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pajak daerah dan retribusi daerah. Statistik deskriptif dari variabel tersebut dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 4.1 Analisis Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Pajak Daerah 99 0 397629048 18709474.18 59754839.626

Retribusi Daerah 99 0 100365190 8219567.63 14956379.659

Pendapatan Daerah 99 0 2628101163 517286780.39 394464170.224

Valid N (listwise) 99

Sumber : Hasil pengolahan data 2013

Variabel pajak daerah memiliki rata-rata pajak daerah sebesar Rp 18.709.474,18 dan nilai maksimum Rp 397.629.048. Variabel retribusi daerah memiliki nilai maksimum Rp 100.365.190 dengan rata-rata retribusi daerah sebesar Rp 8.219.567,63 dan variabel


(57)

pendapatan daerah memiliki nilai maksimum Rp 2.628.101.163 dengan rata-rata kemandirian keuangan daerah sebesar Rp 517.286.780,39.

4.2. Uji Asumsi Klasik

Model regresi dalam penelitian dapat digunakan untuk estimasi dengan signifikan dan representatif jika model regresi tersebut tidak menyimpang dari asumsi dasar klasik regresi berupa: normalitas, autokorelasi, heterokedastisitas dan multikolinearitas. Berikut ini dipaparkan hasil asumsi klasik atas data yang digunakan dalam penelitian.

4.2.1 Uji Normalitas

Uji Normalitas data dilakukan untuk menguji apakah data terdistribusi secara normal. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki distribusi nilai residual normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas dalam penelitian ini dilakukan menggunakan alat uji Kolmogorov-Smirnov dengan nilai residu atas persamaan model regresi yang digunakan dalam penelitian. Kriteria yang digunakan adalah dengan membandingkan probability value yang diperoleh dengan pedoman pengambilan keputusan bahwa: jika probability value > 0,05 maka data terdistribusi normal dan jika probability value < 0,05 maka data terdistribusi tidak normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat dalam tabel 4.4 berikut ini


(58)

Tabel 4.2

Uji Statistik Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 99

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 1.84380222E8

Most Extreme Differences Absolute .116

Positive .116

Negative -.078

Kolmogorov-Smirnov Z 1.155

Asymp. Sig. (2-tailed) .139

a. Test distribution is Normal.

Sumber: Data yang diolah, 2013

Besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 1,155 dan Asymp signifikan adalah 0,139 sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam model regresi telah terdistribusi secara normal, dimana nilai signifikannya lebih dari 0,05 (p = 0,139> 0,05). Dengan demikian, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai observasi data telah terdistribusi secara normal.

4.2.2. Uji Multikolinearitas

Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya gejala multikolinearitas adalah dengan melihat besaran korelasi antara variabel independen dan besarnya tingkat kolinearitas yamg masih dapat di tolerir, yaitu Tolerance > 0,10 dan VIF < 10. Berikut di sajikan tabel hasil pengujian.


(59)

Tabel 4.3 Uji multikolinearitas

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

Pajak Daerah .135 7.383

Retribusi pajak .135 7.383

Sumber : Data yang diolah, 2013

Hasil penelitian nilai tolerance menunjukkan variable independen memiliki nilai tolerance> 0,10 yaitu 0,135 untuk variable Pajak Daerah dan 0,135 untuk variabel Retribusi

Pajak yang berarti tidak terjadi korelasi dimana variable independen memiliki nilai VIF kurang dari 10 yaitu 7,383 untuk variabel Pajak Daerah dan 7,383 untuk variabel Retribusi Pajak.

4.2.3. Uji Heterokedastisitas

Heterokedastisitas merupakan keadaan yang menggambarkan seluruh faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama untuk seluruh pengamatan atas variabel independen. Dalam penelitian ini, uji yang digunakan untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dalam model regresi adalah metode Glejser, yaitu dengan meregresikan nilai dari seluruh variabel independen dengan nilai mutlak (absolute) dari nilai residual ehingga dihasilkan probability value. Kriteria pengujiannya adalah jika probability value < 0,05 maka terjadi heterokedastisitas dan jika probability value > 0,05 maka tidak terjadi heterokedastisitas. Hasil uji heterokedastisitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(60)

Tabel 4.4

Hasil Uji Heterokedastisitas Sebelum Outlier Data

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1.266E8 1.634E7 7.749 .000

Pajak Daerah .034 .591 .016 .058 .954

Retribusi Daerah .609 2.361 .071 .258 .797

a. Dependent Variable: absy

Tabel di atas menunjukkan bahwa probabilitas (sig) dalam tiap model regresi yang digunakan dalam penelitian ini lebih besar dari 0,05 atau 5% sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak terjadi gejala heteroskedastisitas dalam semua model regresi penelitian ini.

4.2.3. Uji Autokorelasi

Tabel 4.5

Nilai Statistik Durbin-Watson

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .884a .782 .777 1.863E8 1.741

a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: Pendapatan Daerah


(1)

63

Tabel 4.4

Hasil Uji Heterokedastisitas

Sebelum Outlier Data

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 1.266E8 1.634E7 7.749 .000

Pajak Daerah .034 .591 .016 .058 .954

Retribusi Daerah .609 2.361 .071 .258 .797

a. Dependent Variable: absy


(2)

64

Lampiran vi

Tabel 4.5

Nilai Statistik Durbin-Watson

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .884a .782 .777 1.863E8 1.741

a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: Pendapatan Daerah


(3)

65

Tabel 4.6

Analisis Hasil Regresi

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 380571055.187 23662112.409 16.084 .000

Pajak Daerah 4.095 .856 .620 4.786 .000

Retribusi Daerah 7.311 3.419 .277 2.138 .035

a. Dependent Variable: Pendapatan Daerah


(4)

66

Lampiran viii

Tabel 4.7

Hasil Korelasi Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .884a .782 .777 1.863E8

a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: Pendapatan Daerah

Sumber : Data yang diolah, 2013


(5)

67

Tabel 4.8

Hasil Uji t

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 380571055.187 23662112.409 16.084 .000

Pajak Daerah 4.095 .856 .620 4.786 .000

Retribusi Daerah 7.311 3.419 .277 2.138 .035

a. Dependent Variable: Pendapatan Daerah


(6)

68

Lampiran x

Tabel 4.9

Nilai F-Hitung Untuk Kemandirian Keuangan Daerah

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 11917379717952174000 2 5958689858976087000 171.699 .000a

Residual 3331614477950314500 96 34704317478649108

Total 15248994195902489000 98 a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah

b. Dependent Variable: Pendapatan Daerah