menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam setiap proses guna membangun dialog tanpa memperhitungkan jenjang dan struktur masing- masing pihak.
3. Transparansi. Semua pihak harus dapat menumbuhkembangkan komunikasi dan
iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga menimbulkan dialog. 4.
Kesetaraan kewenangan Sharing PowerEqual Powership. Berbagai pihak yang terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk
menghindari terjadinya dominasi. 5.
Kesetaraan Tanggung Jawab Sharing Responsibility. Berbagai pihak mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya
kesetaraan kewenangan sharing power dan keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan dan langkah-langkah selanjutnya.
6. Pemberdayaan Empowerment. Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari
segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar
dan saling memberdayakan satu sama lain. 7.
Kerjasama. Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat untuk saling berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada,
khususnya yang berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia.
1.6.2.3. Bentuk – Bentuk Partisipasi
Partisipasi dapat dibagi dalam berbagai bentuk. Partisipasi menurut Effendi Siti Irene A.D., 2011:58 terbagi atas partisipasi vertikal dan partisipasi horizontal. Disebut partisipasi
vertikal karena terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan di mana masyarakat berada sebagai
status bawahan, pengikut atau klien. Adapun dalam partisipasi horizontal, masyarakat
Universitas Sumatera Utara
mempunyai prakarsa dimana setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya. Partisipasi semacam ini merupakan tanda permulaan
tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri. Menurut Cohen dan Uphoff 1977:94 ada empat bentuk partisipasi, yaitu:
1. Participation in decision making, merupakan partisipasi dalam proses pembuatan
kebijakan atau keputusan organisasi. Masyarakat diberikan kesempatan untuk memberikan masukan dan pendapat serta ikut menilai rencana yang sedang
disusun. 2.
Participation in implementation, adalah partisipasi yang mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan operasional dari kebijakan yang telah
diambil terdahulu. Partisipasi ini juga dalam hal mematuhi keputusan dan kebijakan yang telah ditetapkan.
3. Participation in benefits, adalah partisipasi masyarakat dalam menikmati dan
memanfaatkan hasil pembangunan yang telah diprogramkan. Masyarakat juga merasakan dampak dari keputusan dan kebijakan yang telah diambil.
4. Participation in evaluation, adalah partisipasi masyarakat dalam bentuk
keikutsertaan dalam menilai serta mengawasi kegiatan-kegiatan pembangunan. Demikian juga halnya dalam mengawasi pelaksanaan keputusan dan kebijakan
yang telah diambil. Selanjutnya mereka juga menambahkan bahwa ada sembilan tipe partisipasi yang
mungkin saja dapat terjadi dalam pembangunan daerah, yaitu: 5.
Partisipasi sukarela dengan inisiatif dari bawah. 6.
Partisipasi dengan imbalan, yang inisiatifnya dari bawah. 7.
Partisipasi desakan atau paksaan enforced, dengan inisiatif dari bawah. 8.
Partisipasi sukarela volunteered, dengan inisiatif dari atas.
Universitas Sumatera Utara
9. Partisipasi dengan imbalan rewarded, dengan inisiatif dari atas.
10. Partisipasi paksaan, dengan inisiatif dari atas.
11. Partisipasi sukarela, dengan inisiatif bersama through shared initiative
12. Partisipasi imbalan, dengan inisiatif bersama.
13. Partisipasi paksaan dengan inisiatif bersama dari atas dan juga bawah.
Kemudian Oakley 1991 mengertikan partisipasi ke dalam tiga bentuk, yaitu: 1.
Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari partisipasi dalam pembangunan di dunia ketiga adalam melihatnya sebagai suatu keterlibatan
secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat desa menetapkan sebelumnya program dan proyek pembangunan.
2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan yang
panjang diantara para praktisi dan teoritisi mengenai organisasi sebagai instrumen yang fundamental bagi partisipasi, namun dapat dikatakan bahwa perbedaan
organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat bentuk organisasional sebagai sarana bagi partisipasi, seperti organisasi-organisasi yang biasa dibentuk atau
organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya partisipasi. Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi masyarakat dapat melakukannya
melalui beberapa dimensi, yaitu: a.
Sumbangan pikiran ide atau gagasan b.
Sumbangan materi dana, barang, alat c.
Sumbangan tenaga bekerja atau memberi kerja d.
Memanfaatkan melaksanakan pelayanan pembangunan. 3.
Partisipasi sebagai pemberdayaan, partisipasi merupakan latihan pemberdayaan bagi masyarakat desa, meskipun sulit untuk didefinisikan, akan tetapi
Universitas Sumatera Utara
pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan masyarakat desa untuk memutuskan dan ikut terlibat dalam
pembangunan. Menurut Kokon Subrata Widi Astuti, 2008:13, bentuk partisipasi terdiri dari
beberapa hal yaitu: a.
Turut serta memberikan sumbangan finansial. b.
Turut serta memberikan sumbangan kekuatan fisik. c.
Turut serta memberikan sumbangan material. d.
Turut serta memberikan sumbangan moril dukungan, saran, anjuran, nasehat, petuah, amanat, dan lain sebagainya.
Di dalam suatu masyarakat yang sudah berkembang, maka tingkat partisipasi masyarakat tersebut boleh dikatakan cukup baik, tingkat ini tergantung dari kesadaran
masyarakat atas tanggung jawabnya terhadap pembangunan, rasa tanggung jawab dan kesadaran ini harus muncul apabila mereka dapat mensetujui suatu hal atau dapat menyerap
suatu nilai. Untuk itulah diperlukan adanya perubahan sikap mental kearah yang lebih baik yang dapat mendukung pembangunan. Tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi akan
memunculkan kemandirian masyarakat baik dalam bidang ekonomi, sosial, agama dan budaya, yang secara bertahap akan menimbulkan jati diri, harkat dan martabat masyarakat
tersebut secara maksimal. Menurut Tjokromidjojo dalam Safi’i, 2007:104 partisipasi masyarakat dalam
pembangunan dibagi atas tiga tahapan, yaitu: a.
Partisipasi atau keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah.
b. Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan
pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
c. Keterlibatan dalam memetik dan memanfaatkan pembangunan secara berkeadilan.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan bagian integral yang harus ditumbuhkembangkan, yang pada akhirnya akan menumbuhkan rasa memiliki sense of
belonging, rasa tanggung jawab sense of responbility dari masyarakat secara sadar, bergairah dan tanggung jawab Tjokromidjojo, 2002.
Menurut Taliziduha Ndraha ada beberapa wadah bagi terwujudnya partisipasi masyarakat, sebagai berikut:
1. Wadah partisipasi buah pikiran yang diberikan dalam rapat, rapat yang dimaksud
seperti rapat mingguan di desa, seminar, penataran-penataran. 2.
Wadah partisipasi tenaga.
Yang diberikan dalam perbaikan pembangunan agar partisipasi tenaga merupakan pendorong, perlu di usahakan penertiban, penjelasan-penjelasan tentang manfaat. Dari
partisipasi ini banyak hal yang didapat antara lain bangkitnya rasa berlomba, rasa tanggung jawab.
3. Wadah partisipasi benda.
Dikalangan masyarakat masih hidup kesediaan memberikan harta benda terhadap usaha yang dirasakan meringankan beban hidup mereka seperti perbaikan kondisi jalan,
sumbangan, ronda malam. 4.
Wadah partisipasi keterampilan.
Di desa banyak yang memiliki keterampilan, tetapi belakang ini mangalami skill drain, karena mereka telah mengalir ke kota.
Universitas Sumatera Utara
1.6.2.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi