Faktor Risiko Lesi Prakanker Serviks
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tri Wahyuningsih 2013, didapatkan hasil bahwa faktor risiko lesi prakanker serviks sama dengan faktor risiko
kanker serviks. Berbagai faktor dianggap sebagai kofaktor faktor yang menyertai terjadinya kanker serviks. Menurut Bobak 2005, berikut ini merupakan faktor risiko
kanker serviks: 1.
Umur Rata-rata umur wanita yang menderita kanker serviks adalah 40-50 tahun. Kondisi
prainvasif mampu bertahan antara 10-15 tahun sebelum berkembang menjadi karsinoma invasif. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut
merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat
usia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyarini 2009 menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antar usia responden dengan kejadian kanker
leher rahim di RSUD DR Moewardi Surakarta. Wanita berusia ≥ 35 tahun berisiko
untuk terkena kanker serviks 4,23 kali lebih besar daripada yang berusia 35 tahun. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Triwahyuningsih
2013 yang mendapatkan hasil bahwa wanita berumur lebih dari 35 tahun berisiko 4,23 kali lebih tinggi untuk mengidap kanker serviks daripada wanita
yang berumur dibawah umur 35 tahun. 2.
Umur pertama kali berhubungan seksual Wanita muda yang aktif secara seksual memiliki risiko lebih besar
berkembangnya kanker leher rahim. Hal ini disebabkan karena pada saat umur muda, sel-sel rahim masih belum matang secara sempurna. Sel tersebut akan
matang seiring bertambah usia dan menjadi lebih mampu menahan proses yang
dihasilkan akibat penetrasi seksual. Terpajan proses ini sebelum matur dapat merusak sel-sel yang belum matang tersebut. Beberapa studi menyatakan
berhubungan seks dibawah usia 20 tahun mempunyai risiko tertinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Umri 2013 yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur pertama kali berhubungan seksual dengan kejadian kanker serviks. Wanita yang melakukan
hubungan seksual pada umur 20 tahun memiliki risiko 6 kali lebih tinggi untuk mengalami kejadian kanker serviks dibandingkan wanita yang melakukan
hubungan seksual pertama kali pada umur 20 tahun. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Utami, Ratnawati, Fatmawati 2011 dalam
penelitiannya menyatakan bahwa wanita yang melakukan hubungan seksual pada usia 20 tahun memiliki risiko 10 kali lebih besar terkena kanker serviks
dibandingkan dengan yang berhubungan seksual ≥ 20 tahun. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irmayani 2015 yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara umur pertama kali berhubungan seksual dengan kejadian lesi prakanker serviks. Pada penelitian ini wanita yang
berhubungan seksual pertama kali pada umur kurang dari 25 tahun berisiko mengalami penyakit lesi prakanker serviks 5,8 kali lebih tinggi daripada yang
berhubungan seksual pertama kali pada umur lebih dari 25 tahun. 3.
Paritas Kanker serviks banyak dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin
sering seorang wanita melahirkan semakin tinggi risikonya mengidap kanker serviks. Memiliki banyak anak dengan jarak kelahiran yang terlalu dekat akan
berdampak pada perlukaan di organ reproduksi dan dampaknya akan
memudahkan infeksi HPV sehingga terjadi kanker serviks. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saputra 2015 yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian kanker serviks dengan nilai P = 0,000. Selain itu terdapat peningkatan risiko 10,2 kali
lebih tinggi bagi wanita yang memiliki paitas ≥ 3 untuk mengalami kejadian kanker serviks dibandingkan wanita yang memiliki paritas 3. Penelitian lain
juga dilakukan oleh Mayrita 2015 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian kanker serviks dengan nilai P= 0,000. Wanita yang
memiliki paritas 3 memiliki risiko untuk mengalami kanker serviks 3 kali lebih tinggi dibandingkan wanita yang memiliki paritas 3 orang. Penelitian lain juga
dilakukan oleh Wardhani 2013 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian kanker serviks dengan nilai P= 0,013
dan paritas merupakan variabel paling dominan yang berhubungan dengan kejadian kanker serviks pada penelitian tersebut.
4. Penyakit hubungan seksual
Adanya riwayat penyakit menular seksual terutama HPV, herpes simpleks virus HSV-2 dan kondiloma akuminata diduga sebagai faktor penyebab kanker
serviks. Virus ini mampu mengubah susunan DNA nukleus dari sel-sel serviks yang belum matang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Dirk 2012 yang menyatakan bahwa wanita yang memiliki riwayat penyakit menular seksual memiliki risiko 4,4 kali lebih tinggi untuk mengalami penyakit
kanker serviks. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Parwati 2015 yang mendapatkan hasil bahwa wanita yang memiliki riwayat penyakit
menular seksual berisiko 9,7 kali lebih tinggi untuk mengalami penyakit lesi
prakanker serviks dibandingkan wanita yang tidak memiliki riwayat penyakit menular seksual. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Savitri 2012 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara memiliki riwayat penyakit hubungan seksual dengan kejadian
kanker serviks invasif. Wanita yang memiliki riwayat IMS memiliki risiko 11,37 kali lebih tinggi mengalami kanker serviks dibandingkan wanita yang tidak
memiliki riwayat IMS 5.
Penggunaan kontrasepsi hormonal Pil kontrasepsi merupakan bentuk kontrasepsi yang dapat diandalkan untuk
sebagian besar wanita. Namun, pil ini dapat menurunkan kekebalan alami tubuh terhadap infeksi dan juga mempengaruhi tubuh dalam menyerap asam folat.
Berdasarkan penelitian metanalisis yang menyatakan bahwa lamanya penggunaan kontrasepsi hormonal akan meningkatkan risiko kanker serviks dan penggunaan
lebih dari 10 tahun akan meningkatkan risiko sampai dua kali. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuniar 2009 yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian kanker serviks dengan nilai P= 0,012. Wanita yang menggunakan
kontrasepsi hormonal memiliki risiko untuk mengalami kejadian kanker serviks sebesar 6,6 kali lebih tinggi daripada wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi
hormonal. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Damayanti 2014, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian kanker serviks. Penggunaan kontrasepsi hormonal 4 tahun dapat meningkatkan risiko mengalami kanker
serviks 1,5-2,5 kali lebih tinggi daripada wanita yang menggunakan kontrasepsi
hormonal 4 tahun. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pradya 2015 yang menyatakan bahwa wanita yang menggunakan pil kontrasepsi
dalam jangka waktu lebih dari empat tahun berisiko 42 kali lebih tinggi untuk mengalami lesi prakanker serviks
6. Personal higiene
Personal higiene erat kaitannya dengan keadaan sosial ekonomi menengah ke bawah. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya memiliki pengetahuan
kurang mengenai kebersihan perorangan sehingga mereka kurang menjaga kebersihan dan meningkatkan risiko infeksi virus dan bakteri. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Dewi 2012 menyatakan terdapat hubungan bermakna antara personal higiene dengan kejadian lesi prakanker serviks. Dimana
wanita yang memiliki perilaku personal higiene yang buruk meningkatkan risiko terkena lesi prakanker sebanyak 29 kali daripada yang memiliki perilaku higiene
yang baik. 7.
Diethylstilbestrol DES Beberapa wanita yang memiliki riwayat terpapar DES atau nonsteroid estrogen
lainnya selama kehamilan akan memiliki kecenderungan masalah perkembangan genital baik keturunan wanita maupun pria. Estimasi antara tahun 1940-1970, dari
500.000 kehamilan yang menerima DES terdapat beberapa kelainan multipel. Beberapa kelainan berkembang setelah pubertas. Diperkirakan 1 dari 1000 wanita
yang terpapar DES selama di dalam kandungan akan memiliki kelainan perkembangan vagina maupun serviks dan biasanya terjadi saat menjelang
dewasa. Pada pria yang pernah terapar DES, kelainan yang biasanya terjadi adalah kista epididimis, hipotropik testis dan penebalan selaput testis. Kelainan ini dapat
menyebabkan gangguan ejakulasi, oligospermia dan motilitas sperma yang rendah.