Latar Belakang Gerakan Islam Indonesia Dalam Memperjuangkan Penggunaan Jilbab Pada Masa Orde Baru

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masuknya Islam ke Indonesia pada abad 7 Masehi yang dibawa oleh para pedagang dari Arab, menjadi periode terpenting dalam sejarah Indonesia. Islam menyebar di Indonesia melalui berbagai macam cara di antaranya adalah melalui perkawinan, perdagangan yang dimotori oleh para saudagar-saudagar Arab, pendidikan pesantren, budaya dan kesenian. Islam di Indonesia berpangkal pada kota-kota pelabuhan seperti Samudra Pasai, Malaka, dan kota-kota pelabuhan lain di pesisir utara Jawa. 1 Posisi Islam menjadi lebih kuat saat Belanda datang ke Indonesia pada tahun 1602. Tokoh–tokoh Islam banyak melahirkan intelektual Islam yang dilindungi oleh penguasa Raja-raja pada saat itu, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin, Nuruddin ar-Raniri dan Abdul Rauf Al-Sankili. Pada abad 13 Islam menyebar di semua kalangan termasuk raja-raja yang mendirikan kerajaan-kerajaan, salah satunya kerjaan Islam yang pertama di Nusantara yaitu Samudra Pasai, sedangkan di Jawa perkembangan Islam muncul setelah kerajaan Demak menggantikan kerajaan Majapahit dan Mataram. 2 1 Abdul Azis Thaba. 1996. Islam Dan Negara Dalam Politik Orde Baru. Jakarta: Gema Insani Press. Hal. 120. 2 Ibid. Hal. 121. Mereka selalu di curigai Belanda dan menjadi ancaman bagi penjajahan Belanda. Kedatangan Belanda ke Indonesia tidak hanya dilandasi oleh ekonomi dan politik tetapi juga didasarkan pada tujuan untuk menyebarkan agama sipenjajah ke Indonesia. Belanda memiliki penasehat agama bernama Snouck Hurgrogne yang melakukan Universitas Sumatera Utara penyamaran sebagai orang Islam yang bertujuan untuk menghapuskan ajaran Islam dari gerakan politik yang menentang penjajah. 3 Sikap politik Belanda terhadap Islam dilandasai oleh kecurigaan, kewaspadaan dan mengawasi segala sesuatu yang berhubungan dengan Islam. Belanda juga berusaha untuk membatasi penyebaran Islam dan menghalangi pemeluk Islam untuk melakukan ibadah seperti rukun Islam yang kelima yaitu menunaikan ibadah Haji.Mereka beranggapan orang yang pulang dari Ibadah Haji lalu kembali ke Indonesia akan membawa pemikiran-pemikiran baru dari Mekah yang membahayakan bagi kedudukan pemerintahan Belanda di Indonesia. 4 Umat Islam pada saat itu mengalami berbagai tantangan seperti, pembuangan berbagai pemuka Islam yang dapat membahayakan kedudukannya di Indonesia seperti Haji Yahya dari Simabu, Minangkabau yang dibuang ke Ambon pada tahun 1904, Haji Abdul karim amrullah ayah Hamka dibuang ke Sukabumi pada tahun 1941 dan pangeran Diponegoro yang dibuang ke Makasar pada tahun 1830. Belanda takut akan adanya pemberontokan di Indonesia yang dipimpin oleh mereka yang sudah melakukan Ibadah Haji di Mekah. 5 Dari sikap-sikap Belanda ini, sehingga menimbulkan reaksi perlawan di berbagai daerah di Nusantara seperti Perlawanan Rakyat Aceh, Perang Padri di Sumatra Barat dan Perang di Ponegoro. 6 3 Husnul Aqib Suminto. 1986. Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: LP3ES. Hal 40. 4 Delia Noer.1988. Gerakan Moderen Islam Di Indonesia 1900-1942. Jakarta :LP3S. Hal. 32. 5 Kemerdekaan Dan Jejak Umat Islam dalam Ishlah, Edisi 64 Tahun, 1996. Hal. 12-13. 6 Ibid. Perjuangan melawan penjajahan ini bermunculan dari semangat juang santri-santri di pesantren untuk siap melawan penjajah, sedangkan ulama menjadi pemimpin dalam perjuangan ini. Perlawanan terhadap penjajah didukung oleh ulama-lama sebagai elit agama yang ikut melakukan perjuangan, seperti Cut Nyak Dien, Teungku Umar, Teungku Cik Di Tiro, Imam Bonjol dan lainnya. Universitas Sumatera Utara Perlawan-perlawanan yang terjadi di Aceh, Sumatra Barat dan Ponegoro membuat Belanda kehilangan 8000 tentara yang tewas dan kerugian yang membuat kas Belanda habis sebesar 20.000.000 gulden, kemudian Belanda merubah sikap politik kolonialnya dengan pendekatan “welfere politiek” politik kemakmuran. 7 Dengan kerugiaan ini, Belanda mengubah strategi politiknya dengan membuat strategi balas budi untuk menyekolahkan orang-orang Islam. Dengan tujuan mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh dari Al-quran dan Hadist sehingga menghilangkan pengaruh Islam di Indonesia. 8 Ternyata ini menjadi bumerang sendiri untuk Belanda, karena langkah ini melahirkan tokoh-tokoh penting dalam pergerakan Nasional Indonesia sehingga bermunculnya gerakan organisasi-organisasi yang melakukan perjuangan melawan Belanda. 9 Pada masa kebangkitan nasional dalam pergerakan kebangsaan Indonesia bermunculan gerakan-gerakan formal seperti Serikat Islam SI merupakan organisasi pergerakan yang pertama pada tahun 1905 dan muncul Budi Utomo tahun 1908 yang bersifat kedaerahan dan nasional. Serikat Islam merupakan awal kemunculan gerakan politik di Indonesia. 10 SI menyadarkan lapisan masyarakat untuk menuntut kemerdekaan Indonesia dengan Ideologi Perjuangan Islam. 11 7 Husnul Aqib Suminto. Op.Cit. Hal. 127. 8 Ibid. 9 Abdul Azis thaba.Op.cit. Hal. 127. 10 Deliar Noer. Op.Cit. Hal. 114. 11 Ibid. Kemudian Islam hadir membentuk organisasi-organisasi yang lebih banyak seperti Muhamadiyah yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912, Nadhatul Ulama NU pada tahun 1926, dan Persatuan Islam Persis yang didirikan tahun 1920-an. Organisasi-organisasi ini menjadi wadah penggerak bagi umat Islam untuk berjuang melawan penjajahan, selain itu juga berjuang dalam menegakkan syariat Islam seperti menyiarkan dan menyatakan kewajiban menggunakan Jilbab bagi wanita Islam Indonesia. Universitas Sumatera Utara Pada tahun 1942 Belanda keluar dari Indonesia karena adanya perpecahan perang pasifik, posisi Belanda di Indonesia digantikan oleh Jepang. 12 Jepang mendekati golongan Islam dengan memberikan prioritas untuk mendirikan organisasi seperti MASYUMI Majelis Syura Muslim Indonesia dengan didukung oleh Muhamadiyah dan Nadhatul Ulama. 13 Jepang membentuk Masyumi dengan tujuan merangkul rakyat Indonesia, khususnya pemimpin Islam, tetapi usaha Jepang gagal, sentimen anti Jepang tetap tinggi 14 Pada tanggal 7 September 1944 Jepang semakin terdesak dalam perang Pasifik, sehingga Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia dengan memberikan fasilitas kemerdekaan Indonesia melalui pembentuk BPUPKI Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 9 April 1945. BPUPKI beranggotakan 68 orang, terdiri dari 8 orang dari Jepang, 15 orang dari Golongan Islam, selebihnya dari golongan nasional sekuler dan priayi Jawa. . 15 Dalam sidang BPUPKI terjadi perdebatan ideologis yang sengit antara golongan Islam dan golongan nasional sekuler tentang dasar negara yang akan diberlakukan. Akhirnya dibentuklah panitia sembilan disebut Panitian Persiapan Kemerdekan Indonesia PPKI yang terdiri dari lima orang dari golongan nasional sekuler yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, Achmad Subarjo, Muhammad Yamin dan AA Maramis, dan empat orang dari golongan Islam yaitu H.Agus Salim, Kyai Wahid Hasyim, Abikusno dan Abdul Kahar Muzajir. 16 Hasil dari PPKI adalah piagam Jakarta untuk merumuskan sila pertama pancasila yaitu “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya” diganti dengan Ketuhanan yang Maha Esa. 17 12 Abdul Azis thaba.Op.cit. Hal. 146. 13 Ibid. Hal 150. 14 Ibid. 15 Ibid .Hal. 154. 16 Ibid. Hal. 155. 17 Ibid. setelah hasil dari piagam Jakarta disepakati, Muhamad Hatta mendatangi perwakilan Islam melakukan lobby, supaya perwakilan Islam dapat Universitas Sumatera Utara menerima hasil Piagam Jakarta sebagai bentuk mempersatukan bangsa. Akhirnya perwakilan Islam menyetujui hasil dari Piagam Jakarta. Dimasa demokrasi terpimpin, Soekarno mencetuskan ide NASAKOM Nasionalis, Agamis dan Komunis merupakan suatu pemikiran yang ingin menyatukan nasionalis sekular, Islam dan komunis untuk meredam gejolak politik. 18 Dengan ide ini kondisi partai politik mengalami kemerosotan tetapi berbeda dengan PKI yang tetap memainkan peranan penting yang dominan. Keadaan ini menimbulkan ketegangan antara PKI dengan kelompok nasionalis sekuler didukung oleh kelompok Islam dan angkatan bersenjata. PKI melakukan pemberontakan yang dikenal dengan Gerakkan 30 September pada tahun 1965 yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat. Dengan adanya peristiwa ini, memunculkan kerjasama antara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ABRI dan kelompok-kelompok Islam seperti Kesatuan Aksi Penggayangan KAP Gestapu, Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI dan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia KAPPI termasuk didalamnya Gerakan HMI Himpunan Mahasiswa Islam dan PII pelajar Islam Indonesia untuk melawan PKI. 19 Gerakkan-gerakkan ini dimotori dan dipimpin oleh pemimpin-pemimpin Islam yang melakukan aksi demonstrasi selama empat hari yang digelar di Jakarta dan diikuti ribuan mahasiswa dengan teriakkan Allahu Akbar. 20 18 Ibid. Hal. 160. 19 Din Syamsuddin. 2001. Islam Dan Politik Era Orde Baru. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu. Hal.33. 20 Ibid. Hal. 35. Kerjasama antara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ABRI dan kelompok Islam tidak berhenti sampai disitu saja. Militer sangat membutuhkan kekuatan umat Islam untuk menekan Soekarno agar turun dari kekuasaannya. Kekuatan-kekuatan anti Soekarno yang dimotori militer dan unsur-unsur kekuatan politik Islam di partai- partai politik dan kesatuan-kesatuan aksi akhirnya berhasil memaksa Soekarno turun dari kursi kekuasaannya. Universitas Sumatera Utara Krisis yang terjadi pada penghujung masa Orde Lama pada tahun 1965 membuat para pemegang kekuasan pada saat itu harus berbesar hati untuk turun dari jabatannya dan digantikan oleh penguasa yang baru yaitu Rezim Orde Baru dengan tampuk kekuasaanya di pegang oleh Jendral Soeharto. Orde Baru lahir memberikan harapan baru bagi masyarakat Indonesia akan perubahan dan kemajuan atas kegagalan yang pernah dilakukan oleh penguasa pada masa Orde Lama, termasuk kegembiraan yang juga dirasakan di kalangan aktivis Islam dan optimisme timbul dari mereka untuk kembali memainkan peranan dominan dalam politik Nasional, mengingat sumbangan yang pernah mereka lakukan dalam meruntuhkan rezim Orde Lama. Keikut sertaan kelompok Islam dalam menjatuhkan Orde Lama menunjukkan bahwa Islam telah memberikan pengaruh yang besar bagi munculnya kekuasaan Orde Baru dan mendapatkan legitimasi dalam peran politiknya. Dengan turunnya Soekarno memberikan peluang bagi Soeharto untuk menjadi presiden dan menjalankan kekuasaan di Indonesia. Dalam pemerintahan baru yang dipegang Soeharto, dia harus menyingkirkan krikil-krikil kecil yang akan mengancam jabatan dan kekuasaan yang baru didapatkannya. Pemerintah Orde Baru menganggap kekuatan politik Islam sebagai krikil-krikil dalam pemerintahannya, dikarenakan politik Islam dan kelompok-kelompok Islam mempunyai kekuatan-kekuatan yang besar, terbukti dari peristiwa pada masa penjajahan sampai peristiwa menghancurkan PKI dan menurunkan Soekarno, inilah yang dianggap oleh Rezim Soeharto sebagai ancaman bagi kekuasaan yang baru dikuasainya. Pemerintahan Orde Baru mengeluarkan berbagai macam strategi agar kelompok Islam tidak memberikan pengaruh yang besar dalam proses kekuasaan yang sedang dijalankan oleh pemerintahan Soeharto. Seperti kebijakan dari hasil sidang MPR tahun 1978 mengenai ketetapan yang mengakui aliran kepercayaan sebagai salah satu dari agama dalam masyarakat Indonesia. Disusul dengan diajukannya Rancangan Undang-undang tentang penetepan pancasila sebagai Universitas Sumatera Utara satu-satunya asas bagi semua organisasi sosial politik maupun organisasi masyarakat. 21 Semua ini menimbulkan kekhawatiran bagi kalangan Islam, penerimaan asas tunggal ini akan mengarahkan pada keadaan dimana Ormas dilarang menggunakan lambang Islam dalam setiap kegiatan yang membangun masyarakat. Bahkan berujung pada penerimaan pancasila sebagai Agama atau agama “dipancasilakan”. 22 Dengan penetapan Pancasila sebagai asas sosial dan politik di Indonesia, menimbulkan penolakan dari sebagian organisasi-organisasi pemuda, terutama Organisasi Islam seperti 23 Himpunan Mahasiswa Islam HMI dan Pelajar Islam Indonesia PII, Organisasi-organisasi tersebut dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh Pemerintah, tetapi mereka tetap melakukan gerak-gerakkan sosial maupun politik sebagai gerakan bawah tanah, salah satunya dengan membuat kegiatan ‟training dan pembinaan bagi pemuda -pemuda Islam”. 24 Kebijakan yang bersifat represif juga dikeluarkan sampai kepada ranah pendidikan, dimana pemerintah Rezim Orde Baru mengeluarkan sebuah kebijakan berupa Surat Keputusan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan nomer 052 pada tanggal 11 Maret 1982 yang mengatur bentuk dan Penggunaan Seragam Sekolah Di sekolah-sekolah negeri. 25 21 Ibid. Hal.262. 22 Din Syamsuddin.Op.cit. Hal 61. Sebelum keluarnya SK tersebut, peraturan seragam sekolah ditetapkan oleh masing-masing Sekolah Negeri secara terpisah. Dengan adanya SK tersebut, maka peraturan seragam sekolah menjadi bersifat nasional dan diatur langsung oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Akibatnya, kebijakan pemerintah ini segera berbenturan dengan keinginan beberapa pelajar Muslim disekolah-sekolah negeri untuk menutup auratnya sesuai dengan syari’at Islam yang mereka yakini. Setelah keluar kebijakan ini, maka bermunculan kasus pelarangan Jilbab bagi wanita Muslim 23 Intan Maenati. 2014. Gerakan Pelajar Dan Mahasiswa Islam Terhadap Pelarangan Jilbab Di Sekolah Negri Tahun 1982-1991.[Skripsi]. Hal. 3. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2016 pada pukul 14.00 WIB di http:repository.upi.edu147094S_SEJ_1009716_Chapter1.pdf 24 Ali Said Damanik. Op.cit. Hal. 54. 25 Intan Maenati.Op.cit. Hal. 6 Universitas Sumatera Utara Indonesia yang memperoleh teguran, pelarangan, dan tekanan dari pihak sekolah. 26 Pelarangan Jilbab bukannya hanya terjadi dikalangan pelajar tetapi di kalangan Mahasiswi pun mendapatkan tekanan untuk tidak menggunakan Jilbab pada saat pengambilan photo untuk ijazahnya. Terdapat banyak kasus mengenai pelarangan Jilbab seperti, pada tahun 1988 adanya pengaduan 4 siswi SMA 1 Bogor kepengadilan berkaitan dengan sikap Kepala Sekolah SMA 1 Bogor yang tidak memperbolehkan mereka memakai kerudung. Bahkan bagi siswi yang tetap mengenakan Jilbab di sekolah, ia harus keluar dari sekolah negri dan pindah ke sekolah swasta. 27 Dipicu dari surat pemberitahuan kepala sekolah yang diberikan kepada para orang tua dari keempat murid tersebut bahwa nama anak-anak mereka telah dicoret dari daftar hadir. Tidak hanya Absen, pekerjaan rumah, ulangan, dan tugas juga tidak diperiksa oleh guru, dengan begitu status dari keempat siswa ini menjadi mengambang. 28 Pelaranga Jilbab tidak hanya di rasakan di daerah Ibu Kota, tetapi juga memasuki Profinsi Sumatra Utara. Pelarangan Jilbab dirasakan oleh siswi SMA N1 Tebing Tinggi yang bernama Riris, yang tetap istiqamah menggunakan Jilbab dengan harus menjalani berbagai hukuman seperti di jemur di tengah lapangan sambil hormat bender, tugas dari Riri tidak di Periksa dan bahkan Riri hampir dikeluarkan dari Sekolah. 29 Pelarangan untuk menggunakan Jilbab pada saat itu dianggap masyarakat Indonesia sebagai tradisi orang Arab, selain itu sebagai perwujudan gerakan politik yang mengancam pihak pemerintah karena Jilbab dianggap sebagai kebudayaan dari Negara Arab. Semangat bagi wanita Muslim Indonesia dalam menggunakan Jilbab di pengaruhi oleh Revolusi Iran yang terjadi pada tahun 26 Alwi Alatas. 2001. Kasus Jilbab di Sekolah-sekolah Negri di Indonesia Tahun 1982-1991. Hal. 23. Diakses melalui http:tamadduniaislam.files.wordpress.com201211penelitian-kasas- jilbab.pdf pada Senin, 24 Oktober 2016 pukul 09.00 WIB. 27 Lihat Abu Al-Ghifar. 2005. Jilbab Seksi. Bandung: Media Qalbu. Hal.153. 28 Ibid. 29 Hasil Wawancara Dengan Ibu Siti Aminah Jumat, 20 Januari 2017, Pukul 13.00-13.30WIB di Jalan Kasmala no 6 komp. Kejaksaan Medan Tuntungan Universitas Sumatera Utara 1979. 30 Kasus-kasus pelarang Jilbab ini bertambah banyaksehingga menumbuhkan semangat perjuangan untuk menggunakan Jilbab yang didukung oleh gerakkan- gerakkan Islam yang dilakukan mahasiswa-mahsiswaseperti HMI yang bergerak di lingkungan Kampus, PII Pelajar Islam Indonesia bergerak di lingkungan sekolah menengah atas dan gerakkan Tarbiyah. Mengingat perjuangan dari gerakan PII dan HMI yang telah berjuang dari tahun 1947 serta ikut dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia serta menjadi organisasi yang berlandaskan Islam. Sedangkan Gerakan Tarbiyah merupakan gerakan yang baru muncul pada tahun 1980 yang dipengaruhi oleh pemikiran pemikiran organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimin dari Mesir. Tarbiyah mempunyai Tujuan dari gerakan tarbiyah adalah syakhshiyyah islāmiyyah da‘iyyah kepribadian da‘i yang Islami. Selain itu semangat menggunakan Jilbab juga disebabkan adanya pemikiran Al-Ikhwan Al-Muslimin yang masuk ke Indonesia melalui buku-buku para tokohnya yang banyak diterjemahkan sejak tahun 1970-an. 31 HMI berdiri pada tanggal 5 Febuari 1947 yang memiliki tujuan untuk terbinanya insan akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah. 32 Sedangkan PII terbentuk 4 Mei 1947 memiliki tujuan dari PII adalah kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam bagi segenap bangsa Indonesia dan umat Islam. 33 Ketiga gerakan Islam ini berusaha melakukan berbagai cara-cara agar syiar penggunaan Jilbab tetap sampai kepada pelajar, mahasiswa dan bahkan di lingkungan masyarakat. Serta menghilangkan rasa ketakutan akan ancaman- 30 Abdul Ghofar. 1989. Revolusi Islam Iran. Lihat Di Digilib.Uinsby.Ac.Id. diakses Kamis,13 Oktober 2016 Pukul 21.00 Wib 31 Febrian Taufig Sholeh.2015. Manhaj Trabiyah Dalam Pendidikan Politik Kader Partai Keadilan SejahteraPKS.jurnal Salam.Volume 18 No.1.Hal 61 32 Alfan alfian.2013.HMI Himpunan Mahasiswa Islam 1963-1966 Menegakkan Pancasila di tengah Prahara. Jakarta: PT.Kompas Media Nusantara. Hal.83. 33 Djayadi Hanan.2006. Gerakan Pelajar Islam Dibawah Bayang-Bayang Negara. Jakarta: UII Pres. Hal.33. Universitas Sumatera Utara ancaman dan tantang bagi perempuan muslim yang berniat untuk menggunakan Jilbab. Perjuangan Jilbab tidak hanya dilakukan oleh gerakan PII, HMI dan Tarbiyah di Jakarta tetapi perjuangan juga dilakukan oleh HIM, PII dan Tarbiyah di Sumatra Utara. Gerakan PII, HMI dan Tarbiyah yang berada di Sumatra Utara juga tidak kalah dalam menyusun pola-pola gerakan dalam memperjuangkan Jilbab. Tiga gerakkan ini sama-sama berjuang, sebagai wujud dari respon terkait kasus-kasus pelarangan Jilbab yang semakin banyak di jumpai dari tahun 1983 sampai tahun 1993. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai “Gerakan-gerakan organisasi kemahasiswaan Islam Indonesia Terhadap Perjuangan Jilbab pada Masa Orde baru”.

B. Rumsan Masalah