ke dalam masalah matematika. Kemudian dilakukan pematematikaan vertikal yaitu menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan kaidah-
kaidah di dalam matematika itu sendiri. Menurut De Lange 1995, pengajaran matematika dengan pendekatan
Pendidikan Matematika Realistik meliputi aspek-aspek yaitu: a.
Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah soal yang “riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya,
sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna; b.
Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut. Siswa
mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalanmasalah yang diajukan.
Berdasarkan uraian aspek-aspek di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan matematika realistik berlangsung secara interaktif, siswa
mengajukan beberapa pertanyaan kepada guru, dan memberikan alasan terhadap pertanyaan atau jawaban yang diberikannya, memahami
jawaban temannya siswa lain, setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain
dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.
2. Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik
PMR
Adapun menurut Treffers 1987 merumuskan lima karakteristik Pendidikan Matematika Realistik dalam Wijaya, 2012, 21-23, yaitu:
a. Penggunaan Konteks
Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak hanya berupa masalah
dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa
dibayangkan dalam pemikiran siswa. Melalui penggunaan konteks, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi siswa tidak hanya bertujuan untuk
menemukan jawaban akhir dari permasalahan yang diberikan, tetapi juga diarahkan untuk mengembangkan berbagai strategi
penyelesaian masalah yang bisa digunakan.
b. Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Dalam Pendidikan Matematika Realistik, model digunakan dalam melakukan matematisasi progresif. Penggunaan model berfungsi
sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika kongkrit menuju
pengetahuan matematika tingkat formal.
c. Pemanfaatan hasil kontruksi siswa
Mengacu pada pendapat Freudental bahwa matematika tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap dipakai tetapi
sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa maka dalam Pendidikan Matematika Realistik siswa ditempatkan sebagai subjek
belajar. Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi
yang bervariasi.
d. Interaktivitas
Proses belajar seorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan proses sosial. Proses
belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka.
Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa
secara simultan.
e. Keterkaitan
Konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu,
konsep – konsep matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. Pendidikan Matematika
Realistik menempatkan keterkaitan antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui
keterkaitan ini, suatu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika
secara bersamaan.
Dari penjelasan diatas, yang dimaksud dengan pendekatan PMR adalah suatu pendekatan yang mengungkapkan dan kejadian yang dekat dengan
siswa sebagai sarana untuk memahamkan persoalan matematika yang relevan sesuai dengan kehidupan mereka sehari-hari.
Menurut Fauzi 2002, langkah – langkah dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR yakni:
1. Memahami masalah kontekstual, guru memberikan masalah
kontekstual dalam kehidupan sehari – hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.
2. Menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami
masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk – petunjuk
berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian – bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.
3. Menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual
menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan.
Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal, guru memotivasi untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka
sendiri. 4.
Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide – ide yang
mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran.
5. Menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.
D. Minat