berupa pengalaman, interaksi keluarga, interaksi sosial, penjelasan petugas kesehatan dan sejauh apa minat individu mengadopsi.
Penerimaan adopsi seseorang terhadap hidup dengan melaksanakan PHBS akan mendorong berpikir individu agar mengatasi kesenjangan yang ada. Sensitifitas
seseorang dalam mengenali pentingnya PHBS tidak sama, sehingga dalam pengambilan keputusan untuk mengadopsinya menjadi bervariasi.
2.3. Karakteristik Masyarakat Nelayan
Karakteristik masyarakat nelayan secara geografis merupakan masyarakat yang berdomisili di pesisir pantai, dan umumnya mempunyai plurarisme budaya.
Dilihat dari aspek demografi, umumnya merupakan penduduk yang mempunyai pekerjaan sebagai pelaut Kusnadi, 2002.
Dalam kebudayaan Melayu Sumatera Timur Basyarsyah, dkk, 2002, Bagan Kuala adalah termasuk pantai Sumatera Timur. Merupakan masyarakat Melayu yang
kuat memegang adat istiadat. Justru itu, masyarakat Melayu Sumatera Timur dalam menjalani hidup mengikuti peraturan yang telah digariskan atau ketentuan alaminya.
Misalnya orang lelaki kewajibannya mencari nafkah memenuhi keperluan asas keluarganya. Itu karena orang lelaki sesuai dengan kodrat mempunyai fisik yang kuat.
Bekerja mencari nafkah mesti bertenaga apalagi bekerja sebagai nelayan. Oleh karena itu lelaki bertanggung jawab sebagai ketua keluarga bukan wanita.
Perkara tersebut sesuai dengan ajaran agama Islam, orang lelaki sebagai imam dan yang memimpin keluarga, sedangkan wanita fisiknya lemah, mereka melahirkan
anak, fungsinya sebagai suri rumah. Wanita lemah lembut sehingga bisa melayani anak dan suami. Wanita lebih teliti dan cerewet, sehingga urusan rumah tangga
menjadi tanggung jawabnya. Maka dalam proses sosialisasi anak-anak Melayu dalam komunitas Melayu
Pesisir Sumatera Timur telah dibedakan tugas dan kewajiban mengikut jenis kelamin sejak kecil. Dalam hal menangkap ikan, walaupun menggunakan bot bermesin,
nelayan masyarakat Melayu Sumatera Timur masih bergantung kepada alam pasang surut air, edaran bulan dan tanda-tanda alam.
Masyarakat Melayu Pesisir lebih menyukai alat menangkap ikan yang bersifat menunggu ikan alat penangkap ikan tradisionil. Menurut Chalida yang dikutip dari
Basyarsyah II, dkk, Masyarakat Melayu Pesisir Sumatera Timur selalu menghindari hal-hal yang cenderung kepada sikap yang radikal. Bagi mereka hidup bersifat
sementara, hidup yang kekal adalah akhirat. Segala kepastian adalah milik Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, bagi nelayan di dalam masyarakat Melayu
Pesisir Timur mencari ikan di laut bukanlah untuk kemewahan. Sesuatu yang diperoleh mesti disyukuri dan tidak boleh tamak ataupun sombong, nafsu menguras
laut harus dikendalikan. Pandangan hidup yang seperti ini, dari positifnya menjadikan masyarakat Melayu Sumatera Timur hidup damai, tetapi sebaliknya menimbulkan
kesan apatis yang melahirkan sifat menyerah kepada keadaan Tarekat Naksyabandiah.
Tarekat ini dibawa Abdul Wahab yang berasal dari Sumatera Timur dan menuntut di Timur Tengah dan Mekkah, Saudi Arabia Van Bruinessen, 1992: 107.
Walaupun orang Melayu Pesisir yang di kawasan nelayan pada umumnya tidak menjadi ahli tarekat tersebut, tetapi sedikit banyak pengaruh Tarekat
Naksyabandiah jelas dalam sikap masyarakat yang menyerah kepada keadaan. Magis ilmu ghaib dalam kehidupan Melayu Sumatera Timur mengenal adanya White
Magic. Mereka mengkategorikannya kepada magis putih yang bersifat produktif, memberi faedah dan perlindungan dan kebahagiaan. Yaitu mengobati penyakit,
menolong orang bersalin dan mengurut. Menurut Andiyan 2005 yang mengutip pendapat Satria 2002, bahwa
hubungan sosial masyarakat nelayan terkait dengan karakteristik sosial nelayan tersebut. Karakteristik masyarakat nelayan dan petani berbeda secara sosiologi.
Masyarakat petani menghadapi sumberdaya terkontrol, yaitu lahan untuk produksi suatu komoditas. Nelayan menghadapi sumberdaya yang bersifat terbuka dan
menyebabkan nelayan harus berpindah-pindah untuk memperoleh hasil maksimal. Resiko pekerjaan yang relatif besar menyebabkan masyarakat nelayan memiliki
karakter keras, tegas, dan terbuka.
2.4. Landasan Teori