71
berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern dan memiliki pengaruh koefisien positif sebesar 0.375 pada
tingkat signifikansi 5.
4. Berdasarkan pengujian dengan menggunakan regresi logistik,
menunjukkan bukti empiris bahwa variabel pergantian auditor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going
concern dan memiliki pengaruh koefisien negatif sebesar 1,893 pada
tingkat signifikansi 5.
5. Berdasarkan pengujian dengan menggunakan regresi logistik,
menunjukkan bukti empiris bahwa variabel kesulitan keuangan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going
concern dan memiliki pengaruh koefisien negatif sebesar 0,056 pada
tingkat signifikansi 5.
6. Berdasarkan pengujian dengan menggunakan regresi logistik,
menunjukkan bukti
empiris bahwa
variabel independen
rasio pertumbuhan, audit client tenure, pergantian auditor, kesulitan keuangan
perusahaan berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen yaitu penerimaan opini audit going concern dengan tingkat signifikansi
0.006
˂ 5.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
72
1. Sampel penelitian terbatas pada perusahaan real estate yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia, sehingga tidak dapat menggambarkan secara umum semua jenis perusahaan di Indonesia.
2. Periode penelitian hanya empat tahun, sehingga belum cukup lama untuk
menentukan tren kualitas audit dalam jangka panjang. 3.
Penelitian ini hanya menggunakan empat variabel yaitu : rasio pertumbuhan, audit client tenure, pergantian auditor, kesulitan keuangan
perusahaan
5.3 SARAN
Berdasarkan hasil analisis penelitian dan keterbatasan penelitian, maka peneliti dapat memberikan beberapa saran, antara lain :
1. Penelitian ini hanya memasukkan empat variabel bebas saja. Sebaiknya,
peneliti yang akan menggunakan pendekatan yang sama menambahkan variabel bebasnya dengan variabel yang juga diperkirakan dapat
mempengaruhi penerimaan opini audit going concern seperti debt default, good corporate governance dan lain sebagainya.
2. Sebaiknya tahun penelitian ditambah untuk memperluas observasi
sehingga hasil yang diperoleh lebih tepat.
Universitas Sumatera Utara
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan perusahaan
mengindikasikan kemampuan
perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Pada penelitian
ini, pertumbuhan
perusahaan diproksikan
dengan pertumbuhan penjualan. Rasio ini mengukur seberapa baik
perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan
Weston dan Copeland, 1992 dalam Setyarno et al. , 2006. Sebagai kegiatan operasi utama perusahaan, penjualan dituntut
untuk selalu mengalami peningkatan. Auditee yang mempunyai rasio pertumbuhan penjualan yang positif mengindikasikan bahwa auditee
dapat mempertahankan posisi ekonominya dan lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya going concern.
Jika tingkat penjualan stabil, tanpa ada peningkatan, ada indikasi bahwa perusahaan mengalami stagnan yang akan
mempengaruhi perkembangan perusahaan ke depan. Tapi jika tingkat penjualan negatif, maka ada indikasi mengenai going concern
Universitas Sumatera Utara
12
perusahaan. Hal ini dikarenakan penjualan merupakan aktivitas operasi utama perusahaan yang menopang perusahaan sebagai sumber
pemasukan utama. Penjualan yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan memberi peluang auditee untuk memperoleh peningkatan
laba. Semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan auditee, akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit
going concern. Selain itu, hal ini membuktikan bahwa sesuai dengan kondisi
yang dinyatakan dalam SA Seksi 341 IAI, 2001 mengenai trend negatif, yaitu jika perusahaan mengalami tingkat pertumbuhan
perusahaan yang
negatif, maka
ada indikasi
mengenai keberlangsungan usaha. Kesimpulannya, perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan perusahaan yang negatif akan memperoleh opini audit going concern.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fanny dan Saputra 2005 dengan menggunakan pertumbuhan aktiva sebagai proksi,
memperoleh hasil yang tidak signifikan. Pertumbuhan perusahaan tidak mempengaruhi pemberian opini audit going concern. Santosa
dan Wedari 2007 dengan menggunakan laba sebagai proksi pertumbuhan perusahaan memperoleh hasil yang sama bahwa
pertumbuhan ternyata
tidak memiliki
pengaruh terhadap
kecenderungan pemberian opini audit going concern.
Universitas Sumatera Utara
13
H1 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going concern.
2.1.2 Audit Client Tenure
Gheiger dan Raghunandan 2002 menyatakan tenure adalah lamanya hubungan auditor klien diukur dengan jumlah tahun. Ketika
auditor memiliki jangka waktu hubungan yang lama dengan klien, hal ini akan mendoromg pemahamam yang lebih atas kondisi keuangan
klien dan oleh karena itu mereka akan dapat mendeteksi masalah going concern.
Dalam sudut pandang kedua, menjaga hubungan dengan kantor akuntan publik yang sama untuk jangka waktu yang lama dianggap
lebih ekonomis untuk klien. Adanya hubungan antar auditor dengan kliennya dalam waktu yang lama dikhwatirkan akan membuat auditor
kehilangan independensinya. Karena antara auditor dengan klien sudah terikat hubungan yang nyaman dan saling menguntungkan
sehingga kualitas audit menjadi rendah. Auditor menjadi kurang skeptis dan kurang waspada dalam mendapatkan bukti. Rentang
hubungan yang lama ini berpotensi untuk menjadikan auditor cepat puas pada apa yang dilakukan, melaksanakan prosedur audit yang
kurang tegas, dan terlalu tergantug pada pernyataan manajemen.
Universitas Sumatera Utara
14
Dalam laporannya yang dikeluarkan oleh Bagian Praktek Securities of Exchange Commision SEC Komite Eksekutif
American Institute of Certified Public Accountants AICPA 1992 dalam Sinason et al., 2001 dinyatakan beberapa argumen yang dibuat
tentang audit tenure. Argumen ini menyatakan bahwa dalam jangka panjang hubungan antara auditor dan perusahaan klien akan
menyebabkan masalah berikut : a.
Auditor mempunyai hubungan yang semakin dekat dengan manajemen klien yang menyebabkan auditor kehilangan skeptisme
professional. b.
Auditor mungkin menganggap pengujian yang dilakukan sebagai pengulangan dari perikatan sebelumnya sehingga auditor merasa
mengetahui lebih dulu hasil pengujian tersebut. Hal ini menyebabkan auditor kurang mampu mengevaluasi perubahan
penting dalam kondisi klien. c.
Auditor mungkin berkeinginan untuk menyelesaikan masalah perusahaan klien dalam rangka mempertahankan hubungan baik
dengan klien, memenuhi keinginan klien mungkin menjadi prioritas auditor dibandingkan dengan mengikuti standar
professional. Untuk menjaga independensinya, beberapa negara menetapkan peraturan mengenai rotasi KAP. Di Indonesia sendiri
peraturan rotasi KAP mengharuskan dilakukannya pergantian
Universitas Sumatera Utara
15
Kantor Akuntan Publik per 5 tahun dan auditor per 3 tahun yang mengaudit sebuah perusahaan secara berturut-turut.
H2 : Audit client-tenure berpengaruh terhadap opini audit going concern.
2.1.3 Pergantian Auditor
Perusahaan umumnya menggunakan pergantian auditor untuk menghindari penerimaan opini going concern. Auditee yang diaudit
oleh KAP baru mungkin merasa lebih puas dengan beberapa pertimbangan. Pertama perusahaan cenderung untuk mengganti
auditor karena ketidakpuasan akan pelayanan yang diberikan dari auditor sebelumnya atau mereka mempunyai beberapa jenis
perselisihan dengan auditor sebelumnya. Schwartz dan Menon 1985 menyatakan bahwa pergantian auditor banyak dilakukan pada
perusahaan yang bermasalah dibandingkan pada perusahaan yang sehat.
Oleh karena itu, perusahaan mengganti auditor dalam tiga tahun dengan harapan akan mengalami suatu peningkatan dalam
kepuasan klien. Kedua perikatan audit yang baru, ada ketidakyakinan management klien terhadap kualitas pelayanan yang disediakan KAP.
Hal ini menimbulkan dorongan yang kuat dari KAP untuk memprioritaskan pelayanan klien dalam tahun-tahun pertama setelah
Universitas Sumatera Utara
16
memperoleh klien yang baru. Klien-klien baru mungkin mendapatkan perhatian khusus, dan mereka mungkin menikmati perspektif dan
pandangan yang berbeda yang diberikan oleh auditor baru. Pergatian auditor yang dilakukan oleh perusahaan diharapkan
dapat mempengaruhi kepuasan klien. Seorang auditor baru akan cenderung memperlihatkan kinerjanya pada tahun-tahun pertama saat
auditor melakukan audit. Pada awal tahun kontrak pelaksanaan audit, auditor baru akan berusaha mencari tahu kinerja auditor lama, dan
untuk itu auditor baru akan membandingkan dengan kinerja yang mungkin dapat dicapainya. Harapan seorang auditor baru adalah
pelaksanaan audit
sebaik-baiknya, tanpa
mengurangi sikap
profesionalnya sebagai seorang auditor. Tujuan pergantian auditor dimaksudkan untuk meningkatkan memanipulasi hasil operasi atau
kondisi keuangan perusahaan. Pergantian auditor menyebabkan dampak negatif.
H3 : Pergantian auditor berpengaruh terhadap opini audit going concern.
2.1.4 Kesulitan Keuangan
Kesulitan keuangan Financial distress merupakan suatu kondisi perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Hal
ini dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan. Untuk dapat
Universitas Sumatera Utara
17
menilai kesehatan suatu perusahaan dapat digunakan laporan keuangan yang terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi, ikhtisar laba yang
ditahan, dan laporan posisi keuangan. Hoffer 1980: 20 dan Witaker 199: 24 dalam Endri, 2009
memberikan perumpamaan bahwa kondisi financial distress sebagai suatu kondisi dari perusahaan yang mengalami laba bersih net profit
negatif selama kurun waktu beberapa tahun. Kebangkrutan sebagai akibat kegagalan kemudian didefinisikan dalam berbagai arti, yaitu :
kegagalan ekonomi dan kegagalan keuangan Adnan dan Kurniasih, 2000: 137. Kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi
perusahaan untuk dapat menghasilkan laba Endri, 2009. Perusahaan yang kondisinya buruk, banyak ditemukan
indikator masalah going concern Ramadhany, 2004. Perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan, tidak menerima
opini going concern dari auditor. Namun semakin buruknya perusahaan akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima
opini audit going concern McKeown, 1991 dalam Januarti, 2009. Pemakai laporan keuangan seringkali merasa pengeluaran opini going
concern sebagai sebuah prediksi kebangkrutan Altman, 1982 dalam Setiawan, 2006.
Altman 1968 telah melakukan studi serupa untuk menemukan suatu model prediksi kebangkrutan dalam beberapa
Universitas Sumatera Utara
18
periode sebelum kebangkrutan benar-benar terjadi. Altman dan McGough 1974 dalam Fanny dan Saputra 2005 menyarankan agar
penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor untuk
memutuskan kemampuan
perusahaan mempertahankan
kelangsungan hidupnya, karena penelitiannya menememukan bahwa tingkat prediksi kebangkrutan dengan menggunakan suatu model
prediksi mencapai tingkat keakuratan hingga 82. Penelitian yang dilakukan oleh Setyarno, et al. 2006 juga berhasil membuktikan
bahwa model prediksi Altman berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.
Model Z-score Altman sampai sekarang adalah yang paling banyak digunakan oleh para peneliti, praktisi serta akademisi dibidang
akuntansi dibandingkan dengan model prediksi kebangkrutan lainnya Altman, 1993 dalam Fanny dan Saputra 2005. Model yang
dikembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi. Model Z-score dinilai dapat menganalisis dengan baik dan
handal tanpa memperhatikan ukuran perusahaan yang dianalisis. Apabila perusahaan sangat makmur didapat Z-score mulai turun tajam
maka perusahaan harus waspada terhadap kebangkrutan. Atau apabila perusahaan baru survive, maka Z-score dapat membantu perusahaan
mengevaluasi dampak yang telah diperhitungkan dari perubahan upaya-upaya manajemen perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
19
Penelitian yang dilakukan oleh Altman untuk perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut menunjukkan nilai tertentu. Kriteria yang
digunakan untuk dapat memprediksi kebangkrutan sebuah perusahaan dengan model diskriminan adalah dengan melihat zone of ignorance
yaitu daerah nilai Z.
Rumus Model Altman Z-score untuk perusahaan manufaktur dan go public:
� = ,
� ℎ
+ ,
ℎ ℎ
+ ,
� ℎ
+ ,6
� �
+ ,
ℎ ℎ
Tabel 2.1 Kriteria titik cut off Model Z-score
Kriteria Nilai Z
Tidak bangkrut jika Z lebih besar dari 2,99
Daerah rawan bangkrut grey area 1,81-2,99
Bangkrut jika Z kurang dari 1,81
Berdasarkan analisis ini apabila nilai z dari perusahaan yang diteliti lebih kecil dari 1,8 beresiko tinggi terhadap kebangkrutan, bila
nilai z berada diantara 1,81-2,99 dikatakan masih memiliki resiko
Universitas Sumatera Utara
20
kebangkrutan, bila diatas nilai 2,99 maka dikatakan aman dari resiko kebangkrutan.
H4 : Kesulitan keuangan berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern.
2.1.5 Going Concern
Going concern menurut Belkaoui 1997: 135 adalah suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan menjalankan terus
operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya yang tidak
berhenti. Dalil ini memberikan gambaran bahwa suatu entitas akan diharapkan untuk beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas
atau tidak diarahkan menuju arah likuidasi. Diperlukannya suatu operasi yang berlanjut dan berkesinambungan untuk menciptakan
suatu konsekuensi bahwa laporan keuangan yang terbit di suatu periode mempunyai sifat semetara sebab masih merupakan satu
rangkaian laporan keuangan yang berkelanjutan. Kosasih 1985: 33 menyatakan bahwa istilah going concern diartikan sebagai anggapan
bahwa operasi satuan ekonomi akan berlangsung terus di masa yang akan datang. Going concern adalah salah satu konsep yang paling
penting dalam pelaporan keuangan.
Universitas Sumatera Utara
21
PSA 30 menyatakan bahwa going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya
informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi
kelangsungan hidup suatu usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajibannya pada
saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar secara bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan
operasi yang diperlukan dari luar atau kegiatan serupa lainnya. Going concern menentukan kelangsungan hidup suatu entitas.
Dengan adanya going concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang
atau tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Suatu entitas dianggap going concern apabila perusahaan dapat melanjutkan
operasinya dan memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan dapat melanjutkan usahanya dan memenuhi kewajibannya dengan menjual
aset dalam jumlah yang besar, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar, merestrkturisasi hutang, atau dengan kegiatan serupa yang lain.
Hal yang demikian kan menimbulkan keraguan besar terhadap going concern perusahaan, Surbakti 2011.
Universitas Sumatera Utara
22
2.1.6 Opini Audit Going Concern
Auditor memberikan opini atas laporan keuangan perusahaan. Akan tetapi, pemberian status going concern bukanlah hal yang mudah
Koh dan Tan, 1999 dalam Januarti 2009. Penyebabnya adalah adanya hipotesis self-fulfilling prophecy yang menyatakan apabila
seorang auditor memberikan opini going concern maka perusahaan tersebut akan menjadi cepat bangkrut karena banyak kreditor yang
akan menarik dananya atau investor yang membatalkan investasinya. Oleh sebab itu, sulit memprediksi kelangsungan hidup suatu entitas
sehingga banyak auditor mengalami dilemma antara moral dan etika dalam pemberian opini going concern.
Auditor dalam memberikan pendapat atau opini audit harus melalui beberapa tahap. Hal ini dimaksudkan agar auditor dapat
memberikan kesimpulan mengenai opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya.
SPAP PSA No. 30 memberikan pedoman kepada auditor tentang
kemampuan satuan
usaha dalam
mempertahankan kelaangsungan hidupnya terhadap opini auditor sebagai berikut :
1. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai
kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pas, maka auditor harus :
Universitas Sumatera Utara
23
a. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang
ditunjukkan untuk mengurangi dampak dan kondisi peristiwa tersebut.
b. Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat
efektif terlaksana. 2.
Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam
mempertahankan kelangsungan
hidupnya, maka
auditor mempertimbangkan
untuk memberikan
pernyataan tidak
memberikan pendapat disclaimer opinion. 3.
Jika manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya, maka langkah selanjutnya yang dilakukan oleh auditor adalah
menyimpulkan bahwa efektifitas rencana tersebut, diantaranya : a.
Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut tidak efektif, auditor menyatakan tidak memberikan pendapat.
b. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien
mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian.
c. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi
klien tidak mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, audioor memberikan pendapat tidak wajar.
Universitas Sumatera Utara
24
Jika auditor menyimpulkan keraguan-raguan atas kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya, maka pendapat tidak wajar
tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan perlu dibuat, terlepas dari pengungkapan dalam laporan keuangan. PSA No. 30
memperbolehkan tetapi tidak menganjurkan pernyataan tidak memberikan pendapat karena adanya keraguan atas kelangsungan
hidup.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu
mengenai faktor-faktor
yang menjadi
pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit going concern pada perusahaan diringkas dalam tabel 2.1 sebagai berikut :
Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu
Peneliti tahun
Variabel Alat
Analisis Hasil Penelitian
Dependen Independen
Margeretta Fanny dan
Sylvia Saputra
2005 Penerimaan
opini audit going
concern Kondisi
keuangan, pertumbuhan
perusahaan, reputasi
auditor Regresi
Logistik Kondisi keuangan
berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan opini audit going concern.
Sedangkan, pertumbuhan
perusahaan dan
Universitas Sumatera Utara
25
reputasi auditor tidak berpengaruh
terhadap penerimaan opini
audit going concern.
Eko Budi Setyarno,
dkk 2006 Penerimaan
opini audit going
concern Kondisi
keuangan perusahaan,
pertumbuhan penjualan,
kualitas audit, opini audit
tahun sebelumnya
Regresi Logistik
Kondisi keuangan perusahaan dan
opini audit tahun sebelumnya
berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan opini going concern.
Sedangkan kualitas audit dan
pertumbuhan perusahaan tidak
berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan opini audit going
concern.
Santosa 2007
Penerimaan opini audit
going concern
Kondisi keuangan,
pertumbuhan perusahaan,
kualitas audit, opini audit
tahun sebelumnya,
ukuran perusahaan
Regresi Logistik
Kondisi keuangan, opini audit tahun
sebelumnya, ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan opini audit going concern.
Sedangkan pertumbuhan
perusahaan dan kualitas audit tidak
berpengaruh terhadap
penerimaan opini audit going concern.
Universitas Sumatera Utara
26
Januarti 2009
Penerimaan opini audit
going concern
Kesulitan keuangan, debt
default, ukuran perusahaan,
audit lag, opini tahun
sebelumnya, pergantian
auditor, kualitas audit,
opinion shopping,
kepemilikan manajerial dan
institusional Regresi
Logistik Debt default, ukuran
perusahaan, opini tahun sebelumnya,
dan kualitas audit berpengaruh
signifikan terhadap opini going
concern. Sedangkan kesulitan keuangan,
audit lag, opinion shopping,
kepemilikan manajerial dan
institusional tidak berpengaruh
terhadap opini going concern
Suprobo Ningtias N
2011 Penerimaan
opini going concern
Kondisi keuangan,
ukuran perusahaan,
opini audit tahun
sebelumnya, audit client
tenure, opinion
shopping, reputasi
auditor
Regresi Logistik
Kondisi keuangan, opini audit tahun
sebelumnya berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan opini
audit going concern. Sedangkan ukuran
perusahaan, audit client tenure,
opinion shopping, reputasi auditor
tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap penerimaan opini
audit going concern.
Sumber : dibentuk berdasarkan penelitian terdahulu
Universitas Sumatera Utara
27
2.3 Kerangka Konseptual