kontak dengan manusia dan dunia luar adalah hal yang sangat menyenangkan karena pada masa lalu bayi hubungan tersebut menimbulkan rasa aman dan menyenangkan terhadap
dirinya
C. Tahap Perkembangan
Teori psikososial dari Erik Erikson meliputi delapan tahap yang saling berurutan sepanjang hidup. Hasil dari tiap tahap bergantung pada hasil tahapan sebelumnya, dan
resolusi yang sukses dari tiap krisis ego adalah pentingnya bagi individu untuk dapat tumbuh secara optimal. Ego harus mengembangkan kesanggupan yang berbeda untuk mengatasi tiap
tuntutan penyesuaian dari masyarakat Berk, 2003. Berikut adalah delapan tahapan perkembangan psikososial menurut Erik Erikson Berk, 2003:
1. Tahap I : Trust versus Mistrust 0-1 tahun Dalam tahap ini, bayi berusaha keras untuk mendapatkan pengasuhan dan kehangatan,
jika ibu berhasil memenuhi kebutuhan anaknya, sang anak akan mengembangkan kemampuan untuk dapat mempercayai dan mengembangkan asa hope. Jika krisis ego ini
tidak pernah terselesaikan, individu tersebut akan mengalami kesulitan dalam membentuk rasa percaya dengan orang lain sepanjang hidupnya, selalu meyakinkan dirinya bahwa orang
lain berusaha mengambil keuntungan dari dirinya.
2. Tahap II: Autonomy versus Shame and Doubt l-3 tahun Dalam tahap ini, anak akan belajar bahwa dirinya memiliki kontrol atas tubuhnya. Orang
tua seharusnya menuntun anaknya, mengajarkannya untuk mengontrol keinginan atau impuls-impulsnya, namun tidak dengan perlakuan yang kasar. Mereka melatih kehendak,
tepatnya otonomi. Harapan idealnya, anak bisa belajar menyesuaikan diri dengan aturan- aturan sosial tanpa banyak kehilangan pemahaman awal mereka mengenai otonomi, inilah
resolusi yang diharapkan. Alwisol 2009:93 melanjutkan bahwa apabila anak tidak berhasil melewati fase ini, maka anak tidak akan memiliki inisiatif yang dibutuhkan pada tahap
berikutnya dan akan mengalami hambatan terus-menerus pada tahap selanjutnya.
3. Tahap III : Initiative versus Guilt 3-6 tahun Pada periode inilah anak belajar bagaimana merencanakan dan melaksanakan
tindakannya. Resolusi yang tidak berhasil dari tahapan ini akan membuat sang anak takut mengambil inisiatif atau membuat keputusan karena takut berbuat salah. Anak memiliki rasa
percaya diri yang rendah dan tidak mau mengembangkan harapan-harapan ketika ia dewasa. Bila anak berhasil melewati masa ini dengan baik, maka keterampilan ego yang diperoleh
adalah memiliki tujuan dalam hidupnya.
4. Tahap IV: Industry versus Inferiority 6-12 tahun Pada saat ini, anak-anak belajar untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan dari
menyelesaikan tugas khususnya tugas-tugas akademik. Penyelesaian yang sukses pada tahapan ini akan menciptakan anak yang dapat memecahkan masalah dan bangga akan
prestasi yang diperoleh. Keterampilan ego yang diperoleh adalah kompetensi. Di sisi lain, anak yang tidak mampu untuk menemukan solusi positif dan tidak mampu mencapai apa
yang diraih teman-teman sebaya akan merasa inferior.
5. Tahap V : Identity versus Identity Confusion 12-20 tahun Pada tahap ini, terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis seperti orang
dewasa sehingga tampak adanya kontraindikasi bahwa di lain pihak anak dianggap dewasa
Kepribadian Page 17
tetapi di sisi lain dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa stansarisasi diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan kegiatan. Peran orang tua sebagai
sumber perlindungan dan nilai utama mulai menurun. Adapun peran kelompok atau teman sebaya tinggi. Apabila anak tidak sukses pada fase ini, maka akan membuat anak mengalami
krisis identitas, begitupun sebaliknya.
6. Tahap VI: Intimacy versus Isolation masa dewasa muda, 20-30 tahun Dalam tahap ini, orang dewasa muda mempelajari cara berinteraksi dengan orang lain
secara lebih mendalam. Ketidakmampuan untuk membentuk ikatan sosial yang kuat akan menciptakan rasa kesepian. Bila individu berhasil mengatasi krisis ini, maka keterampilan
ego yang diperoleh adalah cinta.
7. Tahap VII: Generativity versus Stagnation masa dewasa menengah, 30-65 tahun Pada tahap ini, individu memberikan sesuatu kepada dunia sebagai balasan dari apa yang
telah dunia berikan untuk dirinya, juga melakukan sesuatu yang dapat memastikan kelangsungan generasi penerus di masa depan. Ketidakmampuan untuk memiliki pandangan
generatif akan menciptakan perasaan bahwa hidup ini tidak berharga dan membosankan. Bila individu berhasil mengatasi krisis pada masa ini maka ketrampilan ego yang dimiliki adalah
perhatian, sedangkan bila individu tidak sukses melewatinya maka akan merasa bahwa hidupnya tidak berarti.
8. Tahap VIII: Ego Integrity versus Despair masa dewasa akhir, 65 tahun ke atas Pada tahap usia lanjut ini, mereka juga dapat mengingat kembali masa lalu dan melihat
makna, ketentraman dan integritas. Refleksi ke masa lalu itu terasa menyenangkan dan pencarian saat ini adalah untuk mengintegrasikan tujuan hidup yang telah dikejar selama
bertahun-tahun. Apabila individu sukses melewati faase ini maka akan timbul perasaan puas akan diri, sedangkan apabila mengalami kegagalan dalam melewati tahapan ini akan
menyebabkan munculnya rasa putus asa
Delapan tahapfase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang berjalan
melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson adalah sebagai berikut :
1. Masa Bayi Masa bayi adalah masa pembentukan, dimana bayi “menerima” bukan hanya melalui mulut,
namun juga melalui organ indra yang lain. Sebagaimana mereka menerima makanan dan informasi sensori, bayi belajar untuk memercayai ataupu tidak memercayai dunia luar,
keadaan yang memberikan harapan tidak nyata.
a. Gaya Sensori Oral Tahapan ini ditandai oleh dua gaya pembentukan – memperoleh dan menerima apa yang
diberikan.Bayi dapat memperoleh walaupun tanpa keberadaan orang lain. Mereka dapat memperoleh udara melalui paru-paru. Akan tetapi, gaya pembentukan yang kedua
menyiratkan konteks sosisal. Untuk membuat orang lain memberi, mereka harus belajar untuk memercayai atau tidak memercayai orang lain.Hal ini membangun krisis psikososial
dasar yaitu Trust vs Mistrust.
Kepribadian Page 18
b. Trust Versus Mistrust Rasa Percaya Dasar Vs Tidak Percaya Dasar Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tahun. Tugas
yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan ini
akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang
kotoron eliminsi dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih
kecil. Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan dengan
menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya dan saling menyayangi. Kepuasaan
yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang diberikan oleh ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui pengalaman dengan orang dewasa
tersebut bayi belajar untuk mengantungkan diri dan percaya kepada mereka. Hasil dari adanya kepercayaan berupa kemampuan mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga
mempercayai kapasitas tubuhnya dalam berespon secara tepat terhadap lingkungannya.
Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya, dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain yang membuat ibunya
berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan lebih mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang
lain.
Hal ini jangan dipahami bahwa peran sebagai orangtua harus serba sempurna tanpa ada kesalahancacat. Karena orangtua yang terlalu melindungi anaknya pun akan menyebabkan
anak punya kecenderungan maladaptif. Erikson menyebut hal ini dengan sebutan salah penyesuaian indrawi. Orang yang selalu percaya tidak akan pernah mempunyai pemikiran
maupun anggapan bahwa orang lain akan berbuat jahat padanya, dan akan memgunakan seluruh upayanya dalam mempertahankan cara pandang seperti ini. Dengan kata lain,mereka
akan mudah tertipu atau dibohongi. Sebaliknya, hal terburuk dapat terjadi apabila pada masa kecilnya sudah merasakan ketidakpuasan yang dapat mengarah pada ketidakpercayaan.
Mereka akan berkembang pada arah kecurigaan dan merasa terancam terus menerus. Hal ini ditandai dengan munculnya frustasi, marah, sinis, maupun depresi.
Pada dasarnya setiap manusia pada tahap ini tidak dapat menghindari rasa kepuasan namun juga rasa ketidakpuasan yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan ketidakpercayaan. Akan
tetapi, hal inilah yang akan menjadi dasar kemampuan seseorang pada akhirnya untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik. Di mana setiap individu perlu mengetahui dan membedakan
kapan harus percaya dan kapan harus tidak percaya dalam menghadapi berbagai tantangan maupun rintangan yang menghadang pada perputaran roda kehidupan manusia tiap saat.
Adanya perbandingan yang tepat atau apabila keseimbangan antara kepercayaan dan ketidakpercayaan terjadi pada tahap ini dapat mengakibatkan tumbuhnya pengharapan. Nilai
lebih yang akan berkembang di dalam diri anak tersebut yaitu harapan dan keyakinan yang
Kepribadian Page 19
sangat kuat bahwa kalau segala sesuatu itu tidak berjalan sebagaimana mestinya, tetapi mereka masih dapat mengolahnya menjadi baik.
Pada aspek lain dalam setiap tahap perkembangan manusia senantiasa berinteraksi atau saling berhubungan dengan pola-pola tertentu ritualisasi. Oleh sebab itu, pada tahap ini bayi pun
mengalami ritualisasi di mana hubungan yang terjalin dengan ibunya dianggap sebagai sesuatu yang keramat numinous. Jika hubungan tersebut terjalin dengan baik, maka bayi
akan mengalami kepuasan dan kesenangan tersendiri. Selain itu, Alwisol berpendapat bahwa numinous ini pada akhirnya akan menjadi dasar bagaimana orang menghadapiberkomunikasi
dengan orang lain, dengan penuh penerimaan, penghargaan, tanpa ada ancaman dan perasaan takut. Sebaliknya, apabila dalam hubungan tersebut bayi tidak mendapatkan kasih sayang
dari seorang ibu akan merasa terasing dan terbuang, sehingga dapat terjadi suatu pola kehidupan yang lain di mana bayi merasa berinteraksi secara interpersonal atau sendiri dan
dapat menyebabkan adanya idolism pemujaan. Pemujaan ini dapat diartikan dalam dua arah yaitu anak akan memuja dirinya sendiri, atau sebaliknya anak akan memuja orang lain.
c. Harapan Kekuatan Dasar Bayi Harapan muncul dari konflik antara rasa percaya dan rasa tidak percaya. Jika bayi
mengalami pengalaman yang tidak enak, bayi belajar untuk berharap bahwa gangguan mereka di masa depan akan diakhiri oleh hasil yang memuaskan.
Apabila bayi tidak mengembangkan harapan yang cukup pada masa ini, maka mereka akan menampilkan lawan dari harapan penarikan diri. Dengan hanya sedikit harapan, mereka akan
menarik diri dari dunia luar dan memulai perjalanan menuju gangguan psikologis yang serius.
2. Masa Kanak-Kanak Awal Tahapan psikososial kedua adalah kanak-kanak awal, periode yang pararel dengan tahap anal
Freud berpendapat bahwa anus sebagai zona yang paling memberikan kepuasan seksual bila tersentuh erogeneous selama periode ini dan selama fase anak-sadsitis awal, anak-anak
mendapat kesenangan dengan menghancurkan atau menghilangkan obyek dan nantinya mereka mendapat kesenangan dengan buang air besar.
Erickson berpandangan lebih luas. Baginya, anak-anak mendapat kesenangan bukan hanya karena menguasai otot sirkular yang dapat berkotraksi, tetapi juga menguasai fungsi tubuh
lainnya, seperti buang air kecil, jalan, memegang, dan seterusnya.
a. Gaya Otot Uretral Anal Pada masa ini, anak belajar untuk mengendalikan tubuh mereka, khusunya berkaitan dengan
kebersihan dan pergerakan. Masa kanak-kanak awal tidak hanya belajar toilet training tetapi juga belajar berjalan, berpegangan dengan mainan, dan lain-lain.Mereka senang menahan
feses mereka , mereka jugan senang mengumpulkan barang dan tiba-tiba menghancurkannya.
Kepribadian Page 20
Kanak-kanak awal adalah masanya kontradiksi , masa pemberontakan yang bersikeras dan kepatuhan yang lembut, masa pengungkapan diri yang impulsif dan penyimpangan yang
kompulsif.
b. Otonomi Versus Perasaan Malu Dan Ragu-Ragu Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot anal-mascular stages, masa ini biasanya disebut
masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian otonomi sekaligus dapat memperkecil
perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikaptindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu
kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata
lain, ketika orang tua dalam mengasuh anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek- aspek tertentu misalnya mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat
mengeksplorasikan dan mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa mengembangkan rasa mandiri atau ketidaktergantungan. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar
untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu
tindakankegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang
tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain. Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu. Jikalau orang tua terlalu
membatasi ruang gerakeksplorasi lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak
sendirian.
Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan keberanian anak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain, keseimbanganlah yang diperlukan di sini.
Ada sebuah kalimat yang seringkali menjadi teguran maupun nasihat bagi orang tua dalam mengasuh anaknya yakni “tegas namun toleran”. Makna dalam kalimat tersebut ternyata
benar adanya, karena dengan cara ini anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri. Sedikit rasa malu dan ragu-ragu, sangat diperlukan bahkan memiliki fungsi atau
kegunaan tersendiri bagi anak, karena tanpa adanya perasaan ini, anak akan berkembang ke arah sikap maladaptif yang disebut Erikson sebagai impulsiveness terlalu menuruti kata
hati, sebaliknya apabila seorang anak selalu memiliki perasaan malu dan ragu-ragu juga tidak baik, karena akan membawa anak pada sikap malignansi yang disebut Erikson
compulsiveness. Sifat inilah yang akan membawa anak selalu menganggap bahwa keberadaan mereka selalu bergantung pada apa yang mereka lakukan, karena itu segala
sesuatunya harus dilakukan secara sempurna. Apabila tidak dilakukan dengan sempurna maka mereka tidak dapat menghindari suatu kesalahan yang dapat menimbulkan adanya rasa
malu dan ragu-ragu.
Jikalau dapat mengatasi krisis antara kemandirian dengan rasa malu dan ragu-ragu dapat diatasi atau jika diantara keduanya terdapat keseimbangan, maka nilai positif yang dapat
Kepribadian Page 21
dicapai yaitu adanya suatu kemauan atau kebulatan tekad. Meminjam kata-kata dari Supratiknya yang menyatakan bahwa “kemauan menyebabkan anak secara bertahap mampu
menerima peraturan hukum dan kewajiban”.
Ritualisasi yang dialami oleh anak pada tahap ini yaitu dengan adanya sifat bijaksana dan legalisme. Melalui tahap ini anak sudah dapat mengembangkan pemahamannya untuk dapat
menilai mana yang salah dan mana yang benar dari setiap gerak atau perilaku orang lain yang disebut sebagai sifat bijaksana. Sedangkan, apabila dalam pola pengasuhan terdapat
penyimpangan maka anak akan memiliki sikap legalisme yakni merasa puas apabila orang lain dapat dikalahkan dan dirinya berada pada pihak yang menang sehingga anak akan
merasa tidak malu dan ragu-ragu walaupun pada penerapannya menurut Alwisol mengarah pada suatu sifat yang negatif yaitu tanpa ampun, dan tanpa rasa belas kasih.
c. Keinginan Kekuatan Dasar Kanak-Kanak Awal Kekuatan dasar akan keinginan dan kemauan berkemabang dari resolusi krisis otonomi vs
rasa malu dan ragu. Kekuatan keinginan yang matang dan ukuran signifikan kehendak bebas tertahan hingga tahapan perkembangan selanjutnya, namun mereka berasal dari keinginan
awal yang timbul pada masa kanak-kanak awal.
Anak-anak hanya akan berkembang jika lingkungan mereka membiarkan mereka memilki pengungkapan diri dalam kendali otot sphincter dan otot lain-lain. Ketika pengalaman mereka
mengakibatkan rasa malu dan ragu yang terlalu besar, anak-anak tidak mampu mengembangkan kekuatan dasar ini.
3. Usia Bermain Tahap perkembangan ketiga erikson adalah usia bermain, periode yang meiliputi waktu yang
sama dengan fase falik phallic sekitar usia 3-5 tahun. Sekali lagi perbedaan timbul antara pandangan freud dan erikson. Sementara menempatkan Oidipus Complex sebagai inti dari
fase alat kelamin, erikson percaya bahwa Oedipus Complex hanya salah satu perkembangan penting selama usia bermain. Erikson 1982 menyatakan bahwa selain mengidentifikasi diri
dengan orang tua mereka, anak-anak usia prasekolah mengembangkan daya gerak, keterampilan berbicara, keingintahuaan, imajinasi, dan kemampuan untuk menentukan tujuan
a. Gaya Lokomotor Genital Erikson melihat situasi Oedipal sebagai prototipe “kekuatan seumur hidup akan keriangan
manusia”. Dengan kata lain, Oedipus conplex adalah drama yang dimainkan dalam imajinasi anak-anak mencakup pengertian yang dimulai meningkat akan konsep dasar, seperti
reprodusi, pertumbuhan, masa depan, dan kematian.
Ketertarikan anak-anak usia bermain akan aktivitas genital diiringi dengan meningkatnya sarana daya gerak mereka. Mereka sekarang dengan mudahnya bergerak, berlari, melompat
dan permainan mereka menunjukkan inisiatif serta imajinatif.
b. Inisiatif Versus Rasa Bersalah
Kepribadian Page 22
Tahap ketiga adalah tahap kelamin-lokomotor genital-locomotor stage atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3
sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan inisiatif tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa
bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki
tujuan. Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara
mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan karena dapat
mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa bersalah atau malah akan
mengembangkan sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang mereka rasakan dan lakukan.
Ketidak pedulian ruthlessness merupakan hasil dari maladaptif yang keliru, hal ini terjadi saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun juga terlalu minim. Orang yang
memiliki sikap inisiatif sangat pandai mengelolanya, yaitu apabila mereka mempunyai suatu rencana baik itu mengenai sekolah, cinta, atau karir mereka tidak peduli terhadap pendapat
orang lain dan jika ada yang menghalangi rencananya apa dan siapa pun yang harus dilewati dan disingkirkan demi mencapai tujuannya itu. Akan tetapi bila anak saat berada pada periode
mengalami pola asuh yang salah yang menyebabkan anak selalu merasa bersalah akan mengalami malignansi yaitu akan sering berdiam diri inhibition. Berdiam diri merupakan
suatu sifat yang tidak memperlihatkan suatu usaha untuk mencoba melakukan apa-apa, sehingga dengan berbuat seperti itu mereka akan merasa terhindar dari suatu kesalahan.
Kecenderungan atau krisis antara keduanya dapat diseimbangkan, maka akan lahir suatu kemampuan psikososial adalah tujuan purpose. Selain itu, ritualisasi yang terjadi pada masa
ini adalah masa dramatik dan impersonasi. Dramatik dalam pengertiannya dipahami sebagai suatu interaksi yang terjadi pada seorang anak dengan memakai fantasinya sendiri untuk
berperan menjadi seseorang yang berani. Sedangkan impersonasi dalam pengertiannya adalah suatu fantasi yang dilakukan oleh seorang anak namun tidak berdasarkan kepribadiannya.
Oleh karena itu, rangakain kata yang tepat untuk menggambarkan masa ini pada akhirnya bahwa keberanian, kemampuan untuk bertindak tidak terlepas dari kesadaran dan
pemahaman mengenai keterbatasan dan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya.
c. Tujuan Kekuatan Dasar Usia Bermain Anak-anak sekarang bermain dengan tujuan, bersaing dalam permainan dengan tujuan
menang atau mencapai puncak. Mereka menentukan sasaran dan mengejar sasaran itu dengan tujuan. Usia bermain juga merupakan tahpan dimana anak-anak mengembangkan hati nurani
dan mulai meletakkan benar dan salah pada tingkah laku mereka. Hati nurani di masa muda ini menjadi landasan akan moralitas.
4. Usia Sekolah
Kepribadian Page 23
Konsep usia sekolah erikson meliputi perkembangan dari usia 6 tahun hingga sekitar usia 12- 13 tahun dan cocok dengan tahun-tahun masa laten dalam teori freud. Pada usia ini, dunia
sosial anak-anak meluas diluar keluarga, mencakup kelompok teman, guru, dan panutan dewasa lainnya. Untuk anak usia sekolah, keinginan mereka untuk mengetahui sesuatu
menjadi lebih kuat dan terkait dengan usaha dasar dan kompetensi. Pada perkembangan normal, anak-anak berusaha dengan rajin untuk membaca dan menulis, berburu dan
memancing, atau untuk mempelajari keterampilan yang di butuhkan oleh kultur mereka. Usia sekolah tidak harus berarti sekolah formal. Dalam budaya pandai baca tulis kontenpoler,
sekolah dan guru profesional memainkan peranan utama dalam pendidikan anak, sedangkan pada masyrakat yang belum bisa baca tulis, orang dewasa menggunakan metode efektif yang
kurang formal, namun efektif untuk mengajarkan anak-anak mereka mengenai masyarakat.
a. Latensi Latensi seksual penting karena memungkinkan anak-anak mengalihkan energi mereka untuk
mempelajari teknologi kultur mereka dan startegi akan interksi sosial mereka.
b. Kerajinan Versus Inferioritas Tahap keempat adalah tahap laten yang terjadi pada usia sekolah dasar antara umur 6 sampai
12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat
anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua
harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain sebagainya.
Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana yang pada awalnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring bertambahnya usia bahwa
rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk dapat berhasil dalam belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di
sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak
mampu inferioritas, sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri. Oleh sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangatlah penting untuk memperhatikan apa yang
menjadi kebutuhan anak pada usia seperti ini. Kegagalan di bangku sekolah yang dialami oleh anak-anak pada umumnya menimpa anak-anak yang cenderung lebih banyak bermain
bersama teman-teman dari pada belajar, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari peranan orang tua maupun guru dalam mengontrol mereka. Kecenderungan maladaptif akan tercermin
apabila anak memiliki rasa giat dan rajin terlalu besar yang mana peristiwa ini menurut Erikson disebut sebagai keahlian sempit. Di sisi lain jika anak kurang memiliki rasa giat dan
rajin maka akan tercermin malignansi yang disebut dengan kelembaman. Mereka yang mengidap sifat ini oleh Alfred Adler disebut dengan “masalah-masalah inferioritas”. Maksud
dari pengertian tersebut yaitu jika seseorang tidak berhasil pada usaha pertama, maka jangan mencoba lagi. Usaha yang sangat baik dalam tahap ini sama seperti tahap-tahap sebelumnya
Kepribadian Page 24
adalah dengan menyeimbangkan kedua karateristik yang ada, dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi.
Dalam lingkungan yang ada pola perilaku yang dipelajari pun berbeda dari tahap sebelumnya, anak diharapkan mampu untuk mengerjakan segala sesuatu dengan
mempergunakan cara maupun metode yang standar, sehingga anak tidak terpaku pada aturan yang berlaku dan bersifat kaku. Peristiwa tersebut biasanya dikenal dengan istilah formal.
Sedangkan pada pihak lain jikalau anak mampu mengerjakan segala sesuatu dengan mempergunakan cara atau metode yang sesuai dengan aturan yang ditentukan untuk
memperoleh hasil yang sempurna, maka anak akan memiliki sikap kaku dan hidupnya sangat terpaku pada aturan yang berlaku. Hal inilah yang dapat menyebabkan relasi dengan orang
lain menjadi terhambat. Peristiwa ini biasanya dikenal dengan istilah formalism.
c. Kompetensi Kekuatan Dasar Usia Sekolah Kekuatan dasar kompetensi adalah rasa percaya diri untuk menggunakan kemampuan fisik
dan kognitif dalam menyelesaikan masalah yang mengiringi usia sekolah. Kompetensi diberikan landasan untuk partisipasi kooperatif dalam kehidupan dewasa yang produktif.
5. Remaja Periode Remaja dari pubertas hingga masa dewasa muda, merupakan salah satu tahapan
perkembangan yang paling krusial karena akhir periode ini, seseorang harus sudah mendapatkan rasa ego identitas yang tetap. Walaupun ego identitas dimuali maupun di akhiri
selama remaja, krisis antara identitas dan kebingungan identitas mencapai puncaknya selama tahap ini. Dari krisis antara identitas versus kebingungan identitas timbul kesetiaan, kekuatan
dasar masa remaja.
a. Pubertas Pubertas puberty adalah tahap kemasakan seksual. Menurut Erikson penting karena
pubertas memacu harapan peran dewasa pada masa yang akan datang.
b. Identitas Versus Kekacauan Identitas Tahap kelima merupakan tahap adolesen remaja, yang dimulai pada saat masa puber dan
berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda merupakan bagian dari tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini. Menurut Erikson
masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas pribadi berarti
mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak hanya berada dalam area keluarga, sekolah
namun dengan masyarakat yang ada dalam lingkungannya.
Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap sebelumnya seseorang dapat menapakinya dengan baik maka segenap identifikasi di masa kanak-kanak diintrogasikan
dengan peranan sosial secara aku, sehingga pada tahap ini mereka sudah dapat melihat dan
Kepribadian Page 25
mengembangkan suatu sikap yang baik dalam segi kecocokan antara isi dan dirinya bagi orang lain, selain itu juga anak pada jenjang ini dapat merasakan bahwa mereka sudah
menjadi bagian dalam kehidupan orang lain. Semuanya itu terjadi karena mereka sudah dapat menemukan siapakah dirinya. Identitas ego merupakan kulminasi nilai-nilai ego sebelumnya
yang merupakan ego sintesis. Dalam arti kata yang lain pencarian identitas ego telah dijalani sejak berada dalam tahap pertamabayi sampai seseorang berada pada tahap terakhirtua. Oleh
karena itu, salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu apabila tahap-tahap sebelumnya berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara baik, disebabkan anak tidak mengetahui
dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah pergaulan dan struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity confusion atau kekacauan identitas.
Akan tetapi di sisi lain jika kecenderungan identitas ego lebih kuat dibandingkan dengan kekacauan identitas, maka mereka tidak menyisakan sedikit ruang toleransi terhadap
masyarakat yang bersama hidup dalam lingkungannya. Erikson menyebut maladaptif ini dengan sebutan fanatisisme. Orang yang berada dalam sifat fanatisisme ini menganggap
bahwa pemikiran, cara maupun jalannyalah yang terbaik. Sebaliknya, jika kekacauan identitas lebih kuat dibandingkan dengan identitas ego maka Erikson menyebut malignansi
ini dengan sebutan pengingkaran. Orang yang memiliki sifat ini mengingkari keanggotaannya di dunia orang dewasa atau masyarakat akibatnya mereka akan mencari identitas di tempat
lain yang merupakan bagian dari kelompok yang menyingkir dari tuntutan sosial yang mengikat serta mau menerima dan mengakui mereka sebagai bagian dalam kelompoknya.
Kesetiaan akan diperoleh sebagi nilai positif yang dapat dipetik dalam tahap ini, jikalau antara identitas ego dan kekacauan identitas dapat berlangsung secara seimbang, yang mana
kesetiaan memiliki makna tersendiri yaitu kemampuan hidup berdasarkan standar yang berlaku di tengah masyarakat terlepas dari segala kekurangan, kelemahan, dan
ketidakkonsistennya. Ritualisasi yang nampak dalam tahap adolesen ini dapat menumbuhkan ediologi dan totalisme.
c. Kesetiaan Kekuatan Dasar Remaja Kekuatan dasar yang muncul dari krisis identitas pada tahap adolensen adalah kesetiaan
fidelity. Sisi patologis dari kesetiaan adalah penolakan repudiation, menjadi bentuk yang malu-malu diffedence atau penyimpangan deviance. Difiden adalah keadaan ekstrim tidak
percaya diri, sementara devian adalah memberontak kepada otoritas secara terbuka.
6. Dewasa Muda Tugas pada tahap dewasa awal hanya sesudah orang mengembangkan perasaan yang mantap
siapa dan apa yang diinginkannya maka mereka dapat mengembangkan tingkat kebaikan cinta love. Tahap ini ditandai dengan perolehan keintiman intimacy pada awal periode dan
perkembangan berketurunan generativity pada akhir periode.
Kepribadian Page 26
a. Genitalitas Banyak dari aktivitas seksual selama masa remaja adalah ungkapan pencariaan akan identitas
dan pada dasarnya harus disediakan oleh diri sendiri. Genetalitas sejati dapat berkembang hanya selama dewasa muda ketika ia dibedakan dengan rasa percaya yang sama dan berbagi
secara stabil kepuasaan seksual dengan seseorang yang dicintai. Ia merupakan pencapaian utama psikoseksual terhadapa masa dewasa muda dan hanya di dapati dalam hubungan intim.
Disebut perkelaminan genitality. Aktivitas seksual selama tahap adolensen adalah ekspresi pencarian identitas yang biasanya dipuaskan sendiri. Ditandai dengan saling percaya dan
berbagi kepuasan seksual secara permanen dengan orang yang dicintai.
b. Keintiman Versus Keterasiangan Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan memasuki
jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun. Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan berusaha
menghindar dari sikap menyendiri. Periode diperlihatkan dengan adanya hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah pacaran guna memperlihatkan dan
mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang lain. Di mana muatan pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya kerja sama yang terjalin dengan orang
lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara
baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi. Erikson menyebut adanya kecenderungan maladaptif yang muncul dalam periode ini ialah rasa cuek, di mana seseorang sudah merasa
terlalu bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan dan merasa tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan sahabat, tetangga,
bahkan dengan orang yang kita cintaikekasih sekalipun. Sementara dari segi lainmalignansi Erikson menyebutnya dengan keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk
mengisolasimenutup diri sendiri dari cinta, persahabatan dan masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian yang
dirasakan.
Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan dengan seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam konteks teorinya, cinta berarti
kemampuan untuk mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah cinta yang dimaksudkan di sini tidak hanya mencakup
hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain.
Ritualisasi yang terjadi pada tahan ini yaitu adanya afiliasi dan elitisme. Afilisiasi menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan
cinta yang dibangun dengan sahabat, kekasih, dan lain-lain. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang kurang terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain.
c. Cinta Kekuatan Dasar Dewasa Muda
Kepribadian Page 27
Cinta adalah kesetiaan yang masak sebagai dampak dari perbedaan dasar antara pria dan wanita. Kebalikan dari cinta adalah kesendirian exclusivity. Sedikit ekslusif dibutuhkan
dalam intumasi, yakni bahwa orang harus bisa menolak orang tertentu, untuk mengembangkan perasaan identitas diri yang kuat. Kesendirian menjadi patologis kalau
kekuatannya sampai menghalangi kemampuan kerja sama.
Lawan dari cinta adalah ekskluasivitas, inti patalogi padadewasa muda. Bebrapa ekskluasivitas, bagaimanapun juga, diperlukan untuk keintiman. Seseorang harus memiliki
kemampuan untuk mencegah ide, aktivitas, atau orang tertentu demi mengembangkan kepekaannya kepada identitas. Ekskluasivitas menjadi patologi ketika ia menghambat
kemampuan seseorang dalam bekerja sama, bersaing, atau berkompromi semua hal yang mendasari keintiman dan cinta.
7. Dewasa Masa dewasa yaitu masa deimana manusia mulai mengambil bagian dalam masyarakat dan
menerima tanggung jawab dari apapun yang di berikan oleh masyarakat. Untuk sebagaian besar orang, dewasa muda adalah tahapan perkembangan yang paling lama, menghabiskan
waktu dari usia 31-60 tahun. Masa dewasa ditandai oleh gaya psikoseksual prokreativitas, krisis psikososial generativitasversus stagnasi, dan kekuatan dasar rasa peduli.
a. Prokreativitas Teori psikoseksual erikson beransumsi bahwa doronghan insting mempertahankan spesies,
dorongan ini adalah lawan dari insting binatang orang dewasa terhadap prokreasi dan merupakan perpanjangan dari genitalitas yang menandai masa dewasa muda. Akan tetapi
prokreativitas tak sekedar mengacu pada kontak genital dengan oasangan intim. Ia juga mencakup tanggung jawab untuk mengasuh keturunan yang merupakan hasil kontak seksual.
Idealnya prokreasi datang dari keintimanyang matang dan cinta stabil selama tahapan sebelumny. Kenyataannya, manusia mampu secara fisik untuk menghasilkan keturunan
sebelum mereka siap secara psikologis untuk memikirkan kesejahteraaan anak-anak mereka.
Dewasa yang matang menuntut lebih dari prokreasi keturunan. Ia juga mencakup merawat anak-anak sendiri dan juga anak-anak orang lain. Selain itu, ia juga meliputi bekerja secara
produktif untuk menyamapaikan kultur dari satu generasi ke generasi lain.
b. Generativitas Versus Stagnasi Masa dewasa dewasa tengah berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orang-orang
yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap ke enam terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah satu tugas untuk
dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu generativitas dengan tidak berbuat apa-apa stagnasi. Generativitas adalah perluasan cinta
ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat
Kepribadian Page 28
jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun. Maladaptif
yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu peduli, sehingga mereka tidak punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain itu malignansi yang ada adalah penolakan, di mana seseorang
tidak dapat berperan secara baik dalam lingkungan kehidupannya akibat dari semua itu kehadirannya ditengah-tengah area kehiduannya kurang mendapat sambutan yang baik.
Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif yang dapat dipetik yaitu kepedulian. Ritualisasi
dalam tahap ini meliputi generasional dan otoritisme. Generasional ialah suatu interaksihubungan yang terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-orang yang
berada pada usia dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila orang dewasa merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang mereka alami
serta memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara memaksa, sehingga hubungan diantara orang dewasa dan penerusnya tidak akan berlangsung dengan baik dan
menyenangkan.
c. Rasa Peduli Kekuatan Dasar Dewasa Keperdulian care adalah perluasan suatu komitmen untuk merawat orang lain. Care bukan
suatu tugas atau kewajiban, tetapi keinginan yang muncul serta alami dari konflik antara generativita dengan stagnasi. Lawan dari keperdulian adalah penolakan rejectivity, yang
diwujudkan dalam bentuk mementingkan diri sendiri, atau pseudospeciation, yakni keyakinan bahwa orang atau kelompok lain adalah jenis manusia yang lebih inferior dibanding
dirikelompoknya.
8. Usia Lanjut Erikson berusia 40 tahun ketika ia pertama kali memikirkan konsep tahapan ini dan semena-
mena mendevisinikan usia lanjut sebagai periode usia 60 tahun sampai akhir kehidupan. Usia lanjut bukan berarti seseorang sudah tak lagi menghasilkan generative. Prokreasi, dalam
artian sempit menghasilkan anak, mungkin sudah tak lagi, namun orang dalam usia lanjut tetap bisa produktif dan kreatif dalam banyak cara lain. Mereka dapat menjadi kakek nenek
yang merawat cucu-cucu mereka juga anggota masyarakat lain yang lebih muda. Usia lanjut dapat menjadi masa akan kesenangan, kerianganm dan bertanya-tanya, namun juga masa
akan kepikunana,depresi, dan keputus asaan. Gaya psikoseksual usia lanjut adalah sensualitas tergenerilasikan, krisis psikososial integritas versus keputus asaan, dan kekuatan dasar
kebijaksanaan.
a. Sensualitas Tergeneraslisasi Tahap terakhir dati psikoseksual adalah generalisasi sensualitas Generalized Sensuality:
memperoleh kenikmatan dari berbagai sensasi fisik,penglihatan, pendengaran, kecapan, bau, pelukan dan bisa juga stimulasi genital.
b. Integritas Versus Keputusasaan
Kepribadian Page 29
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh orang- orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada
tahap ini berarti sudah cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan
kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, karena
orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam
teori Erikson terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan bertolak
belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat. Kecenderungan terjadinya integritas lebih kuat
dibandingkan dengan kecemasan dapat menyebabkan maladaptif yang biasa disebut Erikson berandai-andai, sementara mereka tidak mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa
tua. Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas maupun secara malignansi yang disebut dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson
sebagai sikap sumaph serapah dan menyesali kehidupan sendiri.
Oleh karena itu, keseimbangan antara integritas dan kecemasan itulah yang ingin dicapai dalam masa usia senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.
c. Kebijaksanaan Kkekuatan Usia Lanjut Orang dengan kebijaksanaan yang matang, tetap mempertahankan integritasnya ketika
kemampuan fisik dan mentalnya menurun. Antitesis dari kebijaksanaan adalah penghinaan disdain. Penghinaan merupakan kelanjutan dari penolakan, sumber patologi dari fase
dewasa
D. METODE PENELITIAN ERIKSON
Metode utama pada penelitian Erickson adalah studi kasus. Kelemahan-kelemahan dari studi kasus ini adalah susah untuk di dupikasikan dan membuktikan kasus penting, Namun selain
kelemahan-kelemahan tersebut studi kasus mempunyai berbagai informasi penting yang di dapatkan melalui teknik ini. Erickson juga membuktikan bahwa dari sejarah studi kasus
menghasilkan bebarapa pemahaman tentang perkembangan personality yang dapat memecahkan permasalahan pasien.
Erickson melakukan penelitian berdasarkan beberapa aspek dari teorinya melalui terapi yang dia sebut sebagai play construction. Play construction merupakan teknik untuk mengukur
personality anak, yang dianalsia melalui bagaimana anak tersebut berinteraksi dengan mainan yang diberikan kepadanya. Erickson yang menganut beberapa teori Freud, menggambarkan
play construction ini dengan metode psikoanalisa. Ercikson kurang setuju dengan beberapa pandangan tersebut, yakni wanita merupakan korban dari anatomi mereka yang menyebabkan
personality mereka dipengaruhi oleh ketidakaadanya penis. Erikson mengakui bahwa perbedaan dalam play construction juga disebabkan karena perbedaan gender dalam
mentraining, dimana pada anak laki-laki lebih diorientasikan kepada sikap yang lebih keras,
Kepribadian Page 30
agresifitas dan pencapaian sesuatu dari pada anak perempuan. Ternyata dari beberapa kasus yang dilakukan pada anak umur 2 dan 5 tahun, hasilnya tidak seperti yang dikemukakan oleh
Erickson.
Peneliti lain telah menaruh perhatian kepada test tahap perkembangan pada psikososial. Penelitian ini diuji pada anak-anak usia 4,8, dan 11. Anak-anak tersebut disuruh untuk
membuat cerita berdasarkan gambar yang dilihat mereka.dari cerita ini. Peneliti menganalisa cerita yang disimpulkan anak tersebut dan mengambiul kesimpulan pada tahap psikososial
manakah anak tersebut sekarang.
Analisis psikohistorikal melalui diari, surat dan novel dari seorang penulis wanita mulai dari umur 21 tahun menunjukkan bahwa adanya kepedulian terhadap identitas, perubahan, dan
kepedulian terhadap keakraban dengan sesama dan produktifitas. Perubahan-perubahan tersebut termasuk dalam teori perkembangan Erickson.
Dengan menggunakan skala Ego-Identity, peneliti mencoba teori Erikson apakah baik atau kurang baik dalam mengidentifikasi orangtua yang bergender sama dapat mengganggu ego
identity remaja. Hasil yang diperoleh melalui skala ego-identity dengan tes identifikasi maternal menunjukkan adanya hubungan antara kelompok mahasiswi tingkat pertama dan
mahasiswi tingkat kedua. Hal tersebut mendukung perkiraan Erickson, dari tes tersebut juga ditemukan bahwa mahasiswi yang kesulitan dalam mengatasi permasalahan ego-identitinya
cenderung akan memiliki permasalahan seperti kecanduan alcohol.
Penelitian lain menunjukkan bahwa hubungan keluarga yang aman pada masa remaja terpesona pengembangan identitas diri. ditemukan bahwa kehangatan orangtua dan otonomi
adalah prediktor dari lingkungan keluarga yang stabil, yang, pada gilirannya, mempromosikan pengembangan identitas.Kamptner, 1998.
Psikolog menguji keyakinan erikson, yaitu hasil positif dalam menyelesaikan krisis identitas terkait dengan hasil positif pada tahap perkembangan sebelumnya. Waterman, Buebel,
Waterman, 1970. Program penelitian yang luas pada tahap perkembangan remaja mengidentifikasi lima jenis psikologis, atau status, untuk periodenya Marcia, 1966, 1980:
mengidentifikasi prestasi, penundaan, penyitaan prestasi, difusi identitas, dan terasing. Mengidentifikasi prestasi menggambarkan remaja yang berkomitmen untuk pilihan kerja dan
ideologis dan yang telah mengembangkan identitas ego yang kuat.
Penundaan, kedudukan kedua dalam perkembangan remaja menjelaskan remaja yang masih menjalani krisis identitas mereka. Pekerjaan dan ideologi mereka masih samar-samar.
Perilaku mereka berkisar dari ragu-ragu dan akhirnya bertindak dan berkreasi. Bluestin,Devenis, Kidney, 1989; Podd, Marcia Rubin, 1968. Penyitaan, menjelaskan
remaja yang belum mengalami krisis identitas, tapi remaja yang dengan tegas berkomitmen dengan sebuah pekerjaan dan ideologi. Remaja ini cenderung kaku dan otoriter dan
mengalami kesulitan dalam perubahan situasi Marcia, 1967. Tahap kelima, pengasingan prestasi, menjelaskan remaja yang telah mengalami krisis identitas, tidak punya komitmen
kerja, dan memeluk ideologi yang mengecam sistem ekonomi dan politik Marcia Friedman, 1970; Orlofsky, Marcia Lesser, 1973. Empat dari kedudukan ini, dalam
Kepribadian Page 31
kedudukan sebagai berikut. Penyamaran identitas, penyitaan, penundaan, dan pencapaian identitas, menggambarkan resolusi kesuksesan dari masalah identitas. Dalam masa kognitif
dan emosi,pencapaian prestasi dan tipe penundaan berfungsi lebih baik daripada penyitaan dan penyamaran identitas. Menerapkan teknik Alfred Alder dari ingatan awal, seorang
psikolog menemukan bahwa wanita di perguruan tinggi diidentifikasi dalam status penundaan menunjukkan ego dan struktur karakter yang lebih kuat dibandingkan dalam status penyitaan.
Beberapa peneliti kepribadian berfokus pada pertanyaan, kapan krisis identitas muncul. Erikson menunjukkan bahwa itu dimulai saat masa remaja selesai, dengan satu cara atau
lainnya, kira-kira pada umur 18 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa krisis identitas tidak akan mucul sampai tingkat remaja akhir. Dalam suatu kasus, sampai dengan 30 subyek
mencari identitas dirinya sampai umur 24 tahun Archer, 1982.
1. Studi Antropologis Pada tahun 1937, Erikson melakukan darmawisata ke Indian Pine Ridge Réservation
di South Dakota untuk menyelidiki penyebab apatis di kalangan anak-anak Sioux. Erikson 1963 melaporkan pelatihan awal Sioux dari sudut pandang teori psikoseksual yang baru
berkembang dan perkembangan psikososial Ia mendapati bahwa apatis adalah ungkapan ketergantungan ekstrem bangsa Sioux yang telah berkembang sebagai hasil rasa percaya.
Mereka pada program pemerintah federal yang beragam. Di masa lalu, mereka merupakan pemburu banteng yang pemberani. Akan tetapi, pada tahun 1937, bangsa Sioux telah
kehilangan identitas kelompok mereka sebagai pemburu dan mencoba setengah hati untuk hidup sebagai petani Praktik pengasuhan anak yang di masa lalu adalah melatih anak laki-laki
menjadi pemburu dan anak perempuan untuk membantu serta menjadi ibu bagi pemburu di masa mendatang» tidak lagi cocok dengan masyarakat pertanian. Akibatnya, pada tahun
1917, anak-anak Sioux mengalami kesulitan untuk mencapai rasa ego identitas, terutama ketika mencapai usia remaja.
Dua tahun kemudian, Brikson melakukan darmawisata yang sama ke Northern California untuk mempelajari bangsa Yurok, yang hidup terutama dari memancing salmon.
Walaupun bangsa Sioux dan Yurok memiliki budaya yang sangat hias ragamnya, tiap suku memiliki tradisi pelatihan anak-anak muda mereka yang menjadi kekuatan masyarakat
tersebut Bangsa Yurok terlatih untuk menangkap ikan, deh karena itu tidak memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan tidak menyukai peperangan. Mendapatkan dan
mempertahankan perlengkapan serta kepemilikan. dinilai tinggi oleh orang-orang Yurok. Erikson 1963 dapat menunjukkan bahwa pelatihan di kanak-kanak awal konsisten dengan
nilai kultur yang kuat dan bahwa sejarah dan masyarakat membantu terbentuknya kepribadian.
E . psiko sejarah
Disiplin ilmu yang disebut psikohistoris merupakan bidang kontroversial yang memadukan konsep psikoanalisis dengan metode sejarah. Freud 19101957 menghasilkan psikohistoris
bersamaan dengan investigasi terhadap Leonardo da Vinci dan nantinya berkolaborasi dengan duta Amerika.VVdham Bullit untuk menulis studi psikologis mengenai presiden Amerika,
Kepribadian Page 32
Woodiw Wttson Freud Bullit, 1967. Walaupun Erikson 1975 beranggapan buruk mengenai studi itu. ia menggunakan metode psikohistoris tersebut dan memperbaikinya,
terutama dalam studinya mengenai Martin Luther Erikson, 1958, 1975 dan Mahatma Gandhi Erikson, 1969.1975. Luther dan Gandhi memiliki dampak sejarah yang penting
karena mereka adalah orang-orang luar biasa dengan konflik hak asasi pribadi selama periode sejarah yang membutuhkan penyelesaian kolektif akan apa yang tidak dapat diselesaikan
secara individual E Hall, 1983.
Erikson 11974 mendefinisikan psikohistoria sebagai studi individual dan kehidupan kolektif dengan metode yang memadukan psikoanalisis dan sejarah. la menggunakan
psikohistoris untuk menunjukkan keyakinan utamanya bahwa setiap orang adalah hasil dari masa sejarahnya dan bahwa masa sejarah dipengaruhi oleh pemimpin luar biasa yang
mengalami konflik identitas pribadi sebagai pengarang psikohistoris, Erikson percaya bahwa ia harus terlibat secara emosional dengan subjek . Contohnya, ia mengembangkan
keterikatan emosional yang kuat dengan Gandhi, yang ia hubungkan dengan pencarian seumur hidup akan ayahnya yang yang tidak pernah temui.Erikson menunjukan perasaan
positif yang kuat terhadap Gandhi lebagajmana ia berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana individu yang sehat, seperti Gandhi dapat melalui konflik dan krisis ketika orang-
orang lain dilemahkan oleh kurangnya perjuangan.
F . RISET TERKAIT
Satu kontribusi utama Erikson adalah memperluas perkembangan kepribadian hingga dewasa. Dengan mengembangkan pernyataan perkembangan Freud hingga usia lanjut
Erikson menantang gagasan bahwa perkembangan psikologis berhenti sampai pada masa kanak-kanak. Peninggalan Erikson yang paling berpengaruh adalah teori perkembangannya
dan, khususnya, tahapan remaja sampai usia lanjut Ia salah satu teoretikus pertama yang menekankan periode kritis pada masa remaja dan konflik-konflik seputar pencarian seseorang
akan identitas» Remaja dan dewasa muda sering bertanya: Siapa saya? Kemana •aya akan pergi? Dan apa yang ingin saya lakukan sepanjang sisa hidup saya? Bagaimana mereka
menjawab pertanyaan-pertanyaan ini memainkan peranan penting terhadap hubungan seperti apa yang akan mereka kembangkan, siapa yang akan mereka nikahi dan jalur karier apa yang
akan mereka ikuti.
Berlawanan dengan teoretikus psikodinamika lainnya, Erikson memicu cukup banyak penelitian empiris» terutama pada remaja, dewasa muda, dan dewasa. Di sini kita akan
membahas penelitian akhir-akhir ini mengenai perkembangan dewasa pertengahan, khususnyatahapan generativitas.
1. Generativitas Dan Parenting Erikson 1982 mendefinisikan generativitas sebagai generasi akan manusia baru
sebagaimana produk dan gagasan baru him. 67. Generativitas hal-hal menghasilkan secara khas tidak hanya diungkapkan dengan membesarkan anak dan mengasuh pertumbuhan
Kepribadian Page 33
pada anak-anak muda, tetapi juga dengan mengajar, membimbing, menciptakan, dan aktivitas pembacaan cerita yang membawa pengetahuan baru dalam keberadaan dan menyampaikan
pengetahuan lama kepada generasi berikutnya. Dan McAdams dan koleganya McAdams, 1999; McAdams de St. Aubin, 1992, Bauer McAdams, 2004b telah menjadi figur
utama dalam penelitian mengenai generativitas dan mengembangkan Skala Generativitas Loyola Loyola Generativity Scale LGS untuk mengukurnya. LGS mencakup butir-butir,
seperti Saya memiliki keterampilan penting yang saya coba ajarkan pada orang lai dan Saya tidak bekerja secara sukarela antuk sebuah acara amal. Skala ini mengukur beberapa
aspek dalam generativitas, termasuk kepedulian terhadap generasi berikutnya; menciptakan dan mempertahankan objek dan hal lainnya; serta narasi seseorang. yaitu cerita atau tema
subjektif yang orang dewasa ciptakan untuk menyediakan sesuatu bagi generasi selanjutnya.
Menggunakan skala LGS, para peneliti telah menyelidiki dampak generativitas orang tua pada perkembangan anak» Secara teori, orang tua yang memilikj rasa generativitas yang
tinggi seharusnya memberikan usaha dan rasa peduli yang besar dalam membesarkan anak sehingga menghasilkan keturunan yang baik dan bahagia. BU Petersoo menguji gagasan ini
dengan studi terhadap mahasiswa dan orang tua mereka Peterson, 2006. Frterson memprediksikan bahwa anak-anak dengan orang tua yang generatif tidak hanya akan lebih
bahagia, namun juga memiliki sudut pandang masa depan, yaitu suatu cara untuk menjelaskan bahwa anak-anak dengan orang tua generatif akan memandang jauh ke depan
dan dengan itu memandang optimis hal-hal yang akan datang Untuk menguji prediksi ini, orang tua diminta melengkapi LGS dan mahasiswa melengkapi pengukuran kesejahteraan
yang mencakup butir-butir mengenai kebahagiaan secara keseluruhan, rasa kebebasan, dan keyakinan terhadap diri sendiri Mahasiswa juga melengkapi pengukuran pandangan masa
depan di mana mereka memberikan urutan peringkat mengenai seberapa besar merdu memikirkan tantang hari berikutnya» bulan berikutnya, tahun berikutnya, dan sepuluh tahun
dari sekaran
2. Generativitas Versus Stagnasi Seperti semua tahapan, mm dewasa terdiri dari dua konflik interaktif, yaitu generativitas dan
stagnasi. Erikson setara umum menganggap stagnasi dan generativitas sebagai ujung berlawanan dari kontinum yang sama. Dengan kata lain. seseorang yang memiliki
generativitas tinggi akan memiliki stagnasi yang rendah dan juga sebaliknya. Akan tetapi, akhir akhir ini. para peneliti mulai mempertanyakan seberapa berlawanannya dua aspek
perkembangan masa dewasa ini dan telah melakukan eksplorasi stagnasi serta generativitas sebagai konstruk yang mandiri Van Hiel, Mervielde, De Fruyt, 2006. Satu alasan untuk
pertukaran dari model Erikson ini, yaitu adanya kemungkinan bahwa manusia menjadi generatif dan stagnan. Situasi seperti ini mungkin terjadi ketika seseorang ingin menjadi
generatif dan mengerti pentingnya menjadi generatif, namun karena apapun alasannya, tidak bisa mengatasi keterlibatan dirinya sendiri la mungkin menyadari bahwa generativitas adalah
tahapan selanjutnya dalam perkembangan, namun tidak bisa mencapainya.
BAB III
Kepribadian Page 34
INDIVIDU ALLPORT
A. RIWAYAT KEHIDUPAN ALLPORT
Gordon Willard Allport lahir pada 11 November 1897 di Montezuna, Indiana, dari pasangan John E. Allport dan Nellie Wise Allport sebagai anak bungsu dari 4 bersaudara.
Awalnya ayahnya adalah seorang pengusaha , namun ketika Allport lahir beliau beralih pekerjaan dibidang obat – obatan medis. Ibunya seorang guru dan merupakan protestan
yang alim.
Ketika Allport berumur 6 tahun, keluarganya telah berpindah sebanyak tiga kali-dan akhirnya menetap di Cleveland, Ohio.Allport kecil mengembangkan ketertarikannya pada Philosophi
dan pertanyaan keagamaan yang banyak memberikan kesempatan untuk berkata-kata.Dia menggambarkan dirinya sebagai sosial “terpisah” yang menggunakan lingkaran aktivitasnya
sendiri.Dia juga menyatakan bahwa dia adalah anak yang lebih memiliki kemampuan dalam merangkai kata daripada olahraga ataupun bermain dengan rekan sebaya.Allport kecil
mengembangkan ketertarikannya pada Philosophi dan keagamaan.Pada tahun 1915 ia masuk ke Universitas Harvard, dan menjadi sarjana pada tahun 1919. Pada tahun 1922 Allport
menerima gelar Ph.D ilmu psikologi di Harvard, setelah 2 tahun menjalani pendidikan.
Bagi Allport, Psikologi harus lebih menaruh perhatian kepada kesadaran atau motivasi yang terlihat. Allport mendapatkan penghargaan dalam bidang psikologi, yaitu : “American
Psychological Foundation’s Gold Medali,” “The American Psychological Association’s Distinguished Scientific Contribution Award”, dan “The Presidencis of the American
Psychological Assosiation and The Society for the Psychological of Sosial Issues”.
B. PENDEKATAN ALLPORT TEORI KEPRIBADIAN
Allport tidak setuju dengan teori psokoanalisis. Karena itu konsep utama teori kepribadiannya menyangkut motivasi, yang membuat orang bergerak. Arus aktivitas memiliki unsur yang
tetap trait dan unsur yang berubah-ubah functional autonomy : kecenderungan tingkah laku untuk berlanjut oleh alasan yang berbeda dengan alasan motivasi awalnya.
Menurutnya kepribadian adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisik individu yang menentukan penyesuainnya yang unik dengan lingkungannya. Suatu fenomena dinamik
yang memiliki elemen psikologik, yang berkembang dan berubah, yang memainkan peran aktif dalam berfungsinya individu. Defenisi kepribadian ini memiliki 3 unsur pokok:
1. Istilah dynamic organization: kepribadian terus menerus berkembang dan berubah, dan di dalam diri individu ada pusat organisasi yang mewadahi semua komponen kepribadian
yang menghubungkan satu dengan lainnya.
Kepribadian Page 35
2. Istilah psychophysical system menyiratkan bahwa kepribadian bukan hanya konstruk hipotetik yang dibuat oleh pengamat tetapi merupakan fenomena nyata yang merangkum
elemen mental dan neural, disatukan ke dalam unitas kepribadian.
3. Istilah determine mempertegas kembali bahwa kepribadian adalah sesuatu dan mengerjakan sesuatu, bukan sekedar konsep yang menjelaskan tingkahlaku orang tetapi
bagian dari individu yang berperan aktif dalam tingkahlaku itu.
Allport juga mempertimbangkan untuk tidak memakai istilah karakter dan tempramen sebagai sinonim personality. Menurutnya, karakter mengesankan suatu aturan tingkah laku
dengan mana orang atau perbuatannya akan dinilai : orang sering di gambarkan memiliki karakter yang baik atau jelek. Karakter bersebrangan dengan kepribadian yang
menggambarkan deskriptif tingkah laku yang bebas dari penilaian karakter adalah kepribadian yang menilai, dan kepribadian adalah karakter yang menilai . Tempramen
mengacu ke disposisi yang berkaitan erat dengan determinan biologik atau fisiologik. Jadi, hereditas memainkan peran dalam tempramen, sebagai bahan baku bersama-sama kecerdasan
dan fisik untuk membentuk kepribadian.
C. STRUKTUR KEPRIBADIAN
Personality Traits Traits. Menurut Allport traits adalah untuk membedakan karakteristik yang mempengaruhi
atau membentuk perilaku. Traits diukur pada sebuah rangkaian kesatuan dan sosial, lingkungan, dan pengaruh budaya.
Allport menganggap ciri-ciri kepribadian personality traits menjadi kecenderungan untuk memberi respon yang sama terhadap berbagai jenis rangsangan. Dengan kata lain, traits
adalah cara yang konsisten untuk memberikan reaksi terhadap lingkungan kita. Menurut Allport ada beberapa karakteristik traits :
Nyata dan ada di dalam diri kita masing-masing. Traits bukan hanya sekedar label atau sebutan untuk menilai perilaku.
Menentukan sebab dari suatu perilaku. Traits tidak hanya muncul dalam menanggapi rangsangan tertentu. Traits memotivasi kita untuk mencari stimulus yang tepat dan
berinteraksi dengan lingkungan untuk menghasilkan perilaku.
Dapat dibuktikan secara empiris. Dengan mengamati perilaku dari waktu ke waktu, kita dapat menyimpulkan adanya sifat dalam konsistensi seseorang terhadap respon yang sama atau
serupa.
Traits saling berkolerasi; dapat terkait, meskipun mewakili karakteristik yang berbeda. Sebagai contoh, agresivitas dan permusuhan adalah ciri-ciri yang berbeda tetapi terkait dan
sering diamati terjadi bersama-sama dalam perilaku seseorang.
Kepribadian Page 36
Berubah pada setiap situasi. Misalnya, seseorang mungkin menampilkan sifat yang baik seperti tertib dalam satu situasi dan juga bisa menampilkan sifat yang buruk seperti tidak
teratur atau tidak tertib dalam situasi yang lain.
Allport mengklasifikasikan traits dalam dua bentuk : Individual Traits
Keunikan pada seseorang dan menunjukkan karakter mereka. Common Traits
Perilaku yang dilakukan oleh sejumlah manusia, misalnya sebagai bagian dari budaya. Maksudnya adalah manusia yang berada dalam kultur yang berbeda akan memiliki common
traits yang berbeda.
Personal Disposition Allport melabel ulang common traits menjadi traits dan individual traits menjadi personal
disposition. Tidak semua personal disposition pada diri kita memiliki intensitas atau makna yang sama. Hal ini dapat dikelompokkan menjadi cardinal traits, central traits, or secondary
traits.
Cardinal Traits Sifat yang berperan besar dalam kehidupan dan trait yang kuat
Central Traits Sifat yang lebih umum dan khas yang menonjol dari perilaku manusia itu sendiri
Secondary Traits Sifat yang lebih spesifik dan tidak terlalu mendeskripsikan kepribadian. Sifat ini berfungsi
lebih terbatas, khusus pada respons yang didasari serta perangsang tertentu dan tidak konsisten
Habits and Attitudes Allport setuju bahwa habits kebiasaan dan attitudes tingkah laku juga mampu memulai
dan membentuk perilaku.
Habits kebiasaan adalah respon yang tidak fleksibel dan spesifik terhadap suatu stimuli, bisa dikombinasikan dengan trait lain.
Kepribadian Page 37
Attitudes sikap adalah makna yang hampir sama dengan traits, kecuali bahwa attitudes memiliki objek tertentu yang lebih spesifik, dan melibatkan pertimbangan dan evaluasi baik
positif maupun negatif.
Untuk menjelaskan perbedaan antara traits dan attitudes adalah hal yang sulit. Keduanya memiliki kekhasan, dan keduanya juga dapat menuntun tingkah laku dan hal ini juga
dipengaruhi hasil dari faktor genetis dan belajar. Tetapi jika diteliti terdapat perbedaan antara traits dan attitudes, yaitu ; Pertama, sikap berhubungan dengan suatu objek sedangkan sifat
tidak. Jadi, cakupan sifat lebih besar daripada sikap. Namun makin besar jumlah objek, maka sikap akan semakin mirip dengan sifat. Sikap dapat berbeda-beda dari yang lebih khusus ke
yang lebih umum, tetapi sifat selalu umum. Kedua, sikap biasanya mengandung penilaian menerima atau menolak terhadap objek tujuannya, sedangkan sifat tidak.
Perbedaan antara sifat trait dan sikap Attitude termasuk sulit dalam teori Allport. kedua- duanya itu adalah respons dan memiliki kekhasan, selain itu keduanya juga dapat memulai
atau membimbing tingkah laku hal ini juga diperngaruhi hasil dari faktor genetis-genetis dan belajar. Namun kalau diteliti terdapat perbedaan antara kedua hal tersebut.
SIKAP ATTITUDE SIFAT TRAIT
-Berhubungan dengan suatu objek -Cenderung berlingkup kecil
-Dapat berbeda-beda dari yang khusus ke lebih umum -Biasanya memberikan penilaian menerima atau menolak
-Tidak berhubungan dengan suatu objek -Sifat yang hampir selalu besar dan ruang lingkup yang luas
-Selalu bersifat umum -Tidak memeberikan penilaian
Tipe Allport membedakan antara sifat dan tipe berdasar sejauh mana keduanya dapat dikenakan
pada individu. Seseorang dapat memiliki sutau sifat tetapi tidak dapat memiliki suatu tipe. Tipe adalah konstruksi ideal oleh seorang pengamat dan individu dapat disesuaikan ke dalam
tipe-tipe itu dengan konsekuensi diabaikannya sifat-sifat individual. Sifat dapat mencerminkan sifat khas pribadi, sedangkan tipe malah menyembunyikannya. Jadi bagi
Allport tipe menunjukkan perbedaan-perbedaan buatan yang ridak begitu cocok dengan
Kepribadian Page 38
kenyataan, sedangkan sifat adalah refleksi sebenarnya atau cerminan sejati dari apa yang benar-benar ada.
Tipe menunjukkan perbedaan buatan yang tidak selalu cocok dengan kenyataan, trait merupakan refleksi kenyataan yang ada pada individu.Tipe merangkum ketiga konsep yang
lain, menggambarkan kombinasi trait-habit-attitude yang secara teoritik dapat ditemui pada diri seseorang.
PROPRIUM Proprium adalah istilah yang diciptakan Allport yang mengindikasikan semua fungsi self atau
ego. Hal ini juga disebut fungsi proprium propriate function daripada kepribadian. Fungsi tersebut adalah kesadaran jasmani, self identity, self-esteem, self extention, rational thinking,
self image, propriate stiving, dan fungsi mengenal. Semua itu bagian-bagian yang vital daripada kepribadian. Proprium tidak dibawa sejak lahir tetapi berkembang didalam
perkembangan individu. Allport menggunakan kata proprium daripada self karena lebih mudah dipahami sebagai sifat atau fungsi kepribadian secara umum.
Ada tujuh aspek dalam perkembangan proporium : -Bodily-self : tahap 1-3.Pada 3 tahun pertama, bayi menjadi lebih peduli terhadap
keberadaan dirinya dan membedakan tubuhnya dari objek-objek yang ada disekitarnya.
-Self Identity : Anak-anak membuktikan dan menemukan identitas mereka tetap terlepas dari perubahan di lingkungan mereka
-Self-esteem : Anak-anak mulai bangga pada prestasi pencapaian yang mereka raih.
-Extension of self : tahap ke 4-5. umur 4 sampai 6 tahun. Pada masa ini anak mengakui objek-objek yang ada di sekitarnya dan orang-orang disekitar lingkungan mereka.
-Self-image : Anak-anak mengembangkan gambaran aktual dan idealis dalam diri mereka dan perilaku mereka serta menjadi lebih peduli terhadap kepuasan atau
ketidakpuasan terhadap harapan Orangtua.
-Self as a rational coper : tahap 6. Umur 6-12 tahun, anak-anak mulai mengapli-kasikan alasan dan pengetahuan untuk mencapai solusi terhadap masalah yang mereka hadapi dalam
kehidupan sehari-hari
-Propriate striving : tahap 7. pada masa remaja awal sebelum teenage mulai membentuk tujuan jangka panjang dan rencana
-adulthood masa dewasa : individu dewasa yang memiliki fungsi yang rasional dan sadar dalam menciptakan gaya hidup mereka sendiri.
Kepribadian Page 39
D. Motivasi