BAB I sampai habis

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 ayat (1) : Bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Sehubungan dengan pemahaman tersebut mata pelajaran kewirausahaan diajarkan pada sekolah menengah kejuruan mempunyai tujuan agar peserta didik dapat mengaktualisasikan diri dalam perilaku wirausaha. Materi pembelajaran kewirausahaan difokuskan pada perilaku wirausaha sebagai fenomena empiris yang terjadi di lingkungan peserta didik. Secara normatif berkaitan dengan indikator mata pelajaran kewirausahaan tersebut, dalam proses pembelajaran peserta didik dituntut lebih aktif untuk mempelajari peristiwa-peristiwa ekonomi yang terjadi di lingkungannya.

Dengan pemahaman tersebut keberhasilan pendidikan dan pembelajaran kewirausahaan di SMK muaranya terletak kepada ketrampilan guru dalam mengelola kelas melaksanakan pembelajaran kewirausahaan.

Kenyataan di lapangan berdasarkan hasil pengamatan penulis selaku guru kewirausahaan dan hasil refleksi dengan rekan profesi, persoalan yang dirasakan banyak faktor yang turut berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan dalam mengimplementasikan bahan ajar kewirausahaan. Faktor-faktor yang dimaksudkan antara lain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan UKM, situasi dan kondisi pembelajaran, guru peserta didik dan sebagainya. Dari sekian banyak faktor yang ada, faktor guru dan peserta didik yang dominan. Guru dalam menerapkan ketrampilan mengelola kelas melaksanakan pembelajaran fokusnya pada penggunaan metode dan media pembelajaran yang kurang tepat. Bentuk pembelajaran pada umumnya masih konsvensional,


(2)

belum memberikan kesempatan secara proporsional kepada peserta didik untuk pro aktif baik secara individu maupun kelompok dalam mengkaitkan berbagai peristiwa ekonomi yang terjadi di lingkungannya sebagai media belajar kewirausahaan.

Mencermati proses pembelajaran yang terjadi dalam setiap kelas, akan diperoleh pemahaman bahwa dalam setiap kelas, akan diperoleh pemahaman bahwa dalam setiap kelas yang berjumlah 32 peserta didik mempunyai berbagai macam latar belakang karakter, motivasi, dan kemampuan belajar yang berbeda-beda. Dari hasil belajar yang selama ini dilakukan di dalam kelas secara teoritis, baik dari pengetahuan, ketrampilan serta sikap yang ditunjukkan oleh peserta didik belum memperlihatkan hasil yang optimal. Hal tersebut dapat dilihat dari motivasi belajar di dalam kelas yang kurang, juga dapat dilihat dari hasil belajar peserta didik yang masih rendah, nilai yang diperoleh masih jauh dari kriteria kululusan minimal (KKM) 65. Peserta didik yang memperoleh nilai kurang dari KKM masih 40% dari 32 peserta didik kelas II Teknik Otomotif.

Rendahnya motivasi belajar kewirausahaan ini disebabkan karena metode pembelajaran selama ini diterapkan guru kurang variatif. Penggunaan ceramah, tanya jawab, observasi, diskusi tidak berlangsung / berjalan satu arah, dari guru ke peserta didik, sehingga menjadikan peserta didik cenderung bersifat pasif. Lingkungan usaha belum dioptimalkan menjadi media/sumber belajar kewirausahaan. Proses pembelajaran yang masih konvensional ini turut menjadi pemicu rendahnya motivasi belajar dan hasil belajar memperoleh nilai kurang dari KKM 65.

Rendahnya konsentrasi mengikuti pelajaran dapat pula terkait dengan tingkat perkembangan usia peserta didik yang relatif masih remaja. Pada masa remaja tingkat kebergantungan pada orang tua masih tinggi, sehingga segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya masih dipenuhi oleh orang tua. Menurut Dr.Zakiah Darajat yang dikutip oleh Drs. Sofyan S. Wilis (1983 : 22) bahwa usia remaja antara 13-21 tahun merupakan masa transisi. Seorang individu telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh ketergantungan,


(3)

akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat. Anak remaja merasa bukan kanak-kanak lagi akan tetapi belum mampu memegang tugas sebagai orang dewasa. Hal ini dapat menjadi penyebab tingkah lakunya labil, tidak mampu menyesuaikan diri secara sempurna terhadap tugas-tugas belajar. Timbulnya aktivitas yang menyimpang selama proses pembelajaran perlu memperoleh penanganan yang serius, pertama perlunya peningkatan strategi pembelajaran yang mampu mendorong peserta didik lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti pembelajaran. Sehubungan dengan hal tersebut menurut Winarno Surahmat (1984 : 23), guru dituntut mampu mengajar dengan berbagai metode yang penerapannya didasari oleh pemahaman yang mendalam pada pihak guru sehingga akan memperbesar minat belajar peserta didik dan mempertinggi hasil belajar. Sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan peran guru yang semula sebagai penyampai/transfer ilmu harus berganti peran sebagai fasilitator. Kedua, perlu adanya perubahan sikap dan perilaku peserta didik untuk memiliki motivasi belajar yang kuat. Motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri peserta didik yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang diinginkan tercapai. Menurut W.S Wingkel (1983 : 30) motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual memiliki peranan menumbuhkan gairah/semangat belajar. Peserta didik yang bermotivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Selain adanya motivasi belajar yang kuat peserta didik juga harus memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya belajar bagi perkembangan dirinya. Dengan menyadari pentingnya belajar akan mendorong dan menjadi wahana tercapainya tujuan yang diharapkan. Ingin menjadi orang terdidik, yang berpengetahuan, yang aktif dalam bidang otomotif atau ingin menjadi pengusaha dan sebagainya, satu-satunya jalan orang perlu belajar. Tanpa belajar orang tidak mungkin menjadi ahli. Oleh karena itu dorongan yang menggerakkan harus menjadi kebutuhan. Dan kebutuhan kali ini adalah menjadi orang terdidik.


(4)

Dalam upaya menciptakan iklim belajar yang lebih kondusif dan mendorong keaktifan belajar peserta didik yang tinggi serta keinginan untuk meraih hasil belajar yang optimal penulis menggunakan solusi pembelajaran dengan “Penerapan Cooperatif Learning Cooperative Learning Student Team Achievement Division (STAD)” untuk memotivasi belajar peserta didik. Pada pembelajaran Cooperative STAD peserta didik berada dalam kelompok kecil 4-5 orang. Dalam belajar Cooperative ini terjadi interaksi antar anggota kelompok untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai hasil belajar maksimal. Semua anggota harus terlibat karena keberhasilan belajar ditunjang oleh aktivitas anggotanya sehingga anggota kelompok saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai prestasi.

Penerpaan Cooperative Learning Student Team Achievement Division (STAD) sebagai salah satu model pembelajaran penulis anggap paling tepat sebab peserta didik akan memperoleh kesempatan belajar bertanggung jawab secara individu maupun kelompok sehingga tercipta perilaku saling ketergantungan positif. Dengan penerapan Cooperatve Learning Student Team Achievement Division (STAD) dapat menimbulkan suasana positif yang mendorong untuk belajar dan berpikir. Dengan pemahaman tersebut penerpaan pembelajaran cooperative akan mengubah belajar kewirausahaan menjadikegiatan yang menyenangkan.

B. Tujuan Penulisan

Secara umum tujuan penulisan buku ini adalah untuk mengupayakan peningkatan kemampuan penguasaan konsep-konsep dasar berwirausaha melalui penerapan Cooperative Learning. Secara khusus tujuan penulisan buku ini adalah :

1. Ingin mengetahui seberapa besar motivasi belajar peserta didik melalui penerapan Cooperative Learning.


(5)

2. Ingin mengetahui seberapa besar peserta didik bersungguh-sungguh dalam menemukan, membentuk, dan mengembangkan pengetahuan melalui kerja kelompok / tim.

3. Ingin mengetahui seberapa besar peserta didik bersungguh-sungguh dalam membangun / mengkonstruksi pengetahuan melalui penerapan Cooperative Learning.

4. Ingin mengetahui seberapa tinggi hasil penguasaan kompetensi peserta didik melalui penerapan Cooperative Learning.

5. Ingin mengetahui seberapa tinggi hasil penguasaan kompetensi peserta didik melalui penerapan Cooperative Learning.

6. Ingin mengumpulkan persepsi dan kesan peserta didik tentang pelaksanaan pembelajaran melalui penerapan Cooperative Learning.

C. Manfaat Tulisan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat, antara lain sebagai berikut :

1. Bagi peserta didik

Dengan penerapan Cooperative Learning dalam pembelajaran kewirausahaan perserta didik :

a. Dapat terpacu untuk meningkatkan motivasi belajarnya melalui kerja kelompok / tim.

b. Dapat secara langsung memperoleh pengalaman belajar, antara lain belajar untuk mengetahui (Learning to know) belajar untuk melakukan / berbuat (learning to do) belajar bekerja sama dalam tim (learning ti live together), dan belajar untuk menjadi dirinya sendiri (learning to be) karena walaupun peserta didik dalam kelompok, tanggung jawab perseorangan juga dijunjung tinggi dalam Cooperative Learning ini.

2. Bagi guru


(6)

a. untuk mengetahui cara mengatasi masalah kurangnya konsentrasi peserta didik SMK dalam pembelajaran kewirausahaan.

b. untuk memperoleh pengalaman dalam upaya menciptakan iklim pendidikan yang berbudaya belajar (Learning culture) dan budaya berinovasi (Inovation culture) yang pada gilirannya dapat meningkatkan profesionalitas guru.

3. Bagi Sekolah

Penerapan Cooperative Learning dapat memperbaiki proses pembelajaran dan memperoleh kontribusi dalam upaya meningkatkan prestasi belajar kewirausahaan untuk mencapai kualitas sekolah efektif.


(7)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Teori yang Mendukung Gagasan

1. Cooperative Learning

a. Pembelajaran Cooperative Learning

Cooperative Learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim kerja. Arief Sidharta (2004:15) mengemukakan bahwa cooperative model pembelajaran dimana peserta didik berada dalam kelompok kecil/tim kerja dengan anggota 4-5 orang. Dalam belajar secara cooperative ini terjadi interaksi antar anggota tim kerja. Semua anggota harus terlibat karena keberhasilan kerja kelompok ditunjang oleh aktivitas anggotanya, sehingga anggota tim kerja saling membantu. Sedangkan menurut Muhammad Suraya (2004:59) bahwa “Cooperative merupakan pembelajaran dalam bentuk kolaboratif, yaitu kerja sama yang saling membantu antar pembelajar dalam bentuk tim. Karakteristik utama model ini adalah dilakukan melalui satu bentuk kerja sama untuk mendapatkan konsesus adanya berbagi dan saling memahami nilai, adanya keputusan yang dibuat bersama atas dasar nilai yang disepakati bersama. Model ini akan banyak manfaatnya dalam mengembangkan suasana demokratis yang didasari nilai-nilai bersama dan saling menghormati untuk mencapai keputusan bersama”.

Berdasarkan uraian diatas Isjoni (2010:16) menyebutkan bahwa cooperative learning suatu model pembelajaran yang saat ini banyak dipergunakan untuk mewujudkan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan peserta didik, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, peserta didik yang agresif dan tidak peduli pada yang lain.


(8)

Lebih lanjut Isjoni (2010:21) berpendapat bahwa dalam metode pembelajaran koperatif para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggota 4 orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Sejalan dengan Agus Suprijono (2009:54) bahwa pembelajaran cooperative merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Jadi cooperative learning merupakan bentuk pembelajaran melalui kelompok-kelompok kecil. Satu kelompok terdiri atas 4-5 orang anggota yang heterogen (campuran menurut prestasi akademis, jenis kelamin, agama dan sebagainya). Masing-masing kelompok mempelajari bahan ajar yang sama. Proses pembelajaran lebih banyak memberikan kesempatan setiap peserta didik untuk saling berinteraksi membantu dalam proses belajar. Untuk itu keaktifan peserta didik sangat menentukan kelompok sebagai tim kerja.

b. Ciri-ciri Pembelajaran Cooperative

Dalam proses pembelajaran peserta didik berada dalam kondisi mental yang aktif dan guru berfungsi sebagai motivator dan katalisator yang tugasnya mengkondisikan terjadinya pembelajaran. Dalam penerapannya perlu diperhatikan relevansinya dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Untuk kelancaran proses pembelajaran harus memperhatikan ciri-ciri pembelajaran Cooperative sebagai berikut :

1) Siswa belajar dalam kelompok kecil untuk mencapai ketuntasan belajar.

2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

3) Diupayakan agar dalam setiap kelompok siswa terdiri dari suku, ras, budaya dan jenis kelamin yang berbeda.

4) Penghargaan diutamakan pada kerja kelompok dari para individual.

Pembelajaran cooperative terdapat beberapa jenis diantaranya jigsaw, Student Team Achievement Division (STAD), group investigation. Dalam makalah ini menggunakan cooperative jenis STAD. Pada jenis STAD ini peserta didik dikelompokkan menjadi beberapa


(9)

kelompok kecil, setiap kelompok 4-5 orang. Setiap kelompok terdiri atas peserta didik yang memiliki kemampuan akademis tinggi, sedang dan rendah secara proporsional. Masing-masing kelompok mempelajari materi bahan ajar yang sama. Satu prinsip yang paling penting menurut teori ini adalah guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik harus membangun sendiri pengetahuan didalam pribadinya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini dengan memberikan secara proporsional kesempatan pada peserta didik untuk menemukan ide-ide mereka dan membimbingnya menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

c. Langkah-Langkah Penerapan Pembelajaran Cooperative Learning Student Team Achievement Division (STAD)

Motivasi berprestasi tidak dibawa sejak lahir, tetapi suatu proses yang dipelajari, dilatih, ditingkatkan, dan dikembangkan. Pelaksanaan penerapan Cooperative menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi belajar di antara peserta didik untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai hasil belajar maksimal. Langkah-langkah yang perlu dilakukan guru sebagai motivator pembelajaran untuk menganalisis peluang usaha pada peserta didik dengan metode pembelajaran Cooperative Learning Student Team Achievement Division (STAD). Menurut Agus Suprijono (2009 : 133) proses pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah-lankah sebagai berikut : langkah pertama : membentuk kelompok yang anggotanya 5 orang secara heterogen, langkah kedua : guru menyajikan pelajaran, langkah ketiga :guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggota yang sudah mengerti dapat menjalankan menjadi tutor sebaya bagi anggota yang lain sampai mengerti benar. Langkah keempat : Guru memberi kuis atau pertanyaan kepada


(10)

seluruh peserta didik. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu, langkah kelima : Guru memberi evaluasi belajar untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar, Langkah Keenam : Memberi kesimpulan tindak lanjut pembelajaran.

Pelaksanaan penerapan pembelajaran Cooperative dikembangkan Slavin (1995) yang dikutip H.Isjoni (2010:51) merupakan salah satu tipe Cooperative yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi diantara peserta didik untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam mengikuti materi pelajaran. Pada proses pembelajaran belajarkooperatif STAD melalui langkah-langkah yang meliputi :1) penyajian materi, 2) kegiatan kelompok, 3) tes individu, 4) penghitungan skor, 5) pemberian penghargaan kelompok.

Langkah penyajian materi guru memulai dengan menyampaikan indikator yang akan dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu peserta didik tentang materi yang akan dipelajari. Dalam pengembangan materi ajar perlu ditekankan hal-hal berikut : a) mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari peserta didik dalam kelompok, b) menekankan belajar adalah memahami makna dan bukan hafalan, c) mengontrol pemahaman peserta didik, d) memberi penjelasan mengapa jawaban itu benar atau salah dalam menjawab pertanyaan, e) segera beralih pada materi pembelajaran selanjutnya jika peserta didik benar-benar telah memahami permasalahan yang ada.

Langkah kerja kelompok pada langkah ini setiap peserta didik diberi lembar kerja/tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok peserta didik saling berbagi tugas dan saling membantu menyelesaikan materi pembelajaran agar semua anggota kelompok memahami materi yang dibahas. Tugas guru sebagai fasilitator dan motivator pada setiap kerja kelompok.

Langkah tes individu yaitu untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar yang telah dicapai peserta didik mengenai materi ajar yang telah dibahas. Pada penulisan buku ini tes individu dilaksanakan pada akhir


(11)

proses pembelajaran dengan menggunakan waktu sekitar 30 menit. Dipersiapkan 15 menit sebelum selesai jam pembelajaran skor perolehan individu ini didata dan didokumentasikan / diarsipkan pada buku kerja guru yang akan dipergunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok.

Langkah perhitungan skor perkembangan individu dihutung berdasarkan skor awal dalam penulisan buku ini didasarkan pada nilai evaluasi hasil belajar semester II. Berdasarkan skor awal setiap setiap peserta didik memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor yang diperolehnya. Adapun perhitungan skor perkembangan individu pada penulisan buku ini mempergunakan rumus :

NK = Nilai tugas+Nilai Tes 2

Dengan kualifikasi penilaian / kriteria kelulusan minimal kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) seperti terlihat pada tabel berikut :


(12)

Tabel 1 Perhitungan Kualifikasi Kelulusan

Skor Kualifikasi Kriteria kelulusan Lakukan Sesuai Dengan Nilai YangAnda Peroleh

9,00 – 10,00 A Lulus Amat Baik

Selamat. Berpaculah terus untuk berprestasi. Pertahankan perestasi yang anda capai ini bacalah bab-bab yang membahas topik ini dari buku-buku yang ditunjukkan dan belajarlah terus dengan wirausahawan yang ada.

7,51 – 8,99 B Lulus Baik

Anda sudah lulus tetapi masih perlu membaca dan berlatih kembali materi ajar dengan lebih seksama dengan memperhatikan inti jawaban setiap nomor soal. Tingkatkan belajar anda.

6,00 – 7,50 C Lulus Cukup

Anda sudah lulus tetapi kemampuan anda masih minimal, belum mampu untuk bersaing dalam dunia bisnis. Berlatihlah kembali dengan membaca dan mengerjakan tugas-tugas latihan dengan lebih intensif. Perhatikan inti jawaban pada setiap nomor soal dan berdiskusilah dengan teman-teman. Bila perlu mintalah bimbingan pada guru kewirausahaan anda dan pelaku usaha yang ada.

0,00 – 5,59 D belum lulus

Anda belum lulus, anda belum belajar sungguh-sungguh dalam bahasan materi ini. Anda harus mengejar ketertinggalan dengan membaca dan berlatih kembali dengan teman yang sudah lulus dengan lebih serius. Diskusikan dengan teman anda dan bertanyalah pada guru kewirausahaan segala kesulitan anda. Anda harus melakukan remedial. Percayalah anda pasti dapat!

d. Lima Unsur Model Pembelajaran Cooperative Learning

Roger dan David Johnsen (dalam Lie, 2005:31) , mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Suatu kerja kelompok dapat dikategorikan sebagai cooperative learning apabila memenuhi 5 unsur yaitu : Pertama adanya saling ketergantungan yang positif dari setiap anggota, kedua adanya tanggung jawab perorangan sebagai akibat langsung dari unsur pertama, ketiga adanya unsur tatap muka dalam proses interaksi belajar, keempat adanya komunikasi antar anggota untuk saling menyampaikan dan mendengarkan pendapat sebagai


(13)

jaminan keberhasilan belajar, kelima adanya unsur evaluasi proses kerja kelompok.

Menurut pendapat Kagan (1995 : 67), pembelajaran cooperative memiliki ciri 4 prinsip dasar, yaitu adanya interaksi simultan, saling ketergantungan yang positif, tanggung jawab individu dan kesamaan dalam berpartisipasi. Jadi tidak setiap pembentukan kelompok belajar dapat dianggap cooperative learning. Suatu kerja kelompok dapat dikategorikan cooperative learning jika mempunyai unsur-unsur adanya kerjasama antar anggota untuk satu tujuan yang sama, adanya tanggung jawab dari masing-masing anggota, adanya saling bertemu muka dan berdiskusi, adanya komunikasi antar anggota untuk saling mendengarkan dan menyampaikan pendapat dan adanya penilaian dari guru pendamping terhadap proses kerja kelompok dan hasil kerjasama.

Sementara H.Isjoni (2010 : 41) berpendapat ada 5 unsur dasar yang membedakan Cooperative Learning dengan kerja kelompok, yaitu : pertama : Positive Intendependence, yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama. Keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula. Kedua Interaction Face to Face yaitu interaksi yang langsung terjadi antar peserta didik tanpa adanya perantara. Pola interaksi dan perubahan yang bersifat verbal antar peserta didik perlu dibangun secara timbal balik yang bersifat positif sehingga berdampak pada hasil pendidikan. Ketiga : adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pembelajaran dalam anggota kelompok sehingga peserta didik termotivasi untuk membantu temannya. Keempat : membutuhkan keluwesan yaitu menciptakan hubungan antar pribadi mengembangkan kemampuan kelompok dan memelihara hubungan kerja yang efektif. Kelima : meningkatkan ketrampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Cooperative Learning Student Team Achievement Division (STAD) merupakan strategi yang menempatakan peserta didik belajar dalam


(14)

kelompok yang beranggota 4 sampai 6 orang, dengan tingkat kemampuan dan jenis kelamin serta latar belakang yang berbeda. Pembelajaran harus menekankan kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan yang sama. Oleh sebab itu penanaman ketrampilan Cooperative sangat diperlukan untuk saling menghargai pendapat orang lain, mendorong berpartisipasi, berani bertanya, mendorong orang lain untuk bertanya dan berbagi tugas. Untuk menciptakan suasana tersebut guru perlu merancang struktur dan tugas-tugas kelopok yang memungkinkan setiap peserta didik untuk belajar, mengevaluasi dirinya sendiri dan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami bahan pembelajaran. Kondisi seperti ini memungkinkan setiap peserta didik merasa adanya ketergantungan secara positif pada anggota kelompok lain dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya dan mendorong untuk bekerjasama.

e. Pengelolaan Kelas Cooperative Learning

Menurut John Dewey (dalam Lie 2005 : 41) untuk memenuhi 5 unsur yang menjadi ciri dari cooperative learning dibutuhkan proses yang merupakan niat dan kiat dari para anggota kelompok. Masing-masing anggota kelompok harus mempunyai niat untuk bekerjasama dengan anggota kelompok lainnya secara saling menguntungkan. Selain niat mereka juga harus menguasai kiat-kiat berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain.

Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model cooperative learning, yaitu : Pertama Pengelompokkan, untuk pembentukan kelompok dalam cooperative learning dianjurkan memilih pengelompokkan heterogen sebagai ciri khas cooperative learning. Pengelompokkan heterogen dapat dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama, sosio ekonomi dan etnis serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis terdiri dari dua orang kemampuan akademis tinggi dua orang dengan kemampuan sedang dan satu orang lainnnya berkemampuan akademis kurang. Kedua


(15)

semangat gotong royong, semangat gotong royong merupakan modal dasar dalam proses pembelajaran melalui kerja kelompok. Semangat ini tidak diperoleh dalam sekejap, tetapi ini bisa dirasakan dengan membina niat dan kiat peserta didik dalam bekerjasama dengan peserta didik lainnya. Niat peserta didik untuk menumbuhkan semangat gorong royong dapat dibina dengan beberapa kegiatan yang bisa membuat relasi masing-masing anggota kelompok lebih erat. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain upaya mencari adanya kesamaan kelompok, memperkokoh identitas kelompok dan mengembangkan sapaan dan sorak kelompok. Ketiga, Penataan Ruang Kelas. Penataan ruang kelas dalam pembelajaran cooperative learning perlu memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Meja perlu ditata sedemikian rupa yang dapat membuat peserta didik dapat melihat guru pendamping/papan tulis dengan jelas, dapat melihat teman-teman sekolompoknya dengan baik dan berada dalam jangkaun kelompoknya dengan merata. Antar kelompok dapat saling berdekatan selama tidak mengganggu dan guru pendamping dapat menyediakan sedikit ruang kosong di salah satu bagian kelas untuk kegiatan lain. Ada beberapa model penataan meja yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran cooperative learning yaitu :

1) Meja tapal kuda : peserta didik berkelompok di ujung meja. 2) Meja panjang : peserta didik berkelompok di ujung meja

3) Penataan tapal kuda : peserta didik dalam kelompok ditempatkan berdekatan.

4) Meja laboratorium : tugas individu dan tugas kelompok dengan membalikkan kursi.

5) Meja kelompok : peserta didik dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan satu meja.

6) Klasikal : peserta didik dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan.

7) Meja berbaris : dua kelompok duduk berbagai 1 meja. 8) Bangku individu denganmeja tulisnya.


(16)

(Lie, 2005 : 52-53)

Jadi ada tiga unsur penting yang perlu diperhatikan oleh guru pendamping dalam pengelolaan kelas model cooperative learning yaitu :

Pertama, Pembentukan kelompok cooperative learning, terdiri dari 2 orang berkemampuan akademis tinggi, 2 orang berkemampuan akademis sedang, dan 1 orang berkemampuan akademis kurang. Kedua Kerja kelompok, menumbuhkan semangat gotong royong sebagai modal dasar dalam proses pembelajaran. Ketiga Penataan ruang belajar / kelas, perlu memperhatikan posisi tempat duduk peserta didik untuk saling melihat papan tulis guru pendamping dan peserta didik dalam kelompok.

2. Motivasi Belajar

a. Arti Pentingnya Motivasi Belajar

Dalam pembelajaran Cooperative guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Peran fasilitator dikembangkan melalui penerapan Cooperative Learning Student Team Achevement Division (STAD). Apa yang dapat dilakukan guru dalam tugasnya sebagai motivator pembelajaran cooperative?

Motivasi adalah kecenderungan yang mantap terhadap subyek danmerasa berkecimpung dalam bidang itu. (W. S. Winkel 1983 : 30). Motivasi diartikan juga sebagai kekuatan-kekuatan dalri dalam diri seseorang yang menggerakan seseorang untuk berbuat. (Bimo Walgito 1984 : 23). Motivasi juga berarti peruabahan energi dalam diri pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. (Oemar Hamalik, 2001 : 158). Motivasi dapat juga dikatakan sebagai rasa senang atau tidak senang dalam mnghadapi suatu obyek. (Muhammad Surya, 2004 : 6)

Jadi motivasi merupakan suatu keinginan nyang mantap dan kuat yang ditunjukan dalam bentuk sikap perhatian, rasa suka dan perbuatan sesuai dengan keinginan hatinya terhadap sesuatu obyek. Seseorang dikatakan mempunyai motivasi jika bersikap menerima obyek yang dihadapinya.


(17)

Sedang sikap diartikan sebagai suatu respon secara konsisten dalam bentuk positif dan negatif terhadap suatu obyek atau situasi. Maka dengan melihat sikap, seseorang akan dapat mengetahui seberapa besar atau kuat minat seseorang terhadap suatu obyek.

Dalam penulisan buku ini penulis membatasi pada motivasi belajar. Belajar adalah proses psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif subyek dengan lingkungannya dan yang menghaslkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan, dan nilai sikap yang bersifat menetap. (WS. Winkel, 1983 : 15).

Belajar dapat diartikan juga suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. (Muhammad Surya, 2004 : 7).

Sejalan dengan perumusan di atas ada pula tafsiran lain tentang belajar yang menyatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau mempertefguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experienceing). Menurut pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yaitu mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan,melainkan penguasaan kelakuan. (Oemar Hamalik, 2001 : 27)

Dengan demikian ciri khusus belajar adalah telah terjadi suatu perubahan pada orang yang belajar, dari “belum mampu/mengerti” ke “sudah mampu/mengerti”. Seseorang mengalami banyak perubahan, karena telah banyak belajar. Belajar memperoleh pengetahuan (kognitif), belajar memperoleh ketrampilan (psikomotorik) dan belajar memperoleh nilai dan sikap (afektif).

Ada lima prinsip yang menjadi dasar pemahaman belajar, Pertama, pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku. Artinya seseorang yang telah mengalami pembelajaran akan berubah perilakunya.


(18)

keseluruhan. Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran meliputi aspek-aspek perilaku kognitif, konatif, afektif atau motorik. Ketiga, pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ketiga ini mengandung makna bahwa pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan. Keempat, proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada sesuatu tujuan yang akan dicapai. Prinsip ini mengandung makna bahwa aktivitas pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang harus dipuaskan dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Kelima, pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya hasil interaksi individu dengan lingkungannya, sehingga banyak memberikan pengalaman dari situasi nyata. Perubahan perilaku yang diperoleh dari pembelajaran, pada dasarnya merupakan pengalaman. Hal ini berarti bahwa selama individu dalam proses pembelajaran hendaknya tercipta suatu situasi kehidupan yang menyenangkan sehingga memberikan pengalaman yang berarti.

Dengan demikian hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Menurut Agus Suprijono (2009 : 163) motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah dan kegigihan perilaku. Untuk itu perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. Peserta didik yang memiliki motivasi belajar dapat diprediksikan sebagai berikut :

1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil

2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar 3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan 4) Adanya penghargaan dalam belajar

5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan peserta didik belajar dengan baik.

Motivasi belajar berkaitan erat dengan hasil belajar. Terkait dengan hal tersebut motivasi mempunyai fungsi : pertama mendorong peserta didik untuk berbuat. Motivasi sebagai pendorong atau motor penggerak dari setiap kegiatan belajar. Kedua menentukan arah kegiatan pembelajaran yaitu ke


(19)

arah tujuan belajar yang akan dicapai. Motivasi belajar memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Ketiga

mendorong melakukan berbagai kegiatan belajar secara selektif meliputi kegiatan yang pokok untuk dilakukan guna mencapai tujuan belajar, kegiatan dilakukan sebagai penunjang tercapainya tujuan belajar dan kegiatan yang tidak perlu dilakukan. Dengan demikian motivasi belajar sesuai dengan pemahaman di atas dapat diartikan kecenderungan untuk merasa tertarik pada proses penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebiasaan atau sikap sehingga menimbulkan perilaku yang adaptif.

Sesuai dengan tujuan penulisan buku ini, motivasi belajar diarahkan pada Mata Pelajaran Kewirausahaan. Dan secara khusus motivasi belajar ini difokuskan pada Kompetensi Dasar Menganalisis Peluang Usaha dengan Standar Kompetensi Merencakan Usaha Kecil. Kecenderungan peserta didik untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran menguasai kemampuan mempersiapkan pendirian usaha. Motivasi belajar pada mata pelajaran kewirausahaan ditengarai adanya perhatian pada aktivitas atau adanya ciri-ciri percaya diri, berani mengambil resiko, tanggung jawab, disiplin, dapat bekerja sama, mandiri, cepat tanggap terhadap keadaan, tekun dan ulet.

Keterkaitan dengan motivasi belajar pada mata pelajaran kewirausahaan secara normatif dapat dikatakan seseorang yang memiliki motivasi belajar yang kuat sangatlah logis jika prestasi belajar juga baik dan mampu mendorong sikap terhadap berwirausaha menjadi pilihan karier.

b. Strategi Memotivasi Belajar

Strategi adalah siasat atau teknik yang dilakukan guru untuk membuat peserta didik untuk berbuat melakukan kegiatan ke arah pencapaian tujuan belajar. Menurut Agus Suprijono (2009 : 164)


(20)

Ada 4 strategi yang dapat dipergunakan memotivasi belajar peserta didik. Pertama perspektif Behavioral dengan cara peserta didik yang memperoleh nilai hasil belajar baik mendapat penghargaan atau pengakuan prestasi yang dicapainya dengan pujian atas penyelesaian pekerjaan dengan tepat waktu dan baik hasilnya. Kedua perspektif kognitif dengan cara merekomendasikan pada peserta didik diberi lebih banyak kesempatan dan tanggung jawab untuk mengontrol hasil prestasi mereka sendiri. Ketiga perspektif sosial dengan cara pembelajaran menekankan falsafah Homo Homini Socius. Peserta didik sebagai makhluk sosial yang memiliki saling ketergantungan dengan manusia lain. Pembelajaran menekankan kerjasama sebagai kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia.

Keempat perspektif yang menunjukkan relevansi pembelajaran dan kebutuhan peserta didik dalam proses pembelajaran.

Kondisi ini terkait dengan hubungan antara materi pembelajaran dengan kebutuhan dan kondisi perserta didik. Peserta didik akan termotivasi belajarnya apabila mereka menganggap apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat / bernilai dalam hidupnya. Ada tiga strategi untuk menunjukkan relevansi pembelajaran dan kebutuhan peserta didik yang dapat dilakukan. Pertama guru menyampaikan informasi yang akan dilakukan peserta didik setelah mempelajari materi pembelajaran. Dalam hal ini guru menyampaikan Standar Kompetensi Merencanakan Usaha Kecil. Kompetensi Dasar Menganalisis Peluang Usaha dengan indikator yang hendak dicapai yaitu : mampu menganalisis ide bisnis, menganalisis peluang usaha berdasarkan jenis produk dan jasa, minat dan daya beli konsumen serta produk atau jasa yang dibutuhkan masyarakat. Peserta didik dapat bekerja sama dengan tim dan melakukan pendekatan belajar lingkungan usaha yang ada di sekitarnya dipergunakan sebagai sumber belajar kewirausahaan.

Kedua guru menjelaskan manfaat pengetahuan atau ketrampilan yang akan dipelajari dan bagaimana hal tersebut dapat diterapkan dalam karier nanti. Strategi kedua yang perlu dilakukan peserta didik adalah pendekatan belajar terhadap lingkungan usaha sebagai sumber belajar Menganalisis Peluang Usaha, ketiga guru memberikan penjelasan dengan contoh mengembangkan hobi menggambar wayang dapat menjadi sumber ide yang produktif yang memberikan peluang usaha yang dapat dijadikan karier atau pekerjaan


(21)

seseorang. Pada prinsipnya kepercayaan diri merupakan kondisi motivasional yang perlu dimaknakan pada peserta didik sehingga mendorong semangat untuk belajar.

c. Menjadi Motivator Terbaik

Arti pentingnya keberhasilan belajar peserta didik mendorong guru untuk terampil mengembangkan strategi memotivasi peserta didik untuk terus memacu belajarnya. Apakah kita sudah mampu menjadi motivator terbaik? Saya mengajak untuk mengisi kuisioner di bawah ini dengan jujur, dengan memberikan penilaian diri antara skor 0 – 5. Bagaimana relevansinya, perhatiannya percaya dirinya dan kepuasannya. Apakah kita sudah menjadi motivator yang sangat baik? Apakah kita sudah cukup baik menjadi motivator walaupun belum sempurna? Apakah kita sudah cukup baik mejadi motivator walaupun masih dapat ditingkatkan lagi? Apakah kita sudah mencoba untuk menjadi motivator walaupun masih kurang? Apakah kita memang harus meningkatkan usaha untuk memotivasi peserta didik?

Jumlahkan nilai yang diperoleh untuk setiap kegiatan dengan ketentuan berikut.

Relevansi = Jumlah skor 1 – 6 = ………

Perhatian = Jumlah skor 7 – 12 = ………

Percaya diri = jumlah skolr 13 – 18 = ………

Kepuasan = Jumlah skor 19 – 22 = ………

Total skor 1 – 22 = ………

Kriteria

92 < = saya motivator yang sangat baik

72 – 91 = saya cukup baik tetapi belum sempurna

49 – 71 = saya cukup baik tapi masih dapat ditingkatkan lagi 25 – 48 = saya sudah mencoba tetapi masih kurang

0 – 24 = saya harus meningkatkan usaha untuk memotivasi peserta didik

(Agus Suprijono ; 2009 : 171)


(22)

Hasil belajar adalah suatu kecakapan nyata yang dapat diukur secara langsung dengan menggunakan alat (Robert Donal G Magnis, 1947:9). Hasil belajar juga dapat diartikan sebagai suatu kecakapan nyata dari usaha yang disadari oleh seseorang yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan ketrampilan yang diukur dengan tes (Pasaribu IL dan B.Simanjuntak, S.H., 1989: 25).

Hasil belajar juga diartikan bukti usaha yang dapat dicapai setelah seseorang melakukan kegiatan beajar (W.S Winkel, 1983:161). Menurut Gagne yang dikutiip Agus Suprijono (2009 ; 5) hasil belajar berupa :

(a) informasi verbal : yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tertulis. (b) Ketrampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan

konsep dan lambang serta melakukan aktivitas kognitif yang bersifat khas.

(c) Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan maaslah.

(d) Ketrampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud optimisnya gerak jasmani

(e) Sikap, yaitu kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.

Sehubungan dengan rumusan diatas dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu kecakapan nyata baik berupa teori maupun praktek yang dapat diukur, yang diperoleh dari perubahan tingkah laku yang bersifat menetap pada proses pembelajaran. Keterkaitan dengan hasil belajar, penulis membatasi pada hasil belajar kewirausahaan. Hasil belajar kewirausahaan adalah tingkat kecakapan yang diperoleh/pembelajaran sebagai hasil dari perubahan tingkah laku peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar pada mata pelajaran kewirausahaan.

Kewirausahaan merupakan kelompok mata pelajaran adaptif pada kurikulum sekolah menengah kejuruan. Sebagaimana diuraikan dalam kurikulum tersebut mata pelajaran kewirausahaan adalah sekumpulan bahan


(23)

kajian dan pelajaran tentang segala seuatu yang berhubungan dengan kewirausahaan. Oleh karena itu, hasil belajar kewirausahaan adalah tingkat kecakapan yang diperoleh/pembelajaran sebagai hasil dari perubahan tingkah laku peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar pada mata pelajaran kewirausahaan.

B. Kajian Yang Relevan

Untuk memperkuat kajian teori dalam penulisan buku ini ada empat sumber kajian meliputi :

a. Mohammad Amin, Dr .MA. Suatu rintisan pemikiran dasar terhadap proses pembelajaran selalu diarahkan untuk dapat menghasilkan tenaga terdidik bagi kepentingan bangsa, negara dan tanah air. Sebuah hasil penulisan yang dimuat dalam buku Analisis Pendidkan terbitan Departement Pendidikan dan Kebudayaan yuang bertajuk Peranan Kreativitas dalam pendidikan. Hasil penelitan menunjukkan bahwa potensi kreatif tidak akan muncul sendiri secara baik bila individu tidak mempunyai lingkungan yang memacu sejak awal. Dalam proses pembelajaran guru mempunyai tanggung jawab untuk meyakinkan bahwa peserta didik mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan kreatif mereka agar dapat mencetuskan potensi kreatif yang terpendam. Dalam studinya dengan berbagai macam bisnis, dan instansi-instansi pemerintah, menemukan bahwa kreativitas dalam organisasi dapat dikembangkan dengan menambak kepercauaan komunikasi yang bebeas dan terarah, penentuan diri sendiri dan pengurangan pengawasan yang terlalu ketat. Hasil studi ini mempunyai relevansi terhadap kelancaran proses pembelajaran kewirausahaan dalam memacu konsentrasi belajar peserta didik (Muhammad Amin. 1983 : 120). b. Menurut Muflichati Nurin Azizah dalam penelitian tentang peningkatan

motivasi belajar dalam proses pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta 2008, menunjukkan bahwa metode pembelajaran untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik menuntut kreatifitas guru mulai


(24)

dari menyiapkan materi ajar yang akan diberikan, mengelola pembelajaran sampai evaluasi pembelajaran. Metode pembelajaran hanya sebagai media. Peran guru sebagai fasilitator dan mediator tetap diperlukan. Sebagai fasilitator guru memberi kemudahan belajar cara meluruskan pendapat peserta didik jika ada pikiran yang kurang tepat, atau jika terjadi kontradiksi pendapat antar peserta didik (Muflichati Nurin Azizah 2009 : 8).

c. Sedangkan penelitian yang dilakukan Alim Budi Kusumo tentang pengaruh status ekonomi orang tua, dan hasil belajar terhadap minat berwirausaha siswa SMK, menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan belajar peserta didik, maka semakin baik minat untuk berwirausaha (Alim BK. 2006 : 6)

d. Sementara itu penelitian yang dilakukan Supriyanto tentang pengaruh praktek lapangan dan prestasi belajar kejuruan peserta didik SMK Purworejo tahun 2000, menunjukkan bahwa peserta didik yang mempunyai prestasi belajar yang rendah cenderung bekerja pada perusahaan menjadi karyawan, sebab menjadi tenaga kerja pada lembaga tertentu yang sudah ada tidak memerlukan banyak biaya dan resiko tinggi jika dibandingkan dengan berwirausaha sebagai pilihan karier. Pada umumnya peserta didik yang memperoleh prestasi belajar rendah tidak memiliki keberanian untuk mengambil resiko (Supriyanto, 200 : 84).

Mencermati kajian pustaka dan hasil penelitian yang relevan dengan penerapan Cooperative Learning untuk peningkatan motivasi belajar kewirausahaan guru harus memberikan perhatian khusus untuk mengembangkan self-esteem (percaya diri) peserta didik dan membantu untuk mencapai kesan lebih baik atas nilai-nilai mereka sendiri sebagai ”manusia”. Ini berarti bahwa guru harus lebih aktif dalam membantu peserta didik mengembagkan self-awarenes (sadar diri), insaf diri dan menjadi individu seutuhnya. Guru hendaknya menyadari bahwa peserta didik mempelajari ilmu pengetahuan saja, tanpa disertai pengembangan sikap dan proses ilmiah tidak cukup untuk membantu peserta didik dalam menghadapi tantangan hidup di era globalisasi. Manusia mempunyai potensi untuk menjadi kreatif. Menjadi manusia berarti


(25)

menjadi kreatif. Kreatif menumbuhkan dan mengembangkan self-concept idndividu.

Dalam upaya menciptakan iklim belajar yang lebih kondusif dan mendorong keaktifan belajar peserta didik yang tinggi serta keinginan untuk meraih hasil belajar yang optimal, proses pembelajaran harus membantu individu mengembangkan bakat/potensinya secara penuh menuju ke pembentukan manusia seutuhnya. Ini berarti kemampuan yang terlibat dalam pengembangan berpikir dan bertindak kreatif tidak boleh diabaikan. Guru harus menyadari bahwa peserta didik tidak semata-mata menerima informasi dan memecahkan persoialan yang diberikan kepadanya, tetapi adalah ”manusia kreatif” yang kemampuan kreatifnya harus dikembangkan melalui proses pembelajaran. Kreatifitas peserta didik sangat diperlukan untuk penerapan Cooperative Learning pada mata pelajaran kewirausahaan dalam rangka penanaman jiwa kewirausahaan daninovatif yang produktif.


(26)

BAB III

IDE DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Kurikulum Kewirausahaan

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran kewirausahaan berfungsi sebagai acuan pengembangan pembelajaran. Pengembangan proses pembelajaran pada dasarnya disesuaikan dengan potensi dan karakteristik daerah masing-masing.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pelmbelajaran dan penilaian perlu memperhatikan standar proses dan standar penilaian. Adapaun ruang lingkup mata pelajaran kewirausahaan adalah sebagaimana terdapat dalam tabel berikut ini:

Tabel 2. Implementasi Kurikulum Kewirausahaan

Standar kompetensi Kompetensi dasar

1. Mengaktualisasika n sikap dan perilaku wirausaha

1.1. Mengidentifikasi sikap dan perilaku wirausahawan

1.2. Menerapkan sikap dan perilaku kerja prestatif 1.3. Merumuskan solusi masalah

1.4. Mengembangkan semangat wirausaha

1.5. Membangun komitmen bagi dirinya dan bagi orang lain

1.6. Mengambil resiko usaha 1.7. Membuat keputusan 2. Menerapkan jiwa

kepemimpinan

2.1. Menunjukkan sikap pantang menyerah dan ulet

2.2. Mengelola konflik

2.3. Membangun visi dan misi usaha 3. Merencanakan

usaha kecil/mikro

3.1. Menganalisis peluang usaha

3.2. Menganailis aspek-aspek pengelolaan usaha 3.3. Menyusun proposal usaha

4. Mengelola usaha kecil/mikro

4.1. Mempersiapkan pendirian usaha 4.2. Menghitung resiko menjalankan usaha 4.3. Menjalankan usaha kecil


(27)

4.4. Mengevaluasi hasil usaha

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, bahwa mata pelajaran kewirausahaan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: mampu mengidentifikasi kegiatan dan peluang usaha dalam kehidupan sehari-hari terutama yang terjadi di lingkungan masyarakatnya; menerapkan sikap dan perilaku wirausaha dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakatnya; memahami sendi-sendi kepemimpinan usaha dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari serta menerapkan perilaku kerja prestatif dalam kehidupannya; mampu merencanakan sekaligus mengelola usaha kecil/mikro dalam bidangnya.

Untuk memberikan kemampuan kepada peserta didik isi mata pelajaran kewirausahaan difokuskan pada perilaku wirausaha sebagai fenomena empiris yang terjadi di lingkungan peserta didik. Berkaitan dengan hal tersebut, peserta didik dituntut lebih aktif untuk memperlajari peristiwa-peristiwa ekonomi yang terjadi di lingkungannya.

Pembelajran kewirausahaan dapat menghasilkan perilaku wirausaha dan jiwa kepemimpinan serta cara mengelola usaha untuk membekali peserta didik agar dapat berusaha secara mandiri.

Sehubungan dengan tujuan kewirausahaan, Ating Tedjasutisna (2004:13) berpendapat bahwa dalam rangka menghadapi era globalisasi, mata pelajaran kewirausahaan memiliki peranan yang sangat penting yaitu mempersiapkan sumber daya manusia yang siap bekerja di bidang keahliannya dan mempersiapkan calon pelaku usaha profesional untuk membuka lapangan kerja.

Dengan melihat fungsi dan tujuan mata pelajaran kewirausahaan tersebut untuk mengimplementasikan ke dalam proses pembelajaran menuntut guru untuk terampil memilih dan menggunakan teknik, metode dan media pembelajaran sehingga dapat memperoleh hasil yang maksimal .

Winarno Surahmat (1984:23) mengemukakan dalam proses pembelajaran guru dituntut mampu mengajar dengan menggunakan teknik beraneka warna


(28)

yang penggunaannya didasari oleh pengertian yang mendalam di pihak guru, sehingga akan memperbesar minat belajar siswa dan mempertinggi hail belajar.

Dengan berpedoman pada pemahaman tersebut dalam setiap proses pembelajaran khususnya pada mata pelajaran kewirausahaan penggunaan metodepembelajaran yang tepat menjadi sangat penting. Metode pembelajaran adalah suatu cara atau teknik yang dipergunakan memudahkan bahan ajar diterima dan dimiliki oleh peserta didik dalam proses pembelajaran.

Pandangan mengenai pembelajaran, Arief Sidharta (2004:1) mengemukakan bahwa konsep mengajar merupakan bagian dari mendidik. Dalam mengajar dan mendidik dikenal adanya pendekatan dan metode

Pendekatan yang diterapkan dalam pembelajaran bukan saja harus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi harus juga sesuai dengan perkembangan dalam psikologi peserta didik. Dari sudut pandang psikologi peserta didik memperoleh pengetahuan dari interaksinya dengan lingkungan. Pengetahuan itu kemudian diadopsi atau diterima (asimilasi) untuk disesuaikan (akomodasi) agar tercapai keseimbangan (ekuilibrium).

Berdasarkan model pemrosesan informasi tersebut maka implikasinya adalah peserta didik bukan saja menerima ilmu pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang tepat untuk menyesuaikan berbagai masalah dalam hidupnya tetapi juga memperoleh kesempatan bagaimana cara mempelajari ketiga aspek tersebut dan belajar bagaimana belajar melalui bimbingan guru.

Untuk mendukung pemahaman diatas strategi dan metode pembelajaran yang tepat sangatlah diperlukan. Selain model pembelajaran yang diterapkan oleh guru, motivasi belajar dari peserta didik sangat penting.

Keterkaitan dengan motivasi belajar pada mata pelajaran kewirausahaan secara normatif dapat dikatakan peserta didik yang memiliki motivasi belajar yang kuat sangatlah logis jika hasil belajar juga baik dan mampu mendorong motivasi berwirausha menjadi pilihan karier.


(29)

B. Karakteristik Peserta Didik Sekolah Menengah Kejuruan

Untuk merancang pembelajaran yang kondusif, seorang guru perlu memahami karakteristik dan perkembangan peserta didik yang menckup perkembangan fisik, perkembangan sosio emosional dan perkembangan intelektualnya.

Usia anak di tingkat SMK merupakan usia remaja. Perkembangan fisik selama remaja dimulai dari masa pubertas. Pada masa ini terjadi perubahan fisiologis yang mengubah manusia yang belum mampu bereproduksi menjadi mampu bereproduksi. Hampir setiap organ atau sistem tubuh dipengaruhi oleh perubahan-perubahan ini.

Perkembangan sosio emosional anak usia SMK ditandai dengan munculnya perkembangan identitas remaja, yaitu refeltivitas : suatu kecenderungan untuk berpikir tentang apa yang sedang berkecamuk dalam benak mereka sendiri dan mengkaji diri sendiri. Mereka juga mulai menyadari bahwa ada perbedaan antara apa yang mereka pikirkan danmereka rasakan serta bagaimana mereka berperilaku. Mereka mulai mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan dan sering merasa tidak puas terhadap diri sendiri. Mereka mengkritik sifat pribadi mereka, membandingkan diri mereka dengan orang lain dan mencoba untuk mengubah perilaku mereka.

Pada usia remaja muncul adanya sifat ingin mandiri, ingin segala sesuatu serba bebas, menuntut kreativitas, ingin diakui sebagai anak besar yang tidak mau dikungkung, tetapi ingin bebas dan sebagainya.

Anak pada usia remaja belajar bahwa orang lain tidak dapat sepenuhnya mengetahui apa yang mereka pikirkan dan yang mereka rasakan. Mereka sedang mencari identitas sirinya “siapa dan apa sebenarnya diriku”.

Menurut teori perkembangan kognitif yang dikembangkan Jean Piage dan dikutip oleh Muhammad Surya (2004 : 37), bahwa perkembangan kognitif merupakan suau proses dimana tujuan individu melalui suatu rangkaian yang secara kualitatif berbeda dalam berfikir. Hal yang diperoleh dalam satu peringkat akan merupakan dasar bagi peringkat selanjutnya. Piaget memandang


(30)

bahwa kognitif merupakan hasil dari pembentukan adaptasi biologis. Perkembangan kognitif terbentuk melalui interakis yang konstan antara individu dengan lingkungan melalui dua proses yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi ialah proses penataan segala sesuatu yang ada di lingkungan, sehingga menjadi dikenal oleh individu. Adaptasi ialah proses terjadinya penyesuaian antara individu dengan lingkungan.

Adaptasi terjadi dalam dua bentuk, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi ialah proses individu mengubah dirinya agar bersesuaan dengan apa yang diterima dan lingkungannya. Disamping itu, interaksi dengan lingkungan dikendalikan oleh adanya prinsip keseimbangan yaitu upaya individu agar memperoleh keadaan yang seimbang antara keadaan dirinya dengan tuntutan yang datang dari lingkungan.

Intelegensi merupakan dasar bagi perkembangan kognitif. Intelegensi merupakan suatu proses berkesinambungan yang menghasilkan struktur dan diperlukan dalam interaksi dengan lingkungan. Dari interaksi dengan lingkungan, individu akan memperoleh pengetahuan dengan menggunakan asimilasi, akomodasi dan dikendalikan oleh prinsip keseimbangan. Pada masa bayi dan kanak-kanak, pengetahuan itu bersifat subyektif, dan akan berkembang menjadi obyektif apabila sudah mencapai perkembangan remaja dan dewasa.

Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan berfikir logis dari masa bayi hingga dewasa, yang berlangsung melalui empat peringkat, sebagaimana terdapat dalam tabel berikut ini.

Tabel 3. Perkembangan Kognitif

Perkembangan Kognitif Usia

Peringkat sensorimotor 0 – 1,5 tahun

Peringkat pre-operational 1,5 – 6 tahun Peringkat concrete operational 6 – 12 tahun Peringkat formal operational 12 tahun ke atas


(31)

Dalam peringkat sensorimotor (0 – 1,5 tahun), aktivitas kognitif berpusat pada aspek alat indera (sensori) dan gerak (motor). Artinya, dalam peringkat ini anak hanya mampu melakukan pengenalan lingkungan dengan melalui alat inderanya dan pergerakannya. Keadaan ini merupakan dasar bagi perkembangan kognitif selanjutnya. Aktivitas sensorimotor terbentuk melalui proses penyesuaian struktur fisik sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan.

Dalam peringkat pre-operational (1,5 – 6 tahun), anak elah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai hal yang diluar dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang terorganisasikan. Anak sudah dapat memahami realitas di lungkungan dengan menggunakan tanda-tanda dan simbol. Cara berpikir anak pada peringkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten dan tidak logis.

Dalam peringkat concreta operational (6 – 12 tahun), anak telah dapat membuat pemikiran tentang situasi atau hal konkrit secara logis. Perkembangan kognitif pada peringkat operasi konkrit, memberikan kecakapan anak untuk berkenan dengan konsep-konsep klasifikasi, hubungan dan kuantitas. Konsep klasifikasi adalah kecakapan anak untuk melihat secara logis persamaan-persamaan suatu kelompok objek dan memilihnya berdasarkan ciri-ciri yang sama. Konsep hubunganialah kematangan anak memahami hubungan antara suatu perkara dengan perkara lainnya. Konsep kuantitas yaitu kesadaran anak bahwa suatu kuantitas akan tetap sama meskipun bentuk fisiknya berubah, asalkan tidak ditambah atau dikurangi.

Dalam peringkat formal operational (12 tahun ke atas), perkembangan kognitif ditandai dengan kemampuan indivdu untuk berfikir secara hipotesis dan berbeda dengan fakta, memahami konsep abstrak, dan mempertimbangkan kemungkinan cakupan yang luas dari perkara yang sempit. Perkembangan kognitif pada peringkat ini merupakan ciri perkembangan remaja dan dewasa menuju ke arah proses berfikir dalam peringkat yang lebih tinggi. Peringkat berfikir ini sangat diperlukan dalam pemecahan masalah.


(32)

Teori pembelajaran yang dikemukakan oleh Robert Gagne disebut dengan “teori pemrosesan informasi” (Information processing theory)” dan “teori kondisi-kondisi pembelajaran” (conditions of learning). Asumsi yang mendasari teori Gagne adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif daripada pembelajaran. Hasil pembelajaran manusia pada dasarnya bersifat kumulatif, yang berarti bahwa hasil pembelajaran yang dicapai individu adalah merupakan kumpulan keseluruhan hasil-hasil pembelajaran sebelumnya yang saling terkait. Gagne berpendapat bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil pembelajaran.

Dalam pemrosesan informasi itu terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi-kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal ialah (1) keadaan di dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil pembelajaran, (2) proses kognitif yangterjadi dari dalam individu selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan kondisi eksternal ialah berbagai rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Interaksi antara kondisi internal dan kondisi eksternal menghasilkan hasil pembelajaran (Muhammad Surya, 2004 : 40).

Merujuk pada teori pembelajaran yang dikembangkan Jean Piaget dan Robert Gagne, maka implikasi dalam pengajaran perlu memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut:

a. Penggunaan bahan dan cara berikir disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.

b. Membangkitkan minat/semangat belajar dengan memberi kesempatan berinteraksi dengan lingkungannya

c. Memberi kesempatan menyelesaikan tugas-tugas belajar menurut tingkat kemampuannya

d. Materi pembelajaran selalu baru tetapi tidak asing bagi peserta didik. e. Memberi penilaian terhadap pembelajaran peserta didik secara


(33)

f. Memberi informasi tujuan dan bahan pembelajaran kepada peserta didik.

Peserta didik di SMK pada umumnya berusia antara 14-18 tahun. Sesuai dengan pemahaman tersebut diatas termasuk usia remaja. Sebagai anak remaja memiliki sifat-sifat seperti ingin mandiri, ingin segala sesuatu serba bebas, menuntut kreativitas, ingin dihargai sebagai anak besar yang tidak mau dikungkung tetapi ingin bebas. Selain sifat-sifat tersebut peserta didik usaia SMK juga telah mampu berpikir sistematis, mampu berpikir abstrak dengan logis dan mampu menggunakan logika untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Oleh karena itu dengan mencermati karakter peserta didik di SMK dan teori pembelajaran yang telah dikemukakan oleh para ahli, metode pembelajaran yang akan dikembangkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif.

C. Penerapan Cooperative Learning Student Team Achievement Division (STAD)Untuk Memacu Motivasi Dan Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan.

Penerapan Cooperative Learning Student Team Achievement Division (STAD) untuk memacu motivasi dan hasil belajar pada mata pelajaran kewirausahaan yang diasumsikan akan membantu mengembangkan kreativitas peserta didik untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama dan membantu teman dapat menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : langkah pertama yang dilakukan guru pada awal pembelajaran adalah menyampaikan informasi tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada Kompetensi Dasar Menganalisis Peluang Usaha, yang meliputi : 1) Kemampuan menghargai pentingnya mempunyai ide bisnis yang baik sebagai syarat untuk memulai dan mengembangkan usaha yang sukses, 2) Kemampuan mengetahui caranya untuk memunculkan ide-ide bisnis, 3) Kemampuan menghargai pentingnya teknik mengidentifikasi dan menilai peluang bisnis berdasarkan jenis usaha (jasa, dagang, industri) pangsa pasar (minat dan daya beli konsumen), 4) Kemampuan mencari dan menemukan


(34)

peluang usaha secara kreatif dan inovatif, 5) Kemampuan mengidentifikasi penyebab keberhasilan dan kegagalan usaha, 6) Menemukan dan menunjukkan kekuatan dan kelemahan untuk melakukan usaha

Langkah kedua yang dilakukan guru sebagai kegiatan inti pembelajaran adalah menjelaskan: 1) Perlunya motivasi yang kuat dalam mengikuti proses pembelajaran untuk mendapatkan keberhasilan belajar sebagai dasar kesiapan hidup masa depan, 2) Menghasilkan ide bisnis. 3) Sumber-sumber ide bisnis, 4) Mengidentifikasi dan menilai peluang bisnis meliputi bahan ajar pengertian peluang usaha; analisis SWOT; karakteristik peluang usaha yang baik; analisi peluang usaha berdasarkan jenis usaha dan pangsa pasar; faktor-faktor keberhasilan dan kegagalan usaha; pemanfaatan peluang usaha secara kreatif dan inovatif.

Langkah ketiga guru menyajikan lembar petunjuk kerja pada peserta didik.

Langkah keempat guru mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar. Masing-masing kelompok 4-5 orang yang heterogen. Setiap kelompok diupayakan peserta didik yang memiliki kemampuan akademis tinggi, sedang, rendah dengan komposisi proporsional.

Langkah kelima, kerja kelompok. Pada langkah kelima ini setiap peserta didik diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok peserta didik saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota dapat memahami materi yang dibahas dan satu lembar hasil kerja dikumpulkan pada guru sebagai karya kelompok, satu lembar dipresentasikan pada pertemuan kelas. Pada kegiatan kerja kelompok ini guru menjalankan perannya sebagai fasilitator dan motivator pada setiap kelompok. Langkah keenam, merefleksikan hasil belajar. Guru merefleksikan hasil diskusi peserta didik dengan bahan ajar yang telah dipersiapkan menjadi kesimpulan menganalisis peluang usaha. Langkah ketujuh yang dilakukan guru sebagai kegiatan akhir pembelajaran melaksanakan evaluasi belajar. Ada beberapa kegiatan yang dilaksanakan pada akhir proses pembelajaran yaitu uji kompetensi, tugas portopolio bagi


(35)

peserta didik, pengisisan angket minat berwirausaha, respon penerapan Cooperative Learning Student Team Achievement Division (STAD).

Langkah kedelapan yang dilakukan sebagai rangkaian akhir pembelajaran adalah melaksanakan tindak lanjut pembelajaran. Ada tiga kegiatan yang perlu dilakukan oleh guru pendamping belajar peserta didik meliputi: 1) Memberi penghargaan dan peneguhan bagi peserta didik yang lulus untuk terus belajar dengan penuh semangat, 2) Bagi peserta didik yang mencapai nilai A (sangat baik) perlu pengayaan belajar untuk memperluas pengetahuan secara mandiri, 3) Peserta didik yang memperoleh nilai D (belum lulus) melaksanakan remedial.

Penerapan strategi pembelajaran ini untuk selanjutnya bagi guru yang mau mempergunakan sebagai Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat dipergunakan sebagai upaya peningkatan mutu profesional guru serta sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas belajar peserta didik.

D. Indikator Keberhasilan Belajar

Untuk mengukur tingkat hasil belajar peserta didik dapat menggunakan indikator sebagai berikut :

1. Pembelajaran dinyatakan efektif apabila antara perencanaan pembelajaran sesuai dengan pelaksanaan pembelajaran di depan kelas, ditunjang dengan peningkatan aktivitas dan motivasi belajar peserta didik.

2. Adanya peningkatan aktivitas dan motivasi belajar peserta didik antara sebelum dilakukan proses pembelajaran dan sesudah proses pembelajaran. 3. Hasil belajar peserta didik dinyatakan baik apabila peserta didik yang memenuhi KKM lebih dari 75% dari jumlah peserta didik dalam kelas memperoleh nilai KKM 65. Keberhasilan belajar meliputi mampu menganalisis peluang usaha berdasarkan jenis usaha, pangsa pasar. Mampu menangkap peluang usaha di masyarakat dan memanfaatkan secara kreatif dan inovatif. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor keberhasilan dan kegagalan usaha.


(36)

Apakah ide bisnis itu?

Mengapa anda perlu menghasilkan ide bisnis ? Apakah peluang bisnis itu?

Apa yang mengubah suatu ide menjadi peluang bisnis?

Gambar 1. Kelompok Diskusi

Menurut aku ide bisnis adalah respon seseorang atau banyak orang atau suatu organisasi untuk memecahkan masalah yang diidentifikasi atau untuk memenuhi kebutuhan yang dipersepsikan di suatu lingkungan pasar komunitas.

Menurut aku ide bisnis yang baik adalah prasyarat bagi usaha bisnis yang sukses. Dan ide bisnis yang baik, biasanya tidak langsung muncul dari pengusaha, melainkan hasil dari usaha dan sering kali sebagai kreativitas pengusaha.

Menurut aku mencari ide yang baik merupakan langkah awal untuk mengubah keinginan dan kreativitas, pengusaha menjadi sebuah peluang bisnis. Aku harus menghasilkan ide bisnis yang baik sebagai kebutuhan untuk kesuksesan usahaku. Ini menjadi kebutuhan usaha untuk merespon kebutuhan pasar dan agar tetap memimpin persaingan.

Menurut aku peluang bisnis adalah suatu ide investasi atau usulan bisnis yang menarik yang memberi kemungkinan untuk mendapat hasil bagi seseorang yang mengambil resiko. Jadi apa yang mengubah suaut ide menjadi


(37)

peluang bisnis adalah apabila pendapatan yang diperoleh dalam menjalankan usaha melebihi biaya yang diperlukan dalam menjalankan usaha. Dengan kata lain suatu ide bisnis akan berubah menjadi peluang bisnis kalau memperoleh keuntungan dari usahanya.


(38)

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil kajian terori dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai implentasi kurikulum kewirausahaan dan penerapan Cooperative Learning pada mata pelajaran kewirausahaan dikaitkan dengan tingkat perkembangan peserta didik dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Rendahnya motivasi peserta didik mengikuti proses pembelajaran kewirausahaan terkait dengan proses pembelajaran guru aktif dan peserta didik cenderung pasif.

2. Rendahnya motivasi belajar ini juga dipicu oleh cara penyampaian guru yang kurang menarik dan strategi pembelajaran kurang melibatkan keaktifan peserta didik.

3. Kurangnya konsentrasi peserta didik dalam proses pembelajaran dapat pula terkait dengan tingkat perkembangan usia peserta didik yang relatif masih remaja. Pada masa remaja tingkat ketergantungan pada orang tua masih tinggi, sehingga segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya masih dipenuhi oleh orang tua.

4. Berwirausaha belum dapat menimbulkan daya tarik bagi peserta didik sebagai pilihan karier untuk masa depannya

B. Saran

Untuk menyikapi berbagai persoalan dalam proses pembeljaran seabgaimana diurakan di atas, pertama : perlunya peningkatan strategi pembelajaran yang mampu mendorong peserta didik lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti pembelajaran. Kedua : sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan peran guru semula seebagai penyampai/transfer ilmu berganti peran sebagai fasilitator. Ketiga : Perlu adanya perubahan sikap dan perilaku peserta didik untuk memilki motivasi belajar yang kuat yang menjamin kelangsungan


(39)

belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar untuk mencapai tujuan.

Keempat : Untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif dan mendorong keaktivan belajar peserta didik yang tinggi perlu penerapan model pembelajaran Cooperatif jensi Student Team Achevement Division (STAD) dengan mengikuri langkah-langkah sebagai berikut : Langkah Pertama : Membentuk kelompok kerja / belajar peserta didik secara heterogen dan secara proporsional peserta didik menentukan ketua, sekretaris dan anggotanya. Langkah kedua peserta didik memperoleh informasi / penjelasan tujuan belajar dan pentingnya motivasi belajar bagi peserta didik. Langkah ketiga : peserta didik memperoleh petunjuk dan lembar kerja peserta didik. Langkah keempat : peserta didik melaksanakan proses pembelajaran dengan Standar Kompetensi Merencanakan Usaha Kecil, Kompetensi Dasar Menganalisis Peluang Usaha. Langkah kelima : melaksanakan evaluasi belajar untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan cooperative learning, ada beberapa kegiatan yang perlu dilakukan pada KBM : a) Presentasi hasil cooperative

b) uji kompetensi

c) pengisian angket minat berwirausaha menjadi pilihan karier masa depan. d) Penilaian proses pembelajaran meliputi keaktifa/motivasi belajar peserta

didik, kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran oleh kolaborator.

Langkah keenam : Melaksanakan refleksi belajar meliputi Respon peserta didik penerapan cooperative learning, pemberian penghargaan, pengayaan dan remedial bagi peserta didik yang belum memenuhi standar kelulusan.

Penulisan buku ini memberikan kontribusi pada kita terhadap metode dan pendekatan pembelajaran yang mampu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan mendorong subyek didik untuk aktive. Pembelajaran dinilai mampu mengubah suasana belajar kewirausahaan sebagai kegiatan yang menyenangkan. Dengan motivasi yang kuat dapat meningkatkan hasil belajarnya, dan mempengaruhi pengambilan keputusan, untuk berwirausaha sebagai pilihan karier pada masa depannya.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Agus Suprijono. 2009. Cooperative Learning. Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Amat Jaedum. 2009. Teknik Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Disampaikan pada Diklat Penulisan Artikel Ilmiah. Yogyakarta : LPMP.

Ating Tedjasutisna. 2004. Memahami Kewirausahaan SMK Tingkat I. Bandung : CV Armico.

Budyaningsih C Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum SMK 2004 Mata Pelajaran

Kewirausahaan Semua Bidang Keahlian. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Badan Standar Nasional / Pendidikan. 2006. Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Gunungkidul : Dinas Pendidikan.

Gulo W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Grasindo.

H.Isjoni.2010. Cooperative Learning. Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung. CV.Alfabeta.

Lie Anita. 2005. Cooperative Learning. Jakarta : PT.Grasindo

Suharsimi Arikunto. 2007. Tampilan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Disampaikan pada Diklat Pengembangan Profesi bagi Guru Golongan III / d ke atas. Yogyakarta : LPMP.

________________. 2007. Format Penyusunan Karya Ilmiah. Disampaikan pada Diklat Pengembangan Profesi bagi Guru Golongan III / d ke atas. Yogyakarta : LPMP.

Winkel WS. 1983. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Gramedia.

_____________.1982. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah Menengah. Jakarta : PT Gramedia.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1983. Analisis Pendidikan. Jakarta. Proyek Peningkatan Informasi dan Media Komunikasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


(41)

CURICULLUM VITAE

Nama : Heribertus Suwarbiyana

Tampat, Tanggal Lahir : Sleman, 13 Juni 1959

Alamat : Nusupan RT.03 RW.28, Trihanggo, Gamping Sleman, Yogyakarta

No Telp : (0274) 6415416

1. Pendidikan Formal

Tahun 1974 : Lulus SD Negeri Jambon I Tahun 1977 : Lulus SMP Negeri 6 Yogyakarta

Tahun 1982 : Lulus SMPS Tarakanita Yogyakarta Program Pengembangan Masyarakat

Tahun 1988 : Lulus Sarjana Program Kurikulum dan Teknologi Pendidikan IKIP Sanata Dharma Yogyakarta

2. Riwayat Pekerjaan

Tahun 1984 - 1988 : Pengabdian sebagai guru SPG PL Sedayu Bantul Yogyakarta Tahun 1988 – 1999 : Guru SMEA Negeri Liquica Timor-Timur

Tahun 1991 – 1999 : Memperoleh tugas pengabdian Pengelola Daerah Program Penyetaraan D-II Guru SD Kabupaten Liquica Timor-Timur sebagai koordinator KBM

Tahun 1993 – 1999 : Memperoleh tugas pengabdian sebagai Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Guru Dinas P&K Dili Timor-Timur. Tahun 1999 – (Sekarang) : SMK Negeri 2 Wonosari Gunungkidul Yogyakarta

3. Keikutsertaan Kegiatan Pendidikan dan Latihan Kedinasan

1. Mengikuti Workshop Penulisan Buku Populer Bagi Pelajar, Mahasiswa dan Guru di Yogyakarta tanggal 7 Maret 2010.

2. Mengikuti Diklat Penulisan Karya Tulis Ilmiah yang diselenggarakan LPMP DI Yogyakarta tanggal 8 /sd 12 Desember 2009.

3. Mengikuti Workshop Pengembangan Kelas Wirausaha Guru Kewirausahaan SMK di Yogyakarta Tanggal 13 s/d 15 April 2009.

4. Mengikuti Workshop Kurikulum KTSP Terapan Mata Pelajaran Kewirausahaan di Gunungkidul tanggal 22 Desember 2008.

5. Mengikuti Diklat Program Pengembangan Profesi Guru Golongan III d ke atas di LPMP DI Yogyakarta. Tanggal 11 s/d 13 Juli 2007

6. Mengikuti Diklat Guru Kejuruan Mata Pelajaran Kewirausahaan di LPMP DI Yogyakarta tanggal 19 s/d 23 Desember 2005

7. Mengikuti Workshop Penulisan Modul Berbasis Kompetensi Kurikulum SMK 2004 di UNY Yogyakarta tanggal 4 Desember 2004.

8. Mengikuti Diklat Penulisan Artikel di Media Massa bagi guru dan profesional se-Jawa Tengah dan DIY, tanggal 4 Juni 2002.

9. Mengikuti Diklat Pengkatan Kemampuan Profersi Guru bagi Penilai Angka Kredit di BPG Surabaya tanggal 1 s/d 10 Agustus1995.


(42)

4. Keikutsertaan Kegiatan Forum Ilmiah

1. Seminar Nasional : Peningkatan Mutu Pendidikan melalui program sertifikasi guru di UNY Yogyakarta, tanggal 23 Maret 2008.

2. Seminar nasional : Upaya Peningkatan Kompetensi Pendidikan dan Sertifikasinya melalui perencanaan dan pelaksanaan dan pembelajaran di gedung Mandalah Bhakti Yogyakarta, tanggal 21 Maret 2008.

3. Seminar Menggali Potensi Daerah dengan Menumbuhkan jiwa entrepreneur di balai desa Kepek Gunungkidul tanggal 25 Juni 2007.

4. Seminar Pendidikan Nasional : Menggagas Sistem Pendidikan Nasional Msa kini dan masa datang di SMA 6 Yogyakarta, tanggal 25 Juni 2000.

5. Prestasi Akademik

1. Memperoleh Sertifikat Pendidik sebagai Guru Kewirausahaan (Bisnis dan Manajemen lainnya dengan nomor : 110854605683 tahun 2009.

2. Memperoleh Tanda Penghargaan sebagai Guru Teladan Nasional dari Menteri P&K RI dengan nomor 189/P/1997


(1)

peluang bisnis adalah apabila pendapatan yang diperoleh dalam menjalankan usaha melebihi biaya yang diperlukan dalam menjalankan usaha. Dengan kata lain suatu ide bisnis akan berubah menjadi peluang bisnis kalau memperoleh keuntungan dari usahanya.


(2)

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil kajian terori dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai implentasi kurikulum kewirausahaan dan penerapan Cooperative Learning pada mata pelajaran kewirausahaan dikaitkan dengan tingkat perkembangan peserta didik dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Rendahnya motivasi peserta didik mengikuti proses pembelajaran kewirausahaan terkait dengan proses pembelajaran guru aktif dan peserta didik cenderung pasif.

2. Rendahnya motivasi belajar ini juga dipicu oleh cara penyampaian guru yang kurang menarik dan strategi pembelajaran kurang melibatkan keaktifan peserta didik.

3. Kurangnya konsentrasi peserta didik dalam proses pembelajaran dapat pula terkait dengan tingkat perkembangan usia peserta didik yang relatif masih remaja. Pada masa remaja tingkat ketergantungan pada orang tua masih tinggi, sehingga segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya masih dipenuhi oleh orang tua.

4. Berwirausaha belum dapat menimbulkan daya tarik bagi peserta didik sebagai pilihan karier untuk masa depannya

B. Saran

Untuk menyikapi berbagai persoalan dalam proses pembeljaran seabgaimana diurakan di atas, pertama : perlunya peningkatan strategi pembelajaran yang mampu mendorong peserta didik lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti pembelajaran. Kedua : sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan peran guru semula seebagai penyampai/transfer ilmu berganti peran sebagai fasilitator. Ketiga : Perlu adanya perubahan sikap dan perilaku peserta didik untuk memilki motivasi belajar yang kuat yang menjamin kelangsungan


(3)

belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar untuk mencapai tujuan.

Keempat : Untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif dan mendorong keaktivan belajar peserta didik yang tinggi perlu penerapan model pembelajaran Cooperatif jensi Student Team Achevement Division (STAD) dengan mengikuri langkah-langkah sebagai berikut : Langkah Pertama : Membentuk kelompok kerja / belajar peserta didik secara heterogen dan secara proporsional peserta didik menentukan ketua, sekretaris dan anggotanya. Langkah kedua peserta didik memperoleh informasi / penjelasan tujuan belajar dan pentingnya motivasi belajar bagi peserta didik. Langkah ketiga : peserta didik memperoleh petunjuk dan lembar kerja peserta didik. Langkah keempat : peserta didik melaksanakan proses pembelajaran dengan Standar Kompetensi Merencanakan Usaha Kecil, Kompetensi Dasar Menganalisis Peluang Usaha. Langkah kelima : melaksanakan evaluasi belajar untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan cooperative learning, ada beberapa kegiatan yang perlu dilakukan pada KBM : a) Presentasi hasil cooperative

b) uji kompetensi

c) pengisian angket minat berwirausaha menjadi pilihan karier masa depan. d) Penilaian proses pembelajaran meliputi keaktifa/motivasi belajar peserta

didik, kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran oleh kolaborator.

Langkah keenam : Melaksanakan refleksi belajar meliputi Respon peserta didik penerapan cooperative learning, pemberian penghargaan, pengayaan dan remedial bagi peserta didik yang belum memenuhi standar kelulusan.

Penulisan buku ini memberikan kontribusi pada kita terhadap metode dan pendekatan pembelajaran yang mampu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan mendorong subyek didik untuk aktive. Pembelajaran dinilai mampu mengubah suasana belajar kewirausahaan sebagai kegiatan yang menyenangkan. Dengan motivasi yang kuat dapat meningkatkan hasil belajarnya, dan mempengaruhi pengambilan keputusan, untuk berwirausaha sebagai pilihan karier pada masa depannya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agus Suprijono. 2009. Cooperative Learning. Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Amat Jaedum. 2009. Teknik Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Disampaikan pada Diklat Penulisan Artikel Ilmiah. Yogyakarta : LPMP.

Ating Tedjasutisna. 2004. Memahami Kewirausahaan SMK Tingkat I. Bandung : CV Armico.

Budyaningsih C Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum SMK 2004 Mata Pelajaran

Kewirausahaan Semua Bidang Keahlian. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Badan Standar Nasional / Pendidikan. 2006. Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Gunungkidul : Dinas Pendidikan.

Gulo W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Grasindo.

H.Isjoni.2010. Cooperative Learning. Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung. CV.Alfabeta.

Lie Anita. 2005. Cooperative Learning. Jakarta : PT.Grasindo

Suharsimi Arikunto. 2007. Tampilan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Disampaikan pada Diklat Pengembangan Profesi bagi Guru Golongan III / d ke atas. Yogyakarta : LPMP.

________________. 2007. Format Penyusunan Karya Ilmiah. Disampaikan pada Diklat Pengembangan Profesi bagi Guru Golongan III / d ke atas. Yogyakarta : LPMP.

Winkel WS. 1983. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Gramedia.

_____________.1982. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah Menengah. Jakarta : PT Gramedia.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1983. Analisis Pendidikan. Jakarta. Proyek Peningkatan Informasi dan Media Komunikasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


(5)

CURICULLUM VITAE Nama : Heribertus Suwarbiyana Tampat, Tanggal Lahir : Sleman, 13 Juni 1959

Alamat : Nusupan RT.03 RW.28, Trihanggo, Gamping Sleman, Yogyakarta

No Telp : (0274) 6415416

1. Pendidikan Formal

Tahun 1974 : Lulus SD Negeri Jambon I Tahun 1977 : Lulus SMP Negeri 6 Yogyakarta

Tahun 1982 : Lulus SMPS Tarakanita Yogyakarta Program Pengembangan Masyarakat

Tahun 1988 : Lulus Sarjana Program Kurikulum dan Teknologi Pendidikan IKIP Sanata Dharma Yogyakarta

2. Riwayat Pekerjaan

Tahun 1984 - 1988 : Pengabdian sebagai guru SPG PL Sedayu Bantul Yogyakarta Tahun 1988 – 1999 : Guru SMEA Negeri Liquica Timor-Timur

Tahun 1991 – 1999 : Memperoleh tugas pengabdian Pengelola Daerah Program Penyetaraan D-II Guru SD Kabupaten Liquica Timor-Timur sebagai koordinator KBM

Tahun 1993 – 1999 : Memperoleh tugas pengabdian sebagai Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Guru Dinas P&K Dili Timor-Timur. Tahun 1999 – (Sekarang) : SMK Negeri 2 Wonosari Gunungkidul Yogyakarta 3. Keikutsertaan Kegiatan Pendidikan dan Latihan Kedinasan

1. Mengikuti Workshop Penulisan Buku Populer Bagi Pelajar, Mahasiswa dan Guru di Yogyakarta tanggal 7 Maret 2010.

2. Mengikuti Diklat Penulisan Karya Tulis Ilmiah yang diselenggarakan LPMP DI Yogyakarta tanggal 8 /sd 12 Desember 2009.

3. Mengikuti Workshop Pengembangan Kelas Wirausaha Guru Kewirausahaan SMK di Yogyakarta Tanggal 13 s/d 15 April 2009.

4. Mengikuti Workshop Kurikulum KTSP Terapan Mata Pelajaran Kewirausahaan di Gunungkidul tanggal 22 Desember 2008.

5. Mengikuti Diklat Program Pengembangan Profesi Guru Golongan III d ke atas di LPMP DI Yogyakarta. Tanggal 11 s/d 13 Juli 2007

6. Mengikuti Diklat Guru Kejuruan Mata Pelajaran Kewirausahaan di LPMP DI Yogyakarta tanggal 19 s/d 23 Desember 2005

7. Mengikuti Workshop Penulisan Modul Berbasis Kompetensi Kurikulum SMK 2004 di UNY Yogyakarta tanggal 4 Desember 2004.

8. Mengikuti Diklat Penulisan Artikel di Media Massa bagi guru dan profesional se-Jawa Tengah dan DIY, tanggal 4 Juni 2002.

9. Mengikuti Diklat Pengkatan Kemampuan Profersi Guru bagi Penilai Angka Kredit di BPG Surabaya tanggal 1 s/d 10 Agustus1995.


(6)

4. Keikutsertaan Kegiatan Forum Ilmiah

1. Seminar Nasional : Peningkatan Mutu Pendidikan melalui program sertifikasi guru di UNY Yogyakarta, tanggal 23 Maret 2008.

2. Seminar nasional : Upaya Peningkatan Kompetensi Pendidikan dan Sertifikasinya melalui perencanaan dan pelaksanaan dan pembelajaran di gedung Mandalah Bhakti Yogyakarta, tanggal 21 Maret 2008.

3. Seminar Menggali Potensi Daerah dengan Menumbuhkan jiwa entrepreneur di balai desa Kepek Gunungkidul tanggal 25 Juni 2007.

4. Seminar Pendidikan Nasional : Menggagas Sistem Pendidikan Nasional Msa kini dan masa datang di SMA 6 Yogyakarta, tanggal 25 Juni 2000.

5. Prestasi Akademik

1. Memperoleh Sertifikat Pendidik sebagai Guru Kewirausahaan (Bisnis dan Manajemen lainnya dengan nomor : 110854605683 tahun 2009.

2. Memperoleh Tanda Penghargaan sebagai Guru Teladan Nasional dari Menteri P&K RI dengan nomor 189/P/1997