Busana Muslimah Analisis Ajang
81
melainkan busana yang menyeimbangkan antara pakaian keindahan dan pakaian takwa.
Penekanan fungsi pakaian sebagai pakaian takwa sering membuat pemakai pakaian mengabaikan unsur keindahan dalam berpakaian. Juga sebaliknya
mengutamakan unsur keindahan pada pakaian sering membuat pemakainya lalai akan unsur ketakwaan. Padahal apabila unsur takwa dan keindahan berjalan berdampingan
akan menjadi busana yang sempurna. Seperti kriteria busana Muslimah yang sudah ditentukan oleh Syariat yang di dalamnya terkandung takwa dan indah. Adapun
kriterianya sebagai berikut; 1.
Menutup Aurat. 2.
Busana tidak berlebihan dan cenderung menonjolkan kesombongan. 3.
Busana tidak tipis. 4.
Busana longgar. 5.
Berbeda dengan pakaian khas agama lain. 6.
Busana tidak menyerupai pakaian pria. 7.
Busana tidak merupakan bentuk perhiasan kecantikan yang menampakan aurat. 8.
Tidak disemprotkan parfum. Jika berbicara mengenai busana wanita muslimah maka tidak terlepas dari
jilbab yang menjadi satu dari bagian busana. Berdasarkan pengertian jilbab yang telah ditafsirkan oleh para ulama sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan
sebelumnya menurut pakar tafsir al- Biqa‟i bahwa yang dinamakan jilbab bisa jadi
82
adalah sebuah baju longgar atau kerudung penutup kepala atau pakaian yang menutupi baju dan kerudung yang dipakainya, atau semua pakaian yang menutupi
badan wanita. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Siti Saudah isteri Rasulullah keluar
rumah untuk sesuatu keperluan setelah diturunkannya ayat hijab. Ia adalah seorang tinggi besar sehingga mudah dikenala orang. Pada waktu itu Umar melihatnya dan ia
berkata: “Hai Saudah. Demi Allah, bagaimana pun kami akan dapat mengenalmu. Karenanya cobalah pikir mengapa engkau keluar?”. Dengan tergesah-gesah ia pulang
dan di saat itu Rasulullah berada di rumah Aisyah sedang memegang tulang waktu makan. Ketika masuk ia berkata: “Ya Rasulullah, aku keluar untuk suatu keperluan
dan „Umar menegurku karena masih mengenalku”. Karena peristiwa itulah turun ayat ini S. 33:59 kepada Rasulullah SAW. di saat tulang itu masih berada di
tangannya. Maka bersabdalah Rasulullah: “Sesungguhnya Allah telah mengizinkan kau keluar untuk suatu keperluan”. diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber
dari „Aisyah. Dan dalam riwayat yang lainnya dikemukakan bahwa ister-isteri Rasulullah
pernah keluar malam untuk qadla hajat buang air. Pada waktu itu kaum munafiqin mengganggu mereka dan menyakiti. Hal ini diadukan kepada Rasululluah SAW.,
sehingga Rasul menegur kaum munafiqin. Mereka menjawab: “kami hanya
mengganggu hamba sahaya”. Turunnya ayat ini S.33:59 sebagai perintah untuk berpakaian tertutup agar berbeda dari hamba sahaya. diriwayatkan oleh Ibnu
Sa‟d di
83
dalam at- Thabaqat yang bersumber dari Abi Malik. Diriwayatkan pula oleh Ibu Sa‟d
yang bersumber dari Hasan dan Muhammad bin Ka‟b al-Quradli.
1
Dari makna yang terkandung dalam surat Al-Ahzab 59 atas perintah mengulurkan jilbab adalah ke seluruh tubuh. Jilbab menurut al-
Biqa‟i adalah penutup kepala atau yang dikenal khimar dalam surat An-Nur ayat 31 maka kewajiban
menutupinya adalah wajah dan leher. Kalau yang dimaksud baju maka ia adalah yang menutupi tangan dan kakinya. Kalau maknanya pakaian yang menutupi baju maka
kewajiban mengulurkannya adalah menjadikan baju tersebut longgar sehingga tidak membentuk lekukan tubuh wanita.
Berkaitan dengan surat An-Nur ayat 31 atas perintah mengulurkan khimar atau kerudung hingga ke dada dan melihat fungsi dari jilbab itu sendiri yang terkandung
dalam asbabun nuzul surat Al-Ahzab 59 adalah sebagai identitas atau pembeda antara wanita merdeka dengan budak dan wanita Muslimah dengan non Muslimah. Bahwa
apabila sesuatu yang menjadikan adanya kewajiban untuk ditutupi yaitu bagian dada wanita agar tidak tampak membentuk karena sudah tertutupi oleh baju yang longgar
atau adapun selendang yang menghiasi sehingga tidak terlihat atau tidak nampak apa yang diwajibkan untuk ditutup. Maka gugurlah kewajiban mengulurkan kerudung
hingga dada atau boleh menggunakan kerudung hingga leher selama bagian dada sudah tertutupi sempurna oleh yang lainnya.
1
Qamaruddin Shaleh, dkk, Asbabun Nuzul Latar Belakang Turunnya Ayat-Ayat Al- Qur‟an
Bandung: CV. Diponegoro, 1992 h. 408-409.
84