Faktor Fisik-Kimia Perairan HASIL DAN PEMBAHASAN

mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air di badan perairan. Menurut Novonty dan Olem 1994 dalam Hutabarat 2010, oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton.

4.5 Faktor Fisik-Kimia Perairan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai faktor fisik-kimia pada setiap stasiun penelitian, seperti pada Tabel 4.6 Tabel 4.6 Nilai Faktor Fisik-Kimia Pada Setiap Stasiun Penelitian No Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 1. Suhu C 29 30 29 2. pH 7,3 7,2 7,0 3. Penetrasi Cahaya M 6 6 6 4. Intensitas Cahaya Candela 126 175 120 5. Salinitas o oo 29 30 28 6. Oksigen Terlarut mgl 7,4 7,3 7,5

7. BOD

5 mgl 4,4 4,1 4,3 8. Kadar Nitrat mgl 11,7 14,8 14,4 9. Kadar Fosfat mgl 0,23 0,22 0,21 10 Kejenuhan Oksigen 98,273 95,549 98,167 Keterangan: Stasiun 1 : Daerah Pemukiman di Uni Kampung Seberang Stasiun 2 : Daerah Pertambakan Ikan Kerapu di Uni Kampung Seberang Stasiun 3 : Daerah Kontrol di Uni Kampung Seberang Dari Tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa nilai faktor fisik-kimia pada setiap stasiun penelitian, secara umum masih dapat mendukung kehidupan plankton. Suhu perairan hampir sama di setiap stasiun yaitu pada kisaran 29 -30 C. Suhu yang tertinggi terdapat pada stasiun 2 daerah keramba ikan serta yang terendah terdapat pada stasiun 1 daerah pemukiman dan stasiun 3 daerah mangrove. Menurut Handayani 2005, distribusi suhu antara muara dengan laut lepas diperoleh bahwa suhu di muara lebih rendah dan ke arah laut semakin tinggi. Hal Universitas Sumatera Utara ini disebabkan karena kawasan sekitar muara yang mempunyai jumlah aktivitas manusia lebih tinggi sehingga dapat mempengaruhi naiknya suhu dilokasi tersebut. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai pH berkisar antara 7,0-7,3.Menurut Pescod 1973 dalam Sachoemar 1996, nilai pH bervariasi dan dipengaruhi suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, jenis, dan stadium organisme. Menurut Kusumaningtyas 2014, pH semakin meningkat ke arah laut lepas, tinggi rendahnya pH dapat dipengaruhi oleh sedikit banyaknya bahan organik dari darat yang dibawa melalui aliran sungai. Rendahnya pH di sepanjang pesisir Timur Pulau Sedanau hingga muara Binjai terjadi karena pengaruh masuknya muatan organik dari sungai dan aktivitas penduduk Sedanau yang terbawa arus. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai intensitas cahaya berkisar antara 120-175 candela, dan nilai tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu dengan nilai 175 candela. Hal ini terjadi karena pada daerah stasiun 2 merupakan daerah pertambakan ikan yang terbuka sehingga matahari langsung masuk ke badan perairan tanpa adanya penghalang. Dan nilai penetrasi cahaya yang diperoleh adalah 6 m. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai salinitas berkisar antara 28 ‰ sampai 30 ‰ dengan tingkat salinitas tertinggi pada stasiun 2 lokasi pertambakan yaitu 30 ‰ dan terendah pada stasiun 3 lokasi mangrove yaitu 28 ‰. Hal ini menunjukkan bahwa salinitas di Perairan Muara Desa Belawan I termasuk ke dalam air payau mixohalin. Menurut Schlieper 1958 dalam Barus 2004, mengklasifikasikan ai r berdasarkan salinitasnya sebagai berikut: 0,5‰ = air tawar limnis, 0,5‰ - 30‰ = air payau mixohalin, 30‰ - 40‰ = air laut euhalin dan 40‰ = hyperhalin. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai DO berkisar antara 7,3-7,5 mgl, dan nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai yaitu 7,5 mgl. Sedangkan nilai DO terendah terdapat pada stasiun 2 dengan nilai yaitu 7,3 mgl. Menurut Poppo 2007, penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut dalam suatu badan air adalah adanya buangan bahan-bahan yang mudah membusuk. Semakin rendah oksigen terlarut maka semakin tinggi pencemaran Universitas Sumatera Utara karena semakin banyak O 2 yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai BOD 5 berkisar antara 4,1-4,4 mgl dan nilai BOD 5 tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu dengan nilai 4,4 mgl. Hal ini terjadi karena pada stasiun 1 merupakan daerah pemukiman. Sedangkan nilai BOD5 terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu dengan nilai 4,1 mgl. Menurut Brower Jerold 1990, nilai konsentrasi BOD menunjukkan kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi oksigen selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mgl O 2 , maka perairan tersebut tergolong baik dan apabila konsumsi oksigen berkisar antara 10 mgl O 2 -20 mgl O 2 akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih besar dari 100 mgl. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai kadar nitrat berkisar antara 11,7-14,8 mgl, dan nilai kadar nitrat tertinggi terdapat pada stasiun 2, yaitu dengan nilai 14,8 mgl. Menurut Makmur 2012, distribusi nitrat antara muara dengan laut lepas diperoleh bahwa nitrat dan fosfat bervariasi dimana dekat pantai lebih tinggi dibanding lokasi jauh dari pantai. Hal ini disebabkan kawasan sekitar muara yang mempunyai jumlah aktivitas manusia lebih tinggi sehingga dapat mempengaruhi naiknya kandungan nitrat di lokasi tersebut. Menurut Haerlina 1987 bahwa nitrat merupakan makro nutrien yang mengontrol produktivitas primer di daerah eufotik. Sumber utama nitrat berasal dari buangan rumah tangga dan pertanian termasuk kotoran hewan dan manusia. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai kadar fosfat berkisar antara 0,21-0,23 mgl, dan nilai kadar fosfat tertinggi terdapat pada stasiun 1, yaitu dengan nilai 0,23 mgl. Menurut Andriani 2004, fosfat merupakan unsur hara kunci dalam produktivitas primer perairan. Senyawa ini dapat menggambarkan subur tidaknya suatu perairan. Fosfat yang terkandung dalam air laut, baik yang tersuspensi maupun yang terlarut berada dalam bentuk organik dan anorganik. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan fosfat apabila kandungan fosfat 0,2 maka kondisinya sangat baik sekali. Kandungan fosfat pada lapisan permukaan lebih rendah dari lapisan dibawahnya, Universitas Sumatera Utara sehingga kandungan fosfat yang tinggi di lapisan permukaan dapat dipakai sebagai indikasi terjadinya silikat. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai kejenuhan oksigen berkisar antara 95,549-98,273, dan nilai kejenuhan oksigen tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu dengan nilai 98,273. Nilai kejenuhan air menggambarkan keadaan oksigen yang terdapat di dalam badan air. Semakin tinggi nilai kelarutan oksigen maka semakin besar pula nilai kejenuhannya. Semakin tinggi nilai kejenuhan oksigennya maka semakin kecil defisit oksigen yang terdapat di dalam badan air tersebut dan sebaliknya. Menurut Barus 2004, kehadiran senyawa organik akan menyebabkan terjadinya proses penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme dan berlangsung secara aerob artinya membutuhkan oksigen. 4.6 Analisis Korelasi Pearson Untuk Nilai Faktor Fisik-Kimia dan Nilai Keanekaragaman dengan Metoda Komputerisasi SPSS Ver 20 Nilai uji korelasi keanekaragaman plankton dengan faktor fisik-kimia perairan yang didapatkan pada setiap stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.7 Tabel 4.7 Nilai Korelasi Keanekaragaman Plankton dengan Faktor Fisik -Kimia Perairan Suhu pH Intensitas Salinitas DO BOD 5 K.Nitrat K.Fosfat K.Oksigen H +0.171 -0.516 -0.968 -0.985 +0.985 +0.774 -0.286 -0.345 +0.926 Keterangan: Nilai + = Arah Korelasi Searah Nilai - = Arah Korelasi Berlawanan Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa uji analisis korelasi pearson antara faktor fisik- kimia perairan dengan indeks keanekaragaman H’ berbeda tingkat dan juga arah korelasinya. Intensitas cahaya, salinitas, DO, dan kejenuhan oksigen merupakan faktor fisik-kimia yang berhubungan sangat kuat dengan indeks keanekaragaman H’ plankton. Menurut Tarumingkeng 2001, antara penetrasi cahaya dan intensitas cahaya saling mempengaruhi. Semakin maksimal intensitas cahaya, maka semakin tinggi penetrasi cahaya. Jumlah radiasi yang mencapai permukaan Universitas Sumatera Utara perairan sangat dipengaruhi oleh awan, ketinggian dari permukaan air laut, letak geografis dan musiman. Menurut Barus 2004, fluktuasi kadar garam dalam air sesuai dengan fluktuasi populasi fitoplankton dalam perairan di mana garam-garam dalam air akan meningkat kadarnya jika fitoplankton yang mengkonsumsinya mengalami penurunan jumlah populasi atau sebaliknya, kadar garam akan meningkat jika populasi fitoplankton yang mengkonsumsinya menurun. Berdasarkan hasil uji korelasi pada Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa faktor fisik-kimia yang berkorelasi positif searah adalah temperatur, DO, BOD 5 dan kejenuhan oksigen. Sedangkan faktor fisik-kimia yang berkorelasi negatif berlawanan arah adalah pH, intensitas cahaya, salinitas, kadar nitrat dan kadar fosfat. Menurut Effendi 2003, sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Menurut Wardhana 1995, kehidupan mikroorganisme dan hewan air lainnya tidak terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut di dalam air. Air yang tidak mengandung oksigen tidak akan memberikan kehidupan bagi mikroorganisme dan hewan air lainnya. Pada umumnya perairan di lingkungan yang tercemar kandungan oksigennya rendah. Hal ini terjadi karena oksigen yang terlarut dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk memecahkanmendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan buangan yang mudah menguap Universitas Sumatera Utara

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN