Tinjauan Pustaka KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

15 Dari kedua pendapat di atas , maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah 1 kesantaian atau situasi informal, 2 kebiasaan, 3 faktor sosial, 4 keterbatasan kemampuan linguistik, dan 5 alasan-alasan yang bersifat afektif.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian campur kode sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, di antaranya Tarihoran 2000 dalam skripsinya yang berjudul Analisis campur Kode dalam Majalah Tempo. Dalam skripsi tersebut Tarihoran membahas bentuk- bentuk campur kode dalam majalah Tempo dan latar belakang penutur menggunakan campur kode. Dikemukakannya bahwa bentuk-bentuk campur kode yang terdapat dalam majalah Tempo berupa penyisipan unsur-unsur kebahasaan yang berbentuk kata, frase, dan klausa. Peneliti juga berpendapat bahwa peranan dan fungsi kebahasaan sangat menentukan di dalam melakukan campur kode tersebut. Peranan yang dimaksud siapa yang menggunakan bahasa itu, sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai penutur dengan tuturannya. Peneliti yang lain yakni Siregar 2003 yang mengkaji campur kode dalam rapat organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Komisariat Universitas Sumatera Utara mengatakan bahwa unsur-unsur yang disisipkan dalam campur kode dalam rapat organisasi tersebut terdiri atas frase, bentuk blaster, dan pengulangan kata dalam bahasa Arab. Jenis kata yang disisipkan tersebut adalah kata benda noun, kata kerja verba, kata sifat adjektif, dan kata ganti pronominal. Universitas Sumatera Utara 16 Khan 2005 dalam penelitiannya yang berjudul Alih kode dan Campur Kode dalam Masyarakat Bilingual membahas tentang batasan alih kode dan campur kode serta faktor-faktor penyebab dan tujuan melakukan alih kode dan campur kode. Ia mengemukakan bahwa alih kode dan campur kode terjadi dalam masyarakat bilingual maupun multilingual. Faktor terjadinya alih kode disebabkan oleh pribadi pembicara, kedudukan, hadirnya orang ketiga dan pokok pembiacaraan atau topik sedangkan campur kode terjadi tanpa adanya sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut adanya percampuran bahasa, tetapi juga disebabkan oleh faktor kesantaian, kebiasaan, atau tidak adanya panduan yang tepat. Para peneliti sebelumnya membahas terjadinya campur kode akibat situasi formal dan informal,maupun akibat faktor kebiasaan. Namun, pada penelitian ini campur kode yang terjadi diteliti dari sisi keterbatasan kemampuan linguistik yang masih sangat sederhana dalam situasi formal yakni saat proses belajar mengajar di sekolah. Campur kode yang akan diteliti dikhususkan pada anak yang berumur 6-10 tahun yang duduk di bangku sekolah dasar kelas 1 sampai kelas 4. Penelitian ini akhirnya dapat menjadi perbandingan antara campur kode pada orang dewasa dengan campur kode yang terjadi pada anak-anak yang masih dalam proses pemerolehan bahasa. Peristiwa campur kode bagi seorang anak dalam proses pemerolehan bahasa terjadi akibat keterbatasan kosa kata yang dimiliki sehingga mengalami kesulitan dalam menyampaikan maksudnya. Universitas Sumatera Utara 17

BAB III METODE PENELITIAN