tergali atau tersusun, diantaranya selain karena akibat politik kolonialisme Belanda dulu, juga karena akibat revolusi kemerdekaan Indonesia pada masa-masa yang lalu.
Sejarah kebudayaan dan pergolakan masing-masing suku bangsa Indonesia, memang mempunyai titik-titik perbedaan juga sesuai dengan asal usulnya, situasi dan
kondisi yang dialami dan dilaluinya dalam peredaran zaman beberapa abad yang telah lampau.
Sistem sosial pada masyarakat Batak di desa Gorat Pallombuan berdasarkan perundang-undangan formal seperti yang telah tercantum dalam Pancasila dan Undang-
Undang Dasar1945 dan juga masyarakat Batak di desa Gorat Pallombuan tentang hukum- hukum yang ada dalam agama serta adat istiadat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat
Batak Toba. Sistem sosial yang sesuai dengan perundang-undangan digunakan pada masyarakat Batak di desa Gorat Pallombuan, setelah Indonesia menjadi sebuah Negara
yang merdeka dari penjajah pada tanggal 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, masyarakat Batak Toba khususnya di desa Gorat Pallombuan, berdasarkan penelitian yang dilakukan
penulis, bahwa sosial dan budaya masih ada dan masih sampai sekarang. Manakala sistem sosial budaya dari satu masyarakat mempunyai identitas tersendiri, yang meliputi :
a. Sistem pemerintahan
b. Sistem kepercayaan dan agama
c. Sistem kekerabatan
d. Sistem adat istiadat
1.2 Rumusan Masalah
Masalah merupakan suatu bentuk keterangan yang memerlukan suatu jawaban, penyelesaian atau pemecahan. Bentuk perumusan masalah biasanya berupa kalimat
Universitas Sumatera Utara
pertanyaan atau kalimat yang kiatnya menarik atau mengugah perhatian. Rumusan pokok permasalahan sebenarnya merupakan batasan-batasan dari ruang lingkup topik yang
diteliti. Adapun masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah:
1. Jenis-jenis hata tongka pada masyarakat Batak Toba
2. Fungsi hata tongka pada masyarakat Batak Toba
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui jenis-jenis hata tongka pada masyarakat Batak Toba
2. Untuk mengetahui fungsi hata tongka pada masyarakat Batak Toba
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Menambah informasi kepada pembaca tentang salah satu sastra sebagian lisan yang terdapat di Samosir
2. Sebagai alternatife dalam menyampaikan ajaran-ajaran moral yang
sekarang ini sudah semakin menipis 3.
Mengetahui adanya hata tongka takhyul di Samosir 4.
Untuk menambah wawasan, khususnya mengenai kebudayaan pada masyarakat Batak Toba di Samosir.
Universitas Sumatera Utara
5. Mengajak segenap lapisan masyarakat Batak Toba untuk tetap sadar
bahwa suatu saat sastra daerah itu akan punah jika tidak ada kesadaran untuk melestarikanya.
6. Bagi generasi muda khususnya suku Batak Toba, penelitian ini untuk
menggungah hati mereka dalam pengenalan kembali tentang hata tongka sebagai suatu kebudayaan.
7. Bagi masyarakat awam masyarakat yang kurangtidak mengetahui
adat suku batak Toba dengan adanya penelitian ini maka akan tertarik untuk mengenal hata tongka pada masyarakat Batak Toba lebih dalam.
1.5 Anggapan Dasar
Anggapan Dasar ini merupakan titik tolak pemikiran untuk penyelidikan tertentu yang sebenarnya dapat diterima tanpa perlu dibuktikan lagi Anwarsyah, 1993.
Anggapan dasar atau asumsi merupakan pokok pikiran yang menjadi landasan atau yang dijadikan titik tolak dalam mendekati masalah.
Landasan ini perlu ditegakkan agar mempunyai dasar yang pokok untuk mendapatkan informasi mengenai berbagai hal yang diinginkan bagi masyarakat maupun
suku-suku lain. Salah satu pelaksanaan atau kebiasaan yang dilakukan masyarakat Batak Toba dalam
kehidupan sehari-hari adalah dengan menggunakan hata tongka kata larangan khususnya masyarakat Samosir.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Untuk mencapai hasil penelitian yang objektif penulis berusaha menjelaskan variabel-variabel atau kata-kata kunci yang berhubungan dengan penelitian ini. Variabel
– variabel tersebut yaitu tentang pengertian hata, kepustakaan yang relevan, dan teori yang digunakkan.
2.1 Pengertian hata
“Hata” lah yang memengang peranan yang sebesar-besarnya dalam adat istiadat Batak. Filsafat Batak pertama tentang “hata” kata berbunyi :
“Tali ihot ni hoda, Hata ihot ni jolma.”
Artinya : Tali pengikat kuda, kata pengikat manusia.
Maksudnya : Dalam peradatan harus hati-hati mengeluarkan kata, karena kata-kata yang keluar dari mulut kita mengikat benar. Oleh sebab itu, peranan “hata” sangatlah
berpengaruh di daam kehidupan bermasyarakat. Kata itulah yang menentukan bagaimana cara untuk tetap berbicara dengan benar dan sopan karena kata yang keluar dari mulut
manusia tidak mungkin dapat dikembalikan ketempatnya semula. Berhubung dengan pentingnya “hata” itu dalam pekerjaan “adat” atau di dalam
kehidupan bermasyarakat Batak Toba, maka tidak banyak orang yang suka menjadi “raja parhata”, karena disamping mempunyai kecerdasan memahami arti dan tujuan kata-kata
lawan berbicara, harus juga dimilikinya perbendaharaan kata-kata yang tepat serta segala
Universitas Sumatera Utara
macam kiasan yang bukan hanya membuat kata-katnya menjadi indah, tetapi juga mepertajam yang dikatakanya. Selain itu harus mempunyai perbendaharaan “umpama
dan umpasa” pepetah dan perumpamaan yang cukup dan dapat mematahkan perlawanan pihak lawan bicara.
Karena itu semuanya, banyak orang yang sebenarnya mempunyai hak dan kewajiban bertindak atau berfungsi sebagai “raja parhata” menyerahkan haknya itu kepada
saudaranya yang lain yang dianggapnya cukup matang dalam hal itu. Terlebih-lebih pada zaman dahulu kala kepandaian berbicara itu sangat besar artinya dalam masyarakat Batak
yang dapat mengungkap identitas dari anggota masyarakat tersebut. Didalam acara adat hata tongka juga dapat berperan penting didalam mengajarkan
setiap norma-norma dan ajaran moral yang berkaitan didalam kehidupan bermasyarakat. Adakalanya sering terlontar dari raja parhata dikarenakan agar melarang seseorang itu
jangan melakukan tindakan yang semena-mena dan memperhatikan peraturan yang ada didalam acara adat tersebut. Karena dengan mengucapkan hata tongka tersebut
masyarakat akan lebih percaya akan terjadinya sesuatu yang akan membuat dirinya berada dalam masalah atau ketidaktenangan bagi diri.
Rasa ketidaktenangan yang dialami oleh masyarakat yang masih mempercayai akan timbulnya berbagai konflik yang akan melanda setiap kegiatan dan aktivitas mereka
melalui kekuatan-kekuatan alam yang memaksa dirinya untuk dapat terus bertahan. Dikarenakan juga melalui hata tongka tersebut masyarakat akan tersadar akan pentingnya
didalam menjaga kelestarian hidup dan mematuhi segala peraturan yang terdapat didalam menjalankan sebuah upacara adat karena adat adalah salah satu bahagian dari kebudayaan
yang berlaku disetiap anggota masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kepustakaan yang Relevan