Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Pada Apbd Di Pemerintahan Kota Di Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PADA APBD DI PEMERINTAHAN KOTA DI SUMATERA UTARA

OLEH

OKTO ARBINCAN 100522021

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Pada APBD di Pemerintahan Kota di Sumatera Utara” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 25 Juli 2012

Okto Arbincan NIM : 100522021


(3)

ABSTRAK

KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PADA APBD DI PEMERINTAHAN KOTA DI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberikan kontribusi signifikan positif pada APBD kota di Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 8 kota setiap tahunnya yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2008-2010. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (www.djpk.depkeu.go.id) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).


(4)

ABSTRACT

CONTRIBUTION LOCAL TAX AND LOCAL RETRIBUTION IN REGENCY/CITY AT NORTH SUMATERA PROVINCE

The purpose of this research is to examine the significant impact of Local Tax and Local Retribution in regency/ city at North Sumatera Province. The method of this minithesis is a causal research design with 8 city as a sample for every year at North Sumatera Province. This research is done for 2008-2010 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from the website Financial Department of the Republic Indonesia (www.djpk.depkeu.go.id) and Badan Pusat Statistik (BPS) of North Sumatera Province. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense and the realitation region budget of Revenue and Expense .

Keywords : Realitation region budget of Revenue and Expense, Local Tax, Local Retribution


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya berkat rahmat dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Pada APBD Di Pemerintahan Kota Di Sumatera Utara”. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan berupa pengarahan, bimbingan, bantuan dan kerja sama semua pihak yang telah turut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada berbagai pihak.

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr.Syafruddin Ginting Sugihen,MAFIS,Ak Selaku Ketua Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs.Hotmal Jafar, MM, Ak Selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak, selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Rasdianto, M.Si, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(6)

5. Ibu Prof. Erlina, M.Si, P.hd, Ak selaku Pembaca Penilai yang telah memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi.

6. Kepada Mama, kakak ( alm papa : smoga anak-Mu ini sukses ) dan keluarga besar saya yang telah memberikan kasih sayang, didikan, perhatian, doa, serta dukungan moril dan materil kepada penulis, serta terima kasih kepada teman-teman saya yang telah membantu mulai dari pemilihan judul hingga selesai. 7. Kepada Meichan (Beib Q) makasi banyak atas perhatiannya selama ini loph u.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membacanya.

Medan, 25 Juli 2012 Penulis,

Okto Arbincan NIM : 100522021


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN... ... ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ...viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 APBD ... 7

2.1.1 Pengertian APBD ... 7

2.1.2 Struktur APBD ... 8

2.2 Pendapatan Daerah ... 9

2.3 Pendapatan Asli Daerah ... 10

2.4 Pajak Daerah ... 11

2.5 Retribusi Daerah ... 34

2.6 Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ... 51

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 52

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 52

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 53

3.4 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 54

3.5 Metode Analisis Data ... 54

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN 4.1 Data Penelitian ... 55

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 62

5.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1 Tarif Pajak Daerah ... 33

Tabel 2.2 Presentase Bagi Hasil Penerimaan Pajak Daerah ... 34

Tabel 3.1 Daftar Sampel Kota ... 53

Tabel 4.1 Data Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ... 57

Tabel 4.2 Data Pajak Daerah ... 58

Tabel 4.3 Data Retribusi Daerah ... 59

Tabel 4.4 Kontribusi Pajak Daerah pada APBD ... 60


(9)

ABSTRAK

KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PADA APBD DI PEMERINTAHAN KOTA DI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberikan kontribusi signifikan positif pada APBD kota di Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 8 kota setiap tahunnya yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2008-2010. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (www.djpk.depkeu.go.id) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).


(10)

ABSTRACT

CONTRIBUTION LOCAL TAX AND LOCAL RETRIBUTION IN REGENCY/CITY AT NORTH SUMATERA PROVINCE

The purpose of this research is to examine the significant impact of Local Tax and Local Retribution in regency/ city at North Sumatera Province. The method of this minithesis is a causal research design with 8 city as a sample for every year at North Sumatera Province. This research is done for 2008-2010 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from the website Financial Department of the Republic Indonesia (www.djpk.depkeu.go.id) and Badan Pusat Statistik (BPS) of North Sumatera Province. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense and the realitation region budget of Revenue and Expense .

Keywords : Realitation region budget of Revenue and Expense, Local Tax, Local Retribution


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Otonomi daerah yang sedang dilaksanakan dewasa ini menjadikan salah satu bentuk fenomena yang sangat menarik untuk dikaji oleh berbagai kalangan. Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk reformasi dari penyelenggaraan pemerintah daerah propinsi/ kota dan atau kabupaten yang dilakukan oleh pemerintah pusat sebagai jawaban terhadap masyarakat dan mahasiswa.

Daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pelaksanaan otonomi daerah yang sudah berlangsung sejak Januari 2001, merupakan proses untuk memperkuat perekonomian domestik dan mendorong pemulihan ekonomi. Dengan kemandirian mengelola perekonomian daerah sendiri, pemda/pemko mempunyai kesempatan tidak hanya mensejahterakan rakyatnya secara langsung tetapi mensejahterakan masyarakat sekelilingnya secara tidak langsung.

Dengan berlakunya Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang


(12)

perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, maka penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan wewenang untuk mengolah keuangan yang lebih luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah.

Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut dan sesuai dengan semangat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004,tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersumber dari pendapatan asli daerah dan penerimaan berupa dana perimbangan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara.

Pendapatan asli daerah yang antara lain berupa pajak daerah, retribusi daerah, diharapkan menjadi salah satu sumber penerimaan pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ).

Hal ini juga didukung dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab sekaligus memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi yang juga menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan prosedur umum perpajakan dan retribusi daerah.


(13)

Pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah telah dipungut di Indonesia sejak awal kemerdekaan Indonesia. Sumber penerimaan ini terus dipertahankan sampai dengan era otonomi daerah dewasa ini. Penetapan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah ditetapkan dengan dasar hukum yang kuat, yaitu dengan Undang-Undang khususnya Undang-Undang tentang pemerintahan daerah maupun tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah .

Bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah, dipandang perlu menekankan prinsi-prinsip demokrasi , peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, dan akuntabilitas serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah, sehingga pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna


(14)

membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah untuk menetapkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab.

Usaha peningkatan penerimaan daerah dalam hal ini PAD dari pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah menemui banyak kendala diantaranya keadaan krisis ekonomi yang berkepanjangan dan gejolak sosial politik yang tidak stabil. Tentu saja hal seperti ini dapat menghambat dan mengurangi penerimaan PAD.

Tuntutan penerimaan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah disertai Pengalihan personil, Peralatan, Pembiayaan dan Dokumentasi (P3D) ke daerah dalam jumlah besar.

Sementara, sejauh ini dana perimbangan yang merupakan transfer keuangan oleh pusat kepada daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah, meskipun jumlahnya relatif memadai yakni sekurang kurangnya sebesar 25 persen dari penerimaan dalam negeri dalam APBN, namun, daerah harus lebih kreatif dalam meningkatkan PAD-nya untuk meningkatkan akuntabilitas dan keleluasaan dalam pembelanjaan APBD-nya. Sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara maksimal, namun tentu saja di dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah yang memang telah sejak lama menjadi unsur PAD yang utama.


(15)

Menurut Riduansyah ( 2003 ) dalam jurnalnya “Kontribusi penerimanaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan PAD dan APBD guna mendukung pelaksanaan otonomi daerah pada Pemerintahan Kota Bogor ”. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total perolehan penerimaan Pemda Bogor tercermin dalam APBD-nya, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah terlihat cukup baik.

Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis tertarik untuk mengambil judul ”Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada APBD di Pemerintahan Kota di Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah penelitian yang akan dibahas adalah bagaimana Tingkat kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada APBD di Pemerintahan Kota Propinsi Sumatera Utara ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah : untuk mengetahui tingkat kontribusi daerah dan retribusi daerah pada APBD di Pemerintahan Kota Propinsi Sumatera Utara ( Kota Medan, Kota Binjai, Kota Gunung Sitoli, Kota Padang Sidempuan, Kota Pematang Siantar, Kota Sibolga, Kota Tanjung Balai dan Kota Tebing Tinggi ).


(16)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Peneliti, penelitian ini untuk menambah wawasan tentang kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah pada APBD di Pemerintahan Kota di Sumatera Utara.

2. Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini sebagai salah satu bahan pengambilan keputusan dalam hal penilaian keberhasilan implementasi otonomi Daerah pada Pemerintah Kota di Sumatera Utara dibandingkan dengan daerah lain.

3. Bagi Calon Peneliti, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk penelitian lebih lanjut, terutama mahasiswa yang melakukan penelitian yang berkaitan dengan kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah pada APBD.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 APBD

2.1.1 Pengertian APBD

Menurut Halim dan Nasir ( 2006 : 44 ) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah “rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah”.

Menurut Saragih ( 2003 : 127 ) APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan daerah ( PAD ) khususnya penerimaan pajak pajak daerah.

Berkembangnya perekonomian daerah di berbagai sektor juga akan memberikan pengaruh positip pada penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat daerah. Unsur unsur APBD adalah sebagai berikut :

a. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci. b. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk


(18)

adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran pengeluaran yang akan dilaksanakan.

c. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. d. Periode anggaran yang biasanya 1 ( satu ) tahun.

2.1.2 Struktur APBD

Keputusan dan susunan APBD yang didasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006, dimana APBD terdiri atas 3 bagian, yaitu :

1) Pendapatan 2) Belanja, dan 3) Pembiayaan.

Pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. Belanja digolongkan menjadi 4 yakni : Belanja Aparatur Daerah, Belanja Pelayanan Publik, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan, dan Belanja tak Tersangka. Belanja Aparatur Daerah diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan, dan Belanja Modal/Pembangunan.. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah adalah : sisa lebih anggaran tahun buku, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan dan transfer dari dana cadangan. Sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas : Pembiayaan utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan


(19)

modal transfer ke dana cadangan dan sisa lebih anggaran tahun sekarang ( Halim,2004:18 ).

2.2 Pendapatan Daerah

Pengaturan kewenangan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas. Sumber-sumber pendapatan untuk membiayai pelaksanaan desentralisasi berdasarkan ketentuan perundangan namun sejauh ini baru PAD dan Dana Perimbangan yang memberikan kontribusi anggaran sedangkan lainnya masih belum dapat dilaksanakan.

Namun demikian, perkembangan pendapatan suatu daerah dipengaruhi oleh beberapa aspek dan indikator antara lain pertumbuhan ekonomi, kemampuan dan kapasitas daya beli dari masyarakat, tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi masyarakat, bukan faktor rentan terhadap pengaruh moneter dan ekonomi makro.

Dalam mengurus dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah propinsi/kota/kabupaten yang meliputi tugas pemerintahan umum, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan menggunakan sumber-sumber pembiayaan yang didapat dari pemerintah daerah. Berdasarkan Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 157 menyebutkan bahwa “sumber pendapatan daerah terdiri atas : Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.”


(20)

2.3Pendapatan Asli Daerah

Menurut Mardiasmo ( 2002:132), “ Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah /BUMD, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan


(21)

daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi,potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan /atau pengadaan barang dan /atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan.

Di dalam undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari : 1. Pajak Daerah

2. Retribusi Daerah

3. Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain PAD yang sah.

2.4 Pajak Daerah

2.4.1 Pengertian Pajak Daerah

Menurut P.Siahaan ( 2005 : 7 ) menyatakan bahwa

pajak daerah merupakan Pungutan dari masyarakat oleh negara berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali ( kontra prestasi/balas jasa ) secara langsung, yang


(22)

hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Pajak Daerah merupakan Pajak yang diterima dan dikelola oleh Pemerintah Daerah, baik Propinsi maupun Kabupaten / Kota yang berguna untuk menunjang penerimaan Pendapatan Asli Daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk kedalam APBD. Pajak Daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan perundang undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah.

Dasar hukum Pajak Daerah yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah. Dalam pemungutan Pajak Daerah memerlukan suatu sistem agar pengelolaaan Pajak Daerah tersebut dapat berjalan dengan baik. Maka diperlukan suatu sistem pemungutan yang baik pula. Sistem Pemungutan Pajak daerah sama dengan Pajak pusat daerah yaitu :

1. Official Assesment System. 2. Self Assesment System 3. Witholding System.

Sedangkan menurut UU No.34 tahun 2000 tentang perubahan atas UU No.18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi


(23)

Daerah yang dimaksud pajak daerah adalah : Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan kepada daerah tanpa imbalan imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang-undang tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri.

Jenis pajak daerah terbagi 2 yaitu : a. Pajak Propinsi

b. Pajak Kabupaten / Kota

2.4.2 Jenis - Jenis Pajak Kota

2.4.2.1 Pajak hotel

Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel, yaitu bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan, dan/ atau yang fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.


(24)

Pengenaan pajak hotel tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.

Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang Pajak Hotel. Peraturan ini akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.

Dalam pemungutan pajak hotel terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat berikut ini : 1. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk

dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali oleh pertokoan dan perkantoran.

2. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk dan klasifikasi apa pun beserta fasilitasnya yang digunakan untuk menginap dan disewakan untuk umum.


(25)

3. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang jasa penginapan.

4. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan sebagai pembayaran kepada pemilik hotel.

5. Bon penjualan ( bill ) adalah bukti pembayaran yang sekaligus sebagai bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada saat mengajukan pembayaran atas jasa pemakaian kamar atau tempat penginapan beserta fasilitas penunjang lainnya kepada subyek pajak.

Tarif pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih dari sepuluh persen.

2.4.2.2 Pajak Restoran

Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran yaitu adalah tempat yang disediakan


(26)

untuk menyantap makanan dan minuman dengan dipungut bayaran termasuk kedai nasi, kedai mie, kedai kopi, warung tempat jual makanan/ minuman, tempat karaoke, usaha jasa katering dan usaha jasa boga.

Pengenaan pajak Restoran tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.

Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang pajak Hotel. Peraturan ini akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Restoran di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.

Dalam pemungutan Pajak Restoran terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat berikut ini :

1. Restoran adalah tempat menyantap makanan adan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga dan katering.


(27)

2. Pengusaha restoran adalah Orang Pribadi atau Badan dalam bentuk apapun, yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang rumah makan.

3. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan, sebagai pembayaran kepada pemilik rumah makan.

4. Bon penjualan adalah ( bill ) adalah bukti pembayaran yang sekaligus sebagai bukti pungutan pajak yang dibuat oleh wajib pajak pada saat mengajukan pembayaran atas pembelian makanan dan atas minuman kepada subyek pajak.

Tarif pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih dari sepuluh persen.

2.4.2.3 Pajak Hiburan

Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, yaitu semua jenis pertunjukkan, permainan, permainan ketangkasan, dan/ atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau


(28)

dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.

Mengingat kondisi kabupaten dan kota di Indonesia tidak sama, termasuk dalam hal jenis hiburan yang diselenggarakan, maka untuk dapat diterapkan pada suatu daerah kabupaten atau kota pemerintah daerah setempat harus mengeluarkan peraturan daerah tentang Pajak Hiburan yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pungutan pajak hiburan di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.

Dalam pemungutan Pajak Hiburan terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat berikut ini :

1. Hiburan adalah sebuah jenis pertunjukkan, permainan, permainan ketangkasan, dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apa pun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.

2. Penyelenggara hiburan adalah Orang Pribadi atau Badan yang bertindak baik untuk atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggugannya dalam menyelenggarakan suatu hiburan.

3. Penonton atau pengunjung adalah setiap orang menghadiri suatu hiburan untuk melihat dan atau mendengar atau menikmatinya


(29)

atau menggunakan fasilitas yang disediakan oleh penyelenggara hiburan kecuali penyelenggara, karyawan, artis, dan petugas yang menghadiri untuk melakukan tugas pengawasan.

4. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima dalam bentuk apa pun untuk harga pengganti yang diminta atau seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukar atas pemakaian dan atau pembelian jasa hiburan serta fasilitas penunjangnya termasuk pula semua tambahan dengan nama apa pun juga yang dilakukan oleh wajib pajak yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan hiburan. Termasuk dalam pengertian pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima, termasuk yang akan diterima antara lain pembayaran yang dilakukan tidak secara tunai.

5. Tanda masuk adalah semua tanda atau alat atau cara yang sah dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dapat digunakan untuk menonton, menggunakan fasilitas, atau menikmati hiburan. Tanda atau cara yang sah adalah berupa tanda masuk yang dilegalisasi oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/ Kota. Termasuk tanda masuk disini adalah tanda masuk dalam bentuk dan dengan nama apa pun misalnya karcis, tiket undangan, kartu langganan, kartu anggota ( membership ), dan sejenisnya.


(30)

6. Harga tanda masuk yang selanjutnya disingkat HTM adalah nilai uang yang tercamtum pada tanda masuk yang harus dibayar oleh penonton atau pengunjung.

Tarif pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar tiga puluh lima persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih dari tiga puluh lima persen. Untuk mendukung pengembangan kesenian tradisional, hiburan berupa kesenian tradisional umumnya dikenakan tarif pajak yang lebih rendah dari hiburan lainnya.

Oleh karena obyek Pajak Hiburan meliputi berbagai jenis hiburan, pemerintah kabupaten/ kota juga harus menetapkan tarif pajak untuk masing-masing jenis hiburan yang biasanya berbeda antar jenis hiburan. Misalnya suatu pemerintah daerah kota menetapkan besarnya tarif Pajak Hiburan untuk setiap jenis hiburan sebagaimana berikut ini :


(31)

a. Tarif pajak untuk pertunjukkan film di bioskop ditetapkan : 1) Golongan A.II Utama sebesar 15%

2) Golongan A.II sebesar 12,5% 3) Golongan A.I sebesar 12,5% 4) Golongan B.II sebesar 10% 5) Golongan B.I sebesar 10% 6) Golongan C sebesar 7,5% 7) Golongan D sebesar 7,5% dan 8) Jenis keliling sebesar 5%

b. Tarif pajak untuk pertunjukkan kesenian antara lain kesenian tradisional , pameran busana, kontes kecantikan ditetapkan sebesar 10%.

c. Tarif pajak untuk pertunjukkan/pagelaran musik dan tari ditetapkan sebesar 25%.

d. Tarif pajak untuk diskotik, bar dan pub ditetapkan sebesar 30%. e. Tarif pajak untuk karaoke, music hidup, ruang musik, balai gita

dan sejenisnya ditetapkan sebesar 30%.

f. Tarif pajak untuk klub malam ditetapkan sebesar 30%. g. Tarif pajak untuk permainan biliar ditetapkan sebesar 10%

h. Tarif pajak untuk permainan ketangkasan dan sejenisnya untuk dewasa ditetapkan sebesar 25% dan untuk anak-anak ditetapkan sebesar 10%.


(32)

j. Tarif pajak untuk mandi uap dan sejenisnya ditetapkan 25%. k. Tarif pajak untuk pertandingan olahraga ditetapkan 12,5%. l. Tarif pajak untuk untuk permainan bowling ditetapkan 15%. m. Tarif pajak untuk tempat wisata,rekreasi termasuk di dalamnya

kolam renang, kolam pemancingan, pasar malam, pertunjukkan sirkus, komedi putar, kereta pesiar, dan sejenisnya ditetapkan sebesar 10%.

n. Tarif pajak untuk penyelenggaraan hiburan incidental ditetapkan sebesar 15%.

o. Tarif pajak untuk penyelenggaraan hiburan yang seharusnya menggunakan tanda masuk, tetapi tidak menggunakan tanda masuk atau tidak mencantumkan harga tanda masuk ditetapkan sebesar 15%.

2.4.2.4 Pajak Reklame

Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame yaitu benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan jenis ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat umum kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.

Untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah


(33)

tentang Pajak Reklame yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Reklame di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.

Dalam pemungutan Pajak Reklame terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut adalah sebagaimana di bawah ini :

1. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, digunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan, atau memujikan suatu barang, jasa atau orang ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh pemerintah.

2. Penyelenggara Reklame adalah orang atau badan yang menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya. 3. Perusahaan jasa periklanan/biro reklame adalah badan yang

bergerak di bidang periklanan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Panggung reklame adalah suatu sarana atau tempat pemasangan reklame yang ditetapkan untuk satu atau beberapa buah reklame.


(34)

5. Jalan umum adalah suatu sarana perhubungan darat dalam bentuk apa pun meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. 6. Izin adalah izin penyelenggaraan reklame yang terdiri dari izin tetap

dan izin terbatas.

7. Surat Permohonan Penyelenggaraan Reklame yang selanjutnya disingkat SPPR adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk mengajukan permohonan penyelenggaraan reklame dan mendaftarkan identitas pemilik data reklame sebagai dasar perhitungan pajak yang terutang.

8. Surat Kuasa Untuk Menyetor yang selanjutnya disingkat SKUM adalah perhitungan besarnya Pajak Reklame yang harus dibayar oleh wajib pajak yang berfungsi sebagai ketetapan pajak.

2.4.2.5 Pajak Penerangan Jalan

Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.

Pajak penerangan jalan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak


(35)

kabupaten/kota. Untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau kota maka pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pajak Penerangan Jalan yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Penerangan Jalan di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.

Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih dari sepuluh persen.

2.4.2.6 Pajak pengambilan bahan galian golongan C

Pajak Pengambilan bahan galian golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahan galian golongan adalah bahan galian golongan C sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bahan-bahan galian dibagi atas dua golongan, yaitu : a. Golongan bahan galian strategis


(36)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1980 bahan galian terbagi atas tiga golongan, yaitu :

1. Golongan bahan galian yang strategis disebut pula sebagai bahan galian A yang terdiri dari :

a. Minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam. b. Bitumen padat, aspal.

c. Antrasit, batu bara, batu bara muda.

d. Uranium, radium, thorium, dan bahan-bahan galian radioaktif lainnya.

e. Nikel, kobalt, dan f. Timah.

2. Golongan bahan galian yang vital disebut pula sebagai bahan galian golongan B terdiri dari :

a. Besi, mangan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan. b. Bauksit, tembaga, timbal, seng.

c. Emas, platina, perak, air raksa, intan. d. Arsin, antimon, bismut.

e. Rhutenium, cerium dan logam-logam langka lainnya. f. Berillium, korundum, zirkon, kristal kwarsa.

g. Kriolit, fluorpar, barit dan h. Yodium, brom, khlor, belerang.

3. Golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan a atau b disebut pula sebagai bahan galian golongan C terdiri dari :


(37)

a. Nitrat-nitrat, fosfat, garam batu ( halite ). b. Asbes, talk, mika, grafit, magnesit. c. Yarosit, leusit, tawas ( alum ), oker. d. Batu permata, batu setengah permata.

e. Pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit.

f. Batu apung, tras, obsidian, perlit, tanah diatome, tanah serap. g. Marmer, batu tulis.

h. Batu kapur, dolomit, kalsit.

i. Granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan a maupun golongan b dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.

Tarif Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C ditetapkan paling tinggi sebesar dua puluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih dari dua puluh persen.


(38)

2.4.2.7 Pajak Parkir

Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan , baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha.

Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang undang tentang pokok-pokok pemerintahan daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri.

Pengenaan pajak parkir tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pajak Parkir yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak parkir di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.

Dalam pemungutan Pajak Parkir terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat berikut ini :


(39)

1. Tempat parkir adalah tempat parkir di luar badan jalan yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. 2. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima

sebagai imbalan atas penyerahan barang atau jasa pembayaran kepada penyelenggara tempat parkir.

3. Pengusaha parkir adalah orang pribadi atau badan hukum yang menyelenggarakan usaha parkir atau jenis lainnya pada gedung, pelataran milik pemerintah/swasta orang pribadi atau badan yang dijadikan tempat parkir untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.

4. Gedung parkir adalah tempat parkir kendaraan, tempat menyimpan kendaraan dan atau tempat memamerkan kendaraan yang berupa gedung milik pemerintah/swasta, orang pribadi, atau badan yang dikelola sebagai tempat parkir kendaraan.

5. Pelataran parkir adalah pelataran milik pemerintah/swasta, orang pribadi, badan di luar badan jalan atau yang dikelola sebagai tempat parkir secara terbuka.

6. Garasi adalah bangunan atau ruang rumah yang dipakai untuk menyimpan kendaraan bermotor yang dipungut bayaran.


(40)

7. Tempat penitipan kendaraan adalah suatu ruang, bidang yang dipakai untuk menyimpan, menaruh, mengumpulkan, memamerkan, memajang kendaraan untuk jangka waktu tertentu dan atau untuk diperjuabelikan.

8. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan yang ada pada kendaraan itu dan dipergunakan untuk pengangkutan orang dan atau barang di jalan.

2.4.3 Subyek Pajak dan Wajib Pajak Kabupaten / Kota

a. Subyek Pajak Hotel adalah orang atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan. Wajib pajaknya adalah pengusaha hotel

b. Subyek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan restoran. Wajib pajaknya adalah pengusaha restoran.

c. Subyek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.

d. Subyek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau memesan reklame. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame.

e. Subyek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik


(41)

bukan PLN. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan lisrik dan atau pengguna tenaga listrik.

f. Subyek Pajak pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan galian golongan C.

g. Subyek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan pembayaran atas tempat parkir. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir.

2.4.4 Obyek Pajak Kabupaten / Kota

a. Obyek Pajak Hotel adalah pembayaran yang disediakan hotel dengan pembayaran termasuk :

a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal Jangka Panjang

b) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan.

c) Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum dan

b. Obyek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran.

c. Obyek Pajak Hiburan yakni penyelenggaraan hiburan yang dipungut bayaran.


(42)

e. Obyek Pajak Penerangan Jalan yakni penggunaan tenaga listrik di wilayah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.

f. Obyek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yakni kegiatan pengambilan bahan golongan C

g. Obyek Pajak Parkir yakni penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

2.4.5 Tarif Pajak Kabupaten / Kota

Menurut pasal 3 UU 34 tahun 2000, tarif untuk tiap jenis pajak daerah ditetapkan paling tinggi sebesar :

a. Pajak Hotel 10% b. Pajak Restoran 10% c. Pajak Hiburan 35% d. Pajak Reklame 25%

e. Pajak Penerangan Jalan 10%

f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C sebesar 20% g. Pajak Parkir 20%

Tarif tersebut merupakan tarif tertinggi atau tarif maksimal yang dapat ditetapkan oleh pemerintah maupun kabupaten atau kota dalam melakukan pemungutan pajak daerah untuk kabupaten / kota di wilayah masing-masing.


(43)

Dilihat dari wewenang Pemungutan Pajak Daerah atas Objek Pajak Daerah dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu : Pajak daerah yang dipungut oleh Propinsi, dan Pajak Daerah yang dipungut oleh Kota.

Tabel 2.1 Tarif Pajak Daerah

Sumber : Berdasarkan Undang-Undang PBB tahun 1984

DESKRIPSI TARIF

1. Pajak Propinsi :

a. PKB & Kendaraan di Atas Air b. BBNKB & Kendaraan Di Atas Air c. PBBKB

d. Pajak PPABT-AP

5% 10%

5% 20% 2. Pajak Kabupaten/ Kota :

a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan Jalan

f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C g. Pajak Parkir

10% 10% 35% 25% 10% 20% 20%


(44)

Tabel 2.2

Presentase Bagi Hasil Penerimaan Pajak Daerah

NO JENIS PAJAK DAERAH

PROVINSI KOTA

1 PKB 70 % 30 %

2 BBN-KB 70 % 30 %

3 Pajak Pengambilan Dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

(PPABT- AP )

30 % 70%

NO JENIS PAJAK DAERAH

KOTA DESA

1 Pajak Hotel 90 % 10 %

2 Pajak Restoran 90 % 10 %

3 Pajak Hiburan 90 % 10 %

4 Pajak Reklame 90 % 10 %

5 Pajak Penerangan Jalan

90 % 10 %

6 Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

90 % 10 %

7 Pajak Parkir 90 % 10 %

Sumber : Suku Dinas Rencana dan Pengembangan Dinas pendapatan Daerah.

2.5 Retribusi Daerah

2.5.1 Pengertian Retribusi Daerah

Definisi retribusi daerah menurut Panca Kurniawan ( 2005:5 ) yang juga diambil berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun


(45)

2000 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu “ Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.”

Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 mengatur beberapa istilah yang umum digunakan, yaitu :

a. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah

otonom lainnya sebagai badan eksekutif daerah.

c. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.

d. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Peraturan daerah adalah peraturan yang ditetapkan oleh kepaa daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.


(46)

f. Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. g. Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah

dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

h. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

i. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari pemerintah daerah yang bersangkutan. j. Jasa usaha adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah

dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.


(47)

2.5.2 Jenis - jenis Retribusi Daerah

Sesuai dengan Undang - undang Nomor 34 tahun 2000 pasal 18 ayat 2 retribusi daerah dibagi atas 3 golongan, yakni :

a. Retribusi Jasa Umum. b. Retribusi Jasa Usaha.

c. Retribusi Perizinan Tertentu.

Jadi, dipungut apabila orang atau badan tersebut tidak menggunakan atau tidak memanfaatkan fasilitas atau jasa yang disediakan maka orang tersebut tidak dipungut retribusi.

2.5.3 Subyek Retribusi Daerah dan Wajib Retribusi Daerah

a. Subyek retribusi umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/ menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Subyek retribusi jasa umum ini dapat merupakan wajib retribusi jasa umum.

b. Subyek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/ menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Subyek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa usaha.

c. Subyek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. Subyek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa perizinan tertentu.


(48)

2.5.4 Obyek Retribusi daerah

Obyek retribusi daerah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis jasa-jasa tertentu yang menurut pertimbangan social ekonomi layak dijadikan sebagai obyek retribusi. Jasa tertentu tersebut dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu Jasa Umum, Jasa Usaha, dan Perizinan tertentu.

2.5.4.1 Retribusi Jasa Umum

Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Obyek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Jenis-jenis retribusi jasa umum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 2 ayat 2, sebagaimana di bawah ini :


(49)

a) Retribusi Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah Pelayanan kesehatan di Puskesmas, Balai Pengobatan dan Rumah Sakit Umum Daerah. Dalam retribusi pelayanan kesehatan ini tidak termasuk pelayanan pendaftaran.

b) Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan

Pelayanan persampahan/ kebersihan meliputi pengambilan, pengangkutan, dan pembuangan serta penyediaan lokasi pembuangan/pemusnaan sampah rumah tangga dan perdagangan, tidak termasuk pelayanan kebersihan jalan umum dan taman.

c) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil

Akte catatan sipil meliputi akte kelahiran, akte perkawinan, akte perceraian, akte pengesahan dan pengakuan anak, akte ganti nama bagi warga negara asing, dan akte kematian.

d) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat meliputi pelayanan penguburan/ pemakaman termasuk penggalian dan pengurungan, pembakaran/pengabuan mayat dan sewa tempat pemakaman atau


(50)

pembakaran/pengabuan mayat yang dimiliki atau dikelola pemerintah daerah.

e) Retribusi Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum

Pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah.

f) Retribusi Pelayanan Pasar

Pelayanan pasar adalah fasilitas pasar tradisional atau sederhana berupa pelataran yang dikelola pemerintah daerah dan khuhus disediakan pedagang, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta. g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

Pelayanan pengujian kendaraan bermotor adalah pelayanan pengujian kendaraan bermotor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

h) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran

Pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah pelayanan pemeriksaan dan/atau perizinan oleh pemerintah daerah terhadap alat-alat pemadam kebakaran yang dimiliki dan/ atau dipergunakan oleh masyarakat


(51)

i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

Peta adalah peta yang dibuat oleh pemerintah daerah seperti peta dasar ( garis), peta foto, peta digital, peta tematik dan peta teknis (struktur ).

j) Retribusi Pengujian Kapal Perikanan

Pelayanan pengujian kapal perikanan adalah pengujian terhadap kapal penangkap ikan yang menjadi kewenangan daerah.

2.5.4.2 Retribusi Jasa Usaha

Retribusi jasa usaha adalah atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah yang menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Obyek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial. Pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah menganut prinsip komersial meliputi :

a. Pelayanan dengan menggunakan / memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal.

b. Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum memadai disediakan oleh pihak swasta.


(52)

Jenis- jenis retribusi jasa usaha :

a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

Pelayanan pemakaian kekayaan daerah antara lain pemakaian tanah dan bangunan, pemakaian ruangan untuk pesta, pemakaian kendaraan/alat-alat berat/alat-alat besar milik daerah. Tidak termasuk dalam pengertian pelayanan pemakaian kekayaan daerah adalah penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut seperti pemancangan tiang listrik/ telepon maupun penanaman/ pembentangan kabel listrik/ telepon di tepi jalan umum. b. Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan

Pasar grosir dan atau pertokoan adalah pasar grosir berbagai jenis barang dan fasilitas pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan/diselenggarakan oleh Pemerintah daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

c. Retribusi Tempat Pelelangan

Tempat pelelangan adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan. Termasuk dalam pengertian tempat pelelangan adalah tempat yang


(53)

dikontrakkan oleh pemerintah daerah dari pihak lain untuk dijadikan sebagai tempat pelelangan.

d. Retribusi Terminal

Pelayanan terminal adalah tempat pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum, tempat kegiatan usaha dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang dimiliki dan/ atau dikelola oleh pemerintah daerah.

e. Retribusi Tempat Khusus Parkir

Pelayanan tempat khusus parkir adalah pelayanan penyediaan tempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki dan/ atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang disediakan dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

f. Retribusi Tempat Penginapan / Pesanggrahan/ Villa

Pelayanan tempat penginapan/ pesanggrahan/ villa yang dimiliki dan/ atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

g. Retribusi Penyedotan Kakus

Pelayanan penyedotan kakus adalah pelayanan penyedotan kakus/jamban yang dilakukan oleh pemerintah daerah, tidak


(54)

termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

h. Retribusi Rumah Potong Hewan

Pelayanan rumah potong hewan adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah potong hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

i. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal

Pelayanan pelabuhan kapal adalah pelayanan pada pelabuhan kapal perikanan dan/atau bukan kapal perikanan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan kapal yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta. j. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga

Pelayanan tempat rekreasi dan olahraga adalah tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah.

k. Retribusi Penyeberangan di atas air

Pelayanan penyeberangan di atas air adalah pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di atas air yang dimiliki dan/atau dikelola oleh


(55)

pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

l. Retribusi Pengolahan Limbah Cair

Pelayanan pengolahan limbah cair adalah pelayanan pengolahan limbah cair rumah tangga, perkantoran, industri yang dikelola dan/atau dimiliki oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

m. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah

Penjualan produksi usaha daerah adalah penjualan hasil produksi usaha pemerintah daerah antara lain bibit/benih tanaman, bibit ternak dan bibit/benih ikan, tidak termasuk penjualan produksi usaha Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

2.5.4.3 Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.


(56)

Jenis-jenis retribusi perizinan

a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ) adalah pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan, termasuk dalam pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap memperhatikan Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut. b) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

Izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu.

c) Retribusi Izin Gangguan

Izin gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/ kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian atau gangguan, tidak termasuk tempat usaha/ kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.


(57)

d) Retribusi Izin Trayek

Izin trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan usaha untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. Pemberian izin oleh pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah, tidak termasuk tempat usaha/ kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

2.5.5 Besarnya Retribusi Yang Terutang dan Tarif Retribusi Daerah

Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksaan derah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Dengan demikian, daerah mempunyai kewenangan untuk menetapkan prinsip dan sasaran yang akan dicapai dalam menetapkan tarif retribusi jasa umum, seperti untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan.


(58)

Jadi, prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi jasa umum dapat berbeda menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan golongan pengguna jasa. Sebagai contoh :

1. Tarif retribusi persampahan untuk golongan masyarakat yang mampu dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat menutup biaya pengumpulan, transportasi dan pembuangan sampah sedangkan untuk golongan masyarakat kurang mampu ditetapkan tarif lebih rendah.

2. Tarif rawat inap kelas tinggi bagi retribusi pelayanan rumah sakit umum daerah dapat ditetapkan lebih besar daripada biaya pelayanannya, sehingga memungkinkan adanya subsidi silang bagi tarif rawat inap kelas yang lebih rendah.

3. Tarif retribusi parkir di tepi jalan umum yang rawan kemacetan dapat ditetapkan lebih tinggi daripada di tepi jalan umum yang kurang rawan kemacetan dengan sasaran mengendalikan tingkat penggunaan jasa parkir sehingga tidak menghalangi kelancaran lalu lintas.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.


(59)

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruhnya biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan izin ini meliputi penertiban dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. Tarif retribusi di atas ditinjau paling lama 5 tahun sekali.

Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah antara lain dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Memperluas basis penerimaan tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang dapat dipungut oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial, antara lain yaitu mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlah pembayar pajak, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.

2. Memperkuat proses pemungutan upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, yaitu antara lain mempercepat penyusunan perda, mengubah tarif, khususnya tarif retribusi dan peningkatan SDM.


(60)

3. Meningkatkan pengawasan, hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan meelakukan pemeriksaan secara dadakan dan berskala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak pajak dan sanksi terhadap pihak fiskus serta meningkatkan pembayaran pajak dan pelayanan yang diberikan oleh daerah.

4. Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan, tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki prosedur administrasi pajak melalui penyederhanaan administrasi pajak, meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan.

5. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik, hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di daerah.

Selanjutnya,ektensifikasi perpajakan juga dapat dilakukan yaitu melalui kebijaksanaan pemerintah untuk memberikan kewenangan perpajakan yang lebih besar kepada daerah pada masa mendatang. Untuk itu, perlu adanya perubahan dalam sistem perpajakan Indonesia sendiri melalui sistem pembagian langsung atau beberapa basis pajak pemerintah pusat yang lebih tepat dipungut oleh daerah.


(61)

2.6 Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap APBD.

Menurut Riduansyah ( 2003 ),

Penerimaan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah otonom. Jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diterapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan kedua komponen tersebut.

Menurut Mahi (2005 )

Pengelolaan PAD masih belum optimal, hal ini tercermin dari belum optimalnya kinerja pemungutan pajak dan retribusi di berbagai daerah. Sumbangan PAD bagi penerimaan daerah rata-rata masih sekitar 5 sampai 6 persen dari total penerimaan. Pada umumnya ruang lingkup pilihan kebijakan pemungutan pajak dan retribusi masih sangat terbatas pada kebijakan yang sifatnya klasik, yaitu pembaharuan data wajib pajak daerah, penyederhanaan administrasi pemungutan, pembuatan perda-perda baru sejalan dengan ketentuan pusat. Sedangkan kebijakan yang lebih strategis, misalnya perencanaan penerimaan keuangan, peningkatan pengawasan, perbaikan tariff dan lainnya masih sangat terbatas.

Menurut Astuti dan Haryanto (2006 )

Selama 4 tahun ini kemandirian yang kuat diukur dari struktur PAD yang antara lain terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah dan BUMD dan juga Pendapatan diluar PAD yaitu PDRB Jasa serta Bagi Hasil Pajak, didapatkan bahwa variabel Pajak Daerah dan Bagi Hasil Pajak (BHP ) memliki hubungan signifikan terhadap kapasitas fiskal daerah.


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain kausal atau hubungan sebab akibat. Desain kausal berguna untuk mengukur hubungan-hubungan antar variabel riset atau berguna untuk menganalisis bagaimana satu variabel mempengaruhi variabel lain” ( Umar,2003:30 ). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap APBD.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2004;55) “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintahan Kota Provinsi Sumatera Utara selama tahun 2008- 2010 yaitu sebanyak 8 kota. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut ( Sugiyono,2004:73). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling dengan cara purposive sampling yaitu : “teknik penentuan sampel karena memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan oleh peneliti ( Uma Sekaran,2006:136 ). Adapun pertimbangan yang ditentukan oleh penulis dalam pengambilan sampel adalah Kota di Propinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan APBD dalam situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat


(63)

Jenderal Perimbangan Keuangan ( tahun 2008,2009 dan 2010.

Berdasarkan kriteria diatas didapatkan sebanyak 8 sampel yang terdiri dari 8 Kota di Sumatera Utara yaitu Kota Medan, Kota Binjai, Kota Gunung Sitoli, Kota Padang Sidempuan, Kota Pematang Siantar, Kota Sibolga, Kota Tanjung Balai, dan Kota Tebing Tinggi.

Tabel 3.1 Daftar Sampel Kota

No Nama Kota Nomor Sampel

1 Kota Medan 1

2 Kota Binjai 2

3 Kota Gunung Sitoli 3 4 Kota Padang Sidempuan 4 5 Kota Pematang Siantar 5

6 Kota Sibolga 6

7 Kota Tanjung Balai 7 8 Kota Tebing Tinggi 8

3.3 Jenis dan Sumber Data

Untuk mendapatkan data sekunder, teknik yang digunakan peneliti adalah studi dokumentasi yaitu dengan mengumpulkan data sekunder berupa, laporan keuangan maupun informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Data penelitian diperoleh dari media internet dengan cara mendownload laporan realisasi APBD pada Pemerintah Kota di Sumatera Utara yang


(64)

3.4 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Teknik pengumpulan dan pengolahan data dalam penelitian ini adalah, Teknik Dokumentasi, yakni peneliti melakukan pengumpulan data sekunder atau data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara yaitu internet yang diperoleh dari situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan ).

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan, mengklasifikasikan data penelitian sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai keadaan perusahaan/ Pemerintahan yang sedang diteliti.


(65)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

4.1. Data Penelitian

Sumatera Utara adalah sebuah Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera, terletak pada garis 1° - 4° Lintang Utara dan 98°- 100° Bujur Timur atau terbesar ketujuh dari luas wilayah Republik Indonesia. Batas wilayah Sumatera Utara sebagai berikut:

Utara : berbatasan dengan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Selatan : berbatasan dengan Sumatera Barat dan Riau.

Barat : berbatasan dengan Samudera Hindia. Timur : berbatasan dengan Selat Malaka

Sumatera Utara pada dasarnya dibagi atas 6 kelompok wilayah yaitu : a. Pesisir Timur

b. Pegunungan Bukit Barisan c. Pesisir Barat

d. Kepulauan Nias e. Kepulauan Batu

f. Pulau Samosir di Danau Toba

Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di kota Medan. Sebelumnya, Sumatera Utara termasuk ke dalam Provinsi Sumatera sesaat Indonesia merdeka pada tahun 1945. Pada tahun 1950. Provinsi Sumatera


(66)

Utara dibentuk meliputi sebagian Aceh. Tahun 1956, Aceh dipisahkan menjadi Daerah Otonom dari Provinsi Sumatera Utara. Luas daratan Propinsi Sumatera Utara adalah 71.680 km² dibagi kepada 25 kabupaten, 8 kota. 325 kecamatan, dan 5.456 kelurahan/desa. Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia, yang dihuni oleh penduduk dari berbagai suku seperti Melayu, Batak, Nias, Aceh, Minangkabau, Jawa dan menganut berbagai agama seperti Islam, Kristen, Buddha, Hindu dan berbagai aliran kepercayaan lainnya.

Sebelum melakukan pembahasan mengenai data secara statistik harus terlebih dahulu memperhatikan data kabupaten/ kota yang telah ditentukan sebagai sampel. Adapun kota yang terpilih menjadi sampel penelitian berdasarkan pertimbangan yang ditentukan oleh penulis adalah sebanyak 8 sampel untuk setiap tahunnya. Kota yang dimaksud adalah Kota Medan, Kota Binjai, Kota Gunung Sitoli, Kota Padang Sidempuan, Kota Pematang Siantar, Kota Sibolga, Kota Tanjung Balai, dan Kota Tebing Tinggi.

Peneliti membuat rata-rata Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dari tahun 2008 sampai tahun 2010 untuk melihat perbandingan diantara ketiganya selama tiga tahun berturut-turut. Berikut ini dipaparkan rata-rata data variabel penelitian yang dianalisis dalam penelitian ini.


(67)

Tabel 4.1

Data Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tahun 2008-2010

(Dalam Rp Juta)

NO Kota

APBD

2008 2009 2010

1 Kota Medan 1.542.062 1.850.664 2.001.383

2 Kota Binjai 382.418 407.488 428.072 3 Kota Gunung Sitoli 259. 954 258.441 329.448 4 Kota Padang Sidempuan 312.408 342.679 355.006 5 Kota Pematang Siantar 421.676 471.129 457.936 6 Kota Sibolga 277.853 299.095 288.518 7 Kota Tanjung Balai 320.877 332.300 331.000 8 Kota Tebing Tinggi 337.201 349.320 300.296 Sumber data: Data yang diolah Peneliti

Tabel di atas menunjukkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah setiap kota selama tahun 2008 sampai dengan 2010. Pada tahun 2008, Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah tertinggi dimiliki oleh Kota Medan sebesar Rp 1.542.062.000.000 sedangkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah terendah

dimiliki oleh Kota Gunung Sitoli sebesar Rp 259.954.000.000 Pada tahun 2009, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah tertinggi dimiliki oleh Kota Medan sebesar Rp 1.850.664.000.000 sedangkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah terendah dimiliki oleh Kota Gunung Sitoli sebesar Rp 258.441.000.000 Pada tahun 2010, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah tertinggi dimiliki oleh Kota Medan sebesar Rp 2.001.383.000.000 sedangkan Pendapatan Belanja Daerah terendah dimiliki oleh Kota Gunung Sitoli sebesar Rp 329.448.000.000.-


(68)

Tabel 4.2 Data Pajak Daerah

Tahun 2008-2010 (Dalam Rp Juta) N

O Kota

Pajak Daerah

2008 2009 2010

1 Kota Medan 197.114 210.434 300.884

2 Kota Binjai 6.169 7.973 10.251

3 Kota Gunung Sitoli 1.528 1.620 2.218 4 Kota Padang Sidempuan 4.465 4.580 5.344 5 Kota Pematang Siantar 7.615 7.615 8.965

6 Kota Sibolga 1.768 1.919 2.439

7 Kota Tanjung Balai 3.953 3.953 4.308 8 Kota Tebing Tinggi 3.969 4.397 4.700 Sumber data: Data yang diolah Peneliti

Tabel di atas menunjukkan Pendapatan Pajak Daerah setiap kota selama tahun 2008 sampai dengan 2010. Pada tahun 2008, Pendapatan Pajak Daerah tertinggi dimiliki oleh Kota Medan sebesar Rp 197.114.000.000 sedangkan Pendapatan Pajak Daerah terendah dimiliki oleh Kota Gunung Sitoli sebesar Rp 1.528.000.000. Pada tahun 2009, Pendapatan Pajak Daerah tertinggi dimiliki oleh Kota Medan sebesar Rp 210.434.000.000 sedangkan Pendapatan Pajak Daerah terendah dimiliki oleh Kota Gunung Sitoli sebesar Rp 1.620.000.000. Pada tahun 2010, Pendapatan Pajak Daerah tertinggi dimiliki oleh Kota Medan sebesar Rp 300.884.000.000 sedangkan Pendapatan Pajak Daerah terendah dimiliki oleh Kota Gunung Sitoli sebesar Rp 2.218.000.000,-


(69)

Tabel 4.3 Data Retribusi Daerah

Tahun 2008-2010 (Dalam Rp Juta) N

O Kota

Retribusi Daerah

2008 2009 2010

1 Kota Medan 141.055 147.080 170.365

2 Kota Binjai 4.508 5.184 5.474

3 Kota Gunung Sitoli 2.286 3.290 3.478 4 Kota Padang Sidempuan 5.525 5.971 7.346 5 Kota Pematang Siantar 11.509 11.509 10.765

6 Kota Sibolga 3.572 4.996 6.563

7 Kota Tanjung Balai 3.683 7.411 8.735 8 Kota Tebing Tinggi 5.916 6.110 8.832 Sumber data: Data yang diolah Peneliti

Tabel di atas menunjukkan Pendapatan Retribusi Daerah setiap kota selama tahun 2008 sampai dengan 2010. Pada tahun 2008, pendapatan retribusi daerah tertinggi dimiliki oleh Kota Medan sebesar Rp 141.055.000.000 sedangkan pendapatan retribusi daerah terendah dimiliki oleh Kota Gunung Sitoli sebesar Rp 2.286.000.000. Pada tahun 2009, pendapatan retribusi daerah tertinggi dimiliki oleh Kota Medan sebesar Rp 147.080.000.000 sedangkan pendapatan retribusi daerah terendah dimiliki oleh Kota Gunung Sitoli sebesar Rp 3.290.000.000. Pada tahun 2010, pendapatan retribusi daerah tertinggi dimiliki oleh Kota Medan sebesar Rp 170.365.000.000 sedangkan pendapatan retribusi daerah terendah dimiliki oleh Kota Gunung Sitoli sebesar Rp 3.478.000.000,-


(70)

Tabel 4.4

Kontribusi Pajak Daerah pada APBD Tahun 2008-2010

( Dalam Persen ) N

O Kota

Kontribusi Pajak Daerah pada APBD

2008 2009 2010

1 Kota Medan 12.78 11.37 15.03

2 Kota Binjai 1.61 1.96 2.39

3 Kota Gunung Sitoli 0.59 0.63 0.79

4 Kota Padang Sidempuan 1.43 1.34 1.51

5 Kota Pematang Siantar 1.81 1.62 1.96

6 Kota Sibolga 0.64 0.64 0.85

7 Kota Tanjung Balai 1.23 1.19 1.30

8 Kota Tebing Tinggi 1.18 1.26 1.57

Sumber data: Data yang diolah Peneliti

Tabel 4.5

Kontribusi Retribusi Daerah pada APBD Tahun 2008-2010

( Dalam Persen ) N

O Kota

Kontribusi Retribusi Daerah pada APBD

2008 2009 2010

1 Kota Medan 9.15 7.95 8.51

2 Kota Binjai 1.18 1.27 1.28

3 Kota Gunung Sitoli 1.04 1.18 1.06

4 Kota Padang Sidempuan 1.77 1.74 2.07

5 Kota Pematang Siantar 2.73 2.44 2.35

6 Kota Sibolga 1.29 1.67 2.27

7 Kota Tanjung Balai 1.15 2.23 2.64

8 Kota Tebing Tinggi 1.75 1.75 2.94


(71)

4.2.Pembahasan Hasil Penelitian

Tingkat Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada APBD di Pemerintahan Kota di Sumatera Utara tertinggi dimiliki oleh Kota Medan. Kontribusi Pajak Daerah pada APBD Tahun 2008 sebesar 12.78%, Tahun 2009 sebesar 11.37% dan Tahun 2010 sebesar 15.03% sedangkan Kontribusi Retribusi Daerah pada APBD Tahun 2008 sebesar 9.15%, Tahun 2009 sebesar 7.95% dan Tahun 2010 sebesar 8.51%.

Tingkat Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada APBD di Pemerintahan Kota di Sumatera Utara terendah dimiliki oleh Kota Gunung Sitoli. Kontribusi Pajak Daerah pada Tahun 2008 sebesar 0.59%, Tahun 2009 sebesar 0.63% dan Tahun 2010 sebesar 0.79% sedangkan Kontribusi Retribusi Daerah pada Tahun 2008 sebesar 1.04%, Tahun 2009 sebesar 1.18% dan Tahun 2010 sebesar 1.06%.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Haryanto,2006.” Kemandirian Daerah : sebuah perpektif dengan metode Path Analysis”, Jurnal Manajemen Usahawan, Lembaga Management FE-UI, Jakarta.

Erlina, Sri Mulyani, 2007. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Cet 1, USU Press, Medan.

Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Halim, Nasir, 2006.“Kajian tentang Keuangan Daerah Pemerintah Kota Malang”, Jurnal Manajemen Keuangan, Lembaga Management FE-UI, Jakarta.

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi, 2004. “Buku Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi USU, Medan.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 28 Desember 2008. Laporan APBD, www.djpk.depkeu.go.id Kota di Propinsi Sumatera Utara,2008. http ://id.wikipedia.org/wiki/Kategori Kota

di Sumatera Utara.

Kurniawan, Panca, Agus Purwanto, 2004. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Indonesia, Cet 1, Penerbit Bayumedia, Malang.

Mahi, Raksa, 2005. “Tinjauan terhadap Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia”, Jurnal Manajemen Usahawan, Lembaga Management FE-UI, Jakarta.

Mardiasmo, 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Mindasari, Novianinta, 2008. “Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap APBD : Studi Kasus Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara”, Skripsi Akuntansi Universitas Sumatera Utara, Medan.


(2)

Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, Kota di Provinsi Sumatera Utara, 2008. www.sumutprov.go.id

Prakoso, Bambang Kesit, 2003. Pajak dan Retribusi Daerah, UUI Press, Yogyakarta.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33, Tahun 2000. tentang Perimbangan antara Pusat dan daerah.

Riduansyah, Muhammad, 2003.“Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap perolehan PAD dan APBD Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah pada Pemerintah Kota Bogor”, Jurnal Pusat Pengembangan dan penelitian, Universitas Indonesia, Jakarta.

Saragih, Juli Panglima, 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Sekaran, Uma, 2006. Metodologi Penelitian untuk bisnis, Edisi 1, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Siahaan, Marihot P, 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Edisi 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sugiyono,2004. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Ketujuh, Alfabeta, Bandung. Umar, Husein, 2003. Riset Akuntansi : Metode Riset sebagai Cara Penelitian

Ilmiah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

, Undang – Undang Nomor 34, Tahun 2000. tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Yani, Akmad, 2002. Hubungan Keuangan Antara Daerah Pemerintah Pusat dan Daerah, Edisi 1, Cet 1, PT Grafindo Persada, Jakarta.


(3)

Lampiran i

Daftar Sampel Penelitian

No Nama Kota Nomor Sampel

1 Kota Medan 1

2 Kota Binjai 2

3 Kota Gunung Sitoli 3 4 Kota Padang Sidempuan 4 5 Kota Pematang Siantar 5

6 Kota Sibolga 6

7 Kota Tanjung Balai 7 8 Kota Tebing Tinggi 8

Lampiran ii Data Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

Tahun 2008-2010 (Dalam Rp Juta)

NO Kota

APBD

2008 2009 2010

1 Kota Medan 1.542.062 1.850.664 2.001.383 2 Kota Binjai 382.418 407.488 428.072 3 Kota Gunung Sitoli 259. 954 258.441 329.448 4 Kota Padang Sidempuan 312.408 342.679 355.006 5 Kota Pematang Siantar 421.676 471.129 457.936 6 Kota Sibolga 277.853 299.095 288.518 7 Kota Tanjung Balai 320.877 332.300 331.000 8 Kota Tebing Tinggi 337.201 349.320 300.296


(4)

Lampiran iii Data Pajak Daerah

Tahun 2008-2010 (Dalam Rp Juta) N

O Kota

Pajak Daerah

2008 2009 2010

1 Kota Medan 197.114 210.434 300.884

2 Kota Binjai 6.169 7.973 10.251 3 Kota Gunung Sitoli 1.528 1.620 2.218 4 Kota Padang Sidempuan 4.465 4.580 5.344 5 Kota Pematang Siantar 7.615 7.615 8.965 6 Kota Sibolga 1.768 1.919 2.439 7 Kota Tanjung Balai 3.953 3.953 4.308 8 Kota Tebing Tinggi 3.969 4.397 4.700

Lampiran iv Data Retribusi Daerah

Tahun 2008-2010 (Dalam Rp Juta) N

O Kota

Retribusi Daerah

2008 2009 2010

1 Kota Medan 141.055 147.080 170.365

2 Kota Binjai 4.508 5.184 5.474 3 Kota Gunung Sitoli 2.286 3.290 3.478 4 Kota Padang Sidempuan 5.525 5.971 7.346 5 Kota Pematang Siantar 11.509 11.509 10.765 6 Kota Sibolga 3.572 4.996 6.563 7 Kota Tanjung Balai 3.683 7.411 8.735 8 Kota Tebing Tinggi 5.916 6.110 8.832


(5)

Lampiran v Kontribusi Pajak Daerah pada APBD

Tahun 2008-2010 ( Dalam Persen ) N

O Kota

Kontribusi Pajak Daerah pada APBD

2008 2009 2010

1 Kota Medan 12.78 11.37 15.03

2 Kota Binjai 1.61 1.96 2.39

3 Kota Gunung Sitoli 0.59 0.63 0.79

4 Kota Padang Sidempuan 1.43 1.34 1.51

5 Kota Pematang Siantar 1.81 1.62 1.96

6 Kota Sibolga 0.64 0.64 0.85

7 Kota Tanjung Balai 1.23 1.19 1.30

8 Kota Tebing Tinggi 1.18 1.26 1.57

Lampiran vi Kontribusi Retribusi Daerah pada APBD

Tahun 2008-2010 ( Dalam Persen ) N

O Kota

Kontribusi Retribusi Daerah pada APBD

2008 2009 2010

1 Kota Medan 9.15 7.95 8.51

2 Kota Binjai 1.18 1.27 1.28

3 Kota Gunung Sitoli 1.04 1.18 1.06

4 Kota Padang Sidempuan 1.77 1.74 2.07

5 Kota Pematang Siantar 2.73 2.44 2.35

6 Kota Sibolga 1.29 1.67 2.27

7 Kota Tanjung Balai 1.15 2.23 2.64


(6)

Lampiran vii

Waktu Penelitian Tahapan

Penelitian

Bulan

Februari Maret April Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Pengajuan

Judul Perbaikan

Judul Penyelesaian

Proposal Pengumpulan

dan Pengolahan

Data Bimbingan

Skripsi Penyelesaian