Jumlah Anak Pemberian ASI Eksklusif

2.8. Suku

Hasil penelitian yang menggambarkan suku responden, mayoritas responden bersuku Gayo yaitu sebanyak 40 responden 58,8, sedangkan responden bersuku Jawa sebanyak 12 responden 17,6, responden bersuku Aceh sebanyak 10 responden 17,7, responden bersuku Minang sebanyak tiga responden 4,4, dan bersuku Batak sebanyak dua responden 2,9. Menurut Leininger 1984 yang dikutip oleh Firanika 2010, manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan kebudayaan pada setiap saat dimanapun dia berada, kebudayaan dapat menopang perilaku kesehatan maupun dapat memperburuk kesehatan. Begitu juga yang diungkapkan Swaswona dan meutia 1998 dalam Firanika 2010, bahwa perilaku pemberian ASI Eksklusif tidak terlepas dari pandangan budaya yang telah diwariskan turun-menurun dalam kebudayaan atau suku yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan penelitian Basriludin 2009, yang menunjukkan hasil bahwa kebudayaan atau suku berpengaruh terhadap tindakan pemberian ASI Eksklusif, yang ditunjukkan oleh nilai p0,05, karena nilainorma tentang pemberian ASI Eksklusif dianggap bermanfaat bagi kesehatan ibu.

2.9. Jumlah Anak

Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti, mengenai jumlah anak, diketahui 39 responden memiliki anak kurang dari dua anak 57,4, sedangkan 28 responden memiliki anak lebih dari dua anak 41,2. Menurut Effendy 1998, jumlah anak mempengaruhi fungsi pokok keluarga seperti memberikan Universitas Sumatera Utara kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan terhadap anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya, keluarga memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara. Seperti penelitian Tan 2011, yang menunjukkan bahwa, jumlah anak yang lebih dari satu orang membuat ibu memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyusui, sehingga pemberian ASI Eksklusif akan lebih tinggi. Berbeda dengan yang diungkap Soedjiningsih 1995, bahwa memiliki anak yang banyak meningkatkan resiko pada ibu dan bayinya, ibu akan sulit dalam menyusui bayi dan merawat anak-anaknya. Tetapi hal ini berbeda dengan hasil penelitian Ayunsari dkk. 2013, yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah anak dengan pemberian ASI Eksklusif, yang ditunjukkan dengan nilai p-value sebesar 0.705.

2.10. Pemberian ASI Eksklusif

ASI eksklusif atau pemberian ASI secara Eksklusif adalah pemberian ASI air susu ibu sedini mungkin setelah persalinan kolostrum, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur 6 bulan Purwanti, 2004. Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti, mengenai pemberian kolostrum, diketahui mayoritas ibu memberikan kolostrum kepada bayi mereka yaitu sebanyak 59 responden 86,8. Kondisi ini mencerminkan bahwa perilaku ibu terhadap pemberian kolostrum sudah cukup baik. Menurut Purwanti 2004, pemberian kolostrum sangat ideal untuk membersihkan mekoneum sehingga Universitas Sumatera Utara mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih dan siap menerima ASI, kolostrum juga mengandung lebih banyak antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan bagi bayi ketika kondisi sangat lemah, kadar karbohidrat dalam kolostrum lebih rendah karena aktivitas bayi pada tiga hari pertama masih sedikit dan tidak terlalu banyak memerlukan kalori, tetapi kadar mineral terutama natrium, kalium dan kloridanya lebih tinggi, vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi sedangkan vitamin yang larut dalam air lebih sedikit. Hasil penelitian Ayunsari dkk. 2013, juga menunjukkan bahwa mayoritas ibu memberikan kolostrum kepada bayi mereka, perilaku pemberian kolostrum tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, paritas jumlah anak, akses informasi, penolong persalinan, tempat persalinan, dan tempat tinggal lokasi. Analisis yang dilakukan terhadap jawaban yang diberikan responden mengenai pemberian ASI enam bulan, diketahui mayoritas responden tidak memberikan ASI enam bulan yaitu sebanyak 44 responden 64,7. Kementerian Kesehatan RI, World Health Organization WHO dan United Nations Children’s Fund UNICEF menganjurkan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu pemberian ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan Depkes, 2012. Pemberian ASI enam bulan dapat dikatakan eksklusif jika orang tua bayi tidak memberikan makanan lain selain ASI selama enam bulan tersebut, seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI Eksklusif, bahwa ASI Eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan sampai bayi berusia 6 bulan, tanpa tambahan makanan atau minuman lain. Universitas Sumatera Utara Menurut penelitian Dalimunthe 2011, mayoritas ibu tidak memberikan ASI sampai usia bayi enam bulan, hal ini disebabkan oleh faktor pekerjaan ibu, serta faktor penyakit ibu seperti bendungan ASI yang mengakibatkan ibu merasa sakit sewaktu menyusu, luka-luka pada putting susu yang sering menyebabkan rasa nyeri dan demam. Berdasarkan tabulasi data yang dikumpulkan peneliti tentang pemberian makanan tambahan selain ASI, diketahui mayoritas responden memberikan makanan tambahan selain ASI sebelum usia enam bulan yaitu sebanyak 47 responden 69,1, sedangkan 20 responden tidak memberikan makanan tambahan selain ASI sebelum usia enam bulan. Kementerian Kesehatan RI, World Health Organization WHO dan United Nations Children’s Fund UNICEF menganjurkan pemberian ASI secara eksklusif, tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain selain ASI Depkes, 2012. Sama seperti yang tertuang di Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI Eksklusif, ASI Eksklusif diberikan tanpa tambahan makanan atau minuman lain. Menurut Roesli 2000, cairan dan makanan tambahan lain yang sering diberikan kepada bayi sebelum berumur 6 bulan yang dapat menyebabkan gagalnya pemberian ASI Eksklusif seperti tambahan cairan susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan makanan padat tambahan selain asi seperti pisang, papaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi, dan tim. Menurut penelitian Fitria 2011, pemberian makanan tambahan selain ASI dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan memberikan makanan tambahan seperti pisang atau nasi pada hari-hari pertama kelahiran, pandangan sebagian masyarakat bahwa menyusui dapat merusak payudara, dan pekerjaan ibu Universitas Sumatera Utara di luar rumah yang harus meninggalkan anaknya, sehingga bayi tidak hanya diberikan ASI saja tetapi juga diberikan makanan tambahan. Hasil penelitian yang menggambarkan usia pemberian makanan lain selain ASI, diketahui 30 responden 44,1 memberikan makanan lain selain ASI kepada bayi pada usia 1-4 bulan. Kementerian Kesehatan RI, World Health Organization WHO dan United Nations Children’s Fund UNICEF menganjurkan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu pemberian ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan depkes, 2012. Dahulunya WHO merekomendasikan untuk memberikan ASI Eksklusif Sebelum tahun 2001 selama 4-6 bulan, namun pada tahun 2001 setelah melakukan telaah tentang pemberian ASI, WHO merevisi rekomendasi ASI Eksklusif tersebut dari 4-6 bulan menjadi 6 bulan Fikawati Syafiq, 2010. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan yang diungkapkan Fikawati Syafiq 2010, yang menyatakan bahwa rata-rata pemberian ASI Eksklusif di Indonesia hanya sampai 1,7 bulan yang termasuk dalam rentang usia 1-4 bulan, hal tersebut terjadi karena ketidaktahuan orang tua yang memberikan makanan pendamping pada bayi sebelum usia 6 bulan. Hasil analisa keseluruhan indikator pemberian ASI Eksklusif, yaitu tentang pemberian kolostrum, pemberian ASI secara terus menerus, pemberian makanan lain selain ASI, dan usia anak diberikan makanan lain selain ASI, menunjukkan mayoritas responden tidak memberikan ASI Eksklusif yaitu sebanyak 50 responden 74,6, sedangkan responden yang memberikan ASI Eksklusif hanya 17 responden 25,4. Rendahnya capaian pemberian ASI juga ditunjukkan dari data Riset Kesehatan Dasar Riskesdas tahun 2010 yang Universitas Sumatera Utara menunjukkan persentase bayi yang diberi ASI secara Eksklusif sampai dengan bayi berusia 6 bulan hanya 15,3 persen. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah Depkes, 2011. Capaian tersebut sangat jauh dari target pencapaian pemberian ASI Eksklusif tahun 2010-2014 sebesar 80 yang tertuang dalam rencana Kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat oleh Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI Depkes 2012. Hasil penelitian Ayunsari dkk. 2013, juga menunjukkan mayoritas responden 73,9 tidak memberikan ASI eksklusif, adapun faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif yang memiliki hubungan yaitu, akses informasi dan tempat persalinan. Selain itu menurut penelitian Agunbiade Ogunleye 2012, keberhasilah pemberian ASI Eksklusif dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, nilai-nilai budaya, penghasilan keluarga, dan kemudahan dalam mendapatkan akses ke pelayanan kesehatan.

2.11. Sumber Informasi ASI Eksklusif