Mitologi penciptaan manusia dalam perspektif Ali Syari'ati

(1)

MITOLOGI PENCIPTAAN MANUSIA DALAM

PERSPEKTIF ALI SYARI’ATI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I)

Oleh :

FARID KHASANI

NIM: 204033103098

JURUSAN AKIDAH FILSAFAT

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul MITOLOGI PENCIPTAAN MANUSIA

DALAM PERSPEKTIF ALI SYARI’ATI, telah diujikan dalam sidang

Munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 12 Juni 2008.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (SI) pada Jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 Juni 2008

SIDANG MUNAQASYAH

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. H. Harun Rasyid, MA. Drs. Rifqi Muchtar, MA.

NIP. 150 232 921 NIP. 150 282 120

ANGGOTA

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. Fauzan El Muhammady, MA. Dr. M. Amin Nurdin, MA.

NIP. 150 107 970 NIP. 150 232 919

PEMBIMBING

Drs. Syamsuri, MA.


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan segenap hati, kutengadahkan kedua tangan ini, untuk sekedar meluapkan rasa syukurku kepada Allah SWT, bibir dan hati ini seakan menyatu menyimpulkan kata “alkhamdulillah” segala pujiku persembahkan kepada-Nya, karena rengkuhan kasih-sayang-Nya, karena Rahmat dan petunjuk-Nya, penulis dapat menuntaskan kewajiban studinya yakni penulisan skripsi untuk sekedar memenuhi syarat dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Filsafat Islam pada fakultas Ushuluddin dan filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam semoga selalu mengalir deras kepada tauladanku, tauladan seluruh umat manusia, Sang baginda Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat, dan orang-orang yang tercerahkan untuk membumikan hukum-hukum-Nya.

Dalam kesempatan ini pula, penulis menghaturkan banyak terima kasih atas kerjasama dan bantuannya, baik moril maupun materiil. Karena penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini susah terwujud tanpa orang-orang di sekelilingku, orang yang mendukungku.

Untuk itu penulis sepantasnyalah menyampaikan rasa terima kasihnya dan penghargaan yang selayaknya kepada :

1. Ibunda yang tercinta (Qodriyah) dan kekasihnya (alm. Bpk Syamsuri) yang lebih dulu meninggalkan taman dunia ini. Semoga beliau di alam keindahan yang tiada bandingnya. Karena keikhlasan do’a siang dan malamnya, ruh keajaiban dan belaian kasih sayangnya, penulis merasa belum bisa membahagiakan, membuat senyuman di bibirnya. Mungkin


(4)

karya sederhana inilah sebagai langkah awal menuju pintu gerbang kebahagiaan yang beliau dambakan.

2. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat M.A. selaku Rektor dan semua jajaran pegawainya.

3. Kakak pertamaku Masruri Syam dan istrinya yang telah mencurahkan kasih sayangnya, mengikhlaskan segenap materi dan immaterinya, tanpanya penulis merasa masih terlalu rapuh berdiri di atas kakinya sendiri. Kang Um dan Kang Birin (Umroh dan Shobirin), aku yakin mereka selalu mendo’akanku. Juga buat kakak-kakakku yang tersayang: Kang Asror dan istrinya, Kang Syukron dan adikku Ella. Kalian adalah mutiara dalam hidupku yang tak akan lekang dimakan waktu. Tidak lupa buat semua keponakanku yang tercinta : Fikar, Esi, Izza, Nana, Imah, “ jangan pernah lelah mencari ilmu, kelak kalian akan memahaminya” buat Sikhah, Rosidah, Khamdan semoga kebahagiaan akan segera menjemput kalian, dan semua keluarga besarku, keluarga “H.Amin” yang tidak sempat saya tulis, “persaudaraan adalah harta yang lebih mulia daripada segudang permata, I lope u pull.”

4. Keluarga Besar Gedung Hijau, Mas Didi serta istrinya yang sangat sabar mengerti dan memahami aku, Nouval dan Novi, Ryan Big, Nadia, dan keluarga Bpk.H.Drs. Abdurrahman Shaleh beserta istri dan segenap keluargnya.


(5)

5. Teman seperjuanganku, Ridho (mujahid intelektual), Isma (investor ulung), Alex Komang (peraih piala citra), wahyudin, Imam M, LuLu’ S, Martin, Firdaus (sufi Yahudian), dan semua angkatan kelas AF, TH dan PPI angkatan 2004.” Ayo..semangat skripsi, kalian pasti bisa..!!”

6. Teman sepermainan, Klub Night Futsall GH, Ahong, Rahmat, Qomar, Abik, Rasid, Ali, hilman dan semuanya, “kalian ibarat keluarga tanpa ayah dan ibu” buat orang-orang yang biasa aku hutangi, Gorengan bahari, nasgor om Roni, warteg idolaku, Burjo tampomas, “ waduh..ngomong apa yah,,!, pokoke Ich Lie Bie Dich lah..!!. buat sobat malamku; Ichan, Fahdi (bojot), maxi sparow

Segelas kopi pahit telah menuntun kita, apa arti kehidupan. Mungkin masih ada kebahagiaan yang tercecer di pinggir jalan, atau setumpuk mimpi yang menyelinap dibalik bebatuan”

Buat anak-anak psikologi ekstensi: upil, tovik zou, zakky, riski, dewi dan semuanya.


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

PEDOMAN TRANSLITERASI……… v

DAFTAR ISI……… vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……… 8

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penelitian………. 8

D. Tinjauan Kepustakaan……… 8

E. Metode

Penelitian……… 9 F. Sistematika Penulisan


(7)

BAB II BIOGRAFI SINGKAT ALI

SYARI’ATI... 12

A. Riwayat Hidup Ali

Syari’ati……… 12 B. Karya –

karyanya………. 17

BAB III MITOLOGI PENCIPTAAN

MANUSIA……… 20

A. Pengertian Mitologi

………. 20 1. Ruang Lingkup

Mitologi……….. 22

2. Latar Belakang Terbentuknya Mitologi ……….. 22

a) Mitos

………... 22 b) Simbol

……….. 23

B. Sekilas Tentang Mitologi Penciptaan Manusia

Dalam Dunia Barat ……… 25


(8)

Dalam Dunia Islam

……… 30

BAB IV MITOLOGI PENCIPTAAN MANUSIA DALAM PANDANGAN ALI

SYARI’ATI………. 41

A. Mitos Penciptaan Manusia ……… 41

B. Manusia Ideal………..……….. 49

BAB V PENUTUP……….. 52

A. Kesimpulan………..

52

B. Saran – saran……… 54


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai sebuah pokok pembicaraan, adalah tema yang selalu menarik untuk dibahas. Hal ini dibuktikan dengan ramainya perbincangan tentang hal ini sejak dulu hingga saat ini. Ada sebuah ungkapan klasik dari Protagoras (Yunani) yang menyatakan “Man is the measure of all things” (manusia menjadi ukuran segala-galanya)1. Manusia sesungguhnya merupakan masalah yang paling rumit di alam semesta ini, oleh karena itu memerlukan curahan pemikiran yang besar. Ia mempunyai potensi luar biasa yang menjadikannya makhluk misterius, kemisteriusan ini dicoba untuk diungkap dari berbagai segi oleh manusia sendiri. Dengan kata lain, manusia mencoba mempelajari dirinya sendiri guna mendapatkan pengetahuan tentang hakikat dirinya sendiri.

Manusia dengan segala dimensinya yang unik dan misterius akan terus bergelut dalam kesadarannya sendiri, mencoba memahami dirinya sendiri. Manusia banyak dikaji, bukan saja dari sisi biologisnya melainkan secara keseluruhan. Selain karena objeknya yang unik dan misterius ini, kajian tentang manusia akan selalu menghasilkan persepsi dan konsepsi yang berbeda. Kenyataan ini dapat dipahami karena manusia bukan sekedar berada, tetapi harus memahami keberadaannya. Dinamis dan berevolusi untuk mencapai kebahagiaan. Untuk pertanyaan-pertanyaan tentang manusia, sejarah memang mempunyai

1


(10)

catatan yang panjang, mengapa manusia yang mempunyai kehendak bebas tetap terbelenggu oleh determinasi-determinasinya, mengutip istilah Ali Syari’ati, seperti determinasi historis, determinasi sosiologi, dan biologisnya. Dalam hal ini, manusia tidak akan bisa hidup apabila tidak mampu menjawab segala determinasinya, walaupun manusia mempunyai kesadaran dibanding makhluk-makhluk yang lain. Itulah beberapa pertanyaan-pertanyaan yang muncul ketika kita mambahas tentang seputar manusia dengan segala dimensinya. Dan pembahasan seputar manusia itu tidak akan habis selama manusia masih hidup di jagad ini.

Mengkaji tentang manusia berarti tidak lepas dari usaha untuk mencoba memahami kedudukan humanisme dan konsep tentang manusia dalam semua agama-agama di dunia, maka dari itu sebaiknya mempelajari tentang konsep kejadian manusia sesuai yang dikemukakan oleh agama-agama tersebut. Namun dalam hal ini, dengan serba keterbatasannya, penulis hanya akan mengutip pendapat Ali Syari’ati (1933-1977 M) tentang tema penciptaan manusia dalam pandangan Islam dan Barat. Dan dalam hal ini Ali Syari’ati menggunakan istilah Mitos Penciptaan manusia.2

Apakah dalam tradisi Islam maupun tradisi Barat memandang manusia sebagai makhluk yang mempunyai kehendak bebas dan mampu mengembangkan potensialitasnya sehingga manusia dapat menyelesaikan segala persoalannya di bumi ini, dan fenomena-fenomenanya? Dalam tradisi Islam maupun Barat, apakah manusia dipandang sebagai makhluk yang lemah atau sebaliknya, yaitu makhluk yang agung, makhluk yang mempunyai daya luar biasa?

2

Penggunaan istilah ini bisa kita lihat pada buku Tugas Cendekiawan Muslim, karya Ali Syari’ati, terjemahan Amin Rais. h..2


(11)

Mengingat dalam penulisan ilmiah ini bertema mitos penciptaan manusia dalam perspektif Ali Syari’ati, maka akan kembali pada penciptaan Adam, di mana Adam merupakan simbol manusia, simbolisme ini terdapat dalam kitab suci agama Islam dan Ibrahim, yang dalam hal ini diakui dalam tradisi agama semitik, walaupun dalam penjabarannya mempunyai versi yang berbeda-beda.

Dalam tradisi yang sangat tua (Yunani Kuno), seringkali kita mendengar cerita-cerita yang bermuatan moral, pada tahap-tahap awal sejarah dengan gambaran-gambaran yang begitu fantastis seperti sejarah atau cerita para pahlawan dan dewa-dewa, dengan perangkat lisan ke lisan oleh masyarakat, sehingga cerita itu tetap abadi dan masih mengalir sampai sekarang ini. Dalam

Kamus Filsafat, Lorens Bagus mendefinisikan “mitos”, di antaranya sebagai; kisah, hikayat dari zaman purbakala (mitos-mitos tentang para pahlawan dan para dewa). Sedangkan K. Bertens dalam buku Sejarah Filsafat Yunani menguraikan bahwa myth atau mitos merupakan suatu faktor yang mendahului filsafat dan mempersiapkan ke arah timbulnya filsafat.

Penulis melihat, tema-tema tentang mitologi dalam dunia modern sekarang ini sudah menjadi barang yang “digudangkan”. Artinya mitos itu hanya dianggap sebatas cerita khayalan, dongeng, tanpa makna dari zaman kuno. Padahal makna mitos itu sendiri menjadi semakin berkembang sesuai dengan tuntutan ilmu pengetahuan.

Makna mitos tidaklah absolut, di mana istilah “mitos” yang terlintas dalam benak kita adalah kebohongan, cerita palsu, atau hal-hal lain yang bernuansa magis dan misterius, akan tetapi untuk memahami mitos, dalam pengertian ini mitos menjadi semacam “pelukisan” atas kenyataan-kenyataan (yang tidak


(12)

terjangkau, baik relatif maupun mutlak) dalam format yang disederhanakan, sehingga terpahami dan tertangkap oleh orang banyak. Hanya melalui suatu keterangan yang terpahami itu, maka seseorang atau masyarakat dapat mempunyai gambaran tentang letak dirinya dalam susunan kosmik. Betapapun salahnya mitos, ia tetap mempunyai manfaat dan kegunaannya. Seperti kaum fungsionalis yang berpendapat serupa, bahwa fungsi mitos adalah untuk menyediakan rasa makna hidup yang membuat orang yang bersangkutan tidak akan merasa bahwa hidupnya sia-sia.3

Begitu pula pada buku Teori Kesusastraan karya Rene Wellek dan Austin Warren yang menyinggung bahwa dalam Scienza Nuova karya Vico, sudah terlihat adanya perubahan pengertian. Melalui karya-karya Coleridge, Emerson, dan Nietzsche, mitos dianggap sebagai sejenis kebenaran atau sama dengan kebenaran; bukan saingan kebenaran sejarah atau ilmu pengetahuan, melainkan perlengkapannya.4

Islam sebagai agama yang universal dengan beragam pemikiran umatnya menghadirkan konsep yang merujuk pada al Qur’an untuk konsep manusia. Di mana makna-makna simbolis dalam al Qur’an merupakan stimulus bagi setiap pemikir dalam rangka mencapai makna dan tafsir yang mendekati kebenaran. Hal ini seperti yang telah diungkapkan oleh Ali Syari’ati (tokoh yang akan coba penulis angkat dalam tema sentral tentang mitologi penciptaan manusia), menurutnya, “Jika al Qur’an diungkapkan dengan makna-makna datar, maka al Qur’an akan tidak representatif di kemudian hari, dan tidak akan menarik

3

Abd. Khaliq Dahlan,”Mitos dan Kehidupan Manusia” sebuah tinjauan sosiologis-psikologis. Teologia, no.1 (Oktober 1989) h.480-481

4


(13)

perhatian manusia, karena maknanya sudah tertangkap pada masa itu. Itulah sebabnya al Qur’an dituangkan dengan penuh makna yang “misteri” penuh simbol-simbol dan sarat muatan filosofis, mempunyai nilai sastra yang tinggi. Meminjam istilahnya Husserl, makna-makna al Qur’an hendaknya di-epoche5.

Bagi Ali Syari’ati bahasa-bahasa simbolik merupakan bahasa yang paling agung, dari sekian banyak bahasa yang pernah disusun oleh manusia. Nilainya yang lebih besar, lebih abadi dan akan selalu diperbincangkan, daripada bahasa-bahasa yang ungkapan maknanya jelas dan dengan bahasa-bahasa yang sederhana. Al Qur’an yang banyak mengandung bahasa-bahasa simbolik pada akhirnya akan memunculkan multi tafsir dalam setiap ayat-ayatnya, seperti nilai-nilai sastra, di mana dalam dunia sastra ada beberapa model pengkisahannya, yaitu : model perumpamaan, model sejarah, dan model legenda atau mitos. Untuk memahami mitos kaitannya dalam kitab suci, menurutnya mitos merupakan gambaran-gambaran dalam penyederhanaan konsep, untuk memudahkan manusia dalam rangka memahami bahasa-bahasa simbolik dalam kitab suci, sehingga bisa menangkap substansinya, dan makna yang tertangkap akan selalu hidup. Ali Syari’ati menyebutkan bagaimana al Qur’an ketika menyampaikan kisah kejadian Adam, dia melihat di sini al Qur’an kental sekali menggunakan bahasa simboliknya. Dengan demikian tipe mitologi yang dibangun oleh al Qur’an akan memberi ruang bagi kita untuk menangkap mekanisme yang halus dari ungkapan simbolisnya.6

5

Husserl mengangkat istilah ini sebagai penangguhan atas keputusan sebagai suatu tahap dalam reduksi fenomenologisnya. Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta : PT Gramedia, 2002) h.215

6


(14)

Sosok Ali Syari’ati yang tampil dengan pemikirannya yang segar dan berbeda, distingtif dengan pemikir-pemikir lain, seperti tema yang akan coba penulis angkat tentang tema mitos penciptaan manusia. Walaupun Syari’ati mendapatkan sambutan yang luar biasa di kalangan pemikir-pemikir lain, akan tetapi beliau juga tidak lepas dari kritikan-kritikan pedasnya, seperti kalangan ulama-ulama Syiah pada waktu itu. Beliau dianggapnya sebagai ulama yang kontroversial, begitu pun pendapat para pemikir–pemikir di Indonesia, seperti Amin Rais, Haidar Baqir, dan Dawam Raharjo. Tokoh yang disebutkan terakhir menganggap, bahwa Ali Syari’ati adalah seorang pemikir yang bingung, hal ini terlihat ketika Syari’ati membahas tema marxisme7. Satu sisi Ali Syaria’ti menggunakan salah satu konsep Marxisme tentang kaum proletar (rakyat yang tertindas), namun di sisi yang lainnya, Ali Syari’ati mengecam habis-habisan, ketika Marx mengejawantah dalam partai sosial dan komunis.

Kaitannya dalam kajian ini, Ali Syari’ati mampu mengawinkan epistemologi Barat dengan keyakinan agamanya yaitu Islam, yang menghasilkan ide-ide berbeda dengan pemikir-pemikir lain. Bagi Syari’ati, mitologi penciptaan ini sangat penting untuk melihat hubungan antara langit dan bumi, Syari’ati melihat bahwa mitologi ini sangat berpengaruh pada pandangan dunia Barat. Khususnya dari segi keagamaan, ilmu pengetahuan, dan politik. Karena itu terjadi pertarungan antara teknologi dan ilmu pengetahuan di satu sisi, dengan alam dan agama di sisi lain.

Inilah yang menjadi awal ketertarikan penulis untuk mengangkat kembali tema yang mungkin dianggap sebagian orang sudah usang, dan dianggap sudah

7


(15)

tidak relevan bagi perkembangan zaman. Di samping itu tokoh Ali Syari’ati ini lebih dikenal banyak orang sebagai pemikir revolusioner Iran yang serius menggeluti politik. Beberapa karyanya yang diterbitkan dalam editan bahasa Indonesia lebih memfokuskan pada tema sosial dan gerakan politiknya, padahal menurut penulis Ali Syari’ati juga fasih ketika menafsirkan teks-teks kitab suci (al Qur’an) dengan perangkat ilmu sosiologi, dan analisa filosofisnya, seperti dalam uraiannya tentang mitos penciptaan Adam, yang kemudian membawa kita pada pemikiran modern yang muncul sekarang ini, seperti marxisme, eksistensialisme, lebih lanjut lagi ketika beliau membahas mitos sejarah Qabil dan Habil, di mana manusia yang sekarang ini berkembang sesuai dengan kebudayaan dan pengetahuannya tidak lepas dari pengaruh mitos sejarah Qabil dan Habil.

Dalam karya ilmiah ini penulis mencoba memberikan secuil informasi tentang mitologi penciptaan manusia baik di dalam dunia Barat, dalam hal ini Yunani kuno, dan mitologi penciptaan manusia di dalam Islam. Kemudian penulis mengangkat buah pikir salah satu tokoh revolusioner Iran yakni Ali Syari’ati tentang mitos penciptaan manusia (Adam).

Dari pertimbangan–pertimbangan dan uraian yang diutarakan, perlu kiranya penulis mengahadirkan pemikiran Ali Syari’ati dalam sudut pandang yang berbeda. Penulis juga melihat tema ini penting untuk dikaji kembali, karena jika kita perhatikan realitas sekarang, dalam serba kemodernan sekarang ini, meski ditopang dengan kecanggihan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat, ternyata manusia tetaplah menjadi sebuah tema yang misterius. Walaupun mampu menundukkan alam kosmos, namun ia tetap bergelut untuk mengenali dirinya sendiri. Persis seperti ungkapan John Dewey, bahwa “membuat


(16)

manusia (modern) lebih dungu ketimbang manusia primitif dalam hal menaklukan dirinya”8.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pemikiran Ali Syari’ati adalah sedemikian luas, dan membutuhkan ilmu-ilmu dasar untuk dikaji. Karena itu, penulis harus membatasi permasalahan dalam penelitian ini. Pertama penulis ingin menguraikan riwayat hidup dan karya-karyanya secara singkat, kedua memahami konsep pemikiran Ali Syari’ati, dalam hal ini memfokuskan pada tema mitos penciptaan manusia dari tradisi Barat dan Islam dan relevansinya dengan realitas sekarang dengan berbagai macam fenomena-fenomena kehidupan.

Adapun penulis mengetengahkan tentang mitologi penciptaan manusia menurut Ali Syari’ati yang terbatas pada rumusan masalah yang digambarkan dengan pertanyaan berikut ini:

1 Bagaimana Rumusan Mitologi penciptaan manusia dalam pandangan Ali Syari'ati yang meliputi :

a) Makna Simbolisme mitos penciptaan manusia, yang terdiri: 1. Mitos penciptaan dalam tradisi Barat (Yunani)

2. Mitos penciptaan dalam tradisi Islam. b) Manusia ideal dalam perspektif Ali Syari’ati

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah :

8

Ali Syari’ati, Marxism and Other Western Fallacies ( Terjemahan Dengan Judul Humanisme Antara Islam Dan Madhab Barat), Jakarta : Pustaka Hidayah, 1992. h. 37-38


(17)

1. Tujuan ilmiah, yaitu untuk mengetahui sejauh mana pandangan Ali Syari’ati tentang mitologi penciptaan manusia.

2. Tujuan penulisan ini juga berupaya untuk menyemarakkan studi-studi filsafat yakni tentang mitologi, khususnya tokoh yang akan dibahas, juga sebagai pemicu dalam studi seluruh agama-agama di dunia tentang mitos-mitosnya.

D. Tinjauan Kepustakaan

Beberapa mahasiswa UIN Jakarta di Fakultas Ushuluddin sedikit mengutip salah satu buah pikirnya Ali Syari’ati antara lain :

1. Ahmad Kurtubi (2004), Kritik Ali Syaria’ti terhadap doktrin Mahdi’isme

Syi’ah. Dalam pembahasannya kurang lebih menganalisa tentang

kekeliruan-kekeliruan para Ulama dalam memahami konsep Mahdi’isme

dalam Syi’ah. Ali Syari’ati mencoba menawarkan makna-makna yang berbeda sekaligus mengkritiknya.

2. Firman (2004), Haji; Perjalanan manusia menuju Tuhan (sebuah telaah terhadap karya pemikiran Ali Syar’ati Pada penulisan ini tema yang dibahas seputar makna haji dalam kerangka pemikiran Ali Syari’ati. 3. Dari sekian penulis yang ada, penulisan skripsi dengan judul MITOLOGI

PENCIPTAAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ALI SYARI’ATI belum ada yang membahasnya.

E. Metodologi Penelitian

Untuk tujuan penulisan ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode library reseach, yaitu suatu teknik penulisan untuk


(18)

memperolah data, baik data primer seperti dalam judul bukunya, terutama : Man And Islam (terjemahan: Amin R.), Sociologi On Islam, Humanisme Antara Islam dan Madhab Barat, Islam Madzhab Pemikiran dan Aksi, Al Ummah wa Imamah, Paradigma Kaum Tertindas, Haji, Ideologi Kaum Intelektual, Hijrah, Agama Versus Agama. Dan beberapa sumber skunder seperti, jurnal, artikel, dan penjelajahan lewat situs-situs internet dan lain-lain yang tentu saja masih mempunyai korelasinya dengan tema yang akan dibahas, dan relevan dengan analisis penulis dalam merespon permasalahan yang dikembangkan dalam penulisan ini.

Sedangkan metode pembahasan yang digunakan adalah deskriptif analitis. deskriptif ini maksudnya adalah dengan cara mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan penelitian, kemudian mendeskripsikannya sehingga menjadi jelas, adapun yang dimaksud analitis adalah dengan mengadakan analisa permasalahan yang di teliti dengan memberikan argumen sehingga mendapatkan kejelasan. tentunya dari pemikiran tokoh yang dikaji. Mengenai teknik penulisan skripsi ini ialah mengacu pada teknik penulisan skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta edisi 2007

F. Sistematika Penulisan

Penulisan ini terdiri dari empat bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab-sub bab. Adapun secara sistematis, bab-bab tersebut adalah sebagai berikut :

Bab Pertama merupakan pendahuluan yang berisi uraian secara global dan menyeluruh mengenai materi yang akan dibahas. Di dalamnya terdiri dari latar


(19)

belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab kedua membahas latar belakang pemikiran Ali Syari’ati yang meliputi riwayat hidup dan karya-karyanya.

Bab ketiga membahas mitologi penciptaan manusia yang meliputi: pengertian mitologi yaitu ruang lingkup, dan latar belakang lahirnya mitologi. Kemudian sekilas tentang mitologi penciptaan manusia dalam pandangan dunia Barat, dan mitologi penciptaan manusia dalam pandangan dunia Islam.

Bab keempat membahas mitologi penciptaan manusia dalam perspektif Ali Syari’ati dalam bab empat ini akan dibahas tentang simbolisme Mitologi Penciptaan Manusia, dan manusia ideal dalam perspektifnya.

Bab kelima adalah bagian akhir dari penulisan ini yaitu penutup yang memuat kesimpulan dan saran-saran.


(20)

BAB II

BIOGRAFI SINGKAT ALI SYARI’ATI A. Riwayat Hidup Ali Syari’ati

Syari'ati adalah salah seorang pemikir sosial Iran terpenting pada abad ke-20. Gagasan-gagasan Syari'ati nampak menonjol lebih karena dampak praktisnya daripada muatan intelektualnya. Dalam konteks ini Ali Syari'ati dapat disejajarkan dengan Jamaluddin al Afghani (1838-1897) dan Sayyid Quthb (1906-1966).9

Banyak sisi kehidupan Ali Syari’ati yang tetap tersembunyi. Sejak ia wafat memang banyak karyanya yang diterbitkan di Iran untuk mengenangnya, namun datanya tidak lengkap bertentangan dan bercorak hagiografis, sehingga sulit dibedakan antara kebenaran dan legenda.10

Ali Syari’ati lahir 23 November 1933, bertepatan dengan periode ketika ayahnya menyelesaikan studi keagamaan dasarnya dan mengajar disebuah sekolah dasar.11di desa Mazinan, pinggiran kota Masyhad dan Sabzavar, Provinsi Khorasan, Iran. Letaknya berada di tepi gurun pasir Dasht I Kavir, di sebelah timur laut Iran, dia lahir dari keluarga ulama, ayahnya Muhammad Taqi Syari’ati seorang ulama yang mempunyai silsilah panjang keluarga ulama. Dia termasuk dari keturunan keluarga terpandang yang menurut garis ayahnya termasuk keturunan para pemuka agama di Masyhad. Tempat pemakaman imam kedelapan, Ali Ridha (w. 818).12 Kehidupan Ali Syari’ati berakar di pedesaan di sanalah

9

John, L.Esposito,Ensiklopedi Oxford ( Bandung : Mizan, 2001), h.293

10

John, L.Esposito Ensiklopedi………), h.294

11

Ali Syaria’ti, Islam Mzhab Pemikiran dan Aksi, (Bandung: Mizan,1995) h.xiii

12


(21)

seperti ditulisnya dalam otobiografinya pandangan dunia Ali Syari’ati pertama kali dibentuk, dia begitu bangga akan leluhurnya, yang merupakan ulama-ulama terkemuka di masanya dan mereka memilih menyepi di gurun Kavir.13

"...Lebih kurang 85 tahun lalu, sebelum dimulainya revolusi konstitusional, kakekku belajar ilmu kalam, filsafat dan fiqh pada pamannya dari pihak ibu

‘Allamah Bahmanabadi. Dan dia biasa terlihat dalam perdebatan dengan hakim

Asrar. Meskipun letaknya jauh dan terpencil di desa Bahmanabad, dekat Mazinan, dia terkenal dikalangan terpelajar Teheran, Masyhad, Isfahan, Bukhara dan Najaf, terutama di Teheran. Ia dianggap sebagai seorang yang jenius, sehingga Nasiruddin syah mengundangya ke ibukota, disana ia mengajar filsafat disekolah Sipah Salar, tetapi rupanya hasratnya untuk menyendiri dan menyepi menggetar kuat dalam kalbunya, menariknya pulang kembali ke Bahmanabad, padahal kedudukannya sebenarnya sudah mantap di ibukota, sehingga kalau ia mau, ia bisa memperoleh jabatan, kekuasaan, menjadi tokoh masyarakat serta menikmati kemashuran dan pengaruh, namun secara sadar, semua itu ditinggalkannya."14

Taqi Ali Syariati ayahnya, adalah guru pertama bagi Syariati yang memutuskan untuk mengajar di kota Masyhad, dan tidak kembali ke desanya, seperti tradisi leluhurya sang ayah adalah ulama yang berbeda dari ulama tradisional, dia menetap di Mazinan dan enggan untuk merintis karir ulama yang lebih tinggi, misalnya ke Qum, Teheran atau Najaf. Sang ayah ini mempunyai perpustakaan lengkap dan besar yang selalu dikenang Syari’ati. Yang secara metaforis dilukiskan sebagai mata air yang terus menerus menyinari pikiran dan jiwanya 15

Di kota Masyhad, tahun 1940 Syari’ati mulai bersekolah di Sekolah Dasar Negeri yang bukan sekolah agama, dan tahun 1950 ia melanjutkan pendidikan di

13

Istilah ini yang kemudian dipakai untuk menulis otobiografi perjalanan intelektualnya Ali Syari’ati.

Kavir Adalah nama sutau Gurun pasir luas yang meliputi hampir dua pertiga dataran tinggi Iran.Ali, Syari'ati Tentang Sosiologi Islam, Penerjemah : Syaifullah Mahyuddin (Yogyakarta: Ananda, 1982) h.5

14

Ali Syari'ati, Marxisme And Other Western Fallacies (Terjemahan Bandung: Mizan 1996)

15


(22)

sekolah pendidikan guru selama dua tahun, ketika ia belajar di sekolah pendidikan guru inilah Syari’ati berkenalan dengan para pemuda dari golongan ekonomi lemah.16

Tahun 1952, Ia memulai karirnya sebagai guru di desa Ahmad Abad, dekat Masyhad.17 sambil terus belajar di sekolah pendidikan guru. Kegemaran membaca buku tampak terlihat dari kecil, Ali Syari'ati senang menghabiskan waktunya di perpustakaan ayahnya yang besar. Bahan bacaannya antara lain Les Miserables (Victor Hugo) buku tentang vitamin dan Sejarah Sinema terjemahan Hasan Safari, dan Great Philoshophies terjemahan Ahmad Aram. dia juga mempelajari karya Saddeq e-hidayat (novelis Iran beraliran nihilis). Nima Yousheej (Bapak syair modern Iran), namun pegangan favoritnya adalah

Mastnawi karya Jalaluddin Rumi.18

Syari'ati mulai mengajar pada usia delapan belas atau sekitar sembilan belas tahun (1951-1952), kemungkinan disalah satu kota Mashad.19 Kemudian tahun 1956 Syariati melanjutkan studi di fakultas sastra di Masyhad. Satu sumber menyebutkan tahun 1956 Syari’ati memperoleh gelar sarjana muda di fakultas sastra itu. Ia berhasil lulus dengan skripsi seputar pemikiran On Literary Criticism

dari penulis Mesir bernama Dr. Mandhur,20 lalu pada tahun 1960 ia mendapat kesempatan bea siswa dari pemerintah Iran untuk belajar di universitas Sorbonne Perancis21. Ia mempelajari sosiologi dan sejarah agama-agama, di Sorbone inilah ia menjalin hubungan dengan para intelektual terkemuka, seperti Louis Massignon

16

Ekky Malaky, Ali Syari’ati, Filosof Etika dan Revolusioner Iran ( Bandung: Teraju 2004) h. 13

17

Ekky Malaky, Ali Syari’ati, Filosof Etika... h. 13

18

Ali Rahnema, Para perintis zaman Baru Islam (Bandung: Mizan 1995) h. 206-207

19

John L.Esposito, Ensiklopedi….., h. 294

20

Ekky Malaky Ali Syari’ati Filosof Etika ...,h. 15

21


(23)

(Islamolog Perancis), Jean Paul Sartre ( Filosuf Eksistensialis) ”Che” Guevara, Dan Jaques Berque, dia juga betemu dengan Henri Bergson, dan Albert Camus.22

Dari George Gurvitch (profesor Sosiologi di Universitas Sorbonne), Syari’ati banyak menyerap pandangan tentang konstruksi sosiologis Marx, khususnya analisa tentang kelas sosial dan truisme (itsar.)23 Syari'ati mengaku lebih banyak terpengaruh oleh pemikiran Massignon, George Gurvitch, Jean Paul Sartre, Dan Franz Fanon. Namun ia sadar bahwa pemikiran Barat bisa mencerahkan sekaligus memperbudak pemikiran pelajar Iran, dia melihat adanya proses pembaratan total yang membentuk Eropanoid.24

Syari'ati ditahan pada September 1957 karena perannya dalam demonstrasi, kemudian ia di penjara di Qizil Qal'ah Teheran hingga Mei 1958 namun kemudian ia dibebaskan.25 Tahun 1967 ia mejadi dosen sejarah Islam di fakultas sastra universitas Masyhad, sebagai sosiolog muslim, Syari’ati berusaha memecahkan masalah yang dihadapi kaum muslim berdasarkan prinsip-prinsip Islam, masalah ini diterangkannya dan dibahas bersama mahasiswanya, dalam waktu singkat, dia menjadi populer dikalangan mahasiswa dan mulai meluas ke masyarakat umum., karena itulah rezim Syah Iran menghentikan aktivitas mengajarnya. Dan pada tahun 1968 ia dipensiunkan dari kementrian pendidikan diusianya yang baru 35 tahun.26

Perlawanan terus digulirkan. Pada september 1972, Syariati memberikan ceramah yang kemudian diterbitkan dengan judul Red Shi’ism, yang menyatakan

22

Dawam Raharjo (ed), Insan Kamil Konsepesi Manusia dalam Islam (Pustaka Graffiti Press 1987) h. 167

23

Ekky Malaky Ali Syari’ati Filosof ...,h. 17

24

Ekky Malaky Ali Syari’ati Filosof ...,h. 19

25

John L Esposito, Ensiklopedi……….., h.294

26


(24)

Syiah kesyahidan (Martyrdom), maka pada 19 november 1972, Polisi Iran mengepung semua pengikut kuliah Syaria'ti. Target awal adalah menangkap Syari’ati, akhirnya Syari’ati pun menyerahkan diri setelah sebelumnya ayahnya di penjara selama setahun, iapun diganjar 18 bulan di penjara khusus di tahanan politik (Komitah), namun desakan masyarakat Iran dan juga protes dari dunia internasional, pada 20 maret 1975, terpaksa Syari’ati dibebaskan. Namun ia tetap diawasi.

Pada 18 juni , Pouran, istri Syariati beserta tiga putrinya hendak menyusul ke London, tetapi kali ini pihak berwenang tidak mengizinkan Pouran dan Mona, anaknya yang berusia 6 tahun, untuk meninggalkan Iran, tetapi dua anak lainnya diizinkan. Syari’ati-pun menjemputnya dan membawa kerumah kontrakannya di Southampton Inggris. Keesokan harinya, 19 juni 1977, Syari’ati ditemukan tewas, di Southampton Inggris27. Pemerintah Iran mengklaim ia meninggal akibat serangan jantung, tetapi masyarakat banyak yang percaya, bahwa dia dibunuh oleh polisi.

Kematiannya menjadi mitos “Islam militan” popularitasnya memuncak selama berlangsungnya revolusi Iran, bulan Februari 1979, saat itu, fotonya mendominasi jalan-jalan di Teheran berdampingan dengan Ayatullah Khomeini. Syaria’ti dikuburkan di Damaskus, Suriah, bersebelahan dengan makam Zainab, cucu Nabi dan saudara Imam ketiga, Husain bin Ali 28. Dan pada upacara pemakamannya dipimpin oleh Musa al-Shadr pemimpin Syi’ah Lebanon.29

27

Ali,Rahmena, Para perintis ..., h. 240.

28

John L, Esposito, Ensiklopedi ………..,h. 296

29


(25)

B. Karya-Karyanya

Sangat jarang Ali Syari'ati menulis sebuah buku secara utuh, hanya sedikit saja yang bisa disebut. Di antaranya, kavir (The Salt Desert) dan Hajj, selebihnya adalah kumpulan transkip kuliah dan ceramah yang terrekam dalam tape recorder, dan juga kumpulan tulisan30 sebagian besar dari karyanya ditulis ketika Syari’ati pulang dari Perancis dan sibuk di Irsyad.31 Karena jarang sekali menulis buku utuh, maka tidak heran bila kita temui buku Syari’ati dengan judul yang berbeda, tetapi sesungguhnya memuat tulisan-tulisan yang sama.32

Ia telah memberikan lebih dari 200 kuliah di Husainiyyah Irsyad. Banyak kuliahnya yang dipersiapkan untuk diterbitkan, dan ribuan eksemplar buku karyanya terjual habis dalam beberapa kali cetakan33 dari 1979 hingga 1986. Beberapa konsep penting dalam tulisan dan pidato Ali Syari’ati adalah Syahadah

(kesyahidan), Intizhar (penantian, antisipasi atas kembalinya Imam yang tersembunyi), Zhulm, (penindasan atas keadilan sang Imam), Jihad I’tiraz

(protes), ijtihad (keputusan independen untuk menghasilkan aturan hukum),

Rausyanfikr (pemikir yang tercerahkan), mas’uliyat (tanggung jawab), dan

‘Adalah (keadilan)34

Syari’ati juga sering mengutip pemikiran dari pemikir Barat, juga dari pemuka agama lain, dan tokoh kontroversial dari khasanah Islam. Ia mengakui dirinya terpengaruh oleh ayahnya, Louis Massignon (orientalis Prancis), Muhammad Ali Furughi (intelektual dan politikus Iran), Jacques Berque (ahli bahasa Arab dan sosiolog Prancis).

30

Ali Syari’ati, Man and Islam, penerjemah : Amin Rais (Jakarta ; Rajawali Press 2001)

31

Ekky Malaky, Ali Syari’ati Filosof ...,h.27

32

Ekky Malaky, Ali Syari’ati Filosof ...h.27-28

33

John.l Esposito, Ensiklopedi……….., h. 296

34


(26)

Di Husainiyyah Irsyad, Syari’ati memberikan banyak kuliah, kuliahnya bertema sejarah Islam, dikumpulkan dan diterbitkan dalam judul Islamsyinasi (Islamologi), sedang kuliah yang bertema peradaban dunia berjudul Tarikh E Tamadun (The History Of Civilization), sedangkan ceramahnya tentang Islamic Renaissance Da Rausyanfikr dikumpulkan dalam judul What Is To Be Done: The Enlightened Thinkers And Islamic Renaissance.35 Di buku ini Syari’ati membicarakan tentang fungsi intelektual dalam masyarakat, khususnya dalam konteks revolusi Iran. tetapi dia lebih spesifik pada Raunsyafikr36, biasanya dipakai untuk intelektual yang berkiblat ke Barat dan digunakan untuk membedakan ulama atau Mullah,37

Gagasan–gagasan yang dituangkannya lewat buku menyebabkan ia sangat dikagumi oleh kalangan orang Iran, khususnya pemudanya. Gabungan-gabungan ilmu "Barat” dengan latar belakang ilmu agama dan landasan filsafatnya merupakan daya tarik tersendiri.38

Perubahan itu akhirnya melahirkan jenius-jenius hebat dan menciptakan lompatan-lompatan hebat, yang pada gilirannya, menjadi batu loncatan bagi timbulnya peradaban, kebudayaan, dan pahlawan yang agung.

Mereka mengajarkan kepada masyarakat bagaimana caranya merubah dan akan menjalankan misi “becoming” dan merintis jalan dengan memberi jawaban

35

Ekky Malaky, Ali Syari’ati Filosof Etika dan revolusioner Iran ( Bandung: Teraju 2004)

36

Istilah ini berasal dari bahasa Persia artinya”orang yang tercerahkan dalam terjemahan Inggris artinya identik dengan intelektual atau Free Thinker, berbeda dengan ilmuwan. Namun terjemahan yang lebih tepat adalah kaum intelektual dalam arti yang sebenarnya, kaum intelektual yang mendalami dan mengembangkan ilmu dengan penalaran dan penelitian. Mereka adalah kelompok orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka, merumuskannya dalam bahasa yang dapat dipahami setiap orang, menawarkan strategi dan alternatif pemecahan. Ali Syari’ati, Ideologi Kaum Intelektual (Bandung: Mizan 1984) h. 14-15

37

Ekky Malaky, Ali Syari’atiFilosof ...,h.27-29

38


(27)

kepada pertanyaan: akan menjadikan apakah kita?” tetapi menurut Syari’ati , Islam adalah “diri“ manusiawi dari rakyat Iran.

Banyak yang diperoleh Syari'ati dari leluhurnya, terutama dia belajar filsafat untuk tetap menjadi manusia di tengah-tengah kehidupan yang tercemar, di kala sukar sekali menjadi manusia, di kala seruan Jihad perlu diulang setiap hari, dan di kala jihad tidak mungkin dilancarkan.39

Perubahan dan pembentukan jalan pikirannya, bukanlah program studinya melainkan kegemaran belajar dan berpikir, serta kreativitas dan tanggung jawab yang berasal dari keyakinan Islamnya. Dalam pandangannya, Islam bisa dianggap sebagai "aliran tengah" di antara berbagai aliran filsafat, sebagai jembatan antara sosialisme dan kapaitalisme. Islam mencakup kebaikan dan segi-segi positif aliran-aliran pikiran lain dan sebaliknya menghindarkan segi-segi negatif.40

39

Ali Syari'ati, Tentang Sosiologi Islam, Penerjemah : Syaifullah Mahyuddin (Yogyakarta: Ananda, 1982) h.5

40


(28)

BAB III

MITOLOGI PENCIPTAAN MANUSIA

A. Pengertian Mitologi

Secara etimologi, mitologi berasal dari kata Myth, yang berasal dari kata Yunani mutos41, sementara dalam Inggris: mythology, Latin mythologia; mythos

(mite, mitos) dan legein (berbicara).42

Sedangkan secara epistimologi berarti cerita atau sejarah yang dibentuk atau diriwayatkan sejak dan atau tentang masa lampau43. Atau juga berarti cerita yang dilahirkan pada tahap-tahap awal sejarah, yang gambaran-gambaran fantastiknya (dewa-dewi, pahlawan-pahlawan legendaris, peristiwa-peristiwa besar dan sebagainya.) tidak lain merupakan upaya-upaya untuk mempopulerkan dan menjelaskan gejala-gejala alam dan masyarakat yang berbeda44

Kata myth tersebut kemudian mengalami perkembangan menjadi menjadi kata mite, yakni cerita atau sejarah yang berisi dongeng, legenda mengenai asal-usul kejadian alam semesta dan hubungannya dengan keberadaan manusia.

Dalam pengertian lain, mitologi juga dikatakan sebagai kumpulan mitos-mitos yang di dalamnya memuat berbagai mitos-mitos simbolik yang terdapat dalam suatu masyarakat dan sudah menjadi tradisi. Mitologi juga merupakan suatu

41

Zeffry, Manusia Mitos dan Mitologi, (Jakarta: Fakultas Sastra UI, 1998) h. 2

42

Lorens Bagus, Kamus Filsafat,(Jakarta: PT. Gramedia 2002) h 657-658

43

Zeffry, Manusia………….., h. 2-3

44


(29)

disiplin ilmu, yang mempelajari mitos yang terbentuk dan dibentuk oleh masyarakat tertentu.45

Berdasarkan latar belakang historis, terbentuknya mitos dari usaha manusia dalam rangka memahami fenomena alam, maka ada beberapa kategorisasi mitos46, seperti :

1) Mitos Kosmogonis, yakni mitos yang berisi cerita atau keterangan-keterangan mengenai asal-usul kejadian alam semesta.

2.) Mitos Kosmologis, yakni mitos yang menerangkan tentang sifat gejala alam.

3.) Mitos Theogonis dan Antropogonis, yakni mitos yang memberi penjelasan mengenai asal-usul para dewa dawi, sekaligus bercerita tentang sisi kepahlawanan manusia setengah dewa ataupun manusia seutuhnya, mitos yang terakhir ini kemudian berkembang menjadi cerita cerita kepahlawanan.

Kata mitos yang dikenal sekarang, bisa jadi berasal dari kata mythos, yakni berasal dari beberapa pengertian di atas. Pengertian tersebut merupakan bentuk pengungkapan pemikiran yang mendasar dari manusia terhadap peristiwa dan proses gejala alam serta sosial yang terjadi di sekelilingnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka mite, mitos dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang berhubungan dengan cerita (folklore), dongeng, serta legenda yang telah menjadi tradisi, yang mengisahkan tentang kosmologi, kosmogoni, maupun theogoni. Sedangkan istilah mitologi dapat digunakan untuk

45

Zeffry, Manusia………….., h.9-10

46


(30)

menunjukan kepada sekumpulan mite, mitos yang sudah menjadi tradisi, yang terdapat dalam masyarakat tertentu.

1. Ruang Lingkup Mitologi

Mitologi tidak hanya membicarakan cerita, dongeng ataupun legenda-legenda, akan tetapi juga mencakup pembicaraan mengenai pembentukan mitos-mitos peradaban modern, karena manusia dalam peradaban modern sekalipun, manusia tidak lepas dari pengaruh mitos, dan akan terus membuat mitos-mitos barunya.

Mitos sebagai endapan bawah sadar manusia dinyatakan dalam bentuk simbolik.. Mitos terdiri atas bermacam-macam jenis, antara lain mitos-mitos peradaban kuno, seperti mitos kosmogoni, mitos asal-usul, tentang dewa-dewi, mitos setengah dewa, dan mitos androgoni. Selain itu terdapat pula mitos-mitos peradaban modern, seperti mitos akhir zaman. Mitos zaman emas, mitos kerja, mitos ideologis.47

2. Latar Belakang Terbentuknya Mitologi a. Mitos

Dalam perkembangan hidup sekarang ini, manusia banyak dibebani oleh pertanyaan sekitar dirinya, berbagai pertanyaan itu akhirnya membentuk mitos-mitos di dalam bawah sadar manusia. Berbagai mitos-mitos itu kemudian diungkapkan dan diterangkan dengan berbagai cara, baik secara rasional, maupun irasional. Oleh sebab itu gejala dan proses terbentuknya suatu mitologi di berbagai

47


(31)

masyarakat umumnya sama, yakni berasal dari keingintahuan manusia mengenai gejala alam yang terjadi di sekelilingnya, tetapi aktualisasi dan perwujudannya berbeda, yang kemudian pada akhirnya mitos itu dibuat oleh manusia untuk kepentingan manusia itu sendiri dan membentuk tradisi yang berlaku dan bahkan kadang-kadang perlu diberlakukan.

Salah satu fungsi mitos adalah untuk membenarkan suatu sistem sosial, baik ritual yang telah menjadi tradisi maupun yang akan dilestarikan. Dengan demikian, maka sebuah mitos dapat saja dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk dijadikan penggerak, penilai, peligitimasi, dan pelindung sistem yang dibuatnya. Mitos yang demikian akan terwujud dalam bentuk simbol, slogan, logo, dan motto yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai sasaran, tujuan, dan misi yang sesuai dengan gagasan pembentukannya.48

Berkat adanya mitos, maka manusia (masyarakat) menyadari hakikat kesejarahannya, kenyataan itu dapat dilihat dari adanya berbagai macam ritual perayaan tertentu yang bermaksud untuk mengulang kembali konsepsi siklus kehidupan mereka (seperti: pesta kelahiran, pesta tahun baru, dan perayaan hari yang lain yang dianggap keramat, dan lain-lain). Makna mitos itu sendiri juga sebagai media pemersatu masyarakat, dan sekaligus menjaga tradisi tersebut.49

b. simbol.

48

Zeffry, Manusia………….., h.28-29

49

Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto, Teori-Teori Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius, 2005


(32)

Inggris: symbol, Latin symbolium, dari Yunani symbolium-dari

symballo yang berarti: menarik kesimpulan, berarti, memberi kesan).

Dalam Kamus Filsafat Lorens Bagus, beberapa pengertianya yaitu: kata, tanda, isyarat yang digunakan untuk mewakili sesuatu yang lain : arti, kualitas, abstraksi, gagasan, objek.

Mitos maupun mitologi selalu identik dengan simbol, sebab simbol merupakan realitas dari mitos itu sendiri. Dalam hubungannya dengan pengalaman keagamaan, simbol dapat menjadi ukuran yang memuat pengalaman-pengalaman antara subjek yang terbatas dengan objek yang bersifat tidak terbatas. Simbol-simbol itu dapat berupa gagasan simbolis yang cenderung berwujud idiom ideologis seperti dogma beserta aturannya (doktrin). Disamping itu simbol dapat pula berwujud dalam tindakan simbolis seperti pembuatan tempat peribadatan, sesajen, patung. Semua perwujudan tersebut merupakan bentuk transformasi simbolis dari mitos-mitos yang ada.

Dengan demikian menurut Ernst Cassier, maka manusia menciptakan berbagai simbol, sekaligus mempergunakannya untuk berbagai kepentingan dalam kehidupan mereka, sekaligus membentuk seseorang menjadi manusia. Ernst Cassier menyebutnya dengan istilah Animal Simbolicum.50

Dengan disepakatinya simbol tertentu sebagai tanda buatan dalam suatu masyarakat, maka simbol mempunyai fungsi sebagai mekanisme interaksi dalam kehidupam mereka. Simbol sarat dengan makna dan persepsi, oleh karena itu berkesan konotatif, akibatnya simbol sulit ditafsirkan maknanya. Karena suatu simbol akan memberikan berbagai dimensi makna yang berbeda. Begitu juga

50


(33)

sebaliknya, sebuah makna yang sama dapat diungkapkan melalui berbagai simbol yang berlainan. Perbedaan dan persamaan tiap makna simbol tergantung dari konteks, tujuan, dan fungsi ketika simbol itu diciptakan.51

Berdasarkan pengertian tersebut, maka simbol dapat mewakili segala gagasan, tindakan dan komunikasi yang konkrit. Simbol dapat berfungsi sebagai pengganti suatu obyek yang ingin ditampilkan dengan cara yang lain. Simbol-simbol mitologis merupakan bentuk ekspresi dari ketidaksadaran kolektif yang bersifat primordial52

Mitos maupun simbol selalu mempengaruhi seluruh sistem dan aktivitas manusia. Dengan demikian secara singkat kita dapat mengetahui fungsi dan konteks mitos maupun simbol pada suatu masyarakat. Dengan sarana dan perangkat tersebut kita dapat melihat perkembangan peradaban dan masyarakat lewat berbagai mitos dan simbol mereka. Sebab simbol maupun mitos merupakan indikator mitologis yang mampu mengungkapkan hakikat dasar suatu perkembangan masyarakat. Itulah sebabnya mengapa mitologi masih tetap relevan untuk dijadikan bahan kajian sampai sekarang.

B. Sekilas Tentang Mitologi Penciptaan Manusia Dalam Dunia Barat

Dalam tradisi Barat, Penciptaan dan kedudukan manusia dalam salah satu versi mitologi Yunani kuno, diceritakan dalam hubungannya dengan Prometheus53. Mitologi Yunani adalah sejarah mendasar atau legenda mengenai

51

Zeffry, Manusia………….., h.32-35

52

Zeffry, Manusia………….., h.36

53

Diceritakan yang mencipta dan memelihara manusia pertama kali adalah Promotheus, makhluk setengah dewa, dan ia menciptakan Pelasgus dari tanah liat dan diberi karakter oleh


(34)

Yunani kuno yang menyangkut masalah dewa-dewi dan pahlawan54, keaslian dunia dan asal mula serta arti praktek budaya dan upacara keagamaan mereka. Sejarah tersebut disampaikan secara lisan secara turun temurun.

Pada awalnya setelah diciptakan bumi, Amor (Eros) menyelimuti bumi yang baru lahir dengan tumbuh-tumbuhan yang lebat dan memberinya penghuni, yaitu makhluk dari berbagai jenis. Setelah itu, Prometheus menciptakan manusia yang kemudian dibekali bakat-bakat.55 Sebelum menciptakan manusia, ia terlebih dahulu menciptakan binatang dan memberikan semua fasilitas diri. Promotheus menyatakan akan menciptakan yang lebih baik dari binatang, dan pergi ke surga dan matahari untuk meminta obor sebagai perlindungan.56

Dewi Pallas Athene (Minerva) sehingga memiliki kekuatan bagai singa, keindahan bagai merak, kecerdikan dan perasaan malu. Pelasgus ditempatkan di Arcadia, sebuah tempat yang sangat subur dan indah, awalnya mereka hidup bahagia Pada keturunan kedua Pelasgus, sudah terdapat

kekacauan sehingga mereka terusir dari Arcadia. http://www.google.com. Tgl. 5 juni 2008

54

12 Dewa Olimpus juga dikenal dengan sebutan Dodekatheon (Greek: ω κα /dodeka

θ ον /theon = dewa) dalam Mitologi Yunani adalah dewa dewi utama Yunani yang tinggal di puncak Gunung Olimpus. Setiap dewa dewi dalam Mitologi Yunani memiliki setidaknya satu unsur yang dikuasai dan dilindunginya. Unsur itu masing-masing adalah :

1. Zeus adalah pemimpin para dewa, penguasa Olimpus, dewa iklim dan cuaca.

2. Hera, istri Zeus, adalah dewi pelindung pernikahan, pengorbanan dan kesetiaan. 3. Poseidon adalah dewa laut.

4. Ares adalah dewa perang dan pembantaian.

5. Hermes adalah dewa penunjuk jalan, pelindung para petualang,penggembala dan penghiburan. Ia juga utusan dewa Zeus.

6. Hefestus adalah dewa api, tukang kayu, penempa besi dan pengrajin senjata. 7. Aphrodite adalah dewi cinta, seks dan keindahan fisik.

8. Athena adalah dewi kebijaksanaan, perang, keindahan jiwa, seni dan pendidikan. 9. Apollo adalah dewa cahaya, musik, tarian, obat-obatan dan pelindung para pepanah. 10. Artemis adalah dewi pelindung hewan, perburuan, kesuburan dan kesucian.

11. Demeter adalah dewi bunga, tumbuh-tumbuhan, makanan, argraris dan pelindung bahtera perkawinan.

12. Hestia adalah dewi pelindung rumah, keluarga dan perapian. http://www.google.com.tgl

5 juni 2008

55

Ekky Malaky, Ali Syari’atiFilosof Etika...,) h. 75

56

Edith Hamilton, Mythology Part One, The Gods, The Creation And The Earliest Heroes. New York.t.t. http://www.google.com. Tgl. 5 juni 2008


(35)

Prometheus yang bangga dengan ciptaannya segera minta diberikan kekuasaan yang besar, Prometheus menghendaki agar “manusia” yang dikreasikannya mempunyai ---kelebihan, mempunyai kekuatan dan kemampuan yang jauh lebih sempurna daripada makhluk-makhluk dan binatang lain. Dan hanya apilah sumber yang memberi kekuatan, “api kehidupan“ yang menjadi pembeda antara dewa-dewa dengan makhluk ciptaanya. Namun para dewa tetap tidak akan memberi api untuk kepentingan manusia. Para dewa menginginkan agar umat manusia tetap dalam keadaan seadanya, menjadikan manusia dalam keadaan tak berkesadaran, manusia tetap dalam keadaan kegelapan, tanpa ilmu pengetahuan dan sumber-sumber kehidupan yang bisa merubah manusia menjadi lebih “hidup”.

Dalam analisa Syari’ati, ada kemungkinan para dewa takut akan ancaman setelah manusia mempunyai kelebihan, setelah mempunyai api kehidupan, kebebasan, dan kepemimpinan atas alam. Para dewa menginginkan manusia tetap dalam keadaan absurd57, jangan sampai manusia naik derajatnya menjadi malaikat, bahkan sampai bersaing dengan para dewa. Walaupun para dewa di langit tidak mengizinkan, namun Prometheus tetap mengambil api itu dengan cara diam-diam dan menyembunyikannya di dada.58 Dari kerajaan para dewa, Yupiter,

57

Inggris: absurd. Latin: absurdus terbentuk dari kata ab (tidak) dan surdus (dengar), arti harfiah “tidak enak didengar” sering juga diartikan, antara lain, “tidak masuk akal”, “tidak logis”. Beberapa pengertian :

1. Dalam refleksi filosofis beberapa filsuf eksistensialis, absurd mengacu kepada kehidupan yang tidak bearti, tidak konsisten, dan tidak mempunyai struktur.

2. Absurd tidak begitu saja dapat disamakan dengan tidak bermakna atau bernilai, absurd tidak sama dengan omong kosong, absurd mempunyai nilai, atau bermakna, tetapi tidak benar atau salah. Lorens Bagus, Kamus Filsafat,( Jakarta: PT. Gramedia 2002) h 9-10

58

Dalam versi lain, menurut albert camus dengan mite sisifusnya, karena sisifus telah memberi air kepada manusia dan memasung dewa kematian Camus, Albert, Mite Sisifus Pergulatan Dengan Absurditas,(Jakarta : Gramedia 1999 )


(36)

anak dari salah satu dewa, melihat ada cahaya api di bumi, dan ia begitu marah, lalu memutuskan untuk menghukum Promotheus. Di pegunungan Kaukasus, pencuri itu dirantai pada sebuah bukit batu, dan seekor burung Nazar memakan hatinya.59

Melihat penderitaan yang diderita Promotheus, manusia hanya mampu berdoa dan tidak henti-hentinya memberkahi dan menyatakan terima kasihnya atas pengorbanan yang dilakukannya. Para manusia menganggapnya Promotheus sebagai “pahlawan” umat manusia dan rela dihukum sebagai martir umat manusia. Dalam perkembangan yang lama kemudian bertambahlah sikap dan tingkah laku manusia, banyak perselisihan dan manusia semakin memburuk sikapnya. Kemudian para dewa memutuskan menghukum para manusia dengan bencana air bah.60. Manusia musnah, yang tersisa hanyalah Deucalion (putra Promotheus) dan Pyrra (putri Ephimeteus). Dewa Zeus yang merasa kasihan kepada dua orang yang tersisa itu akhirnya mengampuni mereka. Kemudian lahir

59

Dalam versi lain, menurut Albert Camus dengan Mite Sisifusnya, Sisifus dihukum untuk mendorong batu besar ke puncak gunung, untuk setiap saat batu itu meluncur kembali setelah mencapai puncak dan itulah hukuman yang harus di derita Sisifus Camus, Albert, Mite Sisifus Pergulatan Dengan Absurditas,(Jakarta : Gramedia 1999 )

60

Dalam versi lain. Menurut mitos air bah dalam Kitab Kejadian, beberapa generasi setelah meninggalkan Taman Eden manusia telah menjadi jahat dan penuh kekerasan. Allah menyesal telah menciptakna manusia dan memutuskan untuk mengirimkan air bah untuk

menghapuskan kejahatan manusia. Allah hanya menemukan satu orang di muka Bumi yang layak diselamatkan, yaitu Nuh. Karena itu Allah menyuruh Nuh membangun sebuah bahtera dengan ukuran dan rancangan tertentu, dan membawa ke dalam bahtera itu istrinya, ketiga anak lelakinya, Sem, Ham, dan Yafet, serta istri mereka, dan binatang-binatang dan burung-burung yang tidak haram sebanyak 7 pasang, jantan dan betina, dan sepasang binatang-binatang yang haram, jantan dan betina (versinya berbeda-beda apakah ini berarti tujuh individu atau tujuh pasang, dengan makanan yang dibutuhkan serta benih sehingga manusia dan bumi dapat memulai lembaran kehidupan yang baru. Pada tahun ke-600 usia Nuh, 1656 tahun setelah menciptakan Adam, Allah mengirimkan air bah itu. Maurice Bucaile, Asal-Usul Manusia Menurut Bible. Alqur’an dan sains. Penerjemah Rahmani Astuti ( Bandung: Mizan 1998) h. 167-176


(37)

seorang anak bernama Hellen, putra mereka yang kemudian namanya diabadikan sebagai nama suku bangsa Yunani, yaitu Hellenia. Keturunan mereka selanjutnya menjadi nenek moyang dari suku Aeolia, Ionia, dan Doria.61

Berikut ini penulis juga melampirkan tabel dewa-dewa dalam mitologi Yunani. dan silsilah keturunannya62

Silsilah Prometheus dan anak keturunannya

61

Secara garis besar mereka adalah kaum penakluk yang membawa bahasa Yunani, mereka kaum penyerbu yang berambut pirang dari Utara. Russell, Bertrand, Sejarah Filsafat Barat, ( Yogyakarta: Pustaka pelajar 2002) h. 8-9

62

Edith Hamilton, Mythology Part One, The Gods, The Creation And The Earliest Heroes. New York.t.t. http://www.google.com. Tgl. 5 juni 2008


(38)

C. Sekilas Tentang Mitologi Penciptaan Manusia Dalam Dunia Islam

Mitos63 penciptaan manusia dalam dunia Islam adalah penciptaan Adam, sebuah kisah penciptaan manusia pertama atau esensi manusia dalam pengertian filosofis bukan biologis. 64

63

Mitos dalam pengertian ini menjadi berbeda maknanya, menurut M. Arkoun arti Mitos dalam al Qur’an tidak sama dengan perngertian bahwa suatu cerita itu sebenarnya tidak memiliki kenyataan sejarah, akan tetapi sebagai upaya untuk menangkap mekanisme yang halus dari ungkapan simbolisnya untuk mempertanyakan tipe mitologi yang telah dibangun oleh al Qur’an. Mohammed Arkoun, Berbagai Pembacaan Qur’an, (Jakarta: INIS 1997) h. 57

Sementara itu keterangan lain menyebutkan bahwa dalam pengertian ini mitos menjadi semacam ‘pelukisan” atas kenyataan-kenyataan yang tak terjangkau baik relatif maupun mutlak dalam format yang disederhanakan, sehingga terfahami oleh orang lain. Abd. Khaliq Dahlan,”Mitos dan Kehidupan Manusia” sebuah tinjauan sosiologis-psikologis. Teologia, no.1 (Oktober 1989) h.480-481

64


(39)

Dalam perspektif agama, sejarah manusia diawali dari sesuatu yang bersifat spiritual, dinyatakan demikian karena awal penciptaan manusia pertama, yaitu Adam, dan hawa65, yang hingga abad ini telah menurunkan miliaran manusia yang tersebar ke seluruh penjuru dunia dan terdiri dari berbagai macam ras yang bisa kita jumpai dalam kehidupan sekarang ini.

Al Qur’an dalam redaksinya membagi dua tahap tentang penciptaan manusia, di mana pada tahap yang pertama, al Qur’an menggambarkan tentang terciptanya jasad manusia (reproduksi manusia), di mana bangunan redaksinya cenderung memakai bahasa ilmu alam atau istilah-istilah biologis, seperti menyebutkan sperma, gumpalan darah, dan janin. Tetapi ketika menceritakan kisah kejadian Adam, maka bahasa yang digunakan adalah bahasa metaforis dan penuh filosofis,

Adapun contoh redaksi al Qur’an, ketika membahas kejadian (reproduksi) jasad manusia, seperti pada ayat-ayat berikut:

Surat al Mu’minun: 12

“Dan sungguhlah, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah”

65

Walaupun dalam hal ini masih terdapat perdebatan yang panjang , tentang asal-usul manusia bahkan kehidupan makhluk lain dimuka bumi ini. baik para peneliti, ilmuwan-ilmuwa namun tetap masih dalam keraguan dan kerancuan, salah satunya yang dicetuskan oleh teori Darwinisme. Agus Mustofa, Ternyata Adam dilahirkan, (Surabaya : PADMA Press 2007)


(40)

Surat ar Rahman: 14

⌧ ⌧

“Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar ”

Surat al Hijr: 26

“Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.

Surat as- Sajadah ayat : 6-9

“Yang demikian itu adalah Tuhan Yang Maha Mengetahui segala yang gaib dan yang nyata, Yang lagi Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, Yang membuatnya sebaik-baiknya segala sesuatu yang telah diciptakan-Nya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina, lalu Dia menyempurnakannya dan meniupkan kedalam (tubuh) nya roh (ciptaan Nya) dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.”


(41)

“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami Telah menjadikan kamu dari tanah, Kemudian dari setetes mani, Kemudian dari segumpal darah, Kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, Kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, Kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu lihat bumi Ini kering, Kemudian apabila Telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.”

Kemudian pada tahap yang kedua ketika membahas tentang kejadian (manusia) Adam, al Qur’an membahasakannya dengan sangat filosofis dan penuh dengan bahasa simbolik.

Berawal dari ketika Allah hendak menciptakan Adam, timbullah protes dari kalangan Malaikat, seperti yang tertulis pada QS. Al-Baqarah ayat 30


(42)

30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Dalam tafsir al Misbakh, diuraikan, pada ayat ini dimulai dengan penyampaian keputusan Allah kepada para Malaikat tentang rencana Nya menciptakan manusia di bumi. Penyampaian ini bisa jadi setelah proses penciptaan alam raya, dan kesiapannya untuk dihuni manusia pertama (adam) dengan nyaman. Mendengar rencana tersebut, para malaikat bertanya tentang makna penciptaan tersebut. Mereka menduga bahwa khalifah ini akan merusak dan menumpahkan darah. Dugaan itu mungkin berdasarkan pengalaman mereka sebelum terciptanya manusia, di mana ada makhluk yang berlaku demikian atau juga berdasar asumsi, bahwa karena yang akan ditugaskan menjadi khlaifah bukan malaikat, maka makhluk itu pasti berbedaberbeda dengan makhluk yang selalu bertasbih menyucikan Allah SWT. Semua itu adalah dugaan, apapun latar belakangnya, yang pasti adalah mereka bertanya kepada Allah, bukan


(43)

berkeberatan atas rencana Allah.66 Lalu Allah berfirman “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

Namun perlu dicatat bahwa kata ‘khalifah” pada mulanya berarti menggantikan

atau yang datang sesudah siapa yang datang sebelumnya.67

Lantas sebagai jawaban atas Malaikat, karena menduga Allah terlalu mengistimewakan manusia, Allah berfirman dalam Al-Qur’an S. Al-Baqarah ayat 31-34 :

31. Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:

66

Quraish Shihab, Tafsir al Misbakh, (Jakata : Lentera Hati) Jilid 1 h. 140

67


(44)

"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

32. Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[35]."

33. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama-nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"

34. Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.

Kali ini Allah SWT menunjukkan kepada malaikat bahwa khalifah yang Dia tugaskan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan mereka. diberi-Nya khalifah ini potensi pengetahuan untuk dapat mengenal benda-benda. Potensi ini yang membuat manusia mampu menjalankan perintah sebagai khalifah di muka bumi. Walaupun nantinya akan ada sebagian manusia yang akan berbuat kerusakan di muka bumi atau menumpahkan darah, tapi dengan potensi yang diberikan kepada manusia maka manusia akan sanggup menjalankan tugas sebagai khalifah. Walaupun Malaikat mempunyai ketaatan yang lebih baik, selalu menyucikan dan memuji Allah, tapi mereka tanpa potensi pengetahuan sebagaimana yang diajarkan kepada Adam, maka tidak akan bisa malaikat ini menjalankan tugas sebagai khalifah di muka bumi ini.

Setelah kejadian Adam kemudian digambarkan bagaimana ketika para Malaikat disuruh bersujud seperti yang tertulis pada surat al Baqarah ayat 34


(45)

“....Sujudlah kepada Adam.”,sujud68 kepada Adam merupakan apresiasi dan sekaligus pengabdian makhluk terhadap zat-Nya yang telah menciptakan manusia melalui hasil kerja-Nya yang sempurna,..”maka mereka pun segera sujud. Tetapi Iblis69 enggan dan angkuh. Dan dia termasuk kelompok yang kafir.” Iblis tidak mau bersujud karena merasa dirinya lebih baik dari manusia yang hanya diciptakan dari tanah. Malaikat yang semula juga ragu terhadap kemampuan manusia setelah mendapat petunjuk akhirnya bersedia mengakui keunggulan dan bersujud. Iblis tidak, walaupun sudah diberi petunjuk, mereka tetap tidak mau mengakui apalagi bersujud sebagai penghormatan. Perasaan angkuh telah menutupi iblis dari petunjuk. Demikianlah, karena pengetahuan yang diberikan oleh Allah SWT maka manusia dapat lebih mulia dari malaikat sehingga malaikat bersujud pada manusia.

Di dalam surga Allah SWT memberi karunia yang banyak, salah satunya berupa makanan yang baik dan boleh dimakan oleh Adam dan pasangannya, mereka boleh menikmati yang mana saja, kapan saja mereka suka. Tapi Allah melarang Adam dan pasangannya untuk mendekati sebuah pohon. Dari sekian banyak makanan dan pepohonan di surga, Allah hanya melarang satu pohon untuk didekati. Namun ternyata Adam dan Hawa melanggar perintah Nya. keduanya telah digelincirkan oleh setan. Setelah kejadian itu maka keduanya dikeluarkan dari surga, dan Allah berfirman:

68

Inilah makna humanisme dalam islam dalam pandangan Ali Syari’ati, yang di simbolkan dalam kisah tersebut.

69

Sementara menurut Quraish Shihab iblis adalah golongan Jin bukan Malaikat yang tercipta dari cahaya.sehingga tafsiran Illa (Q.S Al Baqarah ayat 34) bukan berarti “kecuali” seperti tafsiran Departemen Agama, tetapi sebagai Munqathi’ yang berarti “tetapi”.( Quraish Shihab,


(46)

”Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu,dan dikeluarkan dari keadaan semula, dan kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."

Betapa sulitnya manusia menahan rasa ingin tahu mereka. Ketika ada larangan justru manusia semakin penasaran terhadap hal itu. Keinginan tahu sebagai akibat dari potensi pengetahuan yang diberikan oleh Allah SWT dapat membawa manusia untuk menerobos larangan yang diberikan-Nya.

Apakah semua yang dilakukan oleh manusia disengaja atau tidak? Ternyata semua dikarenakan lemahnya manusia terhadap godaan setan. Manusia adalah makhluk yang lemah. Mereka diberi potensi pengetahuan yang dengannya mereka dapat menjalankan tugas sebagai khalifah di muka bumi, namun dalam potensi itu terdapat kelemahan yang dapat mencelakakan diri manusia sendiri, dan seringkali dimanfaatkan oleh setan melalui bujukannya

Ternyata Allah SWT tidak membiarkan Adam dalam kesengsaraan akibat perbuatannya. Allah SWT mengajarinya beberapa kalimat yang sering dipahami sebagai bentuk penyesalan atau taubat, dan taubatnya tersebut diterima. Allah


(47)

SWT Maha Penyayang kepada umat-Nya. Dia tahu bahwa bersamaan dengan potensi pengetahuan yang telah diberikan-Nya ada tersembunyi kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh setan untuk menjerumuskan manusia. Karenanya Allah SWT memberi sebuah “fasilitas” bagi manusia yang terjerumus untuk kembali kepada-Nya, asalkan manusia mau mengakui kelemahannya dan menerima petunjuk dari Allah SWT, maka Allah SWT mengijinkan manusia itu mencapai keberhasilan menjalankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi dan pada akhirnya kembali kepada Allah SWT di surganya yang kekal dan abadi untuk selama-lamanya.70

Berbeda dengan konsep pada kitab suci agama lain, Islam tidak mengenal konsep “kejatuhan Adam dan Hawa yang membawa semacam dosa asal”, manusia dilahirkan tanpa dosa, dan tanggung jawabnya berkaitan dengan ilmu pengetahuannya, sesuai dengan waktu dan tempat ketika dia hidup, bagaimana membaca tanda-tanda Yang Suci dan mengikuti wahyu.71

Dalam konsep Islam tidak mengenal adanya pertentangan antara kerajaan langit dan bumi, tapi justru merupakan bentuk manifestasi adanya Tuhan. Tuhanlah yang memberikan “api kehidupan” dan yang meniupkan ruh Nya kepada manusia, agar manusia mampu mengatur segala isi dan mampu mewakili hukum-hukum Tuhan yang telah diamanatkan. Jadi berbeda dengan kondisi awal pasca penciptaan manusia dalam kacamata Barat, dalam Islam Tuhanlah yang membebaskan manusia dari belenggu, dari keabsurditasannya. Bahkan seluruh

70

Jurnal pemikiran Islam Paramadina, http://www.google.com

71


(48)

malaikat disuruh untuk bersujud kepada Adam, dan daratan, lautan serta semuanya ditundukkan untuk kepentingan manusia.

Begitulah al-Qur’an di dalam ayatnya mengakhiri kisah manusia, atau kisah Adam as. Ada yang berpendapat kisah ini simbolik, namun ada juga yang menafsirkan kisah ini benar-benar terjadi. Dalam tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa rencana menciptakan manusia adalah tanda kesiapan bumi untuk dihuni manusia, setelah sekian lama berproses. Sujudnya malaikat pertanda kemampuan manusia menggunakan hukum-hukum alam, setan adalah lambang kejahatan, keengganannya bersujud pertanda bahwa kejahatan akan selalu ada di pentas bumi ini. Ia akan terus bertarung dengan kebaikan.72

72


(49)

BAB IV

MITOLOGI PENCIPTAAN MANUSIA DALAM PANDANGAN ALI SYARI’ATI

A. Mitos Penciptaan Manusia

Landasan Ali Syari’ati dalam menafsirkan tentang penciptaan manusia, tidak lepas dari sumber al-Qur’an. Adam yang mewakili seluruh manusia, esensi umat manusia, manusia dalam pengertian yang filosofis, bukan dalam pengertian bahasa biologis.73 Dalam beberapa ayat al-Qur’an, terdapat gambaran tentang penciptaan manusia, namun penggunaan redaksinya cenderung memakai bahasa ilmu alam atau istilah-istilah biologis, seperti menyebutkan sperma, gumpalan darah, dan janin. Tetapi ketika menceritakan kisah kejadian Adam, maka bahasa yang digunakan adalah bahasa metaforis dan filosofis, karena itulah dalam mitologi penciptaan, kisah penciptaan Adam ini diceritakan dalam bentuk bahasa simbolik, bahasa yang umum yang sering dijumpai juga dalam tradisi agama-agama semitik. Ali Syari’ati menyatakan:

“itulah sebabnya kenapa agama-agama harus menggunakan bahasa simbolis, agama itu di alamatkan kepada aneka ragam jenis dan generasi manusia. Banyak konsep terkandung dalam agama tidak begitu jelas dipahami orang pada waktu konsep-konsep itu pertama kali dikemukakan, jika agama di satu pihak, menyampaikan ide-idenya tidak dalam bahasa yang umum dan lazim, maka ia akan tidak mudah dipahami oleh umat zaman itu, tetapi di pihak lain jika ia menyampaikan ideanya dalam bahasa yang umum, maka ia akan kehilangan makna di belakang hari. Karena itu perlulah agama berbicara dalam bahasa simbol dan tamsil agar bisa ditangkap sesuai perkembangan pemikiran manusia dan ilmu...”74

73

Ali Syari'ati, Tentang Sosiologi Islam, Penerjemah : Syaifullah Mahyuddin (Yogyakarta: Ananda, 1982) h. 113

74

Ali Syari'ati, Tentang Sosiologi Islam, Penerjemah : Syaifullah Mahyuddin (Yogyakarta: Ananda, 1982) h.88


(50)

Karena itulah kisah kejadian Adam, yakni kisah kejadian manusia, disampaikan secara simbolis, sehingga hari ini, setelah perkembangan ilmu-ilmu alam selama empat belas abad, kisah itu masih tetap dibicarakan dan dipahami. Ketika dalam konteks mitologi sebelumnya, Adam ditafsirkan sebagai mitos dan simbol, tetapi Syari’ati percaya, bahwa Adam juga menjadi manusia historis yang menjadi nenek moyang manusia sekarang, misalnya ketika membahas mitologi Qabil dan Habil75, dia menulis bahwa kita sayang ketika ditakdirkan menjadi anak cucu Qabil, dalam Ummah dan Imamah, dia menulis, kita semua adalah anak cucu Adam. Ini menandaskan bahwa Adam dan anak cucunya adalah manusia historis di samping simbolis.76

Syari’ati mengemukakan interpretasinya, sebagaimana dalam al-Qur’an, manusia yang pada dasarnya diciptakan dari dua unsur, pertama roh Tuhan, dan kedua adalah tanah liat. Kemudian Tuhan menciptakan manusia dari salsal kal fakhar (lumpur) dan hamam masnun (tanah hitam yang berbau busuk),77 dan akhirnya Tuhan menghembuskan roh-Nya ke dalam manusia ciptaan-Nya, dan lengkaplah penciptaan.

Ali Syari’ati mengindikasikan adanya perbedaaan informasi tentang mitos penciptaan manusia antara Islam dan Barat. Dalam mitos penciptaan di Barat dikisahkan hubungan antara langit dan bumi tidaklah harmonis, mereka saling bertempur sepanjang masa. Ali Syariati melihat bahwa hal ini akan sangat

75

Merupakan filsafat sejarahnya Ali Syari’ati, lihat On the Sosiologi Of Islam, h. 127-145

76

Ekky Malaky, Ali Syari’ati, Filosof Etika dan Revolusioner Iran ( Bandung: Teraju 2004) h. 82

77

Al Qur’an menyebutkan ada tiga tempat tentang bahan asal manusia. Mula-mula al Qur’an menyebutkan”lempung tembikar” (QS.Ar Raham :14) lalu al-Qur’an menyebutkan “Ku-ciptakan manusia dari lumpur hitam ” (QS.Al Hijr ; 26), dan kemudian kata Tin, yang berarti “ Lempung, tanah ” (QS. Al An’am ; 2), QS. Al Mu’minun : 12)


(51)

mempengaruhi pola pikir masyarakat Barat yang nantinya nampak pada ilmu pengetahuan, misalnya politik, sosial, budaya khususnya ilmu keagamaan. Syari’ati mencontohkannya pada pemikiran seperti Marx, yang mengatakan:

“Adalah wajib menggunakan dalil berbalik guna membuktikan adanya Tuhan, di mana apabila alam ini tidak memiliki proses pembentukan yang benar, maka dengan demikian-Tuhan ada, dan sepanjang ada dunia yang tidak bisa dipahami dengan akal, berarti di situ ada Tuhan, dengan kata lain, bukti-bukti tidak rasional sajalah yang menjadi landasan bagi adanya Tuhan.”78

Dalam mitos Barat, manusia merupakan simbol kekuatan anti-dewa, yang selalu menentang kerajaan dewa (langit). Dewa-dewa langit melihat perkembangan hidup yang dijalani manusia selalu meningkat, peradaban berkembang dari hari ke hari. Tentu hal ini akan menjadi ancaman serius bagi para dewa. Para dewa merasa takut dengan kemajuan semua ini, mereka (para dewa) merasa dengan bekal “api kehidupan” yang telah dicuri, Prometheus akan menyaingi kekuatan para dewa, dan tentunya akan menjadi malapetaka. Oleh karena itu dalam mitos Barat, manusia selalu berusaha melawan belenggu-belenggu dari kungkungan para dewa, dan selalu menentang kekuasaan dewa. Kalau kita perhatikan, gambaran ala promethean inilah yang ikut membentuk cara pandang para pemikir-pemikir Barat. Hal ini bisa dilihat pada perkembangan ilmu-ilmu berikutnya, misal sastra, filsafat, sosial yang tidak lepas dari semangat Promothean,salah satunya seperti Karl Marx, sebagaimana dicontohkan di atas.

Ali Syari’ati juga menginterpretasikan tentang hakikat kejadian manusia, sebagaimana yang telah tercatat dalam al Qur’an, bahwa manusia yang tercipta dari unsur roh Tuhan dan unsur lumpur, ini juga terjadi pada kaum Hawa, menurut Ali Syari’ati ketika kebanyakan orang menafsirkan bahwa Hawa tercipta dari

78

Ali Syari’ati, Humanisme Antara Islam Dan Madhab Barat, ( Bandung : Pustaka Hidayah, 1996) h. 86-87


(52)

tulang rusuk kiri Adam, itu adalah makna alegoris, beliau tidak membenarkan hal itu. Terjemahan “tulang rusuk” dalam bahasa Arab maupun Ibrani menurutnya kurang tepat, karena menurutnya makna yang lebih tepat adalah nature (sifat),

disposisi atau konstitusi.79 sehingga antara laki-laki dan wanita mempunyai esensi dan unsur yang sama, meskipun terdapat perbedaan-perbedaan.

Manusia mempunyai dua dimensi dengan dua arah dan dua kecenderungan berbeda, yang satu berasal “tanah liat” adalah simbol kerendahan, stagnasi, dan pasifitas mutlak, yang rendah dan hina, membawa manusia ke hakikat yang rendah, sedangkan satunya lagi terbuat dari “ruh Tuhan” yang selalu mengajak manusia ke arah puncak spiritual tertinggi, yaitu Zat Yang Maha Suci. ”Ruh Tuhan” adalah simbol dari gerakan tanpa henti ke arah kesempurnaan dan kemuliaan yang tidak terbatas.

Bagi Syari'ati proses terjadinya manusia adalah gabungan antara Ruh Tuhan dengan tanah (lumpur), yang mana kedua unsur ini akan saling bertentangan, saling tarik menarik antara keduanya, dan inilah yang menjadi keunikan manusia yang memiliki kodrat bidimensional, kedua unsur inilah yang akan dipilih manusia, apakah manusia akan menjadi makhluk yang sempurna atau sebaliknya. Seperti pernyataan Ali Syari'ati bahwa:

"……..manusia adalah gabungan lumpur dan roh Allah. Ia adalah zat yang bidimensional, makhluk yang bersifat ganda, berbeda dengan makhluk-makhluk lain yang unidimensional. Dimensinya yang satu cenderung kepada lumpur dan kerendahan, stagnasi dan imobilitas. Sungai mengalir meninggalkan endapan lumpur yang tanpa gerak dan kehidupan. Persis begitu pula sifat manusia, pada salah satu dimensinya ia cenderung untuk terpaku pada kebisuan beku, tetapi dimensinya yang lain yang berasal dari roh Allah, sebagaimana al Qur'an

79

Barangkali Ali Syari’ati menunjuk kepada karya Kisa’I Qisasi al-Anbiya’. Ali Syari'ati,

Tentang Sosiologi Islam, Penerjemah : Syaifullah Mahyuddin (Yogyakarta: Penerbit Ananda, 1982) h.92


(53)

menyebutkannya, cenderung untuk meningkat ke puncak yang setinggi-tingginya, yakni kepada Allah dan roh Allah."80

Ali Syari’ati merumuskan bagaimana kisah Adam terjadi Roh Allah + Lumpur = Manusia

Makna simbolis pengertian di atas adalah bahwa manusia mempunyai dua dimensi, dimensi ketuhanan dan dimensi kerendahan atau kehinaan, sedangkan makhluk lain hanya mempunyai satu dimensi.

Dalam pengertian lumpur secara simbolis mengandung pengertian menunjuk pada kehinaan dan kerendahan tidak berarti stagnan dan mati. Sedangkan ruh Tuhan menunjuk pada dimensi keilahian mengajak manusia cenderung untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Hakikat kejadian manusia inilah, maka manusia pada suatu saat dapat mencapai derajat yang tinggi, tetapi pada saat yang lain, dapat saja meluncur pada derajat kerendahan yang sangat dalam dan paling dasar.

Pertentangan yang membuat jarak (roh Allah dengan lumpur) itu maka melahirkan “agama” atau “jalan”, menurutnya banyak orang yang keliru menganggap bahwa agama sebagai tujuan, padahal agama adalah suatu jalan atau wadah dalam rangka manusia menuju ke cahaya Tuhan.81 Lebih jauh Syari’ati menjelaskan bahwa jalan adalah sarana yang mesti dilalui seseorang, guna mencapai suatu tujuan tertentu, tujuannya bukanlah berdiri sendirian di jalan itu dan kemudian mulai mengucapkan pujian palsu dan tak karuan, inilah yang menjadi kritikan Syari’ati terhadap kebanyakan umat Islam sekarang, jalan yang

80

Ali Syari'ati, On The Sociologi of Islam, penerjemah Syaifullah Mahyudin (Yogyakarta:PT Ananda 1982) h.

81

Ekky Malaky, Ali Syari’ati Filosof Etika dan Revolusioner Iran ( Bandung: Teraju 2004)


(54)

semestinya sebagai jalan, namun manusia lupa akan tujuannya, manusia banyak yang terlena dengan jalannya, menghiasi jalannya demi kepentingan jalan itu sendiri. Inilah makna “jalan demi jalan” berjalan tanpa arah dan tidak tahu tujuan.82

Mungkin ada orang yang berkata, “dalam kenyataannya sekarang ini orang yang bukan muslim lebih baik, dari yang muslim,” ini benar, karena orang yang “tersesat” akan selalu berusaha, bergerak cepat, walaupun jalannya berkelak-kelok, lambat laun orang tersebut akan menemukan tempat pelabuhannya, dibanding dengan orang muslim, yang tidak memanfaatkan jalan “lurusnya”. Mereka (muslim) cenderung lontang-lantung, tidak mempunyai tujuan dalam hidup, selalu bangga dengan jalan tersebut karena pernah ada orang-orang hebat yang telah melalui jalan ini. Mereka (muslim) terjebak dalam kenikmatan jalan tersebut, hanya menghiasi hari-harinya tanpa makna, mereka (muslim) tidak merasa perlu untuk merubah diri mereka, atau memeriksa kekeliruan. Itulah sebabnya kenapa kaum penyembah sapi lebih unggul daripada pengabdi Allah, dan mereka (muslim) tidak menyadarinya.83

Manusia yang dalam dirinya tergabung dalam dua unsur yang berlawanan, adalah zat yang dialektis, dan merupakan mukjizat Allah, dalam esensi dan fitrah hidupnya, ia adalah “arah tak terhingga” menuju lempung atau menuju roh Allah, adanya unsur roh Allah dalam diri manusia merupakan sebagai potensialitas, sebagai suatu kemungkinan, sebagai arah yang memungkinkan manusia berjuang ke arah Allah.84

82

Ali Syari’ati, Islam Mazhab Pemikiran Dan Aksi, (Bandung: Mizan 1995) cet.2 h. 90

83

Ali Syari'ati, On The Sociolog..., h. 124-125

84


(55)

Karena fitrahnya yang dualistis dan mengandung kontradiksi itulah, maka manusia yang merupakan gejala dialektis itu selalu dalam keadaan bergerak. Dirinya adalah ajang pertempuran antara dua kekuatan yang menumbuhkan evolusi terus-menerus ke arah kesempurnaan, tetapi di manakah Allah? Allah ada dalam tak terhingga (infinitum), karena itu manusia tidak pernah bisa sampai pada peristirahatan terakhir dan bermukim dalam Allah. Demikianlah manusia bergerak dari kerendahan serendah-rendahnya ke arah kemuliaaan setinggi-tingginya, dan tujuannya ialah Allah, roh Allah, keabadian.85

Dalam uraiannya, sang tokoh ini menafsirkan manusia yang memiliki bidimensional itu harus bertempur, berjuang (becoming).86dan mempunyai kehendak bebas untuk menentukan kepada kutub mana manusia akan memilih, dan menurutnya inilah yang menjadi salah satu pembeda antara manusia dengan makhluk yang lain, karena hanya pada diri manusialah kehendak bebas itu terwujud, tidak seperti pada makhluk yang lain. Pertempuran yang terus-menerus itu akan berakhir ketika manusia mampu menentukan pilihannya pada salah satu kutub sebagai titik determinan hidupnya.

Gambaran mitos penciptaan manusia dalam pandangan Ali Syari’ati

85

Ali Syari'ati, On The Sociolog..., h.120-122

86


(56)

AGAMA AGAMA

B. Manusia Ideal

Bagi Syari’ati dengan pembentukan individu-individu yang becoming dan berjuang untuk mengadaptasi akhlaknya dengan akhlak Tuhan, maka akan lebih mudah untuk mencapai arah yang dicita-citakan bersama.

Manusia sebagai “Khalifah” juga digambarkan Syari’ati sebagai manusia individu yang dimintai pertanggungjawabannya oleh Tuhan sebagai individu. Istilah

KEHENDAK BEBAS

• Mampu Tumbuh dan Berkembang Hidup

• Menuju cahaya Tuhan

• progressif

• Pria-wanita mempunyai esensi sama,

• fenomena bidimensional.(Roh-Lumpur)

• lebih tinggi dari malaikat, lebih rendah dari binatang

M A N U S I A

ROH TUHAN LUMPUR /TANAH

• absurditas

• Immobilitas


(1)

sebagai khalifah, dia adalah kehendak yang comited dengan tiga macam dimensi: kesadaran, kemerdekaan dan kreativitas. Di sinilah terlihat bagaimana Ali Syari’ati sangat memperdulikan nasib manusia, terutama mereka yang dizalimi, tertindas, di pihak lain Ali Syari’ati sangat mendambakan kehidupan yang diridhai oleh Tuhan, penuh kedamaian Ilahi.90

Ada beberapa istilah yang dipakai Ali Syari’ati dalam menyebut manusia yang unggul, manusia yang ideal91, dari empat istilah ini masing-masing mempunyai makna yang berbeda, namun saling berhubungan satu dengan yang lainnya, Ali Syari’ati menyebutkan:

a) Makhluk dua dimensi, unsur bidimensional yang dimiliki manusia akan selalu bertarung, berkonfrontasi untuk menentukan pilihannya, apakah ia akan menuju cahaya Tuhan atau justru sebaliknya, ia terjerembab dalam ruang kehinaan. Untuk itu, maka manusia menggunakan atribut “kehendak bebasnya” yang telah dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Dan inilah yang menjadi faktor pembeda antara manusia dengan makhluk yang lain.

b) Insan, merupakan proses becoming-nya manusia dalam rangka menuju sifat Tuhan, menuju akhlak Tuhan, meninggalkan titik absurditas menuju titik yang jauh lebih suci dan sempurna. Syari’ati sendiri menyatakan bahwa istilah insan mengandung nilai-nilai etis, sementara basyar mengandung nilai-nilai hewani.

90

Dawam Raharjo, (ed), Insan Kamil Konsepesi Manusia Dalam Islam (pustaka Graffiti Press 1987).h.177


(2)

c) Khalifah, wakil Tuhan di muka bumi manusia sebagai khlaifah yang diberi atribut ketuhanan itu akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.. kewajiban untuk bertindak dengan penuh tanggung jawab, dan selamanya dituntut untuk mempertimbangkan kegiatan kehidupannya selama di bumi baik dalam kriteria yang baik, maupun yang buruk. Manusia dituntut untuk menciptakan “surga” di dalam jagad raya ini. Sehingga makhluk-makhluk lain akan terjaga dan tetap lestari, di sinilah peran manusia diuji sebagai pengganti “wakil Tuhan”.

d) Makhluk Moral, manusia sebagai makhluk moral, harus mampu mengabaikan kehidupan materi dan bahkan mampu melakukan itsar

(altruisme) dan sahid (martyrdom) dengan tiga atribut ketuhanan (kreativitas, kesadaran diri, kebebasan) dan juga cinta, maka manusia bisa berakhlak seperti akhlak Tuhan.


(3)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep Ali Syari’ati dalam rumusan mitos penciptaan manusia (Adam), adalah sebagai berikut:

Fenomena dialektis yang terdiri atas oposisi “ruh Tuhan” dengan “lumpur” yang ada pada manusia inilah, menjadikan Pertarungan dalam dirinya, di mana pertempuran ini akan selalu berlangsung sepanjang masa. Jika dalam pertarungan ini Ruh Tuhan menang, maka manusia akan manjadi manusia ideal. Namun apabila sebaliknya, maka manusia akan menjadi makhluk yang rendah derajatnya.

Indikasi dua kekuatan inilah yang menjadikan manusia menjadi makhluk bidimensional, makhluk yang mempunyai dua dimensi, berbeda dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, yang ada di atas bumi. Dengan bekal kehendak bebas yang telah dikaruniai oleh Tuhan kepada manusia, maka manusia akan menentukan pilihannya, apakah ia akan memilih pada kutub ke-Ilahian, yang menjadikannya mampu meraih cahaya Tuhan, mampu berakhlak seperti akhlak Tuhan, yang membuatnya manusia menjadi lebih tinggi derajatnya dibanding malaikat atau justru berpihak kepada kutub yang rendah, yakni “lumpur” yang akan membawa manusia kepada jurang kenistaan, lembah kegelapan, hidup yang tidak berarti, imobilitas, dan menjadikan lebih rendah dibanding binatang.


(4)

penyempurna, agama kontinuitas dari agama-agama sebelumnya. Menurut Ali Syari’ati dalam perkembangan sekarang ini banyak orang yang mengartikan agama sebagai tujuan, ini merupakan kekeliruan, padahal agama adalah sarana, atau jalan dalam rangka kita menuju cahaya Tuhan. Namun kebanyakan orang Islam yang stagnan menganggap dirinya sudah sampai pada tujuan, sehingga terlalu asyik dengan jalannya dan mengagungkannya semata.

Fenomena Adam merupakan kesiapan Allah untuk memberikan amanat-Nya, sebagai Khalifah Allah, sebagai pengganti hukum-hukum Allah di muka bumi. Adam ditugaskan untuk menyejahterakan makhluk-makhluk yang lain, agar dapat hidup harmonis, berkembang dan menjadikannya surga di bumi, berbeda dengan konsep mitos dalam tradisi Barat, di mana manusia merupakan simbol kekuatan anti-Tuhan.


(5)

Setelah penulis menganalisa beberapa gagasan yang dibangun oleh Syari’ati, yakni tentang tema-tema mitos penciptaan, aplikasinya dengan perkembangan modern sekarang ini, ada beberapa hal yang membuat penulis kiranya perlu merefleksi kembali secara filosofis, tentang makna dan fungsi mitos itu sendiri dalam kehidupan sekarang.

Pertama, memahami makna dan fungsi mitos itu secara universal, supaya kita tidak rancu dalam rangka memahami. Karena masyarakat modern sekarang ini, sebagaian besar menganggap bahwa mitos itu hanya khayalan belaka, pepesan kosong, dan tanpa ada landasannya, padahal sesuai dengan perkembangan zaman, makna mitos itu menjadi bergeser, sesuai dengan kebutuhan sekarang. Dan beberapa penulis, telah mendefinisikan makna dan fungsi mitos itu dari berbagai disiplin ilmu, dan pada akhirnya, menurut penulis mitos itu sendiri mempunyai kedalaman makna dan fungsi yang perlu digali lagi, sehingga diharapkan kita akan dapat menangkap makna halus dari simbolis –simbolis yang di telah bangun dari hikayat atau cerita tersebut.

Kedua, ketika manusia dengan segala permasalahannya yang ada di dunia, dengan fenomena-fenomenanya tidak mampu lagi di tangani, maka di sini mitos mempunyai peranan penting, untuk mengajak manusia lebih dalam lagi melihat sisi-sisi lain yang mempunyai peranan penting. Karena sejujurnya manusia hidup, tidak bisa lepas dari determinasi mitos.


(6)