Ajang Miss World Muslimah Dalam Persepektif Hukum Islam

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)

Oleh :

Nabiilah Hassa NIM: 1110043100013

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM

KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

2014 M/1436 H


(2)

(3)

(4)

iii

Dengan ini saya menyatakan bahwa;

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persayaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta 29 Desember 2014M

11 Shafar 1436 H


(5)

iv

Nabiilah Hassa, NIM: 1110043100013, Ajang Miss World Muslimah dalam

Perspektif Hukum Islam, program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum,

Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fiqih, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2014 M.

Skripsi ini merupakan upaya untuk memaparkan tentang hukum dari penyelenggaraan ajang Annual Award World Muslimah atau yang dikenal dengan

Miss World Muslimah sebagai sebuah ajang penghargaan bagi Muslimah muda

berprestasi serta menjadi figure solehah, smart dan stylish dan cahaya inspirasi bagi

Muslimah lainnya untuk dapat menyeimbangkan kehidupan modernitas yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah bukan sebagai sebuah kontes kecantikan yang diadopsi dari ajang Miss World ataupun Miss Universe.

Tujuan dari penelitian ini adalah agar masyarakat memahami mengenai hukum dari penyelenggaraan Annual Award World Muslimah. Selain itu juga untuk

mengetahui klasifikasi tabarruj serta hukum tabarruj yang terdapat di dalamnya.

Juga untuk mengetahui busana Muslimah yang dikenakan dari sisi Syariah.

Tinjauan yang didapatkan dalam penulisan skripsi ini berasal dari kitab-kitab Fiqih klasik maupun kontemporer, web World Muslimah Foundation, Video final

Miss World Muslimah 2013 serta wawancara MUI.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan menggunakan jenis penelitian analisis komperatif yakni metode analisis dengan perbandingan antara Al-Qur’an, Hadis, serta penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengambil

referensi pustaka dan dokumen yang relevan dengan masalah ini.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dalam penulisan skripsi ini ialah

bahwa Annual Award World Muslimah berbeda dengan kontes kecantikan seperti

Miss Universe maupun Miss World. Kontroversi yang terjadi di kalangan masyarakat

disebabkan oleh perbedaan sudut pandang dalam menghukumi ajang tersebut serta kurangnya pengetahuan mengenai jati diri dari Annual Award World Muslimah.

Pembimbing : Mu’min Rouf, M. Ag.

Ummu Hanah Yusuf Saumin, MA. Daftar Pustaka : Tahun 1984 s.d. Tahun 2014


(6)

v

ِمۡسِب

ِهَّل

ِنَمۡحَّل

ميِحَّل

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tiada hentinya dipanjatkan kepada sang Penguasa Allah SWT, yang telah memberikan nikmat dan petunjukNya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Berkat rahmat dan hidayah dari Allah SWT, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul AJANG MISS WORLD MUSLIMAH

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti dan bagi yang membacanya.

Selama penulisan skripsi ini peneliti banyak kesulitan dan hambatan untuk mencapai data dan refrensi. Namun berkat kesungguhan hati dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga segala kesulitan itu dapat teratasi. Untuk itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak JM. Muslimin, MA, Ph.D. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Khamami Zada, MA. Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum dan Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA sebagai Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum.


(7)

vi

skripsi yang telah banyak memberi arahan, saran serta petunjuk dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada peneliti semasa kuliah, khususnya kepada Dr. H. Taufiki, M. Ag dan Fahmi Ahmadi, S. Ag yang selalu memberikan suport dan dorongan di awal penulisan skripsi, semoga amal kebaikannya mendapatkan balasan dari Allah SWT.

5. Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Utama dan staf karyawan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas pelayanan yang baik dikala peneliti mengumpulkan data dan materi skripsi.

6. Kepada keluarga tercinta terutama kepada ayahanda dan ibunda tercinta (H. Agus Salim dan Karyati) yang tiada pernah berhenti untuk selalu berdoa serta memberi nasihat dan motivasi kepada peneliti sehingga skripsi ini selesai.

7. Sahabat dan rekan mahasiswa PMH (Perbandingan Mazhab Hukum) angkatan 2010, yang selalu memberikan semangat, dukungan, saran dan masukan kepada peneliti. Terima kasih teman-teman, dengan kebersamaan kita selama ini dalam suka dan duka. Bagi penulis itu adalah pengalaman berharga yang takkan pernah terlupakan.

8. Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini yang peneliti tidak bisa sebutkan satu persatu. Semoga Allah Swt membalas kebaikan yang telah diberikan dengan balasan yang berlipat ganda.


(8)

vii

bagi peneliti dan bagi para pembaca pada umumnya. Semoga Allah Senantiasa meridhoi setiap langkah kita. Amin

Jakarta 29 Desember 2014 M

11 Shafar1436 H


(9)

viii

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

LEMBAR PERNYATAAN ...iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR...v

DAFTAR ISI...viii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan PerumusanMasalah ... 3

C. Tujuandan ManfaatPenelitian ... 4

D. MetodePenelitian ... 5

E. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II: KAJIAN TEORITIS A. Busana (Pakaian) Muslimah ... .8

1. Pengertian (Pakaian) Muslimah ... .8

2. Fungsi dan Manfaat Busana (Pakaian) ... 10

3. Hukum Berbusana ... 14

4. Kriteria Busana Muslimah ... 15

B. Jilbab, Khimar dan Hijab... 18

1. Jilbab ... 18

2. Khimar ... 22

3. Hijab ... 23

C. Aurat ... 25

1. Pengertian Aurat ... 25

2. Batasan Aurat Wanita ... 31


(10)

ix

4. Pengertian Tabarruj ... 37

5. Tabarruj (Mempercantik Diri) dalam Pandangan Hukum Islam ... 46

BABIII : WORLD MUSLIMAH FOUNDATION A. Background... ... 50

1. Latar Belakang ... 50

2. Partisipasi Wanita ... 51

3. Orientasi ... 52

B. Identifikasi ... ... 53

1. Tujuan ... 53

2. Visi dan Misi ... 54

3. Etika ... 54

C. Program World Muslimah Foundation ... 55

1. Women Appreciation (World Muslimah Award)... 55

2. Women Empowerment (HOME C.A.S.E.) ... 58

3. Education (MIRACLE) ... 59

4. Environment (Masjidku Rumahku) ... 60

D. Mekanisme Final 3rd Anual Award World Muslimah ... ... 61

1. Pra Acara ... 61

2. Opening ... 61

3. Substansi Acara ... 63

4. Epilog Acara... 74

E. Struktur Organisasi ... 77

BAB IV : ANALISIS ANNUAL AWARD WORLD MUSLIMAH A. Busana Muslimah. ... 79

B. Tabarruj... 84

C. Hukum Penyelenggaraan Annual Award World Muslimah ... 88


(11)

x

B. Saran-saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105 LAMPIRAN ... 111


(12)

1 A. Latar Belakang Masalah

Agama merupakan suatu cara manusia menemukan makna hidup dan dunia yang menjadi lingkungannya. Tapi hidup dan lingkungan abad modern ini untuk kebanyakan orang termasuk para pemeluk agama sendiri semakin sulit diterangkan maknanya. Kesulitan itu terutama ditimbulkan oleh masalah-masalah yang muncul akibat dinamika ilmu pengetahuan dan teknologi. Ciri-ciri utama abad modern yang secara tak terbendung mengubah bentuk dan jaringan masyarakat serta lembaga-lembaganya. Pada abad modern, norma berubah dengan cepat, demikian pula cara hidup. Dengan akibat timbulnya perubahan zaman yang memisahkan manusia semakin jauh dari kepastian moral dan etis tradisional merupakan tantangan yang dihadapi oleh agama-agama diabad modern.1

Perkembangan zaman yang semakin maju menjadi sebuah tantangan hebat serta kompleksitas hidup bagi umat Islam dunia. Belum lagi dengan adanya banyak pengadopsian Budaya Barat yang dinilai sesuai dengan Syariat Islam. Belakangan ini

pemakaian kata “Syar’i maupun Syariat” begitu familiar dalam aktifitas kehidupan

sehari-hari (formal dan non-formal) sehingga tidak menutup kemungkinan penggunaan kata tersebut hanya sebagai kedok yang digunakan untuk memperdaya umat Islam. Berkaitan dengan permasalahan tersebut belum lama muncul sebuah

1Nurcholis Madjid, “Islam Kemodernan dan Keindonesiaan”, cet I, (Bandung: Mizan, 1987),


(13)

ajang fenomenal (Miss World Muslimah) yang menarik perhatian sejumlah kalangan

aktifis Muslim sehingga menimbulkan kontroversial di kalangan masyarakat.

“Eka Triyatna Shanti, Founder dan CEO World Muslimah Foundation

mengaku, ajang ini dibentuk sebagai bentuk apresiasi terhadap wanita. Bahkan dengan ajang tersebut Eka berharap bisa mencetak generasi muslimah yang mampu berprestasi di masyarakat.”2

Penyelenggaraan Annual Award World Muslimah juga telah memberikan kesan

sebagai kontes kecantikan yang mempropagandakan wanita baik dari segi fisik, busana dan tabarruj. Sehingga keabsahan busana Muslimah serta gerak-gerik setiap

wanita yang terjun ke dunia karir kian hari kian populer selalu dipersoalkan dan diperdebatkan.

Sebagai bentuk apresiasi terhadap nilai-nila kehidupan Islami dan ledakan permintaan akan budaya Muslim, kini tak jarang dijumpai wanita-wanita berhijab di berbagai aktifitas. Muncul kesimpulan bahwa berhijab bukanlah suatu halangan untuk terjun ke segala profesi. Hingga terbentuklah komunitas-komunitas yang mencoba memberikan wadah bagi kaum Muslimah untuk dapat berkreasi dengan tetap berbusana Syar’i. Salah satunya seperti sebuah ajang yang belum lama ini

terselenggara dalam kanca Internasional “Miss World Muslimah 2013”.

Jika dilihat secara sekilas dari segi visi dan misi yang dibawakan Annual

Award World Muslimah atau yang dikenal sebagai Miss World Muslimah bukan

2 Ali H,

World Muslimah Bukti Kesetaraan Wanita Muslimah, artikel diakses pada tanggal 22


(14)

mencerminkan kontes kecantikan layaknya Miss World, Miss Universe dan kontes

kecantikan serupa pada umumnya. Namun, sehubungan dengan penyelenggaraan

Annual Award World Muslimah yang bertepatan pada saat resistensi umat Islam

terhadap penyelenggaraan Miss World di Indonesia sehingga timbul berbagai

kecaman menarik yang membutuhkan kajian lebih mendalam pada ajang tersebut. Baik dari segi penampilan (busana), tabarruj sampai penyelenggaraan. Benarkah

Annua Award World Muslimah adalah ajang kontes kecantikan sebagaimana yang

telah digemborkan oleh media Atau merupakan sebuah ajang Tasyabuh yang telah

membungkus suatu kebathilan dengan sesuatu yang haq. Untuk itu peneliti termotivasi mengkaji permasalahan yang timbul dalam skripsi yang berjudul

“AJANG MISS WORLD MUSLIMAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM

ISLAM”

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1.Pembatasan Masalah

Peneliti membatasi masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini seputar busana Muslimah pada ajang Miss World Muslimah, hukum tabarruj dan hukum pergelaran

Miss World Muslimah. Adapun hukum Islam yang dimaksud disini Fiqih Wanita.

2.Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, mengenai eksistensi wanita Muslimah yang mengikuti ajang Miss World Muslimah adalah sebagai berikut:

a)Apakah busana Muslimah yang dikenakan pada kontes Miss World Muslimah


(15)

b)Bagaimana menyikapi tabarruj pada ajang Miss World Muslimah?

c)Apa hukum dari ajang Miss World Muslimah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penulis dalam penelitian ini adalah:

1.Untuk mengetahui keabsahan busana Muslimah yang dikenakan pada ajang Miss

World Muslimah?

2.Untuk mengetahui hukum tabarruj pada ajang Miss World Muslimah?

3.Untuk mengetahui hukum dari ajang Miss World Muslimah?

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1.Bagi Program Studi PMH/Fakultas Syariah dan Hukum

Memberikan sumbangan Karya Ilmiah dan menambah literature perpustakaan atas tinjauan hukum Islam terhadap ajang Miss World Muslimah.

2.Bagi Masyarakat Umum

Untuk menambah pengetahuan dan informasi kepada masyarakat luas akan hukum penyelenggaraan Miss World Muslimah.

3.Bagi penulis

Untuk menambah khazanah keilmuan bagi penulis serta pembentukan pola berfikir kritis untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah.


(16)

D. Metode Penelitian 1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan (field

reseach). Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data yang diperlukan.

Adapun metode yang dipakai adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kulaitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskiptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.3

2.Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah deskriptif-analisis yang berusaha memberikan pemecahan masalah dengan cara mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasikan, menganalisa, mengevaluasi, dan menginterpretasikan.

3.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber yaitu:

a)Sumber Primer, yaitu berupa kitab fiqih, dokumen-dokumen, buku-buku yang menyangkut materi kajian Mis World Muslimah.

b)Sumber Sekunder, yaitu memberikan penjelasan dan menguatkan data primer yang menyangkup karya tulis berupa, koran, majalah, jurnal, wawancara maupun data dari internet (website) dan video.

3 Lexy J. Moleong,

Metodologi Penelitian Kualitatif, , cet. X (Bandung: Remaja


(17)

4.Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012”

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal skripsi, bagian isi skripsi, dan bagian akhir skripsi yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terbagi dalam berbagai uraian sub-sub bab. Sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut: Bagian awal skripsi terdiri dari halaman judul, persetujuan pembimbing, lembar pengesahan penguji, lembar pernyataan, abstrak, kata pengantar, dafta isi. Bagian isi skripsi terdiri dari:

Bab I: Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan.

Bab II: Kajian Teoritis

Dalam bab ini diuraikan tentang teori-teori yang di gunakan sebagai dasar pembahasan selanjutnya yaitu busana muslimah yang meliputi sub bab pengertian busana, fungsi dan manfaat busana, hukum berbusana, kriteria busana muslimah. Pembahasan selanjutnya jilbab, khimar dan hijab. Aurat yang meliputi sub bab, pengertian aurat, batasan aurat wanita, hukum menutup aurat dan memakai busana muslimah. Diakhiri dengan


(18)

pembahasan tabarruj yang meliputi sub bab, pengertian tabarruj, tabarruj

dalam pandangan hukum Islam. Bab III: Profil World Muslimah Foundation

Dalam bab ini diuraikan tentang background world Muslimah Foundation

yang meliputi sub bab, latar belakang, partisipasi wanita dan orientasi. Identifikasi yang meliputi sub bab tujuan, visi dan misi, serta etika. Program world muslimah foundation meliputi sub bab, women

appreciation, women empowerment, education, environment. Mekanisme

final world muslimah award meliputi sub bab, pra acara, opening,

introduction, katagori juri, babak penyisihan, struktur organisasi.

Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari tiga pembahasan. Analisis busana, analisis tabarruj dan analisis

penyelenggaraan. Bab V: Penutup


(19)

8

KAJIAN TEORITIS

A

.

Busana (Pakaian) Muslimah 1. Pengertian Busana (Pakaian)

Busana Muslimah adalah bahasa populer di Indonesia untuk menyebut pakaian wanita Muslimah. Secara bahasa, menurut W. J. S. Poerwadarminta, busana ialah pakaian yang indah-indah, perhiasan.1 Sedangkan makna Muslimah secara bahasa adalah seorang wanita yang memeluk agama Islam.2 Menurut Ibnu Manzhur, ialah wanita yang beragama Islam, wanita yang patuh dan tunduk, wanita yang menyelamatkan dirinya atau orang lain dari bahaya.3

Berdasarkan makna-makna tersebut, maka busana Muslimah dapat diartikan sebagai pakaian wanita Islam yang dapat menutup aurat yang diwajibkan agama untuk menutupnya guna kemaslahatan dan kebaikan wanita itu sendiri serta masyarakat di mana ia berada.4

Pada dasarnya hukum asal dari semua jenis pakaian adalah mubah kecuali yang diharamkan oleh Allah SWT dan dilarang untuk dikenakan. Syariat Islam hanya

1 W. J. S. Poerwadarminta “Kamus Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), h. 172. 2 Ahmad Warson Munawir “AlMunawwir Kamus Arab

-Indonesia”, (t.t., t.p., t.th.,), h. 701. 3 Ibn Manzhur “Lisan Al

-Arab” (Al-Qahirah: Dar Al-Ma’arif, t, th.,), h. 2080.

4 Huzaemah T. Yanggo “Fiqih Perempuan Kontemporer” (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2001),


(20)

memberikan penjelasan akan ketentuan atau kriteria busana sehingga umat Islam bebas berbusana sesuai dengan kehendak hatinya selama tidak keluar dari koridor yang sudah ditentukan Syari'at.

Mode busana selalu mengikuti perkembangan objektif suatu masyarakat. Kondisi geografis5, topografi6, klimatologi7, agama, budaya, strata sosial, dan lain sebagainya ikut serta menentukan mode, corak, bahan, motif dan ketentuan penggunaan mode busana, sebagaimana dapat dilihat keadaan dan momen-momen tertentu juga bisa berpengaruh terhadap model busana.

Agama tidak memperkenalkan pakaian-pakaian khusus, baik dalam beribadah maupun dalam aktivitas berkehidupan. Pakaian adalah produk budaya, sekaligus tuntutan agama dan moral. Dari sini lahir apa yang dinamaikan pakaian tradisional, daerah dan nasional, juga pakaian resmi untuk perayaan tertentu, dan pakaian tertentu untuk profesi tertentu, serta pakaian untuk beribadah. Namun, sebagian dari tuntutan agama pun lahir dari budaya masyarakat, karena agama sangat mempertimbangkan kondisi masyarakat sehingga menjadikan adat istiadat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilainya sebagai salah satu pertimbangan hukum. Tidak mustahil bahwa bentuk pakaian yang ditetapkan atau dianjurkan oleh suatu agama justru lahir dari

5 Letak geografis adalah letak suatu daerah dilihat dari kenyataannya di bumi atau posisi daerah

itu pada bola bumi dibandingkan dengan posisi daerah lainnya.

6Topografi secara ilmiah artinya adalah studi tentang permukaan bumi dan objek lain sepertri

planet, satelit alami (bulan dan sebagainya), dan asteroid. Dalam pengertian yang lebih luas, topografi tidak hanya mengenai bentuk permukaan saja, tetapi juga vegetasi dan pengaruh manusia terhadap lingkungan, dan bahkan kebudayaan lokal (Ilmu Pengetahuan Sosial).

7 Klimatologi adalah studi mengenai iklim, secara ilmiah diartikan sebagai kondisi cuaca yang


(21)

budaya yang berkembang ketika itu. Namun, moral, cita rasa keindahan, dan sejarah bangsa, ikut serta menciptakan bentuk pakaian dan warna warni favorit.

Rasulullah SAW mencontohkan dengan mengenakan jenis pakaian yang biasa dikenakan oleh kaumnya dan tidak tampil beda dengan pakaian tertentu. Karena semua jenis pakaian adalah halal untuk dikenakan selama jenis pakaian itu bukan pakaian resmi agama tertentu dan bukan sutera bagi laki-laki. Oleh karena itu, Rasulullah SAW mengenakan pakaian yang biasa dikenakan oleh orang-orang musyrik pada umumnya hingga apabila Rasulullah bersanding dengan pamannya Abu Lahab orang-orang tidak akan membedakan mereka dari jenis pakaian yang dikenakan karena jenisnya sama. Seorang Muslim tidak disyariatkan berbusana dengan busana yang ekslusif. Tetapi mereka diperintahkan untuk berbusana dengan jenis yang sama seperti busana orang-orang secara umum.8

2.Fungsi dan Manfaat Busana (Pakaian)

Fungsi pakaian disebutkan secara tegas dalam sekian banyak ayat al-Qur’an.

a)QS. al-A’raf [7]: 26 yang menyatakan:















Artinya:

8 Farhad Salim Bahammam,

Fikih Modern Praktis, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, T,


(22)

“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk

menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan

Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.”

Ayat ini menunjukan persoalan pakaian dan penutup tubuh yang fungsinya sangat penting dalam pristiwa Adam AS. Allah SWT berfirman, „Hai anak Adam! Sesungguhnya kami telah menurunkan kepada kalian pakaian untuk menutupi aurat

kalian...”, kegunaan pakaian yang Allah berikan bukan hanya untuk menutupi tubuh

dan bagian-bagian tertentu (aurat), tapi juga sebagai perhiasan. Pakaian bisa merupakan bagian keindahan dan perhiasan tersendiri yang akan membuat kemegahan pada seseorang sehingga tampak lebih indah ketimbang apa yang sebenarnya.

“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian

untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan”. Ungkapan merujuk

kepada manfaat dari pakaian luar manusia. Al-Qur’an menunjukan pula pentingnya

pakaian spiritual. Pembahasan mengenai pakaian ini menggabungkan dua aspek penting yang akan membangun kepribadian manusia secara berurutan. Al-Qur’an

menyatakan pakaian taqwa adalah lebih baik dari pada pakaian yang dikenakan di luar.

Persamaan antara ketakwaan dan keshalehan dengan „pakaian’ ialah benar -benar persamaan ungkapan yang sangat jelas dan penuh makna. Pakaian merupakan pelindung tubuh dari panas, dingin dan sebagai pelindung dari berbagai marabahaya.


(23)

Pakaian menutupi cacat tubuh dan sebagai perhiasan seseorang. Makna ketakwaan dan keshalehan bagi seseorang selain bisa menutupi keburukan dosa dan melindungi diri dari berbagai bahaya pribadi dan sosial yang mengancamnya, juga bisa menjadi perhiasan megah bagi akhlak dan prilakunya.9

b)QS. an-Nahl [16]: 81 yang menyatakan:























Artinya :

“Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia

ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah

menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).”

Berkenaan dengan pakaian, nama sarabil memiliki makna „baju’ yang

merupakan jenis pakaian yang biasa dikenakan kaum wanita, laki-laki dan anak-anak, maupun orang dewasa dari semua lapisan masyarakat untuk segala situasi dan kondisi, dan dimaksudkan untuk menutupi sekujur tubuh. Di sini hanya

menyebutkan „perlindungan’ dari panas sementara kebanyakan pakaian digunakan

untuk melindungi tubuh dari hawa dingin. Alasannya apa saja yang melindungi

9 Allamah Kamal Faqih dan tim Ulama Tafsir Nurul Qur‟an, Jilid V(Jakarta : Al Huda, 2004),


(24)

manusia dari hawa panas, juga akan melindunginya dari hawa dingin. Dan

pakaian yang melindungi kamu dari kesengsaraanmu (yang lain). Penggalan ayat

ini merujuk pada makna „baju besi’ untuk melindungi diri dari terjangan peluru, serta tusukan pedang dan panah.10

Ayat ini mengisyaratkan fungsi pakaian untuk memelihara wanita dari sengatan panas dan dingin serta membentengi manusia dari hal-hal yang dapat mengganggu ketentramannya.

c) QS. al-Ahdzab [33]: 59 yang menyatakan:















Artinya :

“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan

isteri-isteri orang mukmin: „Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka‟. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu

mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Ayat ini berbicara tentang fungsi pakaian sebagai pembeda antara sesorang dengan selainnya dalam sifat atau profesinya. Agama Islam menghendaki para pemeluknya agar berpakaian sesuai dengan fungsi-fungsi tersebut atau paling sedikit fungsinya yang terpenting yaitu menutup aurat. Karena penampakan aurat dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang menampakan dan yang melihatnya.


(25)

Adapun manfaat dari upaya berpakaian rapih dan menutup aurat (Busana Muslimah) mengisyaratkan bahwa berpakaian rapih sebagaimana dikehendaki oleh agama dapat memberi rasa tenang dalam jiwa pemakainya.11

3. Hukum Berbusana

Menurut Sayyid Sabiq di dalam kitabnya Fiqih Sunnah, ada tiga hukum yang

dikatagorikan dalam busana yaitu; Wajib, Mubah (Sunnah) dan Haram.

a)Busana yang di wajibkan

Busana yang dikatagorikan wajib ialah busana yang menutupi aurat, melindungi tubuh dari hawa panas dan dingin serta melindungi diri dari kemudhorotan.

b)Busana yang di sunnahkan (dianjurkan)

Busana yang disunnahkan dalam Islam ialah busana yang di dalamnya terdapat keindahan dan perhiasan.

c)Busana yang di haramkan

Busana yang diharamkan ialah busana yang terbuat dari sutera dan emas bagi laki-laki. Pakaian laki-laki yang menyerupai pakaian wanita dan pakaian wanita yang menyerupai pakaian laki-laki. Busana kemegahan, pakaian yang menipu dan semua pakaian yang memiliki unsur berlebihan.12

Sedangkan hukum berbusana bagi laki-laki dan perempuan adalah; a)Hukum berbusana bagi laki-laki Muslim

11 M. Quraish Shihab, “Jilbab Pakaian Wanita

Muslimah, h. 49.

12 As-Sayyidu Sabiq “ Fiqih Sunnah” (T.t., Daar Tsaqofati Al-Islamiyah, t. Th.,), Juz III, h.


(26)

1.Menutup aurat

2.Tidak terbuat dari emas atau sutera 3.Tidak menyerupai pakaian wanita

4.Bukan merupakan pakaian kebesaran suatu agama b)Hukum berbusana bagi wanita Muslimah

1.Menutup aurat

2.Menetapkan jenis dan model yang ditetapkan Syariat (memakai jilbab) 3.Tidak tembus pandang

4.Tidak menunjukan bentuk dan lekuk tubuh 5.Tidak tabarruj

6.Tidak menyerupai pakaian laki-laki

7.Bukan merupakan pakaian kebesaran suatu agama 4.Kriteria Busana Muslimah

Islam sebagai suatu agama yang sesuai untuk setiap masa dan dapat berkembang di setiap tempat memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada kaum wanita untuk merancang mode pakaian yang sesuai dengan selera masing-masing selama tidak keluar dari keriteria yang sudah ditentukan Syariat. Keriteria tersebut antara lain;


(27)

b.Busana tidak berlebihan dan cenderung menonjolkan kesombongan. 13 Juga tidak merupakan bagaian untuk dibanggakan atau busana yang menyolok mata, karena Rasullullah SAW bersabda,

14

Barang siapa yang memakai busana kesombongan (kemegahan) maka Allah akan

memalingkan dia dari-Nya.”

Imam Syaukani dalam bukunya “Nail al-Authar” mengutip Imam Ibnu Atsir

berkata, “Yang dimaksud dengan busana yang menyolok mata (dibanggakan) ialah

dalam bentuk penampilan pakaian yang aneh-aneh di tengah orang banyak, karena memiliki warna yang menyolok dan lain dari pada yang lain sehingga dapat merangsang perhatian orang untuk memperhatikannya yang dapat menimbulkan rasa congkak, ketakjuban dan kebanggaan terhadap diri sendiri secara berlebih-lebihan.15

c.Busana tidak tipis agar kulit pemakainya tidak tampak dari luar. 16

d.Busana agar longar dan tidak terlalu sempit (ketat), agar tidak menampakkan bentuk tubuh.

e.Berbeda dengan pakaian khas pemeluk agama lain. 17 f. Busana tidak menyerupai pakaian pria.18

13„Abd al-Qádir Manshúr “Buku Pintar Fiqih Wanita” (Jakarta : Dár al-Nashr, 2005), h.

261-263.

14 Syaikh Abil „Abaas Syihaabuddin Ahmad Ibnu Abi Bakrin “

Zawaaidu Ibnu Maajah

(Libanon-Bairut: Daarul Kutubi Al- „Aamaliyati, t.th.,), Jilid I, h. 469 15 Asy-Syaukani “Nail Al

-Authar” (Al-Halaby, t. tp., t. th.,), Jilid II, h. 94. 16 Ath-Thabarany “Al

-Mu‟jam Ash-Shagir” (Delhi: Al-Anshsari, t. th.,), h.232. 17 Siddiq Hasan “Tafsir Al

-Bayan” (Mesir, Bulaq, t. th.,), Jilid 10, h. 223. 18 Imam Ahmad “Al


(28)

g.Busana tidak merupakan bentuk perhiasan kecantikan, firman Allah SWT dalam surah an-Nuur ayat 31:

Dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak

Hal ini ditegaskan pula oleh Allah SWT, dalam surah al-Ahzab ayat 33:

Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti kehidupan wanita jahiliyah dahulu.

Wanita jahiliyah selalu memakai pakaian yang dapat menampakkan dada, leher dan tangan sampai ke bahu, menampakan tubuh serta rambut guna menggoda kaum pria, kalau mereka berselendang disangkut saja di atas kepala sedangkan ujungnya berjuntai ke belakang.19 Keterangan ini menunjukkan bahwa busana Muslimah adalah tradisi yang dikembangkan Islam yang berdasarkan pesan-pesan keilahian, benar-benar bersifat keagamaan dan sakral. Untuk itu, pelaksaannya harus disertai keikhlasan yang tulus hanya kepada Allah SWT agar tradisi berbusana Muslimah tidak sekedar mengikuti trend atau mode namun lebih dari itu merupakan pengejawatahan keimanan kita kepada Allah SWT.20

h.Tidak disemprotkan parfum yang dapat membangkitkan gairah laki-laki.21

19 Ash-Shabuni “Shafwat At

-Tafasir” (Makkah, t.tp., t.th.,), h. 921. 20Huzaemah T. Yanggo “Fiqih PerempuanKontemporer”, h. 30.

21Ibrahim bin Fathi bin Abd Al-Muqtadir “Wanita Berjilbab VS Wanita Pesolek” (Jakarta: dar


(29)

i. Sedangkan Pakaian wanita dalam shalat Dalam firman Allah SWT;









Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Jumhur ulama sepakat bahwa pakaian yang mencukupi bagi seorang wanita dalam shalat adalah baju kurung yang longgar dan kerudung.

B. Jilbab, Khimar dan Hijab 1.Jilbab

a. Sejarah Jilbab Di Indonesia

Ayat-ayat jilbab dan hijab berbicara dalam konteks budaya masyarakat setempat yang penekanannya kepada persoalan etika, hukum, dan keamanan masyarakat di mana ayat itu diturunkan. Seperti diketahui ayat-ayat hijab, jilbab, dan umumnya yang berbicara tentang kekhususan perempuan, turun antara tahun ke tiga dan ke tujuh Hijriah. Tahun ini adalah tahun-tahun kritis dalam komunitas masyarakat Muslim Madinah. Baru saja terjadi perang Uhud di mana kaum Muslimin menderita kekalahan berarti, lalu disusul dengan berbagai peperangan sporadis lainnya. Situasi masyarakat Madinah berada dalam suasana tidak aman karena perang yang berkepanjangan. Meskipun demikian, tidak berarti penggunaan cadar atau semacamnya sudah dapat ditinggalkan mana kala situasi sudah aman. Jilbab dan


(30)

semacamnya tetap merupakan ajaran Islam yang perlu di indahkan, setidaknya jilbab akan menjadi ajaran etika dan estetika (tahsiniya).

Doktrin Islam sebenarnya bukan pada jilbabnya tapi pada fungsi jilbab itu sendiri untuk menutup aurat, yaitu menutup anggota badan tertentu yang dianggap rawan dan dapat menimbulkan fitnah.22

Arus jilbabisasi di Indonesia menurut antropolog Suzanne April Brenner, merupakan suatu hal yang baru, sangat kompleks dan perlu dilihat sebagai sesuatu yang seratus persen modern. Artinya jilbab di Indonesia tidak dapat dilihat hanya sekedar sebagai usaha untuk membangkitkan kembali norma-norma atau lambang dari tradisi lokal. Menurutnya, jilbabisasi merupakan suatu tanda globalisasi. Dengan berjilbab, cukup jelas si pemakai menolak tradisi lokal dan sekaligus menolak hegemoni Barat. Fenomena jilbabisasi bisa dilihat sebagai arus balik dari arus sekularisasi menjadi lebih mengarah ke Agama.23

Adanya perkembangan pemakaian jilbab di Indonesia di tahun 1980-an dapat dijelaskan melalui dua peristiwa yang saling terkait. Peristiwa yang berlevel internasional maupun nasional. Peristiwa revolusi Iran (1979). Kesuksesan revolusi Iran yang dipimpin oleh Ayatullah Khomeini menggusur pemerintahan Syah Pahlevi menjadi ikon kebangkitan perjuangan umat Islam di tengah-tengah hegemoni Barat.

22Nasaruddin Umar, Fikih Wanita untuk Semua (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010) h.

28-39.

23 Karren E Washburn, et al.,

Perempuan Post Kolonial dan Identitas komoditi Global, cet Ke 5


(31)

Saat itu media masa banyak menampilkan tentang Iran, termasuk gambar-gambar para perempuan Iran yang mengenakan busana hitam disertai dengan jilbab lebar yang sangat umum sekali ditemukan di Indonesia. Sehingga banya perempuan Muslimah Indonesia meniru model busana dan jilbab tersebut sebagai kesertaan dalam kesuksesan Rovolusi Iran yang dianggap sebagai kebangkitan Islam.24 Dan di Indonesia sendiri juga bisa disebabkan banyaknya majelis-majelis pengajian yang terus berkembang, baik di tingkat pendidikan formal seperti: sekolah dan madrasah ataupun lembaga informal seperti : Pondok Pesantren dan surau-surau yang ada di Indonesia.25

Pornoaksi dan pornografi yang merajalela menjadi penunjang lahirnya “Hijab Modis” serta wadah gerakan wanita berhijab diberbagai aktivitas yang mana tujuan

dari hijab modis guna mengajak para wanita untuk menutup auratnya dengan balutan yang tetap mempertahankan etika dan estetika.26

Setelah maraknya gaya hijab modis, muncul lagi gaya hijab yang lebih sederhana dengan warna dominan. Tepatnya pada tahun 2013 lalu muncul penggemar hijab yang mengatas namakan dirinya sebagai Komunitas Hijab Syar‟i (Jilbaber). Komunitas ini bertujuan untuk menyaingi gerakan hijab sebelumnya yaitu gerakan

hijab modis, dengan berpendapat bahwa hijab modis adalah “tidak memenuhi Syariat

24 Alawi Alatas,

Revolusi Jilbab : Kasus Pelanggaran Jilbab di SMU Negeri se Jabodetabek

tahun 1982-1991, (Jakarta : Al-i’tishom, 2001), h. 16.

25 Eko Ramadhani Nanto,

Skripsi: Jilbaber antara Tradisi dan Perintah Agama (PMH UIN

Jakarta, 2014), h. 16.

26 http://media.kompasiana.com/new-media/2013/04/19/jilbab-besar-belum-tentu-syari-552604.html. Diakses pada hari Sabtu 03-01-2015, jam 16:27 WIB.


(32)

Islam”. Karena terlalu mencolok dan justru menjadi pusat perhatian lawan jenis. Dengan seperangkat dalil-dalil Agama mereka menyerang hijab modis dari berbagai sudut, dan mereka sering mengadakan kajian-kajian seputar keilmuan Agama seperti komunitas hijab pada umumnya (hijab modis).27

b.Pengertian Jilbab

Pakar Tafsir al-Biqa’i menyebut beberapa pendapat tentang makna jilbab. Antara lain, baju yang longgar atau kerudung penutup kepala wanita, atau pakaian yang menutupi baju dan kerudung yang dipakainya, atau semua pakaian yang menutupi badan wanita. Kalau yang dimaksud dengang jilbab itu adalah baju, maka ia adalah pakaian yang menutupi tangan dan kakinya; kalau kerudung, maka perintah mengulurkannya adalah menutup rambut dan lehernya. Kalau maknanya adalah pakaian yang menutupi baju, maka perintah mengulurkannya adalah membuatnya longgar sehingga menutupi seluruh badan dan pakaian.28 Thabáthabá’i memahami kata jilbab dalam arti pakaian yang menutupi seluruh badan atau kerudung yang

menutupi kepala dan rambut mereka.

Ibn „Ásyúr memahami kata jilbab dalam arti pakaian yang lebih kecil dari

jubah tetapi lebih besar dari kerudung atau penutup rambut. Ini diletakkan wanita di atas kepala dan terulur kedua sisi kerudung itu melalui pipi hingga ke seluruh bahu

dan belakangnya. Ibn „Ásyúr menambahkan bahwa model jilbab bisa

27http://media.kompasiana.com/new-media/2013/04/19/jilbab-besar-belum-tentu-syari-

552604.html. Diakses pada hari Sabtu 03-01-2015, jam 16:27 WIB 28Al- Biq’i, Ibrahim Ibn „Umar, “Nazhm ad

-Durar fi Tanasub al-Ayat Wa as-Suwar, cet I, Jilid


(33)

macam sesuai perbedaan keadaan. Tetapi tujuan yang dikehendaki ayat ini adalah “... menjadikan mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu.”29

2.Khimar

Khimar menurut bahasa ialah jamak dari

"

"

yang memiliki arti

“tutup”

"

"“tudung, tutup kepala wanita”.30

Khimar adalah kain yang digunakan untuk menutup kepala seorang perempuan (kerudung).31 Hanya saja khimar yang digunakan oleh wanita dahulu dibiarkannya tergerai ke belakang punggun.32 Menurut keterangan mufasir, kerudung perempuann di zaman jahiliyah terkulai ke belakang, sedangkan leher terbuka tepatnya bagian dadanya yang sebelah atas. Karena itu Allah memerintahkan menutup leher dan rambut.33 Sedang perintah mengulurkannya dalam surat An-Nur ayat 31 ialah hingga menutupi dada.

Batasan jilbab yang harus dikenakan oleh seorang Muslimah dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Kata “ ” yang terkandung dalam surat An-Nur [24]

ayat 31 " " adalah jamak dari “ ” yang berarti hati.34

29 M. Quraish Shihab, “Tafsir Al

-Mishbáh”, Jilid 11 (Jakarta : Lentera Hati, 2002), h. 320. 30 Ahmad Warson Munawir “Al

-Munawwir Kamus Arab-Indonesia”, h. 397.

31 Syaikh Imam Qurtubi “Tafir Al Qurthubi” (Jakarta : Pustaka azzam, 2008), h. 581 32M. Quraish Shihab “Jilbab”, 106.

33 Abdul Halim Hasan “Tafsir Al

-Ahkam” (Jakarta: Kencana, 2006), h, 541. 34 Ahmad Warson Munawir “Al


(34)

Dan memiliki banyak penafsiran dalam menentapkan batasan kerudung. Mutaqil

berkata “ Maksudnya, ke tempat potongan itu.”

Jayb adalah saku baju yang bagian atasnya tidak berlubang. Imam Bukhari

menyebutkannya dengan sesuatu yang dibuat di bagian dada untuk meletakkan sesuatu (saku).35

3.Hijab

Hijab secara etimologis berasal dari kata bahasa Arab dari akar kata verbal

hajaba-yahjubu-hajban (hijaaban) yang diterjemahkan “menutup, menyendirikan,

menyembunyikan, memasang tirai dan membentuk pemisahan”.36 Sedangkan hijab sebagai kata benda diterjemahkan menjadi “penutup, bungkus, tirai, tabir, layar, sekat dan partisi atau pemisah.”

o































35Abdul Aziz Abdullah bin Baz “Fathul Baari”, cet II, (t. t,. t. p., t. th.,), h. 525. 36Ahmad Warson Munawir “AlMunawwir


(35)









“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi

kecuali bila kamu diizinkan untuk Makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka

mintalah dari belakang hijab (tabir). cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu

dan hati mereka. dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya

perbuatan itu adalah Amat besar (dosanya) di sisi Allah.” (QS Al-Ahzaab [33]: 53)

Ayat di atas menunjukan bahwa makna hijab secara komprehensip adalah merujuk pada pembagian yang bernuansa sakral atau suatu pemisah antara dua dunia atau dua ruang yang abadi dan fana, baik dan jahat, terang dan gelap, orang beriman dan inkar, serta orang yang terhormat dan yang biasa. Adapun makna hijab secara khusus adalah suatu yang menghalangi antara dua pihak sehingga salah satu dari ke duanya tidak bisa melihat yang lain secara sempurna. Ini menunjukan bahwa makna hijab bukan berarti pakaian yang dikenakan umat manusia. Karena pakaian dan bagaimanpun jenisnya sekalipun menutup tubuh wanita hingga wajahnya tidak akan menghalangi wanita yang bersangkutan melihat orang yang ada di sekitarnya. Dan sebaliknya, tidak akan menghalangi orang lain melihatnya meskipun dia memakai pakaian warna hitam dari ujung kepala, termasuk wajahnya, hingga ujung kaki.

Makna hijab sebagaimana disebutkan firman Allah SWT, “Maka mintalah


(36)

yang diturunkan untuk memisahkan antara majelis kaum laki-laki dan majelis kaum wanita. Dari ayat Al-Qur’an di atas diturunkan kepada istri-istri Nabi namun ini juga berlaku kepada seluruh wanita Muslimah. Dengan turunnya ayat hijab pada masa itu ada beberapa hikmah yang terkandung pada perintah pemasangan hijab bagi mereka itu ada dua; pertama, kaitan dengan banyaknya para sahabat yang silih berganti

datang ke rumah-rumah mereka dan hal ini dianggap cukup mengganggu privasi mereka. Kedua, Rasullullah SAW mempunyai rencana untuk mengangkat derajat dan

status yang tinggi kepada istri-istrinya pada tingkatan yang superior di kalangan komunitas umat Islam sehingga muncul peraturan yang mengikat kepada mereka; seperti mereka tidak boleh (haram) menikah lagi setelah beliau meninggal dunia, tidak menganggap status dirinya sama dengan wanita Muslimah lainnya, tidak perlu merendah ketika berbicara, pergi keluar jika perlu saja, tidak sembrono dalam berprilaku, dan menghindari prilaku eskibisionis dalam berpakaian. Semua ini untuk melindungi privasi mereka karena mereka diberi gelar terhormat dengan julukan

Ummul Mukminin.37

C.Aurat

1.Pengertian Aurat

Ditinjau dari sisi leksikal aurat adalah kurang, cela, sesuatu yang dirasakan

malu. Dari kata itu timbul kata “Auraa” wanita bukan karena matanya buta sebelah.

37Mohammad Asmawi,

Islam Sensual (Membedah fenomena Jilbab trendi)”, (Yogyakarta:


(37)

Kata aurat berasal dari lafal bahasa Arab, diambil dari wazan „aara =

;‟awira = dan a‟wira = .

o „Aara mempunyai arti menutup dan menimbun. Ini memberikan pengertian bahwa

aurat adalah sesuatu yang harus ditutupi secara sempurna hingga tidak bisa dilihat oleh siapa pun kecuali dirinya sendiri.38

o „Awira mempunyai arti “hilang perasaan” atau “menjadi buta sebelah matanya.”

Pada umumnya kata „awira ini mengandung pengertian yang tidak baik, memalukan dan mengecewakan.39 Jika kata „awira ini yang menjadi sumber kata aurat maka pengertian aurat adalah sesuatu yang bisa bikin malu, mengecewakan dan dipandang tidak baik.

o A‟wara mempunyai arti sesuatu yang jika dilihat akan mencemarkan40 seseorang

dan bikin malu atau secara leksikal berarti menampakkan aurat. Jadi definisi aurat jika diambil dari kata a‟wira adalah sebagian anggota tubuh yang harus ditutupi, dijaga dan dipelihara agar tidak menimbulkan rasa malu dan mencemarkan nama baik.41

Dari tiga akar kata di atas bisa ditarik benang kesimpulan bahwa aurat adalah sesuatu yang bisa menimbulkan birahi atau sebagian anggota tubuh yang bisa membangkitkan nafsu syahwat. Dan aurat mempunyai nilai-nilai yang sangat

38 Ibnu Mandzur, “Lisan Arab”, jilidV, h. 3165. 39 Ibnu Mandzur, “Lisan Arab”, jilidV, h. 3164-3167. 40 Ibnu Mandzur, “Lisan Arab”, jilidV, h. 3166. 41 Al-Husainiy, “Kifayat AL


(38)

terhormat yang dibawa oleh sifat dasar malu yang ada pada diri setiap umat manusia agar dijunjung tinggi dengan berupaya menutupinya dan dipelihara secara sempurna.

Upaya ini agar tidak “mengganggu” umat manusia lainnya, tidak mencemarkan nama

baik dan tidak menimbulkan kemungkaran.42

Sedang menurut istilah aurat adalah bagian tubuh yang tidak patut diperlihatkan kepada orang lain. Dan bagian-bagian itu ada beberapa macam sesuai dengan tempat dan situasi.43

Kata aurat banyak disebut dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW dalam beberapa ayat yang termuat dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa kata aurat tidak

digunakan terbatas pada anggota tubuh saja. Berikut ini beberapa kutipan ayat yang berkenaan dengan aurat.

o



































42 Mohammad Asmawi,

Islam Sensual (Membedah fenomena Jilbab trendi), h. 45-49

43Dra. H. St. Aminah, “Kunci Wanita Shalihah (Bidang Ibadah)”, (Semarang: PT. Karya Toha


(39)















“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan

pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman

supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nuur [24] :31)

Asbabun Nuzul ayat ini menyatakan di dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Asma’ binti Murtsid pemilik kebun kurma, sering dikunjung wanita-wanita yang bermain-main di kebunnya tanpa berkain panjang sehingga kelihatan gelang-gelang kakinya, demikian juga dada dan sanggul-sanggul mereka. Berkatalah Asma’: “alangkah buruknya (pemandangan) ini”. Turunnya ayat ini (S. 24 : 31) sampai “auratinnisa” berkenaan dengan peristiwa tersebut yang memerintahkan kepada kaum

Mu’minat untuk menutup aurat mereka. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Muqatil yang bersumber dari Jabir bin Abdillah.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang wanita membuat kantong perak yang diisi untaian batu-batu mutu manikam sebagai perhiasan kakinya. Apabila ia lalu dihadapan orang-orang, ia memukul-mukulkan kakinya ke tanah sehingga dua gelang kakinya bersuara beradu. Maka turunlah kelanjutan ayat ini (S.


(40)

24 : 31, dari “wala yadlribna bi arjukihinna” sampai akhir ayat yang melarang wanita menggerakan anggota tubuhnya untuk mendapatkan perhatian laki-laki.44

Ayat ini merupakan perintah dari Allah bagi wanita Muslimah dan merupakan penghargaan dari Allah bagi suami mereka serta sebagai perbedaan antara mereka dengan wanita jahiliyah dan prilaku wanita musyrik. Sebab turunnya ayat ini sebagai

mana diceritakan oleh Muqatil bin Hayan. Dia berkata. “telah sampai berita kepada kami dan Allah Mahatahu bahwa jabir bin Abdillah al-Anshari telah menceritakan

bahwa Asma’ binti Murtsid tengah berada di tempatnya yaitu di Bani Haritsah. Tiba-tiba banyak wanita yang menemuinya tanpa menutup aurat dengan rapih sehingga tampaklah gelang-gelang kaki mereka, dada dan kepang rambutnya. Asma’ bergumam : „alangkah buruknya hal ini.’ Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat, „katakanlah kepada wanita yang beriman, „ hendaklah mereka menahan pandangannya‟” dari perkara yang diharamkan Allah untuk melihatnya (aurat),

kecuali kepada suami mereka.45 Dan juga ayat ini menjelaskan beberapa katagori

laki-laki yang boleh berbaur dan berkumpul dengan wanita dalam ruang privasinya. Dengan demikian wanita itu tidak perlu menyembunyikan bagian tertentu anggota tubuhnya. Kata aurat yang termuat dalam ayat ini berkonotasi organ gentil wanita. Dalam surat yang sama pada ayat 58 disebutkan,

44 Qamaruddin Shaleh, Dahlan, dkk

Asbabun Nuzul Latar belakang historis turunnya

Ayat-Ayat Al-Qur‟an”, (Bandung , CV. Diponegoro: 1992), cet-14, h. 356


(41)

o





































“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang

kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat

bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nuur [24] :

58)

Kata aurat dalam ayat ini merujuk pada konsep privasi, ruang dan waktu pribadi, tidak terkait dengan anggota tubuh manusia. Tetapi menjelaskan tiga sesi waktu yang tidak boleh dimasuki sembarangan oleh budak atau anak-anak kecil (yang belum baligh) tanpa terlebih dahulu meminta izin.46 Tiga sesi yang terkandung adalah

pertama, sebelum shalat subuh (antara terbit fajar hingga munculnya matahari.

Maksudnya dilarang masuk sebelum shalat fajar). Hal itu karena pada saat tersebut manusia tengah tidur dipembaringannya. Kedua, “ketika kamu menanggalkan

pakaianmu di tengah hari”, yaitu pada saat kailullah, karena pada saat tersebut

46 Mohammad Asmawi,


(42)

biasanya manusia menanggalkan pakaiannya ketika bersama keluarganya. Dan

ketiga, “sesudah shalat Isya”, karena pada saat itu waktu untuk tidur..

Dengan demikian, pelayan dan anak-anak dilarang menerobos masuk ke kamar pada tiga kondisi tersebut karena khawatir sang ayah sedang bercampur dengan

istrinya, atau melakukan hal semacamnya. Karena itu, Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “itulah tiga aurat bagi kamu”.47

Dalam ayat di atas organ gentil atau aurat disebutkan dua kali, tetapi bukan menggunakan lafal aurat melainkan lafal sau-at. Kata ini ditunjukan pada kedua jenis

kelamin, laki-laki dan wanita. Dari beberapa ayat di atas bisa difahami bahwa makna

aurat berkaitan erat dengan “kerentanan terhadap gangguan.”

2.Batasan Aurat Wanita

Batasan aurat wanita berbeda-beda, perbedaannya tergantung dengan siapa wanita itu berhadapan, yang secara umum dapat diikhtisarkan sebagai berikut:

a)Aurat wanita berhadapan dengan Allah (shalat)

Mayoritas Ulama berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Berpedoman dari surat An-Nuur [24] ayat 31,

Dan janganlah menampakan perhiasan (auratnya) kecuali yang bisa terlihat, dan


(43)

hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Dan janganlah

menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali kepada suami mereka.48

b)Aurat wanita berhadapan dengan muhrimnya, dalam hal ini ulama berbeda pendapat:

i) Ulama Syafi’i dan Hanafi49 berpendapat bahwa aurat wanita berhadapan dengan muhrminya adalah antara pusat dan lutut, sama dengan aurat kaum pria atau aurat wanita berhadapan dengan wanita.

ii) Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa aurat wanita berhadapan dengan muhrimnya yang laki-laki adalah seluruh badannya kecuali muka, kepala, leher, dan kedua kakinya.50

Menurut para ulama Hambali, tidak ada perbedaan antara wanita Muslimah dan wanita kafir dalam masalah ini. Artinya baik dihadapan sesama Muslimah maupun di depan wanita kafir, seorang wanita Muslimah boleh saja membuka tubuhnya selain anggota tubuh antara pusat dan lutut. Kebanyakan fuqaha (jumhur) sepakat atas bolehnya memperlihatkan wajah dan telapak tangan kepada selain muhrim.51

Adapun yang dimaksud dengan muhrim adalah:

1)Suami

48 Ibnu Taymiyyah “Kitab Fatáwá Ibnu Taymiyyah Fí Al

-Fiqh”, Jilid XXII, h. 109. 49 M. Quraish Shihab “Jilbab Pakaian Wanita

Muslimah”, h. 161.

50 Ar-Ramly “Nihayah Al

-Muhtaj (Al-Qhahirah: Musthafa halaby, t.th.,), h. 188-189.


(44)

2)Ayah 3)Ayah suami

4)Puteranya yang laki-laki 5)Putra suami

6)Saudara atau saudara susuan 7)Putra dari saudara

8)Putra dari saudari 9)Wanita

10)Budaknya

11)Laki-laki yang menyertainya, tapi laki-laki itu tidak mempunyai kebutuhan lagi kepada wanita.

12)Anak kecil yang belum mengetahui aurat wanita 13)Paman (saudara ayah)

14)Paman (saudara ibu)

Masalah muhrim ini terdapat dalam Al-Qur’an surat An-Nuur ayat 31.

Aurat anak perempuan yang kecil diperselisihkan juga. Dalam madzhab Hanafi anak yang berumur 4 tahun ke bawah tidak ada auratnya. Siapapun boleh melihat dan memegang seluruh badannya. Selanjutnya setelah meningkat hingga sepuluh tahun, maka auratnya adalah dubur dan kemaluannya serta apa yang ada disekitarnya. Bila telah mencapai usia sepuluh tahun, maka auratnya sama dengan


(1)

(2)

HASIL WAWANCARA

DENGAN MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI)

Nama Lengkap : Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA

Jabatan : Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)

1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui atau pernah menyaksikan ajang Miss World Muslimah? Tidak, tidak menyaksikan secara langsung. Tetapi sedikit banyaknya mengetahui ajang ini.

2. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai ajang ini?

Selama tidak bertentangan dengan aturan syariat dan itu adalah maslahat maka tidak masalah.

3. Bisakah ajang ini dikatakan Tasyabuh dari Miss World?

Ajang tasyabuh, kalau menyerupai berarti ada hal-hal yang sama dengan aturan maupun rambu-rambu yang terjadi pada Miss World. Sedangkan kata “Muslimah” secara tegas adalah sebuah pembeda antara ajang Miss World dengan Miss World Muslimah, apalagi Miss World Muslimah ini memiliki maslahat dan manfaat bagi umat Islam untuk

memacu, memicu wanita Muslimah, tidak hanya dari penampilan menutup aurat dan sebagainya tentu kecerdasannya juga diuji dan ini memacu dan memicu Muslimah lainnya untuk meningkatkan prestasinya.


(3)

5. Apa saran bapak/ibu untuk ajang ini agar tidak keluar dari koridor Islam?

1. Terus memperbaiki busana yang dikenakan hingga menjadi Syar’i 100 %.

2. Tidak menyentuh sesuatu yang bertentangan dengan Syariat Islam.

3. Manfaat yang dirasakan benar dirasakan wanita Muslimah lainnya supaya mereka juga berbusana Muslimah. Dan dari sisi lainnya, supaya mereka terpicu dan terpacu untuk supaya mereka memiliki keahlian yang bisa terus dikembangkan dan dirasakan manfaatnya bagi masyarakat luas.

6. Apakah MUI dilibatkan dalam perencanaan program ini?

Iya, tentunya panitia melibatkan pihak MUI dalam penyelenggaraan. Salah satunya terbukti dengan kehadiran dari pihak MUI saat acara dilangsungkan. Bahkan panitia sempat meminta izin dan saran sebelum penyelenggaraan malam final.


(4)

HASIL WAWANCARA

DENGAN MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI)

Nama Lengkap : Dr. Fuad Thohari, M. Ag.

Jabatan : Dosen Hadits Fakultas Syariah dan Hukum, Pengurus MUI Daerah.

1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui atau pernah menyaksikan ajang Miss World Muslimah? Hanya sebatas melihat di news speaker, juga penampilan dan profil peserta yang sempat ditampilkan di televisi.

2. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai ajang ini?

1. Untung menghukumi ajang Muslimah ini boleh atau tidak harus melihat dari banyak sisi mana kita menghukumi kontes tersebut, misalnya ajang itu diadakan dalam rangka mensyiarkan busana Muslimah yang tidak menyalahi ketentuan Syariat, 2. Karena disepakati busana tersebut tidak menyalahi aturan apabila baju tersebut

tidak ketat, tidak transparan dan tidak terlalu longgar sehingga terjadi pemborosan. 3. Pada saat pelaksanaan ajang ini adanya jaminan dari panitia tidak terjadinya

kholwah (pencampuran) antara laki-laki dan wanita,

4. Yang dinilai tidak semata-mata kecantikan lahiriah atau dia sudah mengenakan busana sesuai syariat islam tetapi ada aspek lain bagaimana peserta memahami terhadap syariat islam, budaya islam, tradisi islam (lokal maupun tradisi islam yang banyak dinyatakan dalam kitab suci).


(5)

jual (baju renang, baju pesta, baju kantorn dsb). Yang kemudian karena yang dijual itu prodak maka salah satu unsur pemilihan pada kontes ratu sejagad adalah cantik atau tidak, cocok atau tidak ketika mengenakan baju yang ditawarkan itu. Intinya yang dinilai adalah aspek kecantikan lahiriah, meskipun belakangan aspek penilaiannya tidak lagi dilihat dari tampilan fisik lahiriah saja tetapi keceradasan dan wawasannya peserta diuji. Tapi Miss World Muslimah bukan karna ingin menjual prodak tertentu tapi yg dididik bgaimana seorang Muslimah menganakan pakaian Muslimah yang sesuai dengan Syariat tapi trendy tidak ketinggalan dengan kebutuhan wanita modern. Selain itu juga adalah untuk menguji sejauh mana dia memahami dan menghayati pada dirinya sendiri bagaimana tentang ajaran Islam khususnya tentang Fiqih Wanita, ini lah yang ditekankan dalam sejarah lahirnya Ratu Muslimah. Dari sisi sejarah kelahiran maupun orientasi, motif Miss World Muslimah dengan Miss World jelas berbeda.

4. Menurut Bapak/Ibu sudahkah busana yang dikenakan pada ajang ini memenuhi kriteria sebagai busana yang Syar’i?

Busana yang dikenakan pada peserta kontes sudah memenuhi kriteria busana Muslimah karena sudah sesuai dengen kriteria yang Islam sendiri telah menentukannya.


(6)

5. Apa saran bapak/ibu untuk ajang ini agar tidak keluar dari koridor Islam?

Sejauh pengamatan ajang Miss World Muslimah ini belum ada tanda-tanda menyimpang dari Syariat. Agar tidak keluar dari koridor Islam ajang ini haruslah dinilai tidak semata-mata pada kecntikan fisik tapi innerbeauty.

6. Apakah MUI dilibatkan dalam perencanaan program ini?

MUI pusat dilibatkan dalam penyelenggarakan acara ini bahkan menjadi salah satu juri utama dalam penyelenggaraan.

7. Menurut Bapak/Ibu apakah ajang ini dikatakan tabarruj jahiliyyah?

Tabbaruj dimkanai ketika ada kemiripan dengan model pakaian pada zaman jahiliayah, tidak dilihatnya adanya tabaruj dalam ajang tersebut.