Kepatuhan Pengobatan Penderita TB Paru

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Kepatuhan Pengobatan Penderita TB Paru

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 58,1 keluarga patuh dalam pengobatan penderita TB paru dibandingkan yang tidak patuh sebesar 41,9. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda yang dikemukakan oleh Salim 2002 tentang peran pengawas menelan obat di kota Padang yang mengemukakan sebagian besar pasien 61,22 patuh berobat dan yang tidak patuh berobat 38,88. hasil hampir sama dengan penelitian Syahrizal 2004 tentang kepatuhan Pasien TBC Paru BTA Positif dalam menelan obat Di RS Khusus Paru – Paru Propinsi Sumatera Selatan, variabel kepatuhan didapat : 63,3 yang patuh berobat secara teratur dan yang tidak patuh 36,7. Hasil penelitian yang berbeda diperlihatkan oleh Suliha 1991 yang mengemukakan bahwa sebagian besar pasien 62,42 tidak patuh berobat dan 37,58 pasien yang datang untuk kontrol berobat sesuai dengan ketentuan. Kepatuhan terhadap anjuran minum obat tuberkulosis paru merupakan faktor penting yang berperan dalam proses penyembuhan dari infeksi tuberkulosis. Kepatuhan minum obat anti tuberkulosis akan mempengaruhi status gizi dengan memperbaiki keadaan infeksi sehingga penyerapan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh akan lebih optimal. Selain kepatuhan terhadap pengobatan, asupan energi dan protein dalam jumlah cukup juga diperlukan untuk mendukung proses penyembuhan dan peningkatan status gizi anak dengan infeksi tuberkulosis paru Sidabutar, 2004. Universitas Sumatera Utara Kepatuhan minum obat anti tuberkulosis OAT akan berpengaruh terhadap proses penyembuhan dari infeksi tuberkulosis. Kepatuhan pasien dilihat dari keteraturan, waktu dan cara minum obat. Petunjuk dalam mengkonsumsi OAT perlu diperhatikan untuk mencegah resistensi terhadap obat. Resistensi terhadap obat dapat memperpanjang proses pengobatan dan dapat menimbulkan komplikasi. Obat anti tuberkulosis seperti Isoniazid dan Rifampin lebih baik diminum pada saat perut kosong, minimal setengah jam sebelum makan, tujuannya selain untuk mencegah mual juga untuk meningkatkan penyerapan obat di dalam tubuh dan menghindari interaksi dengan makanan Schwenk, 2004. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan diduga dapat menyebabkan kekebalan bakteri terhadap obat-obatan yang dikonsumsi Multiple Drugs ResistanceMDR. Hal tersebut akan mengakibatkan pengobatan menjadi lebih lama Bello, 2010. Secara teori, kepatuhan pasien anak terhadap pengobatan dipengaruhi oleh baberapa faktor seperti pengetahuan orang tua, faktor sosial dan ekonomi orang tua pasien. Bentuk-bentuk ketidakpatuhan terhadap farmakoterapi bagi penderita tuberkulosis antara lain tidak mengambil obat, minum obat dengan dosis dan waktu yang salah, lupa minum obat, serta berhenti minum obat sebelum waktunya. Kepatuhan minum obat pada pasien anak dipengaruhi oleh pengetahuan ibu, keluarga ataupun pengasuhnya terhadap pengobatan tuberkulosis. Anak belum dapat mengkonsumsi obat sendiri, sehingga pemberiannya tergantung pada orang yang mengasuhnya. Pengetahuan ibu mengenai manfaat pengobatan terhadap proses penyembuhan ikut berpengaruh terhadap kepatuhan ibu dalam memberikan Obat Anti tuberkulosis Universitas Sumatera Utara OAT. Salah satu faktor yang berperan dalam peningkatan pengetahuan ibu mengenai pengobatan tuberkulosis paru dipengaruhi oleh peran pelayanan kesehatan dalam memberikan konseling mengenai aturan dalam minum obat. 5.2 Hubungan Pengetahuan Keluarga dengan Kepatuhan Pengobatan Penderita TB Paru di Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2013 Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pengetahuan terhadap kepatuhan pengobatan penderita TB paru menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan responden dalam kategori kurang baik 70,5, selebihnya dalam kategori baik 29,5. Penelitian Hidayat 2000 juga memperlihatkan bahwa responden yang tidak teratur berobat adalah mereka yang memiliki pengetahuan kurang baik 50,46. Pengetahuan responden yang kurang tentang TB Paru dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nazar 2007 bahwa responden yang rajin berobat dan mematuhi aturan yang ditentukan dalam pengobatan adalah responden yang memiliki pengetahuan yang baik. Hasil Uji Chi square didapatkan p= 0,084 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan pengobatan penderita TB paru. Nilai Ratio Prevalence sebesar 1,629, artinya keluarga yang berpengetahuan kurang belum tentu merupakan faktor risiko untuk tidak patuh dibandingkan dengan keluarga yang berpengetahuan baik. Menurut Notoatmodjo 2010 bahwa pengetahuan diartikan sebagai hal apa yang diketahui oleh orang atau responden terkait dengan sehat atau sakit atau kesehatan, misalnya tentang penyakit penyebab, cara penularan, Universitas Sumatera Utara serta pencegahan, gizi, sanitasi, pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan berencana dan sebagainya. Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa tingginya pengetahuan akan meningkatkan kepatuhan pengobatan penderita TB paru, sebaliknya jika pengetahuan kurang maka kepatuhan pengobatan menjadi rendah. Berdasarkan hasil uji regresi logistik berganda diperoleh bahwa tidak ada pengaruh pengetahuan terhadap kepatuhan pengobatan penderita TB paru. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ivanti 2010 tentang kepatuhan berobat di Balai Pengobatan penyakit paru-paru Medan yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepatuhan berobat penderita TB Paru p=0,628 0,05. Hasil penelitian berbeda diperlihatkan oleh penelitian Zuliana 2009 yang menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara pengetahuan terhadap tingkat kepatuhan berobat penderita TB Paru. Menurut hasil penelitian Sari 2011 tentang tingkat kepatuhan berobat di Puskesmas Amplas Kota Medan menyatakan bahwa pengetahuan mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap tingkat kepatuhan berobat penderita TB Paru ρ=0,0120,05. Berdasarkan penjelasan Notoatmodjo tersebut di atas dapat diyakni bahwa dengan mengetahui seluk beluk penyakit termasuk bentuk pengobatannya, maka peluang untuk mencapai kesembuhan juga akan semakin tinggi. Hal yang sama dikemukakan oleh Prawiradilaga 2008 bahwa pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan diperoleh dari informasi baik Universitas Sumatera Utara secara lisan ataupun tertulis dari pengalaman seseorang. Pengetahuan diperoleh dari fakta atau kenyataan dengan mendengar radio, melihat televisi, dan sebagainya serta dapat diperoleh dari pengalaman berdasarkan pemikiran kritis. Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil dari tahu yang diperoleh melalui panca indera, dimana pengetahuan itu merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Penelitian ini tidak sejalan dengan teori Notoatmodjo 2003, yang menyatakan bahwa tindakan seseorang terhadap masalah kesehatan pada dasarnya akan dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang tentang masalah tersebut. Dalam hal ini, pengetahuan responden yang merupakan penderita TB Paru adalah pengetahuan mengenai tuberkulosis paru yang diterima secara langsung dari petugas kesehatan sewaktu mendapat pengobatan, maupun melalui media lainnya sebelum dan sewaktu pengobatan, sehingga dapat mengubah perilaku responden untuk teratur berobat. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden untuk menjalani pengobatan TB Paru dengan baik bukan berdasarkan tingkat pengetahuannya, melainkan karena motivasi baik dari dalam diri penderita TB Paru yakni berupa rasa tanggung jawabnya untuk sembuh dan dari luar diri penderita TB Paru berupa dukungan keluarga. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang tidak baik atau rendah tentang penyakit TB Paru. Mereka hanya mengetahui penyakit TB Paru adalah penyakit batuk berdarah yang disebabkan oleh kebiasaan merokok, angin malam, terlalu banyak bergadang abudebu dijalan raya atau semen. Universitas Sumatera Utara Petugas kesehatan hanya memberikan informasi bagaimana cara menelan obat dan jadwal mengambil obat serta jadwal pemeriksaan dahak saja. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang overt behavior, yang salah satu tindakannya untuk kepatuhan pengobatan penderita TB paru. Pengetahuan yang dimiliki merupakan hal yang terpenting dalam pengambilan keputusan untuk menerima suatu informasi. Menurut Suriasumantri 2009, pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk didalamnya adalh ilmu yang merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung ataupun tidak langsung turut memperkaya kehidupan manusia. Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dalam kepercayaan, takhayul dan penerangan- penerangan yang keliru. Sangat tidak penting untuk diketahui bahwa pengetahuan berbeda dengan buah pikiran karena tidak semua buah pikiran merupakan pengetahuan. Pengetahuan diperoleh melalui kenyataan dengan melihat dan mendengar sendiri, serta melalui alat-alat komunikasi, juga diperoleh sebagai akibat pengaruh dari hubungan dengan orang tua, kakak adik, tetangga, kawan sekolah dan lain-lain Soekanto, 2007. Pengetahuan adalah faktor predisposisi karena dapat mempermudah seseorang untuk terjadinya perubahan perilaku dalam mengatasi masalah kesehatannya. Seseorang berperilaku karena adanya alasan dalam bentuk pemikiran dan perasaan yatu pengetahuan Notoatmodjo, 2007. Universitas Sumatera Utara Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo 2005 yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan pengideraan melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman dari diri sendiri maupun orang lain, media massa maupun lingkungan. 5.3 Hubungan Sikap Keluarga dengan Kepatuhan Pengobatan Penderita TB Paru di Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2013 Sikap keluarga terhadap pengobatan penderita TB paru yang telah dibahas sebelumnya menunjukkan bahwa 57,1 memiliki sikap baik, sedangkan 42,9 memiliki sikap kurang baik. Hal ini menunjukkan bahwa adanya respon yang setuju dari keluarga bahwa keluarga sebagai pengawas menelan obat. Ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan pengobatan penderita TB paru di Kabupaten Labuhan Batu dengan nilai p = 0,014. Nilai Ratio Prevalence sebesar 1,754, artinya keluarga yang bersikap kurang kemungkinannya 2 kali berisiko untuk tidak patuh dibanding dengan keluarga yang bersikap baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dhewi 2011 yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan kepatuhan minum obat TB Paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat BKPM Pati. Berdasarkan hasil uji regresi logistik berganda diperoleh bahwa sikap keluarga berpengaruh terhadap kepatuhan pengobatan penderita TB paru. Hal ini mengacu pada keluarga yang memiliki sikap baik berpeluang 2,5 kali patuh berobat dibanding dengan keluarga yang memiliki sikap kurang baik. Hasil penelitian ini Universitas Sumatera Utara tidak sejalan dengan penelitian Sari 2011 tentang tingkat kepatuhan berobat di Puskesmas Amplas Kota Medan menunjukkan sikap petugas kesehat an ρ=0,143 tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan berobat penderita TB Paru. Hasil penelitian dengan penelitian Zuliana 2009 bahwa faktor pelayanan kesehatan yaitu sikap petugas kesehatan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kepatuhan berobat penderita TB Paru, berbeda dengan penelitian Simamora 2004 yang menunjukkan bahwa perilakusikap petugas kesehatan mempunyai pengaruh terhadap ketidakteraturan berobat penderita TB Paru. Berdasarkan pengamatan di lapangan, petugas kesehatan bersikap ramah dalam memberikan pelayanan kesehatan. Setiap pasien tersangka TB Paru yang datang ke Puskesmas, awalnya akan diberi wadah untuk menampung dahaknya dan disuruh kembali lagi keesokan hari dengan membawa wadah tersebut. Selanjutnya, dahak tadi diperiksa dan pasien menunggu sampai hasil dari laboratorium keluar. Apabila pasien positif menderita TB Paru maka pasien tersebut akan diberi obat dan diingatkan untuk kembali lagi seminggu kemudian untuk mengambil obat selanjutnya. Penderita bersikap aktif dalam menyampaikan keluhan yang dirasakan, jika ada keluhan maka diminta untuk menemui dokter puskesmas. Salah satu cara yang paling efektif untuk menekan seseorang bersedia melakukan sesuatu adalah dengan menunjukkan pada mereka bahwa kita sangat memerhatikan mereka dan sangat mengharapkan mereka sembuh. Menurut Notoatmodjo 2010, sikap terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar Universitas Sumatera Utara kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lainnya, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku tiap individu sebagai anggota masyarakat. 5.4 Hubungan Tindakan Keluarga dengan Kepatuhan Pengobatan Penderita TB Paru di Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2013 Tindakan keluarga terhadap pengobatan penderita TB paru untuk masing- masing tindakan adalah paling banyak keluarga dengan tindakan baik yaitu 54,3 dan tindakan kurang baik 45,7. Hal ini juga sesuai dengan hasil jawaban tindakan dalam pengobatan penderita TB paru yang paling banyak menjawab ya adalah keluarga menegur pasien, bila pasien tidak mau atau lalai minum obat 47,6. Hasil penelitian di lapangan responden paling banyak menjawab kadang-kadang adalah keluarga mengingatkan penderita TBC untuk mengambil obat dan periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan 49,5, sedangkan yang paling banyak menjawab tidak adalah selama pengobatan apakah anggota keluarga pernah menggantikan pasien untuk mengambilkan obat ke puskesmas kalau pasien berhalangan 34,3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tindakan dengan kepatuhan pengobatan penderita TB paru di Kabupaten Labuhan Batu dengan nilai p= 0,019 yaitu semakin baik tindakan maka semakin baik kepatuhan pengobatan penderita TB paru yang dilakukan keluarga. Nilai Ratio Prevalence sebesar 1,715 dengan 95 CI=1,080-2,723, artinya keluarga yang Universitas Sumatera Utara tindakan kurang kemungkinannya 2 kali berisiko untuk tidak patuh dibanding dengan keluarga yang tindakannya baik. Berdasarkan uji regresi logistik berganda terdapat besar pengaruh antara tindakan terhadap kepatuhan pengobatan penderita TB paru di Kabupaten Labuhan Batu dengan nilai Exp B 2,458. Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa tindakan yang baik akan meningkatkan kepatuhan pengobatan. Keluarga yang memiliki tindakan baik maka berpeluang 2,4 kali patuh berobat dibanding dengan keluarga yang memiliki tindakan kurang baik. Kepatuhan adalah sikap menaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih. Disamping mengandung arti taat dan patuh pada peraturan, juga kepada perintah pimpinan, sikap perhatian dan kontrol yang kuat terhadap penggunaan waktu, sikap tanggung jawab atas tugas yang diamanatkan kepadanya, atau sikap kesungguhan terhadap bidang keahlian yang ditekuninya. Hasil penelitian Ivanti 2010 menunjukkan bahwa tindakan responden berpengaruh secara bermakna terhadap tingkat kepatuhan berobat penderita TB paru. Hal ini sesuai dengan penelitian Zuliana 2009 yang menunjukkan bahwa tindakan berpengaruh secara bermakna terhadap tingkat kepatuhan berobat. Berdasarkan hasil wawancara dengan PMO, bahwa sebagian besar PMO memberikan dorongan, mengawasi dan menegur bila lalai menelan obat. Hal ini disebabkan karena PMO diberi penjelasan mengenai tugas sebagai PMO. Menurut Depkes RI 2002, salah satu komponen DOTS adalah pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh PMO untuk menjamin penderita TB Paru menyelesaikan pengobatannya dengan Universitas Sumatera Utara minum obat secara teratur di depan PMO. Oleh sebab itu, PMO perlu mendapatkan penyuluhan bersama dengan penderita sehingga pengobatan dapat mencapai target yang ditetapkan. PMO yang baik adalah yang paling dekat dengan penderita, dihormati dan disegani oleh penderita. PMO seharusnya memberikan penyuluhan, mendorong, mengingatkan dan mengawasi penderita TB Paru menelan obat Depkes RI, 2007. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Tingkat Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberculosis Paru Di Poli Paru Rumah Sakit Haji Medan 2012

4 85 65

Hubungan Dukungan Keluarga Dan Karakteristik Penderita Tb Paru Dengan Kesembuhan Pada Pengobatan Tb Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan

3 51 102

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TB PARU DENGAN KEPATUHAN MENJALANI PROGRAM PENGOBATAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang TB Paru Dengan Kepatuhan Menjalani Program Pengobatan Pada Penderita TB Paru di BBKPM Surakarta.

0 0 15

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang TB Paru Dengan Kepatuhan Menjalani Program Pengobatan Pada Penderita TB Paru di BBKPM Surakarta.

0 1 4

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TB PARU DENGAN KEPATUHAN MENJALANI PROGRAM PENGOBATAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang TB Paru Dengan Kepatuhan Menjalani Program Pengobatan Pada Penderita TB Paru di BBKPM Surakarta.

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Tuberkulosis 2.1.1 Pengertian - Hubungan Perilaku Keluarga dengan Kepatuhan Pengobatan Penderita TB Paru di Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2013

0 0 35

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Perilaku Keluarga dengan Kepatuhan Pengobatan Penderita TB Paru di Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2013

0 0 10

Faktor Risiko Kepatuhan Pengobatan pada Penderita Tb Paru BTA Positif

0 0 10

HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KESEMBUHAN PADA PENDERITA TB PARU DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU UNIT MINGGIRAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Peran Keluarga dengan Tingkat Kesembuhan pada Penderita TB Paru di Balai Pengobatan Penya

0 0 11

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT TB PARU PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANARAGAN JAYA KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT TAHUN 2013

1 2 5