2.3.5 Tahapan Pemodelan dalam DSS
Menurut Herbert A. Simon Kusrini, 2007, tahap-tahap yang harus dilalui dalam proses pengambilan keputusan sebagai berikut :
1. Studi kelayakan Inteligence
Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian lingkup masalah serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses dan diuji dalam
rangka mengidentifikasikan masalah. 2.
Perancangan Design Tahap ini merupakan proses pengembangan dan pencarian alternatif
tindakansolusi yang dapat diambil. Tersebut merupakan representasi kejadian nyata yang disederhanakan, sehingga diperlukan proses validasi dan vertifikasi
untuk mengetahui keakuratan model dalam meneliti masalah yang ada. 3.
Pemilihan Choice Tahap ini dilakukan pemilihan terhadap diantaraberbagai alternatif solusi yang
dimunculkan pada tahap perencanaan agar ditentukandengan memperhatikan kriteria-kriteria berdasarkan tujuan yang akan dicapai.
4. Impelementasi Implementation
Tahap ini dilakukan penerapan terhadap rancangan sistem yang telah dibuat pada tahap perancanagan serta pelaksanaan alternatif tindakan yang telah dipilih pada
tahap pemilihan.
2.4 Metode Preference Ranking Organization Method for Enrichment Evaluation Promethee
Preference ranking organization method for enrichment evaluation Promethee adalah suatu metode penentuan urutan prioritas dalam analisis multikriteria. Masalah
pokoknya adalah kesederhanaan, kejelasan, kestabilan. Dugaan dan dominasi kriteria yang digunakan dalam Promethee adalah penggunaan nilai hubungan outranking
Brans, 1982.
Prinsip yang digunakan adalah penetapan prioritas alternatif yang telah
ditetapkan berdasarkan pertimbangan ∀
i
| f
i
. →
ℜ[Real], dengan kaidah dasar:
Universitas Sumatera Utara
MaX{f
1
X, f
2
X, f
3
X, … f
k
X | X ∈ ℜ},
dimana K adalah sejumlah kumpulan alternatif, dan f
i
i = 1, 2, 3, …, K merupakan nilaiukuran relaltif kriteria untuk masing-masing alternatif. Dalam aplikasinya
sejumlah kriteria telah ditetapkan untuk menjelaskan K yang merupakan penilaian dari ℜ Real.
Promethee termasuk dalam keluarga metode outranking yang dikembangkan oleh B. Roy dan meliputi dua fase:
1. Membangun hubungan outranking dari K.
2. Eksploitasi dari hubungan ini memberikan jawaban optimasi kriteria dalam
paradigma permasalahan multikriteria. Dalam fase pertama, nilai hubungan outranking berdasarkan pertimbangan
dominasi masing-masing kriteria indeks preferensi ditentukan dan nilai outranking secara grafis disajikan berdasarkan preferensi dari pembuat keputusan. Data dasar
untuk evaluasi dengan metode Promethee disajikan sebagai berikut Daihani dan Dadan, 2001:
Tabel 2.1 Data Dasar Analisis Promethee
Aternatif Kriteria f
1
. f
2
. f
3
. f
4
. f
5
. f
6
. a
1
f
1
a
1
f
2
a
1
f
3
a
1
f
4
a
1
f
5
a
1
f
6
a
1
a
2
f
1
a
2
f
2
a
2
f
3
a
2
f
4
a
2
f
5
a
2
f
6
a
2
… …
… …
… …
…
a
i
f
1
a
i
f
2
a
i
f
3
a
i
f
4
a
i
f
5
a
i
f
6
a
i
… …
… …
… …
… a
n
f
1
a
n
f
2
a
n
f
3
a
n
f
4
a
n
f
5
a
n
f
6
a
n
Keterangan: 1.
a
1
, a
2
, …, a
i
, a
n
: n alternatif potensial. 2.
f
1
, f
2
, …, fj, fk: k kriteria evaluasi. Brans.
2.4.1 Dominasi Kriteria
Nilai f merupakan nilai nyata dari suatu kriteria dan tujuan berupa prosedur optimasi: f : K
→ ℜ
Universitas Sumatera Utara
Untuk setiap alternatif a ∈ K, f a merupakan evaluasi dari alternatif tersebut
untuk suatu kriteria. Pada saat alternatif dibandingkan, a
1
, a
2
∈ K, harus dapat ditentukan perbandingan preferensinya.
Menurut Brans penyampaian intensitas P dari preferensi alternatif a
1
terhadap alternatif a
2
sedemikian rupa sehingga: a. P a
1
, a
2
= 0, berarti tidak ada beda antara a
1
dan a
2
, atau tidak ada preferensi dari a
1
lebih baik dari a
2
b. P a
1
, a
2
~ 0, berarti lemah, preferensi dari a
1
lebih baik dari a
2
. c. P a
1
, a
2
~ 1, berarti kuat, preferensi dari a
1
lebih baik dari a
2
. d. P a
1
, a
2
= 1, berarti mutlak, preferensi dari a
1
lebih baik dari a
2
. Dalam metode ini, fungsi preferensi seringkali menghasilkan nilai fungsi yang
berbeda antara dua evaluasi, sehingga: P a
1
, a
2
= P{fa
1
– f a
2
} Untuk semua kriteria, suatu alternatif akan dipertimbangkan memiliki nilai
kriteria yanglebih baik ditentukan oleh nilai f dan akumulasi dari nilai ini menentukan nilai preferensi atas masing-masing alternatif yang akan dipilih.
2.4.2 Rekomendasi Fungsi Preferensi
Pada metode Promethee terdapat enam bentuk fungsi preferensi kriteria antara lain kriteria biasa usual criterion, kriteria quasi quasi criterion, kriteria dengan
preferensi linier U-shape criterion, kriteria level level criterion, kriteria dengan preferensi linier dan area yang tidak berbeda V-shapecriterion, kriteria gaussian
Gaussian criterion. Hal ini tentu saja tidak mutlak, tetapi bentuk ini cukup baik untuk beberapa kasus. Untuk memberikan gambaran yang lebih baik terhadap area
yang tidak sama, digunakan fungsi selisih nilai kriteria antaralternatif Hd dimaan hal ini mempunyai hubungan langsung pada fungsi preferensi Brans, 1982.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2.1 Kriteria Biasa
Pada preferensi ini tidak ada beda antara a dan b jika dan hanya jika fa = fb, apabila nilai kriteriapada masing-masing alternatifmemiliki nilai berbeda, pembuat
keputusan membuat preferensi mutlak untuk alternatif yang memiliki nilai yang lebih baik.
Hd = ...…………..…….……………...1
Keterangan: 1.
Hd : fungsi selisih kriteria antaralternatif 2.
d : selisih nilai kriteria {d = fa-fb}
Untuk melihat kasus preferensi pada kriteria biasa, ilustrasinya dapat dilihat dari perlombaan renang, seorang peserta denganpeserta lainnya akan memiliki
peringkat yang mutlak berbeda walaupun hanya dengan selisih nilai waktu, yang teramat kecil, dan kan memiliki peringkat yang sama jika dan hanya jika waktu
tempuhnya sama atau selisih nilai diantara keduanya sebesar nol Brans, 1982. Fungsi Hd untuk preferensi disajikan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Usual Criterion Sumber: Brans, 1982
2.4.2.2 Kriteria Quasi
Dalam fungsi preferensi quasi criterion atau kriteria quasi, selisih hasil evaluasi untuk masing-masing nilai kriteria antaralternatif Hd berpreferensi mutlak jika nilai Hd
dapat melebihi nilai q Brans, 1982.
Universitas Sumatera Utara
Hd = …………….………………………...2
Keterangan: 1.
Hd : fungsi selisih kriteria antaralternatif
2. d
: selisih nilai kriteria {d = fa – fb} 3.
Parameter q : harus merupakan nilai yang tetap
Gambar 2.2 Quasi Criterion Sumber: Brans, 1982
Gambar 2.2 menjelaskan dua alternatif memiliki preferensi yang sama penting selama selisih atau nilai Hd dari masing-masing alternatif untuk kriteria tertentu
tidak melebihi nilai q, dan apabila selisih hasil evaluasi untuk masing-masing alternatif melebihi nilai q maka terjadi bentuk preferensi mutlak Brans, 1982.
Kasus pembuat keputusan dengan menggunakan kriteria kuasi, terlebih dahulu harus menentukan nilai q, dimana nilai ini dapat menjelaskan pengaruh yang
signifikan dari suatu kriteria. Dalam hal ini, preferensi yang lebih baik diperoleh apabila terjadi selisih antara dua alternatif di atas nilai q.
2.4.2.3 Kriteria dengan Preferensi Linier
Kriteria preferensi linier dapat menjelaskan bahwa selama nilai selisih memiliki nilai yang lebih rendah dari p, preferensi dari pembuat keputusan meningkat secara linier
dengan nilai d Brans, 1982.
Universitas Sumatera Utara
Hd = ………………….…………………3
Keterangan: 1.
Hd : fungsi selisih kriteria antaralternatif
2. d
: selisih nilai kriteria {d = fa – fb} 3.
p : nilai kecenderungan atas
Jika nilai d lebih besar dibandingkan dengan nilai p, maka terjadi preferensi mutlak. Fungsi kriteria ini digambarkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Kriteria dengan Preferensi Linier Sumber: Brans, 1982
Pada saat pembuat keputusan mengidentifikasi beberapa kriteria untuk tipe ini, pembuat keputusan harus menentukan nilai dari kecenderungan atas nilai p. Dalam
hal ini nilai d di atas p telah dipertimbangkan akan memberikan preferensi mutlak dari satu alternatif. Misalnya, akan terjadi preferensi dalam hubungan linier kriteria
kecerdasan seseorang dengan orang lain apabila nilai ujian seseorang berselisih dibawah 30, apabila di atas 30 poin maka mutlak orang itu lebih cerdas dibandingkan
dengan orang lain.
2.4.2.4 Kriteria Level
Dalam kasusu in, kecenderungan tidak berbeda dengan q dan kecenderungan preferensi ditentukan secara simultan. Jika d berada di antara nilai p dan q, hal ini
berarti situasi preferensi yang lemah Hd = 0,5 Brans, 1982. Fungsi ini disajikan pada:
Universitas Sumatera Utara
Hd = .…………………………………4
Keterangan : 1.
Hd : fungsi selisih kriteria antaralternatif
2. p
: nilai kecenderungan atas 3.
parameter q : harus merupakan nilai yang tetap Fungsi ini disajikan pada Gambar 2.4 dan pembuat keputusan telah
menentukan kedua kecenderungan untuk kriteria ini.
Gambar 2.4 Level Criterion Sumber: Brans, 1982
Bentuk kriteria level inidapat dijelaskan misalnya dalam penetapan nilai preferensi jarak tempuh antarkota. Misalnya jarak antara Surabaya-Bromo sebesar 60
km, Bromo-Kaliburu sebesar 68 km, Kaliburu-Ijen sebesar 45 km, Bromo-Ijen 133 km. Dan telah ditetapkan bahwa selisih dibawah 10 km maka dianggap jarak
antarkota tersebut adalah tidak berbeda, selisih jarak sebesar 10-30 km relatif berbeda dengan preferensi yang lemah, sedangkan selisih di atas 30 km relatif berbeda dengan
preferensi yang lemah, sedangkan selisih di atas 30 km diidentifikasi memiliki preferensi mutlak berbeda Daihani, 2001.
Dalam kasus ini, selisih jarak antara Surabaya-Bromo dan Bromo-Kaliburu dianggap tidak berbeda Hd = 0 karena selisih jaraknya dibawah 10 km, yaitu 68-
60 km = 8 km, sedangkan preferensi jarak antara Bromo-Kaliburu dan Kaliburu-Ijen dianggap berbeda dengan preferensi lemah Hd = 0,5 karena memiliki selisih yang
berada pada interval 10-30 km , yaitu sebesar 68-45 km = 23 km. Dan terjadi preferensi mutlak Hd = 1 antara jarak Bromo-Ijen dan Kaliburu-Ijen karena
memiliki selisih jarak lebih dari 30 km.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2.5 Kriteria Linier dan Area yang Tidak Berbeda
Pada kasusu ini, pengambil keputusan mempertimbangkan peningkatan preferensi secara linier dari tidak berbeda hingga preferensi mutlak dalam area antara dua
kecenderungan q dan p Brans, 1982.
Hd = ……..……………………5
Keterangan: 1.
Hd : fungsi selisih kritaria antara alternatif
2. d
: selisih nilai kriteria {d = fa – fb} 3.
parameter p : nilai kecenderungan atas 4.
parameter q : harus merupakan nilai yang tetap Dua parameter p dan q telah ditentukan nilainya. Fungsi Hd adalah hasil
perbandingan antara alternatif, seperti pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Kriteria dengan Preferensi Linier dan Area yang Tidak Berbeda Sumber: Brans, 1982
2.4.2.6 Kriteria Gaussian
Fungsi ini bersyarat apabila telah ditentukan nilai g, yang dapat dibuat berdasarkan distribusi normal dalam statistic. Nilai Hd tidak akan pernah bernilai satu Brans,
1982.
Universitas Sumatera Utara
Hd = …...................…………………. 6
Pada penerapannya kriteria Gaussian akan digunakan pada distribusi normal statistik seperti penilaian terhadap tingkat keamanan lingkungan. Nilai g merupakan
batas antara keamanan buruk sampai dengan tingkat aman sekali. Pada kriteria Gaussian tidak ada parameter yang tetap dalam menentukan nilai batas parameter g.
fungsi kriteria Gaussian dijelaskan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Kriteria Gaussian Sumber: Brans, 1982
2.4.3 Indeks Preferensi Multikriteria
Tujuan pembuat keputusan adalah menetapkan fungsi preferensi P, dan π
i
untuk semua kriteria f
i
i = 1, 2, 3, …, K dari masalah optimasi kriteria majemuk. Bobot wigth
π
i
merupakan ukuran relatif untuk kepentingan kriteria f
i
, jika semua kriteria memiliki kepentignan yang sama dalam pangambilan keputusan maka semua nilai
bobot adalah sama. Indeks preferensi multikriteria ditentukan berdasarkan rata-rata bobot dari
fungsi preferensi P
i.
ϕ merupakan intensitas preferensi pembuat keputusan yang menyatakan
bahwa alternatif a
1
lebih baik dari alternatif a
2
dengan pertimbangan secara simultan
Universitas Sumatera Utara
dari seluruh kriteria. Hal ini dapat disajikan dengan nilai antara nilai 0 dan 1, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. ϕ
= 0 menunjukkan preferensi yang lemah untuk alternatif alternatif
berdasarkan semua kriteria. 2.
ϕ = 1 menunjukkan preferensi yang kuat untuk alternatif
alternatif berdasarkan semua kriteria. Daihani, 2001.
2.4.4 Promethee ranking
Perhitungan arah preferensi dipertimbangkan berdasarkan nilai indeks Brans,1982:
a. Leaving flow
..…..…………………………..8
b. Entering flow
…..….………………………..9
c. Net flow
……………...……………………10
Keterangan: 1.
= menunjukkan preferensi bahwa alternatif lebih baik dari alternatif
x.
2. = menunjukkan preferensi bahwa alternatif x lebih baik dari alternatif
. 3.
= Leaving flow, digunakan untuk menentukan urutan prioritas pada proses
Promethee I yang menggunakan urutan parsial. 4.
= Entering flow, digunakan untuk menentukan urutan priorotas pada
proses Promethee I yang menggunakan urutan parsial. 5.
= Net flow, digunakan untuk menghasilkan keputusan akhir penentuan
Urutan dalam menyelesaikan masalah sehingga menghasilkan urutan lengkap.
Universitas Sumatera Utara
Penjelasan dari hubungan outranking dibangun atas pertimbangan untuk masing-masing alternatif pada grafik nilai outranking, berupa urutan parsial
Promethee I atau urutan lengkap Promethee II pada sejumlah alternatif yang mungkin, yang dapat diusulkan kepada pembuat keputusan untuk memperkaya
penyelesaian masalah.
2.4.4.1 Promethee I
Nilai terbesar pada Leaving flow dan nilai yang kecil dari entering flow merupakan alternatif yang terbaik. Leaving flow dan entering flow menyebabkan:
Promethee I menampilkan partial preorder
P
I
, I
I,
R
I
dengan mempertimbangkan interseksi dari dua preorder:
Partial preorder diajukan kepada pembuat keputusan, untuk membantu pengambilan keputusan masalah yang dihadapinya. Dengan menggunakan metode Promethee I
masih menyisakan bentuk incomparable, atau dengan kata hanya memberikan solusi partial preordersebagian.
Universitas Sumatera Utara
2.4.4.2 Promethee II
Dalam kasus complete preorder dalam K adalah penghindaran dari bentuk incomparable, Promethee II complete preorder P
II
, I
II
disajikan dalam bentuk net flow disajikan berdasarkan pertimbangan persamaan:
Melalui complete preorder, informasi bagi pembuat keputusan lebih realistik Daihani, 2001.
2.5 Perancangan Sistem