Metodologi Penelitian Lemak Dan Minyak

sawit dan metanol dengan menggunakan katalis CaO yang terlebih dahulu diaktivasi. Dalam hal ini dilakukan variasi volume metanol, berat katalis, dan waktu refluks.

1.5. Manfaat Penelitian

Memberikan informasi mengenai perkembangan penelitian pada bidang oleokimia, dalam hal ini pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis CaO, dimana CaO yang digunakan terlebih dahulu dikalsinasi dan diaktifkan dengan metanol yang kemudian dilanjutkan dengan proses transesterifikasi minyak inti sawit, pada proses ini nantinya divariasikan pengaruh volume metanol, waktu refluks, dan berat katalis.

1.6. Lokasi penelitian

Kalsinasi katalis CaO dilakukan di laboratorium mekanik di Politeknik Medan, pembuatan metil ester asam lemak dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU Medan, analisis kandungan metil ester dengan GC dan perubahan gugus fungsi dengan spektrofotometer FT-IR dilakukan di salah satu laboratorium kimia perusahaan swasta di Dumai dan Medan.

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimen laboratorium, inti sawit diperoleh dari salah satu industri kelapa sawit di Medan, inti sawit tersebut dihaluskan , dilanjutkan dengan maserasi menggunakan pelarut n-heksana. Katalis CaO dihaluskan, dikalsinasi didalam tanur pada suhu 900 o C, kemudian diaktivasi dengan metanol, CaO aktif ini digunakan sebagai katalis pada proses transesterifikasi minyak inti sawit. Hasil reaksi disaring dengan dengan kertas saring Whatmann, pelarut yang berlebih diuapkan dengan alat rotarievaporator, disentrifugasi, didekantasi, kemudian ditimbang. Metil ester inti sawit yang diperoleh dianalisa dengan spektrofotometer FT-IR untuk menentukan perubahan gugus fungsi dan GC untuk menentukkan kandungan metil ester asam lemak. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Oleokimia

Oleokimia merupakan bahan kimia yang berasal dari minyaklemak alami, baik tumbuhan maupun hewani. Bidang keahlian teknologi oleokimia merupakan salah satu bidang keahlian yang mempunyai prospek yang baik dan penting dalam teknik kimia, pada saat ini dan pada waktu yang akan datang. Produk oleokimia diperkirakan akan semakin banyak berperan menggantikan produk-produk turunan minyak bumi petrokimia. Pada saat ini, permintaan akan produk oleokimia semakin meningkat. Hal ini dapat dimaklumi karena produk oleokimia mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan produk petrokimia, seperti harga, sumber yang dapat diperbaharui dan produk yang ramah lingkungan. Oleokimia didefinisikan sebagai pembuatan asam lemak dan gliserin serta turunannya baik yang berasal dari hasil pemecahan trigliserida yang dikandung minyak atau lemak alami maupun yang berasal dari produk petrokimia. Produk oleokimia dasar yang utama adalah asam lemak, ester asam lemak, alkohol asam lemak, amina asam lemak, serta gliserol yang merupakan produk samping yang juga tidak kalah pentingnya. Dari antara produk-produk oleokimia, asam lemak merupakan produk dari bahan oleokimia yang terpenting yang digunakan dalam berbagai jenis reaksi modifikasi kimia untuk menghasilkan berbagai produk alirnya yang berasal dari turunan asam lemak, turunannya dapat diaplikasikan industrial yang berbeda. Asam lemak banyak digunakan dalam pembuatan sabun, produk-produk karet, kosmetika, lilin, dan bahan baku untuk produksi turunan amina asam lemak. Disisi lain, aplikasi gliserol pada industri oleokimia juga sangat luas, yang digunakan pada produk kosmetika, farmasi, bahan peledak, serta monogliserida yang digunakan sebagai bahan pengemulsi. Hingga saat ini, umumnya sebagian produk oleokimia ini diaplikasikan sebagai surfaktan pada produk-produk kosmetika, toleteries, serta produk pencucipembersih, baik untuk kebutuhan rumah tangga, maupun industri seperti tekstil, plastik, pertambangan, dan pengolahan limbah cair pabrik. Tabel 2.1 menunjukkan bidang aplikasi minyak dan lemak pada industri kimia secara luas Elisabeth, 1999. Tabel 2.1. Tabel Bidang Aplikasi Minyak Dan Lemak Pada Industri Kimia. Asam Lemak dan turunannya Plastik, sabun, kosmetika, bahan pencuci pembersih, cat, tekstil, industri kulit dan kertas, karet, lubrikanpelumas. Metil ester asam lemak Kosmetik,bahan pembersihpencuci Gliserol Kosmetika, pasta gigi, farmasetikal, perekat, plastik, resin sintetik, peledak, tembakau Asam lemak dan turunannya Kondisioner, dan industri pabrik Biosida Aditif minyak mineral Minyak netral dan turunannya Sabun Minyak pengering Perekat, cat vernis Hasil olahan oleokimia dapat dibagi atas beberapa bahan dasar oleokimia dan turunannya yang dapat dilihat pada gambar 2.1. Dimana pada gambar ini dapat dilihat diagram alur proses oleokimia dari bahan baku menjadi oleokimia dan turunan oleokimia, dimana bahan oleokimia berasal dari bahan lemak dan minyak alami serta yang berasal dari bahan petrokimia, Gambar 2.1: Diagram Alur Proses Oleokimia Dari Bahan Dasar Minyak atau Lemak Menjadi Oleokimia Dan Turunan Oleokimia Richtler and Knault, 1984.

2.1.1. Asam Lemak

Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak, umumnya memiliki rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang. Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda Wilbraham, 1992. Asam-asam lemak mempunyai jumlah atom C genap dari C 4 hingga C 30 dan dalam bentuk bebas atau ester dengan gliserol. Asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan dalam bahan pangan adalah asam palmitat, yaitu 15 sampai 50 dari seluruh asam-asam lemak yang ada Ketaren, 2005.

2.1.2. Metil Ester Asam Lemak

Dalam beberapa waktu terakhir ini, pemanasan global , polusi, dan penipisan sumber bahan bakar fosil untuk dikonsumsi dengan jumlah yang besar sehingga energi biomasa diharapkan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut dan mendapat perhatian international, sebagai sumber bahan bakar yang dapat diperbaharui dan energi yang ramah lingkungan. Bahan bakar biodiesel, metil ester asam lemak MEAL, diproduksi dengan menggunakan reaksi transesterifikasi dari minyak nabati dan lemak hewani dengan menggunakan metanol yang mengikuti karakteristik dari metil ester asam lemak tersebut. Bahan bakar yang berasal dari nabati tidak mengandung komponen-komponen aromatik, dan gas buangnya dapat di daur ulang dan rendah kandungan SOx dan material-material lainnya yang terkandung didalam gas buang dari bahan bakar fosil Schuchardt et al., 1998. Biodiesel merupakan salah satu perintis teknologi bioenergi, dengan menggunakan minyak nabati yang pertama kali di usulkan oleh mesin berbahan bakar buatan Rudolf diesel, sekitar 100 tahun yang lalu. Ketika Diesel mempresentasikan mesin diesel, dia menggunakan minyak kacang tanah, karena tidak ada bahan bakar spesifik yang cocok dengan mesin sebelum munculnya bahan bakar fosil. Penemuan yang original dari Diesel yang menyatakan bahwa minyak nabati dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel, namun tingginya viskositas dari minyak tumbuhan sehingga pemanfaatannya tidak dapat diterima Shay, 1993. Modifikasi minyak nabati atau hewani salah satunya dapat dilakukan melalui reaksi transesterifikasi dengan alkohol rantai pendek menggunakan katalis menghasilkan ester mono alkil Mittelbach and Ramschmidt, 2004; Knothe et al., 2005. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa biodiesel dapat dipergunakan sebagai pengganti bahan bakar solar atau dapat juga digunakan secara bersamaan dengan mencampurkan biodiesel tersebut kedalam bahan bakar solar. Pencampuran dapat dilakukan mengingat biodiesel dan bahan bakar solar memiliki sifat fisik dan kimia yang hampir mirip Clark et al., 1984. Biodiesel dapat diperoleh dari berbagai macam metode seperti reaksi transesterifikasi, esterifikasi, mikroemulsi, pirolisis dan lainnya. Metode reaksi transesterifikasi merupakan metode yang paling sering digunakan dalam memperoleh biodiesel dimana dalam reaksi ini, lemak atau minyak direaksikan dengan alkohol rantai pendek menggunakan katalis. Reaksi transesterifikasi dapat dikatalisis baik oleh katalis homogen seperti NaOH, KOH, H 2 SO 4 , HCl dan lain sebagainya serta katalis heterogen seperti enzim, titanium silikat, resin penukar anion, CaO, MgO, ZnO dan lain sebagainya Pinto et al., 2005; Vasudevan and Briggs, 2008. Katalis alkali hidroksida terlarut dalam metanol diketahui dapat digunakan mengkatalisis reaksi transesterifikasi lebih cepat dibandingkan jenis katalis lainnya. Hanya dalam waktu 6 menit saja menggunakan 1 natrium hidroksida sebagai katalis pada suhu reaksi 60 C dapat diperoleh biodiesel dari minyak biji matahari sampai dengan 90 Freedman et al., 1984. Namun demikian, katalis homogen ini sensitif terhadap asam lemak bebas dan air yang terkandung dalam lemak atau minyak. Asam lemak bebas akan bereaksi dengan katalis alkali tersebut membentuk sabun apabila jumlahnya banyak. Adanya sabun mempengaruhi pemisahan gliserol dan dapat mengurangi produk biodiesel yang dihasilkan. Air yang terdapat dalam lemak atau minyak juga tidak boleh karena akan menyebabkan hidrolisis metil ester oleh adanya katalis asam atau basa Ma et al., 1998.

2.2. Lemak Dan Minyak

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol yang berarti triester dari gliserol Fessenden, 1989. Suatu lemak tertentu biasanya mengandung campuran dari trigliserida yang berbeda panjang dan derajat ketidakjenuhan asam-asam lemaknya Cheristie, 1982. Lemak dan minyak dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, sebagai berikut: 1. Bersumber dari hewani: a. Susu hewan peliharaan: Lemak susu b. Daging hewan peliharaan: lemak sapi dan turunan oleostearin, oleo oil dari oleostock, lemak babi, dan mutton tallow. c. Hasil laut: Minyak ikan sardin, menhaden dan sejenisnya, dan minyak ikan paus 2. Bersumber dari tanaman: a. Biji-bijian palawija: minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedele, Bunga matahari b. Kulit buah tanaman tahunan: kelapa, coklat, inti sawti, babassu, cohune, dan sejenisnya Hart, 1990 Perbedaan umum antara lemak nabati dengan hewani dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut: Tabel 2.2. Perbedaan Umum Antara Lemak Nabati Dengan Hewani Lemak hewani Lemak nabati Mengandung kolesterol Mengandung filtosterol Kadar asam lemak jenuh lebih kecil Kadar asam lemak jenuh lebih besar Mempunyai bilangan Reichert-meissl lebih besar Mempunyai bilangan polenske lebih besar Lemak yang lazim meliputi mentega, lemak hewan, dan bagian berlemak dari daging, sedangkan minyak terutama berasal dari tumbuh-tumbuhan termasuk jagung, biji kapas, zaitun, kacang, dan minyak kedelai Hart,1990. Lemak dan minyak dapat dibedakan dari titik lelehnya dimana pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair Wilbraham, 1992. Meskipun lemak berwujud padat dan minyak berwujud cair, keduanya memiliki struktur organik dasar yang sama Hart, 1990. Lemak dan minyak pada dasarnya tidak larut dalam air tetapi larut dalam beberapa pelarut organik seperti karbon tetraklorida, petroluem eter, dietil eter, n-heksan Lawson, 1985. Kelarutan minyak atau lemak dalam suatu pelarut ditentukan oleh sifat polaritas asam lemaknya. Asam lemak yang bersifat polar cenderung larut dalam pelarut polar, sedangkan asam lemak non polar larut dalam pelarut non polar. Sifat dan daya kelarutan ini digunakan sebagai dasar pada praktek pengujian-pengujian analitis dan ekstraksi minyak dengan pelarut. Sifat minyak dan lemak yang larut dalam pelarut tertentu digunakan dalam pengolahan minyak secara komersial melalui ekstraksi pelarut. Daya kelarutan asam lemak biasanya lebih tinggi dari komponen trigliseridanya, dan dapat larut dalam pelarut organik yang bersifat polar dan non polar. Semakin panjang rantai atom karbon maka minyak dan lemak tersebut akan bersifat non polar, sehingga semakin sukar larut dalam pelarut polar dan sebaliknya. Minyak atau lemak yang tidak jenuh lebih mudah larut dalam pelarut organik daripada asam lemak jenuh dengan panjang rantai atom karbon yang sama. Minyak atau lemak yang asam lemak dengan derajat ketidakjenuhannya tinggi akan lebih mudah larut daripada asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan rendah. Salah satu dari beberapa tanaman golongan nabati yang menghasilkan minyak adalah dari bahan kepala sawit, minyak dihasilkan berasal dari inti kelapa sawit yang dinamakan miyak inti sawit Palm Kernel Oil Ketaren, 2005.

2.3. Inti Sawit