Perbandingan Antara Skor Apfel Dengan Skor Koivuranta Terhadap Prediksi Terjadinya Post Operative Nausea And Vomiting Pada Anestesi Umum

(1)

PERBANDINGAN ANTARA SKOR APFEL DENGAN SKOR

KOIVURANTATERHADAP PREDIKSI TERJADINYA

POST OPERATIVE NAUSEA AND VOMITING

PADA ANESTESI UMUM

TESIS

Dr. CUT MELIZA ZAINUMI

PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERBANDINGAN ANTARA SKOR APFEL DENGAN SKOR

KOIVURANTATERHADAP PREDIKSI TERJADINYA

POST OPERATIVE NAUSEA AND VOMITING

PADA ANESTESI UMUM

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang

Anestesiologi dan Reanimasi / M. Ked pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

CUT MELIZA ZAINUMI

PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

JUDUL :Perbandingan Antara Skor Apfel Dengan Skor Koivuranta Terhadap Prediksi Terjadinya Post Operative Nausea And Vomiting Pada Anestesi Umum

Nama Mahasiswa : Cut Meliza Zainumi

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Anestesiologi dan Reanimasi

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Muhammad A R,Sp.An Dr. Hasanul Arifin, Sp.An

NIP. 140 191 502 NIP. 130 702 001

Ketua Program Magister Ketua TKP – PPDS

Dr. Hasanul Arifin, Sp. An Dr. H Zainuddin Amir, Sp. P(K)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 26 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

1. Prof. Dr. Achsanuddin Hanafie, Sp An KIC NIP. 130 900 680

2. Dr. Syamsul Bahri, Sp An NIP. 140 130 650

3. Dr. Soejat Harto, Sp An NIP. 140 187 931


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT karena atas rahmat dan ridho – Nya saya berkesempatan mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta menyusun dan menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian pendidikan magister keahlian dibidang Anestesiologi dan Reanimasi. Shalawat dan salam saya sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-nya Radhiallahu’anhum ajma’in yang telah membawa perubahan dari sistem kejahiliyahan ke sistem berilmupengetahuan seperti saat ini. Semoga karya tulis ini merupakan sumbangsih bagi perkembangan Anestesiologi di Indonesia.

Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di universitas ini. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di fakultas ini. Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar dan bekerja di lingkungan Rumah Sakit ini.

Dengan penuh rasa hormat , saya sampaikan terima kasih tak terhingga kepada Dr. Muhammad AR, SpAn. dan Dr. Hasanul Arifin, SpAn sebagai pembimbing penelitian saya, dimana atas bimbingan, pengarahan dan sumbang saran yang telah diberikan, saya dapat menyelesaikan penelitian ini pada waktunya.

Rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada guru – guru saya : Prof. Dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn KIC, Dr. Nazaruddin Umar, SpAn KNA, Dr. A. Sani P. Nasution, SpAn.KIC, Dr. Chairul Mursin, SpAn., Dr. Asmin Lubis, DAF, SpAn., Dr. Nadi Zaini Bakri, SpAn., Dr. Akhyar, SpAn KAKV., Dr. Soejat Harto, SpAn., Dr. Yutu Solihat, SpAn KAKV., Dr. Muhammad, SpAn., Dr. Syamsul Bahri


(6)

Siregar, SpAn, Dr. Tumbur SpAn, Dr. Lydia SpAn, Dr. Walman SpAn, Dr. Ihsan SpAn, Dr. Dadik Sp An, Dr. Guido SpAn yang dengan keikhlasan dan ketulusannya telah mendidik dan memberikan bimbingan kepada saya selama mengikuti program pendidikan ini.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes yang telah meluangkan waktu sebagai pembimbing metode penelitian dan analisa statistik pada penelitian ini yang banyak memberikan masukan, arahan, kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Kepada seluruh pasien dan keluarganya di RSUP. H. Adam Malik Medan yang besar perannya sebagai ”guru” kedua saya dalam menempuh pendidikan spesialis. Khususnya yang berperan serta dalam penelitian ini, rasa sakit mereka telah memotivasi saya untuk dapat memberikan yang terbaik dari ilmu yang saya dapatkan dan pelajari, saya ucapkan banyak terima kasih dan mohon maaf bila pelayanan saya kurang berkenan di hati.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh teman-teman Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi dan Reanimasi, karyawan, paramedis Anestesiologi dan Reanimasi FK USU yang telah banyak membantu dalam penyelesaian program pendidikan dan penelitian ini.

Sembah sujud, rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga saya persembahkan kepada kedua orang tua saya tercinta, ibunda Hj. Cut Nazly dan ayahanda Teuku Syaifuddin atas segala jerih payah, pengorbanan, do’a, dan kasih sayang beliau berdua dalam mengasuh, membesarkan dan membimbing saya dengan keringat dan air mata. Semoga Allah mengampuni segala dosa dan kesalahan dan mengekalkan segala amal jariyah yang telah beliau berdua kerjakan selama ini.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah kita berlindung dan kembali, semoga kita semua senantiasa diberi limpahan rahmat dan karunia-Nya. Amin ya Robbal’alamin.

Medan, 20 September 2009 Dr. Cut Meliza Zainumi


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………... i

DAFTAR ISI………. iii

DAFTAR TABEL………. v

DAFTAR GAMBAR……… vi

DAFTAR GRAFIK ... vii

DAFTAR LAMPIRAN……… viii

DAFTAR SINGKATAN……….. ix

ABSTRAK………. x

ABSTRACT……….. xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. 1. Latar Belakang Masalah ... 1

1. 2. Rumusan Masalah ... 3

1. 3. Hipotesis ... 3

1. 4. Tujuan Penelitian ... 3

1. 4. 1. Tujuan Umum ... 3

1. 4. 2. Tujuan Khusus ... 3

1. 5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2. 1. Patofisiologi ... 5

2. 2. Faktor Resiko PONV ... 11

2. 3. Aplikasi Klinis Penemuan Faktor Resiko PONV ... 12

2. 4. Uji Diagnostik ... 13

2. 5. Kerangka Konsep ... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... ... 16

3. 1. Desain ... ... 16

3. 2. Tempat Dan Waktu ... ... 16

3. 3. Populasi Dan Sampel ... 16

3. 4. Cara Pemilihan Sampel ... 16

3. 5. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi... 16

3. 6. Besar Sampel ... 17

3. 7. Cara Kerja ... 17

3. 8. Identifikasi Variabel ... ... 18

3. 9. Rencana Manajemen Dan Analisa Data ... 19

3. 10. Definisi Operasional ... 19

3. 11. Masalah Etika ... 20


(8)

BAB IV HASIL ... 22

4. 1. Karakteristik Sampel Penelitian ... 22

4. 2. Jenis Operasi Pada Sampel Penelitian ... 22

4. 3. Frekuensi PONV Pada Sampel Penelitian ... 23

4. 4. Hasil Uji Diagnostik Koivuranta Dan Apfel ... 25

BAB V PEMBAHASAN ... 27

5. 1. Prevalensi PONV ... 27

5. 2. Gambaran Karakteristik Hasil Penelitian ... 27

5. 3. Uji Diagnostik Skor Prediksi Ponv Apfel Dan Koivuranta ... 28

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

6. 1. Kesimpulan ... 30

6. 2. Saran ... 30


(9)

DAFTAR TABEL

TABEL 2. 1. Tabel Uji Diagnostik 2x2 ... 14

TABEL 3. 1. Skor Apfel ... 18

TABEL 3. 2. Skor Koivuranta ... 18

TABEL 4. 1. Karakteristik Sampel Penelitian ... 22

TABEL 4. 2. Jenis Operasi Sampel Penelitian ... 23

TABEL 4. 3. Frekuensi Kejadian PONV berdasarkan Jenis Operasi ... 24

TABEL 4. 4. Tabel 2x2 Hasil Uji Diagnostik Skor Apfel ... 25

TABEL 4. 5. Hasil Uji Diagnostik Skor Apfel Terhadap PONV ... 25

TABEL 4. 6. Tabel 2x2 Hasil Uji Diagnostik Skor Koivuranta ... 25

TABEL 4. 7. Hasil Uji Diagnostik Skor Koivuranta Terhadap Ponv ... 26


(10)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2. 1. Diagram farmakologi stimulus mual dan muntah ... 6 GAMBAR 2. 2. Jaras perjalanan terjadinya muntah dan obat obatan

Yang biasanya digunakan untuk mengatasi mual. ... 11 GAMBAR 4. 1. Gambar frekuensi PONV ... 23


(11)

DAFTAR GRAFIK

GRAFIK 4. 1. Grafik perbandingan resiko terjadinya PONV


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Riwayat hidup peneliti 33

Lampiran 2. Penjelasan Mengenai Penelitian 34

Lampiran 3. Formulir Persetujuan Mengikuti Penelitian 36

Lampiran 4. Lembaran Observasi Perioperatif Pasien 37


(13)

DAFTAR SINGKATAN

PONV = Post Operative Nausea And Vomiting PDNV = PostDischarge Nausea And Vomiting ASPAN = American Society of Perianesthesia Nurse

ROC = Receiver Operator Curve


(14)

ABSTRAK

Pendahuluan Post operative nausea and vomiting (PONV), atau mual dan muntah

paska operasi adalah efek samping yang sering terjadi setelah tindakan anestesi. Belakangan ini skor resiko untuk prediksi PONV telah digunakan sebagai cara untuk mengklasifikasi pasien sesuai dengan prediksi resiko dan memberikan profilaksis sesuai dengan klasifikasi ini. Penelitian ini dilakukan untuk melihat keakuratan antara skor Apfel dan skor Koivuranta sebagai skor prediksi PONV.

Metode Desain pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif, studi cross sectional analitik. Setelah mendapat persetujuan dari komite etik FK USU Medan, dilakukan

penelitian terhadap 50 sampel yang menjalani operasi elektif dengan tindakan anestesi umum di RSUP H Adam Malik. Setiap sampel dihitung skor Apfel dan skor Koivuranta lalu dilakukan uji diagnostik untuk menilai keakuratan diantara skor ini.

Hasil Prevalensi kejadian PONV pada anestesi umum pada operasi elektif di rumah

sakit H Adam Malik Medan sebanyak 40%. Skor Apfel mempunyai sensitivitas yang sama dan spesivisitas yang lebih tinggi dari skor Koivuranta dalam memprediksi PONV pada pasien dengan anestesi umum.

Diskusi Dari penelitian ini disarankan untuk menggunakan skor prediksi PONV milik

Apfel yang memiliki spesifisitas lebih tinggi dan variabel penentu skor yang lebih sedikit.


(15)

ABSTRACT

Introduction Post operative nausea and vomiting, PONV is the most frequent side

effect after anesthesi. In recent review PONV prediction score is been used to clasified risk and management for PONV prophylaxis based in this scoring system. The objective of this investigation is to know the accuracy of Apfel score and Koivuranta score as a PONV prediction scoring system.

Methode The desing of this investigation in descriptive, cross sectional analytic study.

After the study was approved by ethics committees of Medical Faculty of University of Sumatera Utara, 50 adult patient scheduled for elective surgery with general anesthesia were questioned for Apfel score and Koivuranta score. And the score were diagnosticaly tested.

Results The prevalens of PONV in general anesthesia in H Adam Malik general

hospital is 40%. The sensitivity of Apfel score is equal to Koivuranta score but Apfel score has higher spesivicity than Koivuranta score in predicting PONV in general anesthesia.

Discussion From this study we suggest to use Apfel score for predicting PONV which

has higher spesivicity dan fewer variable scoring system.

Keywords PONV, PONV predicting score, Apfel score, Koivuranta score, nausea,


(16)

ABSTRAK

Pendahuluan Post operative nausea and vomiting (PONV), atau mual dan muntah

paska operasi adalah efek samping yang sering terjadi setelah tindakan anestesi. Belakangan ini skor resiko untuk prediksi PONV telah digunakan sebagai cara untuk mengklasifikasi pasien sesuai dengan prediksi resiko dan memberikan profilaksis sesuai dengan klasifikasi ini. Penelitian ini dilakukan untuk melihat keakuratan antara skor Apfel dan skor Koivuranta sebagai skor prediksi PONV.

Metode Desain pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif, studi cross sectional analitik. Setelah mendapat persetujuan dari komite etik FK USU Medan, dilakukan

penelitian terhadap 50 sampel yang menjalani operasi elektif dengan tindakan anestesi umum di RSUP H Adam Malik. Setiap sampel dihitung skor Apfel dan skor Koivuranta lalu dilakukan uji diagnostik untuk menilai keakuratan diantara skor ini.

Hasil Prevalensi kejadian PONV pada anestesi umum pada operasi elektif di rumah

sakit H Adam Malik Medan sebanyak 40%. Skor Apfel mempunyai sensitivitas yang sama dan spesivisitas yang lebih tinggi dari skor Koivuranta dalam memprediksi PONV pada pasien dengan anestesi umum.

Diskusi Dari penelitian ini disarankan untuk menggunakan skor prediksi PONV milik

Apfel yang memiliki spesifisitas lebih tinggi dan variabel penentu skor yang lebih sedikit.


(17)

ABSTRACT

Introduction Post operative nausea and vomiting, PONV is the most frequent side

effect after anesthesi. In recent review PONV prediction score is been used to clasified risk and management for PONV prophylaxis based in this scoring system. The objective of this investigation is to know the accuracy of Apfel score and Koivuranta score as a PONV prediction scoring system.

Methode The desing of this investigation in descriptive, cross sectional analytic study.

After the study was approved by ethics committees of Medical Faculty of University of Sumatera Utara, 50 adult patient scheduled for elective surgery with general anesthesia were questioned for Apfel score and Koivuranta score. And the score were diagnosticaly tested.

Results The prevalens of PONV in general anesthesia in H Adam Malik general

hospital is 40%. The sensitivity of Apfel score is equal to Koivuranta score but Apfel score has higher spesivicity than Koivuranta score in predicting PONV in general anesthesia.

Discussion From this study we suggest to use Apfel score for predicting PONV which

has higher spesivicity dan fewer variable scoring system.

Keywords PONV, PONV predicting score, Apfel score, Koivuranta score, nausea,


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH

Post operative nausea and vomiting (PONV), atau mual dan muntah paska operasi adalah efek samping yang sering terjadi setelah tindakan anestesi, terjadi pada 24 jam pertama paska operasi dan terjadi sebanyak 30% pasien rawat inap dan meningkat angkanya sampai 70% pada pasien rawat inap dengan “resiko tinggi”.(1,2) Angka ini memang telah menurun bila dibandingkan dengan pada masa anestesi yang masih menggunakan ether yaitu 75%.(3) Dari penelitian yang dilakukan Saqda dan kawan-kawan di Pakistan, dijumpai angka PONV 30% dan wanita mengalaminya dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan pria.(4) Di Korea dilakukan penelitian pada 5272 pasien dijumpai PONV sebanyak 39%.(5) Walaupun PONV hampir selalu hilang sendiri dan tidak fatal, namun menunjukkan angka morbiditas yang signifikan, dimana bisa terjadi dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, jahitan menjadi tegang dan terbuka, hipertensi vena dan perdarahan, ruptur esofageal, dan keadaan yang membahayakan jiwa pada jalan nafas, walaupun komplikasi yang lebih berat lebih jarang. Setiap kejadian muntah akan memperlama keluarnya pasien dari ruang pemulihan selama kurang lebih 20 menit. (1)

Pada penelitian yang dilakukan sebelum operasi, pasien memposisikan emesis atau muntah sebagai keadaan yang paling tidak diinginkan dan nausea di urutan ke empat keadaan yang paling tidak diinginkan dari 10 akibat negatif paska operasi; dimana nyeri merupakan urutan ketiga dari studi ini.(6) Karena pasien mengganggap PONV keadaan yang sangat tidak diinginkan, telah diusulkan untuk membuat managemen PONV, sama seperti managemen nyeri.(1) Pada penelitian lainnya, rata – rata pasien mau membayar $ 56 untuk menghindari muntah; dan jumlahnya meningkat pada pasien yang pernah mengalami PONV sebelumnya. (7)


(19)

PONV sangat dihindari oleh sebagian besar pasien dan anestesiologis. Namun, profilaksis antiemetik non-selektif tidak memperbaiki hasil akhir kecuali pada pasien dengan resiko tinggi. Belakangan ini skor resiko untuk prediksi PONV telah digunakan sebagai cara untuk mengklasifikasi pasien sesuai dengan prediksi resiko dan memberikan profilaksis sesuai dengan klasifikasi ini. Untuk tujuan klinis sehari – hari, skor resiko sederhana mudah dilakukan dan menunjukkan korelasi antara prediksi dengan kejadian PONV pada pasien rawat inap. (8)

Faktor resiko PONV telah ada pada literatur sejak akhir 1800an. Dahulu penelitian difokuskan pada satu faktor potensial, dengan sedikit atau tidak ada usaha untuk mengontrol variabel – variabel lainnya. Pada era moderen ini penelitian faktor resiko PONV dimulai pada awal 1990an, dengan publikasi studi permulaan yang berusaha mengidentifikasi secara simultan banyak faktor resiko, menggunakan model regresi untuk mengontrol variasi yang sangat luas. Setidaknya ada 20 kunci studi multivariabel yang sudah dipublikasi di Inggris. (1) Pada awal tahun tersebut penjabaran terhadap faktor resiko semakin baik terutama sejak digunakan analisis statistik multivariabel dan stratifikasi. Penggunaan meta analisis dan sistematic review yang lebih luas menambah pengetahuan tentang hal tersebut. Sebagai tambahan, perkembangan prediksi dengan sistem skor sesuai dengan studi klinis sebelumnya, dan publikasi percobaan dengan sistem skor untuk alokasi profilaksis, memberikan arahan pada kita untuk penggunaan sehari – hari. (8)

Belum ada sistem skoring yang dijadikan sebagai baku emas (gold standart) berdasarkan akurasinya. Perkembangan utama dalam sistem skor terfokus pada penyederhanaan sistem skor untuk kemudahan dalam penilaian. Untuk dewasa, Apfel dan Koivuranta telah membuat sistem skor sederhana dengan 4 dan 5 faktor resiko.(9,10) Menurut mereka bahwa penambahan lebih dari beberapa faktor resiko hanya sedikit atau tidak sama sekali menambah akurasi. Dengan sistem skoring yang sederhana menyingkirkan perhitungan yang sulit dan mengurangi perlunya anamnese yang lebih rinci namun menunjukkan kekuatan yang lebih atau sama bila dibandingkan dengan formula yang lebih kompleks. Pada dewasa, skor Apfel dan Koivuranta dkk secara statistik menunjukkan nilai prediksi yang lebih tinggi dibandingkan sistem skor Palazzo dan Evans. Pada penelitian ini juga didapati nilai kekuatan skor Apfel pada kurva ROC


(20)

lebih tinggi dibandingkan Koivuranta (0,68 dan 0,66). (11) Pada penelitian lainnya secara numerik pada kurva ROC skor Kovuiranta lebih besar dibandingkan dengan skor Apfel yaitu (0,66 dan 0,63). (12) Namun pada penelitian yang dilakukan Pierre dan kawan- kawan menunjukkan secara signifikan skor Apfel lebih akurat dibandingkan dengan skor Sinclair pada penelitian pasien dewasa. (13)

Dalam ASPAN’s (American Society of Perianesthesia Nurse) guideline for prevention and/or management of PONV/PDNV skor Apfel dan skor Koivuranta digunakan dalam menilai golongan pasien berdasarkan resikonya terhadap PONV.(14) Hal ini menunjukan kedua sistem skor ini bisa digunakan untuk menilai prediksi PONV dan mengetahui skor mana yang lebih akurat diantara skor Apfel dengan skor Koivuranta dengan menggunakan uji diagnostik.

1. 2 . RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah, Apakah skor Apfel lebih akurat dibandingkan skor Koivuranta dalam memprediksi terjadinya PONV pada pasien dengan anestesi umum?

1. 3 . HIPOTESIS

Skor Apfel lebih akurat dibandingkan dengan skor Koivuranta dalam memprediksi terjadinya PONV pada pasien dengan anestesi umum.

1. 4 . TUJUAN PENELITIAN

1. 4. 1. TUJUAN UMUM : mendapatkan sistem skor prediksi PONV yang lebih

akurat pada anestesi umum untuk mengurangi kejadian PONV.

1. 4. 2. TUJUAN KHUSUS:

a. Untuk mengetahui persentase kejadian PONV pada anestesi umum.

b. Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas skor Apfel dan skor Kovuiranta pada anestesi umum.


(21)

1. 5. MANFAAT PENELITIAN

a. Untuk memprediksi lebih dini PONV sehingga penanganannya lebih baik, dan angka kejadian PONV bisa menurun.

b. Untuk mengetahui angka kejadian PONV

c. Agar skor prediksi PONV seperti skor Apfel maupun skor Koivuranta bisa digunakan untuk aplikasi sehari – hari

d. Sebagai bahan acuan penelitian lanjutan dengan menggunakan jumlah kasus yang lebih besar

e. Sebagai acuan untuk penelitian pencegahan PONV pada pasien – pasien dengan resiko tinggi.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Prevalensi terjadinya PONV masih cukup tinggi dan tidak mengenakkan bagi pasien dan potensial mengganggu penyembuhan paska operatif. Kapur mendeskripsikan PONV sebagai ‘the big little problem’ pada pembedahan ambulatori. Pada ambutatori PONV meningkatkan morbiditas, memperlama waktu pulih, menyebabkan pasien dirawat inap dan biaya menjadi lebih mahal sehingga penanganan pasien ambulatori menjadi terganggu. (15)

2. 1. PATOFISIOLOGI

Mual didefinisikan sebagai sensasi tidak enak yang bersifat subjektif yang berhubungan dengan keinginan untuk muntah. Muntah adalah ekspulsi dengan tenaga penuh dari isi gaster.(14) Retching adalah ketika tidak ada isi lambung yang keluar walaupun dengan kekuatan otot untuk mengeluarkannya.(16) Semua ini merupakan mekanisme pertahanan yang penting untuk mencegah penimbunan toksin. Stimulus yang bisa mecetuskan mual dan muntah berasal dari olfaktori, visual, vestibular dan psikogenik. Kemoreseptor pada CTZ memonitor level substansi di darah dan cairan serebrospial dan dan faktor – faktor lainnya juga bisa mencetuskan terjadinya PONV.

(17)

Berbagai hal mengenai mual belum diketahui secara baik. Hal tersebut dihubungkan dengan relaksasi gastrointestinal, retroperistaltik di duodenum, meningkatnya salivasi, pucat dan takikardi. Muntah dan retching adalah respon batang otak, mual melibatkan bagian otak yang lebih tinggi. Muntah diawali dengan bernafas yang dalam, penutupan glotis dan naiknya langit – langit lunak. Diafrahma lalu berkontraksi dengan kuat dan otot – otot abdominal berkontraksi untuk meningkatkan tekanan intra-gastrik. Hal ini menyebabkan isi lambung keluar dengan penuh tenaga ke


(23)

Jalur alamiah dari muntah juga belum sepenuhnya dimengerti namun beberapa mekanisme patofisiologi yang menyebabkan mual dan muntah telah diketahui. Koordinator utama adalah pusat muntah, kumpulan saraf – saraf yang berlokasi di medulla oblongata. Saraf –saraf ini menerima input dari :

a. Chemoreceptor trigger zone (CTZ) di area postrema

b. Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan mual karena penyakit telinga tengah)

c. Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus gastrointestinal)

d. Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang berhubungan dengan cedera fisik)

e. Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag refleks)

HIGHER  CENTERS

Memory, fear,cread,and  anticipation 

(medulla)  EMETIC CENTER CEREBELLUM

SOLITARY TRACT  NUCLEUS   (5‐HT3,D2,M1H1) 

INNER EAR  (motion)  aminoglycosides

Area postrema  chemoreseptor  trigger zone  (5‐HT3,D2,M1H1) 

Vagal  &sympathetic 

afferent  SENSORY INPUT 

(pain smell sight) 

BLOOD BORNE EMETICS  Cytotoxic drugs 

Opioids  Cholinemimetics  Cardiac glycosides 

L‐DOPA  Bromocriptine 

Apomorphine  Emetine (ipecac)

LOCAL IRRITANS  Cyotoxic drugs 

CuSO4  Radiation 

Bacteria  viruses 

Glossopharynge al & trigeminal 

afferents CNS      PHARYNX  BBB      PHERIFER  STOMACH  SMALL  INTESTINE


(24)

Ada tiga komponen utama dari terjadinya muntah yaitu detektor refleks muntah, mekanisme intergrasi dan gerakan motorik yang akan terjadi.(16)

Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus emetik dari usus berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus.

a. Mekanoreseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan oleh kontraksi dan distensi usus, kerusakan fisik dan manipulasi selama operasi.

b. Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan sensitif terhadap stimulus kimia. (14)

CTZ kaya akan reseptor dopamine dan 5-hydroxytryptamine, khususnya D2 dan

5HT3. CTZ tidak dilindungi oleh sawar darah otak, oleh karena itu ia bisa terpapar oleh

berbagai stimulus contohnya obat – obatan dan toksin. CTZ yang terletak pada area postrema bisa mengenali toksin yang beredar lalu menstimulasi pusat muntah di medulla. Bisa juga dipengaruhi oleh agen anestesi, opioid dan faktor humoral contohnya 5HT yang terlepas pada saat operasi. Sistem vestibular bisa menstimulasi mual dan muntah sebagai akibat dari operasi yang berhubungan dengan telinga tengah, atau gerakan post operatif. Gerakan tiba – tiba dari kepala pasien setelah bangun menyebabkan gangguan vestibular telinga tengah, dan menambah insiden PONV. Asetilkoline dan histamin berhubungan dengan transmisi sinyal dari sistem vestibular ke pusat muntah. Pusat kortikal yang lebih tinggi seperti sistem limbik juga berhubungan, terutama jika adanya riwayat PONV. Hal ini mencetuskan mual dan muntah yang berhubungan dengan rasa, penglihatan, bau, memori yang tidak enak dan rasa takut. Medulla oblongata sebagai pusat muntah letaknya sangat dekat dengan pusat viseral lainnya seperti pusat pernafasan dan vasomotor. Mekanisme integratif adalah motor program yang terjadi dari koordinasi antara banyak sistem fisiologis dan autonomik dan komonen somatik dari sistem saraf, diamana komponen motorik dari refleks muntah berhubungan dengan sistem otonom dan somatik yang dikoordinasi oleh sistem muntah di batang otak.(16)


(25)

Etiologi muntah pada PONV terdiri dari banyak faktor. Faktor – faktornya bisa diklasifikasi berdasarkan frekuensi terjadinya PONV pada pasien yaitu :

1. Faktor – faktor pasien

a. Umur : insidensi PONV 5% pada bayi, 25% pada usia dibawah 5 tahun, 42 – 51% pada umur 6 – 16 tahun dan 14 – 40% pada dewasa.

b. Gender : wanita dewasa akan mengalami PONV 2 – 4 kali lebih mungkin dibandingkan laki – laki, kemungkinan karena hormon perempuan.

c. Obesitas : dilaporkan bahwa pada pasien tersebut lebih mudah terjadi PONV baik karena adipos yang berlebihan sehingga penyimpanan obat – obat anestesi atau produksi estrogen yang berlebihan oleh jaringan adipos. d. Motion sickness : pasien yang mengalami motion sickness lebih mungkin

terkena PONV

e. Perpanjangan waktu pengosongan lambung : pasien dengan kondisi ini akan menambah resiko terjadinya PONV

f. Perokok : bukan perokok akan lebih cenderung mengalami PONV

2. Faktor – faktor preoperatif

a. Makanan : waktu puasa yang panjang atau baru saja makan akan

meningkatkan insiden PONV

b. Ansietas : stess dan ansietas bisa menyebabkan muntah

c. Penyebab operasi : operasi dengan peningkatan tekanan intra kranial, obstruksi saluran pencernaan, kehamilan, aborsi atau pasien dengan kemoterapi.

d. Pre medikasi : atropine memperpanjang pengosongan lambung dan

mengurangi tonus esofageal, opioid meningkatkan sekresi gaster, dan menurunkan motilitas pencernaan. Hal ini menstimulasi CTZ dan menambah keluarnya 5-HT dari sel – sel chromaffin dan terlepasnya ADH. 3. Faktor – faktor intraoperatif

a. Faktor anestesi


(26)

2) Anestetik : kedalaman anestesi atau inflasi gaster pada saat ventilasi dengan masker bisa menyebabkan muntah

3) Anestesia : perubahan posisi kepala setelah bangun akan merangsang vestibular

4) Obat – obat anestesi : opioid adalah opat penting yang berhubungan dengan PONV. Etomidate dan methohexital juga berhubungan dengan kejadian PONV yang tinggi.

5) Agen anstesi inhalasi : eter dan cyclopropane menyebabkan insiden PONV yang tinggi karena katekolamin. Pada sevoflurane, enflurane, desflurane dan halothane dijumpai angka kejadian PONV yang lebih rendah. N2O

mempunyai peranan yang dalam terjadinya PONV. Mekanisme terjadinya muntah karena N2O karena kerjanya pada reseptor opioid pusat, perubahan

pada tekanan telinga tengah, stimulasi saraf simpatis dan distensi gaster. b. Tehnik anestesi

Insiden PONV diprediksi lebih rendah dengan spinal anestesi bila dibandingkan dengan general anestesi. Pada regional anestesi dijumpai insiden yang lebih rendah pada emesis intra dan postoperatif.

c. Faktor pembedahan :

1) Kejadian PONV juga berhubungan dengan tingginya insiden dan keparahan PONV. Seperti pada laparaskopi, bedah payudara, laparatomi, bedah plastik, bedah optalmik (stabismus), bedah THT, bedah ginekologi. (2)

2) Durasi operasi (setiap 30 menit penambahan waktu resiko PONV

meningkat sampai 60%). (2) 4. Faktor – faktor paska operatif


(27)

Terjadinya PONV sangat kompleks tapi faktor – faktor tertentu diketahui meningkatkan insiden. Faktor – faktor preoperatif yang berhubungan dengan pasien seperti umur, gender, keseimbangan hormonal, berat badan, isi lambung, riwayat sebelumnnya, kecemasan dan riwayat mual muntah. Faktor – faktor post operatif adalah tekhnik atau obat yang berhubungan dengan hipotensi, nyeri, analgesia opioid, intake oral yang cepat dan pergerakan. Thomson juga menegaskan bahwa penggunaan opioid menstimulasi pusat muntah melalui CTZ tanpa pengaruh dari jalur maupun waktu pemberiannya.(16)

Walaupun begitu, intervensi untuk mencegah PONV tidaklah perlu untuk semua populasi pasien, bahkan tanpa profilaksis pasien belum tentu mengalami simptom tersebut. Terlebih lagi intervensi yang dilakukan kurang efikasinya, terutama yang monoterapi. Oleh karena itu, penting untuk memberikan intervensi pada pasien yang mungkin mengalami PONV. Bagaimanapun, pengertian mengenai faktor resiko PONV belumlah lengkap, untuk mengerti tentang patofisiologi dan faktor resiko PONV dipersulit oleh banyaknya faktor karena banyaknya reseptor dan stimulus. Setidaknya ada 7 neurotransmiter yang diketahui, serotonin, dopamine, muscarine, acetylcholine, neurokinin – 1, histamine dan opioid. (1)


(28)

Gambar 2. 2. Jaras perjalanan terjadinya muntah dan obat obatan yang dapat digunakan untuk mengatasi mual.

2. 2. FAKTOR RESIKO PONV

Pengertian mengenai faktor resiko PONV mengalami peningkatan sejak awal 1990an dengan analisa stastistik yang lebih baik dan adanya stratifikasi. Perkembangan dan prediksi dengan sistem skoring berdasarkan penelitian dan publikasi penelitian yang menggunakan sistem skoring untuk menentukan profilaksis, menuntun kita untuk mengaplikasikan faktor resiko tersebut sehari – hari. (1)

Faktor resiko PONV sudah ada pada literatur sejak tahun 1800an. Secara tradisional, penelitian difokuskan pada faktor potensial tunggal pada waktu tertentu,


(29)

dengan sedikit atau tanpa percobaan untuk mengontrol variabel – variabel lainnya. Pada era moderen penelitian mengenai PONV dimulai pada awal tahun 1990an, dengan publikasi penelitian awal yang secara bersamaan mengidentifikasi banyak faktor resiko dan menggunakan model regresi untuk mengontrol variasi variabel yang luas. Setidaknya ada 20 penelitian multivariabel yang sudah diterbitkan di inggris. (1)

2. 3. APLIKASI KLINIS PENEMUAN FAKTOR RESIKO PONV

2.3.1. SISTEM SKOR.

Beberapa kelompok peneliti mencari sistem skor tidak hanya untuk mengidentifikasi faktor resiko independen PONV tapi juga mengembangkan formula dari pasien – pasien yang mungkin mengalami mual, muntah atau keduanya. Akurasi dari sistem skor PONV dan kemampuan secara benar mendiskriminasi antara pasien yang akan atau tidak akan mengalami muntah diuji melalui perhitungan area dibawah kurva sistem receiver operating characteristic (ROC). Kurva ini merupakan potongan true positive rate (sensitivitas) dan false positive rate (1 – spesifisitas) dari sistem skor. Dari penelitian - penelitian yang ada terdapat keterbatasan terutama pada kekuatan statistik dari prediktor PONV yang sudah diidentifikasi sejauh ini, maka sistem skor hanya menunjukkan akurasi rendah sampai sedang dengan ROC berkisar antara 0,56 – 0,785.(1)

Namun dengan menggunakan sistem skor ini angka kejadian PONV menjadi jauh berkurang secara umum dan terutama pada populasi dengan resiko tinggi. (1) Hasil penelitian Rṻsch dkk menunjukkan insiden PONV dengan profilaksis yang diberikan pada golongan resiko tinggi signifikan lebih rendah dibandingkan dengan prediksi tanpa pengobatan (p < 0,001). (15) Contoh penelitian lain pada populasi orang dewasa yang menjalani general anestesi mengalami penurunan kejadian PONV dalam 24 jam setelah operasi dari 49,5% menjadi 14,3% (p < 0,001) setelah pemberian profilaksis sesuai dengan resiko yang digolongkan dengan sistem skor.(8)

Belum ada sistem skoring yang dijadikan sebagai baku emas (gold standart) berdasarkan akurasinya. Perkembangan utama dalam sistem skor terfokus pada penyederhanaan sistem skor untuk kemudahan dalam penilaian. Untuk dewasa, Apfel dan Koivuranta telah membuat sistem skor sederhana dengan 4 dan 5 faktor resiko.(9,10)


(30)

Menurut mereka bahwa penambahan lebih dari beberapa faktor resiko hanya sedikit atau tidak sama sekali menambah akurasi. Dengan sistem skoring yang sederhana menyingkirkan perhitungan yang sulit dan mengurangi perlunya anamnese yang lebih rinci namun menunjukkan kekuatan yang lebih atau sama bila dibandingkan dengan formula yang lebih kompleks. Pada dewasa, skor Apfel dan Koivuranta dkk secara statistik menunjukkan nilai prediksi yang lebih tinggi dibandingkan sistem skor Palazzo dan Evans. Pada penelitian ini juga didapati nilai kekuatan skor Apfel pada kurva ROC lebih tinggi dibandingkan Koivuranta (0,68 dan 0,66). (11) Pada penelitian lainnya secara numerik pada kurva ROC skor Kovuiranta lebih besar dibandingkan dengan skor Apfel yaitu (0,66 dan 0,63) . (12) Namun pada penelitian yang dilakukan Pierre dan kawan- kawan menunjukkan secara signifikan skor Apfel lebih akurat dibandingkan dengan skor Sinclair pada penelitian pasien dewasa. (13)

Dalam ASPAN’s (American Society of Perianesthesia Nurse) guideline for prevention and/or management of PONV/PDNV skor Apfel dan skor Koivuranta digunakan dalam menilai golongan pasien berdasarkan resikonya terhadap PONV. Pada penanganan PONV sesuai dengan ASPAN pada skor Apfel dan Koivuranta dengan skor 0 – 1 dianggap resiko rendah sedangkan skor diatas 1 dianggap resiko sedang sampai tinggi. Dan profilaksis diberikan pada nilai skor diatas 1.(14) Hal ini menunjukan kedua sistem skor ini bisa digunakan untuk menilai prediksi PONV. Sehingga saya ingin mengetahui skor mana yang lebih akurat diantara skor Apfel dengan skor Koivuranta dengan menggunakan uji diagnostik.

2. 4. UJI DIAGNOSTIK

Dalam menentukan skor prediksi PONV yang paling akurat diperlukan uji diagnostik. Uji diagnostik dapat digunakan untuk skrining, menentukan diagnosis, memantau perjalanan penyakit, menentukan prognosis. Pada prediksi PONV keperluannya adalah untuk skrining, dimana dengan mengetahui lebih awal maka pengobatan akan lebih efektif dan pengobatan dini akan memberikan hasil yang jauh lebih baik. Uji diagnostik mempunyai variabel prediktor yaitu hasil uji diagnostik dan variabel hasil akhir yaitu sakit atau tidaknya seorang pasien, yang ditentukan dengan


(31)

x 2; artinya baik hasil uji yang diteliti maupun baku emas yang digunakan dapat memisahkan subjek menjadi sakit atau tidak sakit. (19)

TABEL 2. 1. TABEL UJI DIAGNOSTIK 2 X 2

Penyakit

Ya Tidak Jumlah

Ya PB PS PB + PS

Tidak NS NB NS + NB

Hasil Uji

Jumlah PB + NS PS + NB Total

PB = POSITIF BENAR, artinya hasil uji menyatakan terdapat penyakit, dan kenyataannya memang terdapat penyakit; PS = POSITIF SEMU, hasil uji menunjukkan terdapat penyakit, padahal sebenarnya subjek tidak sakit; NS = NEGATIF SEMU, hasil uji menunjukkan tidak terdapat penyakit sedangkan sebenarnya subjek menderita penyakit; NB = NEGATIF BENAR, hasil uji menunjukkan tidak terdapatnya penyakit dan memang subjek tidak menderita penyakit.

Dari tabel 2 x 2 tersebut kita bisa memperoleh beberapa nilai statistik yang memperlihatkan berapa akurat suatu uji diagnostik dengan menilai sensitivitas dan spesifisitas. Sensitivitas memperlihatkan kemampuan alat diagnostik untuk mendeteksi penyakit. Spesifisitas menunjukkan kemampuan alat diagnostik untuk menentukan bahwa subjek tidak sakit. Contohnya bila sensitivitas uji diagnostik tersebut adalah 65% maka hanya 65% diantara subjek yang terdeteksi menderita penyakit dengan uji diagnostik tersebut. Spesifisitas 70% menunjukkan bahwa 70% pasien tidak menderita penyakit tersebut dari hasil pemeriksaan yang dilakukan. (19)

ROC (Receiver Operator Curve) merupakan suatu cara untuk menentukan titik potong dalam uji diagnostik berupa grafik yang menggambarkan tawar menawar antara sensitivitas dan spesifisitas.


(32)

2. 5 KERANGKA KONSEP

PONV

Faktor pasien : Faktor preoperatif: Faktor intraoperatif : Faktor paska operatif :

1. Umur 2. Obesitas 3.Pengosongan lambung

1. Makanan 2. Ansietas 3.Penyebab operasi

4.Premedikasi

1. Intubasi 2.Kedalaman anestesi 3.Gas inhalasi 2. Gender

5.Motion

sickness

6. Perokok

5.Tekhnik

anestesi

1.Kejadian PONV

sebelumnya 2. Durasi operasi > 60 menit

4. Opioid

Skor KOIVURANTA

Skor APFEL


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3. 1. DESAIN

Desain pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif, studi cross sectional analitik.

3. 2. TEMPAT DAN WAKTU

a. Tempat : RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

b. Waktu : JUNI - AGUSTUS 2009

3. 3. POPULASI DAN SAMPEL

a. Populasi

Populasi adalah seluruh pasien yang menjalani pembedahan elektif di RSUP Haji Adam Malik Medan.

b. Sampel

Diambil dari pasien dengan status fisik ASA 1-2 yang akan menjalani pembedahan elektif dengan general anestesi.

3. 4. CARA PEMILIHAN SAMPEL

Sampel dipilih dengan cara consecutive sampling.

3. 5. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

a. Kriteria inklusi

1) Pasien ansestesi umum dengan umur 17 s/d 60 tahun 2) ASA 1 – 2

3) Bedah Telinga, Hidung dan Tenggorokan, ginekologi, mata, laparaskopi, laparatomi, plastik, payudara.


(34)

b. Kriteria eksklusi

1) Pasien yang menggunakan obat – obat anti emetik selama perioperatif 2) Pasien dengan peninggian tekanan intrakranial

3) Pasien dengan kehamilan 4) Pasien dengan anestesi TIVA

3. 6. BESAR SAMPEL

Besar sampel dihitung berdasarkan rumus : n = Zα2PQ

d2 Keterangan :

Zα = tingkat kemaknaan Æ 0,05 Æ 1,96 P = proporsi skor Apfel Æ 0,85 (13) Q = 1 – P Æ 0,15

D = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki Æ 0,1 N = besar sampel minimal Æ 49 orang

3. 7. CARA KERJA

a. Setelah mendapat informed consent dan disetujui komite etik semua sampel yang akan menjalani operasi dimasukkan dalam kriteria inklusi dan eksklusi. b. Semua pasien yang diambil secara consecutive sampling dimasukkan sebagai

sampel penelitian di wawancara untuk menilai skor prediksi PONV dengan skor Apfel dan skor Kovuiranta.


(35)

TABEL 3. 1. SKOR APFEL

SKOR APFEL

FAKTOR RESIKO POIN

PEREMPUAN 1

TIDAK MEROKOK 1

RIWAYAT PONV/MOTION SICKNESS 1

OPIOID POST OPERATIF 1

JUMLAH 0 ... 4

TABEL 3. 2. SKOR KOIVURANTA

SKOR KOIVURANTA

FAKTOR RESIKO POIN

PEREMPUAN 1

TIDAK MEROKOK 1

RIWAYAT PONV 1

RIWAYAT MOTION SICKNESS 1

LAMA OPERASI > 1 JAM 1

JUMLAH 0 ... 5

c. Semua pasien yang menjadi sampel penelitian dipuasakan 8 jam sebelum operasi dan menerima regimen anestesi yang sama. Dengan premedikasi benzodiazepine (diazepam 0,04 - 0,2 mg/kg atau midazolam 0,01 - 0,1 mg/kg) dan pethidine 0,5 – 1 mg/kg, induksi menggunakan propofol 2 – 2,5 mg/kg. Intubasi difasilitasi dengan succinyl choline 1 – 2 mg/kg, rocuronium 0,6 – 1,2 mg/kg atau atracurium 0,5 – 0,6 mg/kg. Rumatan anestesi dengan isoflurane, N2O dan O2. Blokade neuromuskular di reverse dengan kombinasi neostigmine


(36)

d. Setelah pasien sadar penuh, dengan skor Aldrete diatas 9 lalu PONV dinilai dalam 24 jam dimulai dari 2 jam paska operasi. Pasien diklasifikasikan PONV jika ada mual, retching atau muntah dalam 24 jam. Mual dinilai dengan skala 3 point dari 0 (tidak mual), 1 (mual sedikit), 2 (sangat mual).

3. 8. IDENTIFIKASI VARIABEL

Penelitian ini memiliki 2 variabel penelitian : a) Variabel Dependen : PONV

b) Variabel independen : skor Apfel dan skor Koivuranta

3. 9. RENCANA MANAJEMEN DAN ANALISA DATA

a. Data yang akan terkumpul dianalisa dengan program software SPSS versi 15.

b. Data deskriptif dinilai dengan frekuensi, rerata dengan standar deviasi. c. Batas kemaknaan yang ditetapkan 5%.

d. Interval kepercayaan yang dipakai 95 %.

e. Penilaian yang dilakukan dengan menentukan sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif

3. 10. DEFINISI OPERASIONAL

a. Mual didefinisikan sebagai sensasi tidak enak yang bersifat subjektif yang berhubungan dengan keinginan untuk muntah.

b. Muntah adalah ekspulsi dengan tenaga penuh dari isi gaster.

c. Retching adalah adalah ketika tidak ada isi lambung yang keluar walaupun dengan kekuatan otot untuk mengeluarkannya.

d. Skor Apfel adalah skor untuk prediksi PONV yang dikembangkan oleh Apfel dengan faktor resikonya berupa wanita, tidak merokok, riwayat PONV atau motion sickness, penggunaan opioid paska operasi. Dengan total skor 4.


(37)

e. Skor Kovuiranta adalah skor untuk memprediksi PONV yang dikembangkan oleh kovuiranta dengan faktor resikonya wanita, tidak merokok, riwayat PONV, riwayat motion sickness dan durasi operasi > 60 menit. Dengan total skor 5. f. Motion sickness adalah penyakit yang disebabkan oleh goncangan yang dialami

dalam berbagai perjalanan seperti mabuk laut, mabuk kereta, mabuk mobil, dan mabuk udara.

g. PONV adalah mual atau muntah yang dialami pasien dalam 24 jam paska operasi. Dinilai dengan mual dinilai dengan skala 3 point dari 0 (tidak mual), 1 (mual sedikit), 2 (sangat mual).

h. Opioid paska operasi adalah pemberian golongan opioid pada paska oparasi.

3. 11. MASALAH ETIKA

Dalam penelitian ini bisa terjadi mual dan muntah setelah operasi. Penanganannya adalah dengan menjaga jalan nafas, memiringkan pasien, melakukan suctioning. Bila muntah masih berlanjut diberikan ondansestron 4 mg, cukupkan hidrasi.


(38)

3.12. PROSEDUR KERJA

POPULASI

SAMPEL

KRITERIA INKLUSI

KRITERIA EKSKLUSI

Preoperatif visit

SKOR APFEL

GENERAL

ANESTESI

Paska operasi,

Aldrete skor > 9

• PONV dinilai mulai dari 2 jam, 6

jam dan 24 jam paska operasi.

• Yang dinilai adalah muntah, retching

 

PONV dalam 24 jam


(39)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan dari bulan Juni sampai bulan Agustus tahun 2009. Dengan banyak sampel 50 orang yang bersedia menjadi sampel penelitian. Masing – masing sampel dihitung skor resiko PONV dengan skor Apfel dan skor Koivuranta.

4. 1. KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN

Dari penelitian yang dilakukan mulai dari akhir bulan Juni sampai bulan Agustus tahun 2009 didapati jumlah sampel 50 orang. Diantara 50 orang tersebut yang mengalami PONV sebanyak 40% (20 orang). Umur sampel penelitian termasuk dewasa yang berkisar antara 17 – 60 tahun dengan rerata 37,34 (SD 12,4). Berat badan sampel penelitian berkisar antara 45 – 90 kg dengan rerata 59,66 (SD 9,3). Jenis kelamin pada penelitian ini didapati jumlah sampel laki – laki sebanyak 17 orang (34 %) dan perempuan 33 orang (66 %). Dengan perbandingan ASA 1 74% (37 orang) dan ASA 2 26% (13 orang).

TABEL 4. 1. KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN

PROPORSI RERATA

Laki – laki /perempuan

17 (34%)/33(66%) Umur 37,34 (SD 12,4).


(40)

4. 2. JENIS OPERASI PADA SAMPEL PENELITIAN

Dari data yang dianalisa didapati jenis operasi terbanyak THT dengan jumlah 18 orang (36%), breast 12 orang (24%), plastik 8 orang (16%), mata 8 orang (16%), laparaskopi 3 orang (6%), dan laparatomi 1 orang (2%).

TABEL 4. 2. JENIS OPERASI SAMPEL PENELITIAN

Jenis operasi Jumlah Persen (%)

THT 18 36

Payudara 12 24

Plastik 8 16

Mata 8 16

Laparaskopi 3 6

Laparatomi 1 2

4. 3. FREKUENSI PONV PADA SAMPEL PENELITIAN

Mual dijumpai sebanyak 28% (14 orang), muntah dijumpai sebanyak 8% (4 orang) dan retching sebanyak 4% (2 orang).


(41)

n = 50 orang

GAMBAR 4. 1. FREKUENSI PONV DENGAN ANESTESI UMUM

Pada penelitian ini dijumpai frekuensi PONV tertinggi terdapat pada operasi payudara yaitu 7 orang (35%) dari 20 orang yang mengalami PONV.

TABEL 4. 3. FREKUENSI KEJADIAN PONV BERDASARKAN JENIS OPERASI

Jenis operasi PONV Persen (%)

THT 4 20

Payudara 7 35

Plastik 3 15

Mata 4 20

Laparaskopi 1 5

Laparatomi 1 5

TOTAL 20 100

Pasien yang dinyatakan dengan low risk pada Apfel dengan skor 0 – 1 sebanyak 16 orang (32%) dan high risk dengan skor 2 – 4 sebanyak 34 orang (68%). Pada skor Koivuranta pasien yang dinyatakan dengan low risk dengan skor 0 – 1 sebanyak 13 orang (26%) dan high risk dengan skor 2 – 5 sebanyak 37 orang (74%).


(42)

GRAFIK 4. 1. PERBANDINGAN RESIKO TERJADINYA PONV ANTARA SKOR APFEL DAN SKOR KOIVURANTA

4. 4. HASIL UJI DIAGNOSTIK KOIVURANTA DAN APFEL

Pada Apfel dengan menggunakan uji diagnosis didapati sensitivitas 75% (95% CI 56 – 94), spesifisitas 37% (95% CI 19 - 54), dengan nilai prediksi positif 44% (95% CI 27 – 61) dan nilai prediksi negatif 69% (95% CI 46 – 91).

TABEL 4. 4. TABEL 2X2 HASIL UJI DIAGNOSTIK SKOR APFEL PONV

APFEL

Positive Negative

Test Positive 15 19

Negative 5 11

TABEL 4. 5. HASIL UJI DIAGNOSTIK SKOR APFEL TERHADAP PONV

APFEL 95% Confidence

interval

SENSITIVITY 75% 56 – 94

SPECIVICITY 37% 19 – 54


(43)

NEGATIVE PREDICTIVE VALUE 69% 46 – 91

RASIO KEMUNGKINAN + 1,18 0,82 – 1,72

RASIO KEMUNGKINAN - 0,68 0,28 – 1,67

Dengan menggunakan uji diagnostik pada skor Koivuranta didapati sensitivitas 75% (95% CI 56 – 94), spesifisitas 27% (95% CI 11 – 42), dengan nilai prediksi positif 41% (95% CI 25 – 56) dan nilai prediksi negatif 62% (95% CI 35 – 88).

TABEL 4. 6. TABEL 2X2 HASIL UJI DIAGNOSTIK SKOR KOIVURANTA PONV

KOIVURANTA

Positive Negative

Test Positive 15 22

Negative 5 8

TABEL 4. 7. HASIL UJI DIAGNOSTIK SKOR KOIVURANTA TERHADAP PONV 95% Confidence

interval

SENSITIVITY 75% 56 – 94

SPECIVICITY 27% 11 – 42

POSITIVE PREDICTIVE VALUE 41% 25 – 56

NEGATIVE PREDICTIVE VALUE 62% 35 – 88

RASIO KEMUNGKINAN + 1,02 0,73 – 1,43

RASIO KEMUNGKINAN - 0,94 0,36 – 2,46

TABEL 4. 8. PERBANDINGAN UJI DIAGNOSTIK APFEL DAN KOIVURANTA

APFEL 95%

Confidence interval

KOIVURANTA 95%

Confidence interval

SENSITIVITY 75% 56 – 94 75% 56 – 94

SPECIVICITY 37% 19 – 54 27% 11 – 42

POSITIVE PREDICTIVE VALUE

44 % 27 – 61 41% 25 – 56

NEGATIVE PREDICTIVE VALUE

69% 46 – 91 62% 35 – 88


(44)

RASIO KEMUNGKINAN - 0,68 0,28 – 1,67 0,94 0,36 – 2,46

BAB V

PEMBAHASAN

5. 1. PREVALENSI PONV

Skor prediksi PONV sekarang ini secara luas diterima untuk digunakan pada pekerjaan kita sehari – hari. PONV bisa dicegah, oleh karena itu dengan pendekatan prediksi PONV angka kejadian PONV bisa menurun. (8) Namun dari tatalaksana pemberian terapi pada PONV, profilaksis diberikan pada pasien dengan resiko tinggi karena pasien dengan resiko rendah tidak memberikan manfaat. (18)Dari hasil penelitian ini didapati kejadian PONV yang cukup tinggi yaitu 40%, dimana angka kejadiannya hampir sama dengan penelitian Choi dkk dan Rusch dkk (39% dan 38,3%).(5,11) Pada penelitian yang dilakukan Apfel didapati angka kejadian PONV mencapai 44% sedangkan Koivuranta mencapai 52%.(20) Hal ini menunjukkan bahwa perlunya penanganan yang komprehensif dalam mengelola PONV.


(45)

5. 2. GAMBARAN KARAKTERISTIK HASIL PENELITIAN

Dari penelitian ini dijumpai jumlah perempuan lebih banyak yaitu 33 orang (66 %) dan laki – laki sebanyak 17 orang (34 %). Hal ini juga dijumpai pada penelitian prediksi PONV sebelumnya dimana pada penelitian yang dilakukan Apfel didapati perempuan 57%, Koivuranta dengan 66%, dimana dari ketiga penelitian ini prevalensi PONV lebih dari 30%. (9,10) Begitu juga pada penelitian yang dilakukan Pierre et al dimana prevalensi PONV 49,5% didapati sampel perempuan 90%.(8, 13) Bisa dilihat dari beberapa penelitian bahwa jenis kelamin perempuan merupakan salah satu prediktor yang kuat terhadap PONV.

Jumlah operasi terbanyak yaitu operasi THT, namun frekuensi PONV terbanyak didapati pada pasien yang mengalami operasi payudara yaitu 35% dari keseluruhan penderita PONV. Namun penelitian sebelumnya menunjukan tipe operasi maxillofacial, ginekologi dan operasi thyroid menunjukkan angka > 50%.(5) Pada penelitian yang dilakukan Koivuranta PONV paling banyak terjadi pada pasien dengan operasi ginekologi yaitu 52% dari seluruh pasien yang menjalani anestesi umum, begitu juga pada penelitian Apfel yang mengatakan bahwa insiden tertinggi terjadi pada pasien wanita yang menjalani operasi laparatomi atas indikasi gangguan ginekologi.(9,10) Pada penelitian yang dilakukan Apfel dan Koivuranta operasi payudara tidak diikutkan dalam penelitian. Begitu juga pada penelitian ini tidak semua jenis operasi dimasukkan ke dalam penelitian mengingat sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai hubungan PONV dengan jenis operasi. Jenis operasi yang dimasukkan hanyalah jenis operasi yang mempunyai kemungkinan terjadinya PONV lebih besar sesuai dengan faktor resiko pembedahan.(2) Selain itu nilai pada skor prediksi PONV yang memasukkan jenis operasi pada skornya tidak memiliki nilai lebih tinggi pada kurve ROC dibandingkan skor Apfel dan skor Koivuranta. Namun perlu dipertimbangkan pemberian profilaksis PONV pada jenis operasi tertentu mengingat belum adanya baku emas pada skor prediksi PONV.

5. 3. UJI DIAGNOSTIK SKOR PREDIKSI PONV APFEL DAN

KOIVURANTA


(46)

Pada uji diagnostik yang dilakukan pada penelitian ini didapati persamaan sensitivitas antara Apfel dan Koivuranta yaitu 75% dan perbedaan yang sedikit pada spesifisitas yaitu Apfel dengan 37% dan Koivuranta 27 %. Hal ini menunjukkan bahwa kedua skor prediksi yang diteliti sama – sama mempunyai kemampuan dalam menentukan pasien yang mana yang tidak akan mengalami PONV, maksudnya pada pasien dengan skor rendah lebih mungkin tidak mengalami PONV. Sedangkan kurang baik dalam menentukan pasien mana yang akan mengalami PONV, maksudnya pasien dengan skor tinggi masih mungkin tidak mengalami PONV. Hal ini sesuai dengan nilai prediksi positif pada Apfel dan Koivuranta yang rendah 44% dan 41%, dimana nilai prediksi negatifnya 69% dan 62%. Namun kelemahan dalam penelitian ini data tidak diolah dengan menggunakan ROC, dimana keduanya bisa dibandingkan secara langsung.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Van den Bosch dkk dilakukan perbandingan tiap skor dengan hasil PONV yang terjadi. Hasilnya menunjukkan bahwa pada peningkatan skor pada Apfel dan Koivuranta, proporsi pasien yang akan menerima profilaksis semakin kecil, sehingga hasilnya tidak relevan.(20) Seharusnya makin tinggi skor maka proporsi pasien yang seharusnya mendapatkan profilaksis semakin tinggi. Pada penelitian ini yang membandingkan antara Apfel dan Koivuranta skor ini tidak dibandingkan berdasarkan kemampuan memprediksi berdasarkan resiko terhadap PONV, namun setiap nilai skor diuji diagnostik langsung terhadap PONV. (20) Apfel sendiri telah mengemukakan bahwa skor diatas atau sama dengan 2 sebaiknya diberikan obat profilaksis PONV .(9) Pada penelitian yang saya lakukan di RSUP H Adam Malik, uji diagnostik dilakukan dengan titik potong (cut off point) sesuai dengan pemberian profilaksis dimana dibedakan antara resiko rendah (skor 0 – 1) dengan resiko tinggi (skor 2 – 5). Sehingga nilai uji diagnostik bisa digunakan sebagai penentu kaurasi walaupun perbandingan langsung menggunakan ROC tidak bisa dilakukan. Selain itu dengan pemberian profilaksis PONV pada pasien dengan resiko tinggi angka kejadian PONV menurun secara signifikan seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Bieldler dkk yaitu dari 47% menjadi 39%. (21)

Pada penelitian – penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sistem skor yang dibuat menjadi kurang akurat bila diuji pada pasien baru bila dibandingkan dengan


(47)

penelitian awalnya. (20) Sehingga sebelum sistem skor yang kita gunakan bisa dipakai sehari – hari sebaiknya diuji di berbagai populasi. Sedangkan pada penanganan PONV diperlukan alat diagnostik yang sensitifitas dan spesifisitasnya tinggi sehingga pasien dengan resiko rendah tidak perlu diberikan profilaksis. Namun kita masih bisa menggunakan sistem skor prediksi PONV dengan sebelumnya melakukan penelitian untuk mengkaliberasi ulang sistem skor PONV tersebut sebelum digunakan pada institusi tempat kita bekerja.

Dari hasil diatas bisa diambil kesimpulan kedua skor ini sama baiknya dalam menentukan prediksi PONV. Namun bila dilihat dari nilai spesifisitas serta jumlah variabel yang harus dilihat sebelum operasi maka skor Apfel akan lebih sederhana dan tidak memerlukan prediksi lama operasi seperti pada Koivuranta, sehingga peneliti menganjurkan menggunakan skor Apfel sebagai sistem skor prediksi PONV sama seperti penelitian yang dilakukan Andreas B dkk yang juga menggunakan skor Apfel dalam menentukan resiko PONV.(21)


(48)

 

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

   

6. 1. KESIMPULAN

a) Prevalensi kejadian PONV pada anestesi umum pada operasi elektif di rumah sakit H Adam Malik Medan sebanyak 40%.

b) Skor Apfel mempunyai sensitivitas yang sama dengan skor Koivuranta dalam memprediksi PONV pada pasien dengan anestesi umum. Hal ini menunjukkan bahwa kedua skor prediksi yang diteliti sama – sama mempunyai kemampuan dalam menentukan pasien yang mana yang tidak akan mengalami PONV, maksudnya pada pasien dengan skor rendah lebih mungkin tidak mengalami PONV

c) Skor Apfel mempunyai spesivisitas yang lebih tinggi dari skor Koivuranta dalam memprediksi PONV pada pasien dengan anestesi umum. Hal ini menunjukkan Apfel lebih baik dalam menentukan pasien mana yang akan mengalami PONV, maksudnya pasien dengan skor tinggi masih mungkin mengalami PONV

6. 2. SARAN

a) Skor prediksi PONV bisa digunakan dalam praktek sehari – hari dalam menentukan pasien yang beresiko tinggi mengalami PONV.

b) Dari penelitian ini disarankan untuk menggunakan skor prediksi PONV milik Apfel yang memiliki spesifisitas lebih tinggi dengans variabel penentu skor yang lebih sedikit.

c) Diperlukannya penatalaksanaan dalam menangani PONV dengan menggunakan skor prediksi PONV sebagai penentu resiko rendah ataupun resiko tinggi, sehingga bisa ngurangi angka kejadian PONV.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

1. Gan TJ. Risk Factors for Postoperative Nausea and Vomiting. Anesth Analg 2006; 102:1884 – 98

2. Gan TJ. Evidence-based management of postoperative nausea and vomiting. Can J Anesth 2003; 50:6.

3. Deane-Valentine Y. An Audit of Nausea and Vomiting in a Post Anaesthetic Care Unit. Brithish Journal of Anaesthetic & Recovery Nursing 2005;6:4 – 6.

4. Sadqa A, Khan BA, Raza G. The assessment of risk factors for postoperative nausea and vomiting. Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan 2008;18(3):137 – 141.

5. Choi DH, Ko JS, Ahn HJ, Kim JA. A Korean predictive model for postoperative nausea and vomiting. J Korean Med Sci 2005;20:811-5.

6. Macario A, Weinger M, Carney S, Kim A. Which clinical anesthesia outcomes are important to avoid? The perspective of patients. Anesth Analg 1999;89:652– 8. 7. Gan TJ, Sloan F, Dear GL, El-Moalem HE, Lubarsky DA. How much are patient

willing to pay to avoid post operative nausea and vomiting? Anesth Analg 2001;92:393 – 400.

8. Pierre S, Corno G, Benais H, Apfel CC. A risk score-dependent antiemetic approach effectively reduces postoperative nausea and vomiting – a continuous quality improvement initiative. Can J Anesth 2004;51:320 – 5.

9. Apfel CC, Laara E, Koivuranta M, Greim CA, Roewer N. A simplified risk score for predicting postoperative nausea and vomiting. Anesthesiology 1999; 91: 639 – 700.

10. Koivuranta M, Laara E, Snare L, Alahuhta S. A survey of post operative nausea and vomiting. Anaesthesia 1997; 52: 443 – 9.


(50)

11. Apfel CC, Kranke P, Eberhart LHJ, Roos A, Roewer N. Comparison of predictive models for postoperative nausea and vomiting. Br J Anaesth 2002;88:234 – 40. 12. Rṻsch D, Eberhart L, Biedler A, Dethling J, Apfel CC. Prospective application of

a simplified risk score to prevent postoperative nausea and vomiting. Can J Anesth 2005;52(5):478 – 84.

13. Pierre S, Benais H, Pouymayou J. Apfel’s simplified score may favourably predict the risk of postoperative nausea and vomiting. Can J Anesth 2002;49:237 – 42. 14. ASPAN. ASPAN’s evidence-based clinical practice guideline for the prevention

and/or management of PONV/PDNV. Journal of PeriAnesthesia Nursing;21(4):230 – 50.

15. Eberhart LHJ, Morin AM, Guber D, Kretz FJ, Schauffelen A, Treiber H, et all. Applicability of risk score for postoperative nausea and vomiting in adults to paediatric patients. Br J Anaesth 2004;93:386 – 92.

16. Saeeda I, Jain PN. Post operative nausea and vomiting (PONV) : a review article. Indian J Anaesth 2004;48(4):253 – 8.

17. Rahman MH, Beattie J. Post operative nausea and vomiting. The Pharmaceutical Journal 2004;273:786 – 8.

18. Apfel CC, Laara E, Koivuranta M, Greim CA, Roewer N. A simplified risk score for predicting postoperative nausea and vomiting: conclusions from cross-validation between two centers. Anesthesiology 1999; 91: 693 – 700.

19. Pusponegoro HD, Wirya IGN, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji diagnostik. In: Sastroasmoro S, editor. Dasar – dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: sagung seto; 2008. P. 193 – 214.

20. Van den Bosch JE, Kalkman CJ, Vergouwe Y, Van Klei WA, Bonsei GJ, Grobbee DE, et all. Assessing the applicability of scoring systems for predicting postoperative nausea and vomiting. Anaesthesia 2005; 60: 323 – 31.

21. Biedler A, Wermelt J, Kunitz O, Muller A, Wilhelm W, Dethling J, et all. A risk adapted approach reduces the overall institutional incidence of post operative nausea and vomiting. Can J Anesth 2004; 51: 13 – 9.


(51)

Lampiran 1

RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama : dr. Cut Meliza Zainumi

Tempat / tanggal lahir : Medan / 20 April 1983

Jenis Kelamin : perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln Sei Batang Serangan No 20B Medan

Telepon / HP : 061 – 4562310 / 08126037514

Status Keluarga : belum menikah

Riwayat pendidikan :

• SD HARAPAN I, Medan : 1989 – 1995

• SMP HARAPAN II, Medan : 1995 – 1998

• SMA NEGERI I, Medan : 1998 – 2001

• Fakultas Kedokteran USU, Medan : 2001 – 2006


(52)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Bapak/Ibu/Saudara/i Yth, Selamat pagi/sore,

Saya dr. Cut Meliza Zainumi, peserta program pendidikan spesialis Anestesiologi dan Reanimasi FK USU/RSUP H Adam Malik Medan akan menjelaskan tentang penelitian yang akan kami lakukan. Penelitian ini berjudul :

“PERBANDINGAN ANTARA SKOR APFEL DENGAN SKOR KOIVURANTA TERHADAP PREDIKSI TERJADINYA POST OPERATIVE NAUSEA AND VOMITING PADA ANESTESI UMUM”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan skor prediksi terjadinya mual dan muntah setelah operasi. Dari penelitian ini bisa diketahui mana skor yang paling akurat untuk menetukan pasien mana yang lebih mungkin mual atau muntah setelah operasi. Manfaatnya adalah untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pasien – pasien yang akan dilakukan tindakan pembiusan dan pembedahan.

Penelitian ini dilakukan dengan wawancara sebelum dilakukan tindakan pembedahan untuk mengetahui nilai skor yang akan diteliti. Lalu setelah operasi selesai dan pasien sudah sadar penuh maka pasien tersebut akan ditanyakan secara periodik apakah mengalami mual atau muntah dalam 24 jam setelah operasi. Pembiusan dilakukan seperti biasa tidak ada penambahan atau pengurangan obat selama penelitian ini


(53)

dilakukan. Bila terjadi muntah maka pasien akan diberikan obat yang akan mengurangi rasa mual dan muntah tersebut.

Apabila terjadi hal – hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini, maka pasien dapat menghubungi dr. Cut Meliza Zainumi untuk mendapatkan pertolongan.

Kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/i sangat diharapkan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Bila masih ada hal – hal yang belum jelas mengenai penelitian ini, maka anda bisa langsung menghubungi peneliti.

Setelah memahami berbagai hal mengenai penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu/Saudara/i bisa menjadi sukarelawan pada penelitian ini. Segala pembiayaan penelitian ini ditanggung oleh peneliti. Demikian saya ucapkan terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i ikut serta dalam penelitian.


(54)

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Setelah mendapat penjelasan secara lengkap maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan menyatakan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, bila kemudian hari saya mengundurkan diri kepada saya tidak dikenakan sanksi apapun.


(55)

(...)

Lampiran 4

Lembaran Observasi Perioperatif Subjek Penelitian

IDENTITAS

No. Medikal Rekord :

Nama :

Jenis Kelamin : laki – laki / perempuan

Umur : tahun

Pekerjaan :

Alamat :

Suku / bangsa :

Berat badan : kg

ASA :

Diagnosis : Tindakan :

Jenis anestesi : General Anestesi

Lama operasi : jam Jam masuk RR/Paska Bedah : Wib

SKOR APFEL

FAKTOR RESIKO 9 SKOR

PEREMPUAN TIDAK MEROKOK RIWAYAT PONV/MOTION SICKNESS OPIOID POSTOPERATIF TOTAL SKOR SKOR KOIVURANTA

FAKTOR RESIKO 9 SKOR

PEREMPUAN TIDAK MEROKOK RIWAYAT PONV RIWAYAT MOTION SICKNESS DURASI OPERASI > 60 MENIT

TOTAL Tanggal  : 


(56)

SKOR

24 jam Mual = 0 (tidak mual), 1 (mual sedikit), 2 (sangat mual)

Muntah Retching


(1)

Lampiran 1

RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama : dr. Cut Meliza Zainumi Tempat / tanggal lahir : Medan / 20 April 1983 Jenis Kelamin : perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln Sei Batang Serangan No 20B Medan Telepon / HP : 061 – 4562310 / 08126037514

Status Keluarga : belum menikah

Riwayat pendidikan :

• SD HARAPAN I, Medan : 1989 – 1995

• SMP HARAPAN II, Medan : 1995 – 1998

• SMA NEGERI I, Medan : 1998 – 2001

• Fakultas Kedokteran USU, Medan : 2001 – 2006


(2)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Bapak/Ibu/Saudara/i Yth, Selamat pagi/sore,

Saya dr. Cut Meliza Zainumi, peserta program pendidikan spesialis Anestesiologi dan Reanimasi FK USU/RSUP H Adam Malik Medan akan menjelaskan tentang penelitian yang akan kami lakukan. Penelitian ini berjudul :

“PERBANDINGAN ANTARA SKOR APFEL DENGAN SKOR KOIVURANTA TERHADAP PREDIKSI TERJADINYA POST OPERATIVE NAUSEA AND VOMITING PADA ANESTESI UMUM”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan skor prediksi terjadinya mual dan muntah setelah operasi. Dari penelitian ini bisa diketahui mana skor yang paling akurat untuk menetukan pasien mana yang lebih mungkin mual atau muntah setelah operasi. Manfaatnya adalah untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pasien – pasien yang akan dilakukan tindakan pembiusan dan pembedahan.

Penelitian ini dilakukan dengan wawancara sebelum dilakukan tindakan pembedahan untuk mengetahui nilai skor yang akan diteliti. Lalu setelah operasi selesai dan pasien sudah sadar penuh maka pasien tersebut akan ditanyakan secara periodik apakah mengalami mual atau muntah dalam 24 jam setelah operasi. Pembiusan dilakukan seperti biasa tidak ada penambahan atau pengurangan obat selama penelitian ini


(3)

dilakukan. Bila terjadi muntah maka pasien akan diberikan obat yang akan mengurangi rasa mual dan muntah tersebut.

Apabila terjadi hal – hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini, maka pasien dapat menghubungi dr. Cut Meliza Zainumi untuk mendapatkan pertolongan.

Kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/i sangat diharapkan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Bila masih ada hal – hal yang belum jelas mengenai penelitian ini, maka anda bisa langsung menghubungi peneliti.

Setelah memahami berbagai hal mengenai penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu/Saudara/i bisa menjadi sukarelawan pada penelitian ini. Segala pembiayaan penelitian ini ditanggung oleh peneliti. Demikian saya ucapkan terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i ikut serta dalam penelitian.


(4)

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Setelah mendapat penjelasan secara lengkap maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan menyatakan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, bila kemudian hari saya mengundurkan diri kepada saya tidak dikenakan sanksi apapun.


(5)

(...)

Lampiran 4

Lembaran Observasi Perioperatif Subjek Penelitian

IDENTITAS

No. Medikal Rekord :

Nama :

Jenis Kelamin : laki – laki / perempuan

Umur : tahun

Pekerjaan :

Alamat :

Suku / bangsa :

Berat badan : kg

ASA :

Diagnosis :

Tindakan :

Jenis anestesi : General Anestesi

Lama operasi : jam Jam masuk RR/Paska Bedah : Wib

SKOR APFEL

FAKTOR RESIKO 9 SKOR

PEREMPUAN TIDAK MEROKOK RIWAYAT PONV/MOTION SICKNESS OPIOID POSTOPERATIF TOTAL SKOR SKOR KOIVURANTA

FAKTOR RESIKO 9 SKOR

PEREMPUAN TIDAK MEROKOK RIWAYAT PONV RIWAYAT MOTION SICKNESS DURASI OPERASI > 60 MENIT

TOTAL Tanggal  : 


(6)

SKOR

24 jam Mual = 0 (tidak mual), 1 (mual sedikit), 2 (sangat mual)

Muntah Retching