Kebijakan Pengelolaan Dataran Tinggi Dieng

Wonosobo. Dengan memiliki kemampuan tersebut, sopir-sopir mikro bus yang dimiliki PPDB mendapatkan penghasilan tambahan.

5.4 Kebijakan Pengelolaan Dataran Tinggi Dieng

1. Keputusan Bersama No. 485 Tahun 2002 dan No. 17 Tahun 2002 Bupati

Banjarnegara dengan Bupati Wonosobo tentang Kerjasama Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Dataran Tinggi Dieng Kebijakan ini ditetapkan bersama-sama antara bupati Wonosobo dan Banjarnegara pada 1 Agustus 2002 atas dasar bahwa Dataran Tinggi Dieng terletak di wilayah Kab. Wonosobo dan Kab. Banjarnegara serta memiliki potensi alam dan budaya yang dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik bagi wisatawan, potensi pertanian dan hutan lindung yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat. Sehingga perlu dilakukan kerjasama pengelolaan dan pengembangan kawasan Dataran Tinggi Dieng. Pasal 2 dan pasal 3 menjelaskan bahwa beberapa kegiatan yang menjadi pokok kerjasama adalah 1 bidang pariwisata dan kebudayaan yang meliputi kegiatan promosi terpadu, pengelolaan produk wisata dan budaya dan pengembangan produk wisata, budaya dan penunjangnya, 2 konservasi alam dan cagar budaya, meliputi rehabilitasi dan pengelolaan kawasan hutan, lahan pertanian dan cagar budaya, 3 bidang sarana dan prasarana, meliputi pengadaan, pemeliharaan dan peningkatan sarana dan prasarana perhubungan dan failitas umum, 4 bidang pertanahan, meliputi inventarisasi dan penyelesaian status kepemilikan tanah serta pemetaan tanah, 5 bidang pemberdayaan masyarakat, yaitu memfasilitasi pembentukan kelompok masyarakat, peningkatan kemampuan kelompok dan penguatan kelompok, 6 bidang keamanan, yaitu penanganan keamanan akbiat bencana alam dan ulah manusia, dan 7 bidang pendanaan, meliputi penyediaan dana lewat APBD masing-masing yang seimbang dan upaya bersama menggali dana dari sumber-sumber dalam maupun luar forum. Pasal 4 dalam kebijakan ini menjelaskan bahwa bentuk kerjasama yang dimaksud adalah dalam bentuk forum. Peserta dari forum ini adalah dewan penasehat yaitu wakil bupati dan sekretaris daerah serta pelaksana yaitu semua instansi yang terkait dengan aspek pengelolaan yang telah disebutkan. Tugas pokok dari forum tersebut adalah a dewan penasehat bertugas memberikan arahan dan mengambil kebijakan serta bertanggung jawab atas pelaksanaan pengembangan kawasan, dan b Pelaksana bertugas mengkoordinasikan, merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan program-program pengelolaan dan pengembangan kawasan. Jangka waktu kerjasama tersebut adalah 5 tahun. Beberapa stakeholder yang dilibatkan dalam Pengelolaan Dataran Tinggi Dieng dalam kebijakan ini antara lain Disparbud, Dipertan dan Dishutbun. Masing-masing stakeholder tersebut mengelola sesuai bidangnya masing-masing. Setelah jangka waktu pelaksanaan kebijakan tersebut berakhir, tidak diadakan tindak lanjut. Sehingga kedua kabupaten kembali melaksanakan kebijakannya masing-masing dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng sesuai dengan kepentingan masing-masing.

2. Peraturan Gubernur No. 5 Tahun 2009 tentang Pengendalian Lingkungan

Hidup di Kawasan Dataran Tinggi Dieng Peraturan ini ditetapkan oleh Gubernur Jawa Tengah pada 23 Januari 2009. Dasar ditetapkannya peraturan ini adalah bahwa Dataran Tinggi Dieng sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya telah mengalami penurunan kualitas akibat pencemaran dan kerusakan yang dapat mempengaruhi kelangsungan fungsi lingkungan dan pembangunan daerah. Selain itu, potensi Dataran Tinggi Dieng perlu didayagunakan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat disertai dengan upaya pengendalian lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang sehingga dapat bermanfaat secara berkelanjutan. Tujuan dari pengendalian lingkungan hidup di Dataran Tinggi Dieng adalah 1 menjaga kelestarian fungsi kawasan lindung dengan tetap memperhatikan pengembangan fungsi kawasan budidaya secara rasional dan berkelanjutan, 2 menjamin tetap berlangsungnya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, 3 menjamin tetap berlangsungnya pelestarian nilai-nilai kearifan lokal, budaya lokal serta benda cagar budaya, 4 mencegah dan menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, 5 mencegah dan menanggulangi serta meminimalkan dampak terjadinya bencana gas beracun dan gerakan tanah longsor, 6 menjamin tetap berlangsungnya kegiatan sektor pertanian, pariwisata, permukiman, industri dengan tetap memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup, 7 memulihkan kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang rusak dan tercemar dengan menerapkan budidaya yang ramah lingkungan agar berfungsi sesuai dengan peruntukkannya, 8 mencegah perkembangan kegiatan budidaya yang tidak ramah lingkungan dan mengembalikan fungsi kawasan lindung secara bertahap dan 9 pengembangan sikap, perilaku dan budaya masyarakat yang selaras dengan upaya memanfaatkan, memelihara, menjaga, melestarikan serta melindungi sumberdaya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Wilayah yang dimaksud dalam peraturan ini adalah kawasan Dataran Tinggi Dieng yang meliputi enam kabupaten, yaitu: Wonosobo, Banjarnegara, Temanggung, Batang, Kendal dan Pekalongan. Beberapa stakeholder yang dilibatkan dalam peraturan ini adalah Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah, Balai Konservasi Sumberdaya Alam Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pariwisata Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Pekalongan dan Batang serta Perum Perhutani. Pasal 5 dan dan pasal 6 pada peraturan ini membagi kawasan Dataran Tinggi Dieng ke dalam dua kawasan, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung terdiri dari 1 kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya, 2 kawasan perlindungan setempat, 3 kawasan pelestarian alam, 4 kawasan cagar budaya, 5 kawasan rawan bencana alam dan 6 kawasan lindung lainnya yaitu sebagai perlindungan plasma nutfah. Sedangkan kawasan budidaya terdiri dari 1 kawasan hutan produksi terbatas, 2 kawasan produksi tetap, 3 kawasan hutan rakyat, 4 kawasan pertanian, 5 kawasan pertambangan, panas bumi dan wilayah cekungan bawah tanah, 6 kawasan pembangkit listrik tenaga panas bumi, 7 kawasan pariwisata, 8 kawasan permukiman, 9 kawasan perkebunan dan 10 kawasan waduktelaga. Dilihat dari pengamatan di lapangan, tujuan-tujuan tersebut belum seluruhnya tercapai. Hal tersebut dikarenakan, peraturan ini masih tergolong baru. Selain itu, sosialiasi peraturan yang masih kurang, sehingga beberapa stakeholder masih ada yang belum mengetahui tentang adanya peraturan ini.

5.5 Berita dan Isu yang Berkaitan dengan Tata Kelola Wisata di Dataran