Faktor Risiko Lesi Prakanker Serviks Berdasarkan Hasil Pap Smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana Periode 2013-2015.

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR RISIKO LESI PRAKANKER SERVIKS BERDASARKAN HASIL PAP SMEAR DI KLINIK KESPRO YAYASAN RAMA SESANA

PERIODE 2013-2015

MELLYSA KOWARA NIM. 1420015023

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(2)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR RISIKO LESI PRAKANKER SERVIKS BERDASARKAN HASIL PAP SMEAR DI KLINIK KESPRO YAYASAN RAMA SESANA

PERIODE 2013-2015

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

MELLYSA KOWARA NIM. 1420015023

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(3)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh

Pembimbing Skripsi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Oleh: Mellysa Kowara

1420015023

Menyetujui. Denpasar, 26 Juni 2016

Pembimbing

dr. Ni Wayan Septarini, MPH NIP. 198009292008012015


(4)

viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah dipresentasikan dan diujikan dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, Juni 2016

Tim Penguji Skripsi Ketua (Penguji I)

(Ni Luh Putu Suariyani, SKM., MHlth&IntDev) NIP. 198001132005012005

Anggota (Penguji II)

(DR.Drh. I Made Subrata, M.Erg) NIP.196811202008011013


(5)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas berkat dan rahmat-Nya skripsi yang berjudul “Faktor Risiko Lesi Prakanker Serviks Berdasarkan Hasil Pap Smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana Periode Tahun 2013-2015” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Skripsi ini diajukan sebagai persyaratan kelulusan dalam rangka menyelesaikan kuliah di Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. I Made Ady Wirawan, MPH., PHD., selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

2. Ni Luh Putu Suariyani, SKM., MHlth&IntDev., selaku Kepala Bagian Epidemiologi yang telah memberikan arahan serta masukan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

3. dr. Ni Wayan Septarini, MPH., selaku dosen pembimbing yang telahmemberikan arahan serta masukan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

4. dr. Luh Putu Upadisari selaku Kepala Klinik Kespro (Yayasan Rama Sesana) yang selalu memberikan dukungan, semangat dan bantuan, dalam penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen, Staf dan Pegawai Program Studi Kesehatan Masyarakat atas dukungan dan kerjasamanya.

6. Keluarga yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam iv


(6)

x penyusunan skripsi penelitian ini.

7. Semua teman-teman angkatan 2014 yang selalu memberikan saran dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran guna penyempurnaan dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Denpasar, 26 Juni 2016


(7)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... ...1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.4.1 Tujuan Umum ... 4

1.4.2 Tujuan Khusus ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.5.1 Manfaat Praktis ... 5

1.5.2 Manfaat Teoritis ... 5

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Lesi Prakanker Serviks ... 6

2.1.1 Pengertian ... 7

2.1.2Tahap-Tahap Cervical Intraepithelial Neoplasia ... 7

2.1.3Faktor Risiko Lesi Prakanker Serviks ... 8

2.1.4Gejala Klinis Lesi Prakanker Serviks ... 14

2.2 Metode Pencegahan Dini Pap Smear ... 14

2.2.1 Pengertian Pap Smear ... 14

2.2.2 Akurasi Pap Smear ... 15

2.3.3Interpretasi Pap Smear ... 15


(8)

xii

2.3.1Host, Agent dan Environment ... 17

2.3.2 Riwayat Alamiah Penyakit Lesi Prakanker Serviks ... 18

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIOANAL ... 21

3.1 Kerangka Konsep ... 21

3.2 Hipotesis Penelitian ... 22

3.3 Variabel dan Definisi Operasional ... 22

3.3.1 Variabel Penelitian ... 22

3.3.2 Definisi Operasional ... 23

BAB IV METODE PENELITIAN ... 25

4.1 Desain Penelitian ... 25

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

4.3.1 Populasi ... 26

4.3.2 Sampel Penelitian ... 26

4.3.3Penentuan Besar Sampel ... 27

4.4 Pengumpulan Data ... 27

4.4.1 Macam Data ... 27

4.4.2 Alur Pengumpulan Data ... 27

4.5 Pengolahan Data dan Teknik Analisis Data ... 28

4.5.1 Pengolahan Data ... 28

4.5.2 Rencana Analisis Data ... 29

BAB V HASIL PENELITIAN ... 34

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 34

5.2 Karakteristik Responden ... 35

5.3 Analisis Bivariat Faktor Resiko Lesi Prakanker Serviks di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana Periode 2013-2015 ... 37

5.3.1 Analisis Risiko Umur terhadap Lesi Prakanker Serviks berdasarkan hasil pap smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana Periode 2013-2015 ... 37

5.3.2 Analisis Risiko Umur Pertama Kali Berhubungan Seksual terhadap Lesi Prakanker Serviks berdasarkan hasil pap smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana Periode 2013-2015 ... 39

5.3.3 Analisis Risiko Paritas terhadap Lesi Prakanker Serviks berdasarkan Hasil Pap Smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana Periode 2013-2015 .. 40

5.3.4 Analisis Risiko Riwayat IMS terhadap Lesi Prakanker Serviks berdasarkan hasil pap smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana Periode 2013-2015 ... 41


(9)

xiii

5.3.5 Analisis Risiko Penggunaan Kontrasepsi Hormonal terhadap Lesi Prakanker Serviks berdasarkan hasil pap smear di Klinik Kespro Yayasan

Rama Sesana Periode 2013-2015 ... 42

BAB VI PEMBAHASAN ... 44

6.1 Faktor Risiko Lesi Prakanker Serviks Berdasarkan Hasil Pap Smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana Periode 2013-2015 ... 44

6.1.1 Risiko Umur Terhadap Kejadian Lesi Prakanker Serviks Berdasarkan Hasil Pap Smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana Periode 2013-2015 ... 44

6.1.2 Risiko Umur Pertama Kali Berhubungan Seksual Terhadap Kejadian Lesi Prakanker Serviks Berdasarkan Hasil Pap Smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana Periode 2013-2015 ... 46

6.1.3 Risiko Paritas Terhadap Kejadian Lesi Prakanker Serviks Berdasarkan Hasil Pap Smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana Periode 2013-2015 ... 48

6.1.4 Risiko Riwayat IMS Terhadap Kejadian Lesi Prakanker Serviks Berdasarkan Hasil Pap Smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana Periode 2013-2015 ... 50

6.1.5 Risiko Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Terhadap Kejadian Lesi Prakanker Serviks Berdasarkan Hasil Pap Smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana Periode 2013-2015 ... 52

6.2 Hambatan dan Keterbatasan Penelitian ... 54

BAB VII PENUTUP ... 56

7.1 Simpulan ... 56

7.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN ... 61

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perjalanan Lesi Prakanker Serviks ... 6


(10)

xiv

Tabel 4.1 Kontingensi 2x2 Odd Ratio ... 29 Tabel 5.1 Karakteristik Responden ... 35 Tabel 5.2 Distribusi Umur Responden terhadap Lesi Prakanker Serviks ... 38 Tabel 5.3 Distribusi Umur Pertama Kali Berhubungan Seksual Terhadap Lesi

Prakanker Serviks ... 39 Tabel 5.4 Distribusi Paritas Terhadap Lesi Prakanker Serviks ... 40 Tabel 5.5 Distribusi Riwayat IMS Terhadap Lesi Prakanker serviks ... 41 Tabel 5.6 Distribusi Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Terhadap Lesi Prakanker

Serviks ... 42

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Segitiga Epidemiologi ... 18 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 21 Gambar 4.1 Desain Penelitian ... 25


(11)

xv

DAFTAR LAMPIRAN


(12)

xvi Lampiran 2 Form Ekstrak Data

Lampiran 3 Hasil Analisis Data Lampiran 4 Kelaikan Etik Penelitian


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), kanker serviks merupakan penyakit kanker yang menempati peringkat teratas diantara berbagai penyakit kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di seluruh dunia, kasus kanker serviks sudah menjangkit 1,4 juta jiwa wanita dan tiap tahunnya terdapat 493.243 jiwa pengidap penyakit kanker serviks baru dengan angka kematian sebanyak 273.505 jiwa (Emilia,2010). Berdasarkan data riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa kanker serviks merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 0,8% dengan total wanita yang mengidap kanker serviks berjumlah 98.692 jiwa. Angka ini meningkat secara signifikan sejak tahun 2006 sebanyak 72.523 jiwa. Prevalensi pengidap kanker di bali sebesar 0,7% dengan total wanita yang mengidap kanker serviks sebanyak 1.438 jiwa. Provinsi Bali sendiri merupakan salah satu provinsi dengan jumlah pengidap kanker serviks terbanyak di Indonesia.

Penyakit kanker serviks pada tahap awal tidak menimbulkan gejala sehingga wanita tidak akan menyadari peyakitnya. Biasanya penderita penyakit ini baru ditemukan ketika mereka sudah memasuki tahapan stadium lanjut. Berdasarkan hasil penelitian metanalisis yang melibatkan 27.929 sampel didapatkan progesivitas sel atipik dalam kurun waktu 2 tahun menjadi displasia ringan sebesar 21%, displasia berat sebesar 21%. Sedangkan progesivitas menjadi kanker serviks invasif dari fase atipik sebesar 0,25% dan dari displasia ringan sebesar 0,15%. Dari hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasif


(14)

memakan waktu sekitar 10 tahun sehingga apabila dideteksi pada tahap prainvasif penyakit ini masih dapat disembuhkan (Andrijono,2010).

Pap smear merupakan metode skrining yang sudah dikenal secara luas. Sensitivitas pap smear bila dikerjakan setiap tahun dapat menurunkan insiden kanker serviks sebanyak 92.5%, sedangkan apabila skrining dilakukan setiap tiga tahun mampu menurunkan angka insiden kanker serviks sebanyak 90.8%, lalu apabila skrining dilakukan setiap lima tahun dapat menurunkan kejadian kanker serviks sebanyak 83.6% dan jika skrining dilakukan setiap sepuluh tahun maka angka insiden kanker serviks menurun hingga 64.2% dengan demikian, frekuensi terhadap pemeriksaan pap smear sangat berpengaruh terhadap menurunnya angka insiden kanker serviks (Andrijono,2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tri Wahyuningsih (2013) yang berjudul Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Lesi Prakanker Serviks dalam Deteksi Dini Kanker Serviks melalui Metode IVA di Puskesmas Jatinegara Tahun 2013 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur responden, paritas, umur pertama kali berhubungan seksual, lama penggunaan pil kontrasepsi hormonal dengan kejadian lesi prakanker serviks. Pada variabel umur, responden yang memiliki umur diatas 35 tahun memiliki risiko terkena kanker serviks menjadi 2 kali lipat. Hal ini disebabkan karena faktor imunitas yang mulai menurun pada umur diatas 35 tahun. Pada variabel umur pertama kali berhubungan seksual, responden yang berhubungan seksual kurang dari umur 20 tahun meningkatkan risiko terkena kanker serviks dua kali lipat. Hal ini disebabkan kurang matangnya mukosa serviks saat mendapatkan penetrasi seksual serta rentan terinfeksi IMS. Pada variabel paritas, responden yang pernah melahirkan lebih dari tiga kali memiliki risiko 9 kali


(15)

lebih tinggi mengidap kanker serviks. Hal ini disebabkan akibat perlukaan jalan lahir akibat melahirkan yang terlalu sering memudahkan infeksi HPV. Pada variabel penggunaan kontrasepsi hormonal, responden yang menggunakan kontrasepsi hormonal berupa pil akan meningkatkan risiko mengidap kanker serviks menjadi 2,5 kali lebih tinggi. Hal ini disebabkan kontrasepsi hormonal dapat menurunkan kekebalan alami tubuh dan mengganggu penyerapan asam folat.

Penelitian ini akan menggali hubungan antara umur, umur pertama kali berhubungan seksual, paritas, riwayat IMS dan penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap kejadian lesi prakanker serviks yang akan dilaksanakan di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana. Klinik ini merupakan sebuah klinik kesehatan yang terletak di lantai empat Pasar Badung dan Pasar Intaran Sanur. Klinik ini memberikan pelayanan reproduksi seperti pencegahan HIV/AIDS, pemeriksaan kehamilan, keluarga berencana, deteksi kanker dan konseling kesehatan reproduksi kepada para wanita. Tindakan pap smear dilakukan pada wanita yang bersedia terutama mereka yang bekerja sebagai pedagang dan buruh (tukang suun). Di klinik ini juga belum pernah dilakukan penelitan mengenai faktor risiko lesi prakanker serviks berdasarkan hasil pap smear yang ada. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti faktor risiko lesi prakanker serviks berdasarkan hasil pap smear di Klinik Kespro Yayasan Rama sesana periodetahun 2013-2015.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah faktor apa saja yang berisiko terhadap kejadian lesi prakanker serviks berdasarkan hasil pap smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana Periode 2013-2015.


(16)

1.3 Pertanyaan Penelitian

Apakah umur, umur pertama kali berhubungan seksual, paritas, riwayat IMS dan kontrasepsi hormonal berpengaruh terhadap peningkatan kejadian lesi prakanker serviks berdasarkan hasil pap smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana Periode 2013-2015?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor risiko lesi prakanker serviks berdasarkan hasil pap smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana sejak tahun 2013-2015?

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan antara umur responden dengan kejadian lesi prakanker serviks berdasarkan hasil pap smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana sejak tahun 2013-2015?

2. Untuk mengetahui hubungan antara umur pertama kali berhubungan seksual dengan kejadian lesi prakanker serviks di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana sejak tahun 2013-2015?

3. Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan kejadian lesi prakanker serviks berdasarkan hasil pap smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana sejak tahun 2013-2015?

4. Untuk mengetahui hubungan antara riwayat IMS dengan kejadian lesi prakanker serviks berdasarkan hasil pap smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana sejak tahun 2013-2015?


(17)

5. Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian lesi prakanker serviks berdasarkan hasil pap smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana sejak tahun 2013-2015?

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat praktis

1. Untuk Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan masukan terhadap petugas kesehatan terutama tenaga kesehatan yang melaksanakan tindakan skrining berupa pap smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana.

2. Untuk Masyarakat

Sebagai informasi kepada para masyarakat mengenai faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian lesi prakanker serviks serta pentingnya melakukan tindakan skrining berupa pap smear.

1.5.2 Manfaat Teoritis

1. Bagi peneliti yaitu menambah wawasan dan pengalaman dalam menerapkan ilmu yang diperoleh tentang faktor risiko yang mempengaruhi lesi prakanker serviks berdasarkan hasil pap smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana. 2. Data yang diperoleh dapat dipergunakan sebagai informasi awal untuk

penelitian selanjutnya dengan analisis yang lebih mendalam.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini ialah epidemiologi penyakit infeksi yaitu tentang faktor risiko yang mempengaruhi lesi prakanker serviks berdasarkan hasil pap smear di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana.


(18)

(19)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lesi Prakanker

2.1.1 Pengertian

Lesi prakanker serviks atau disebut juga lesi intraepitel serviks (cervical intraepithelial neoplasia) merupakan awal dari perubahan menuju karsinoma serviks uterus. Diawali dengan CIN I yang secara klasik dinyatakan dapat berkembang menjadi CIN II dan kemudian menjadi CIN III lalu berkembang menjadi karsinoma serviks (Andrijono,2010).

Lesi prakanker serviks merupakan suatu kondisi dimana terjadi perubahan sel-sel leher rahim ke arah abnormal namun tidak terdapat keganasan. Menurut Andrijono (2010), perubahan abnormal pada serviks merupakan langkah awal dari serangkaian proses perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian dapat menimbulkan kanker serviks. Karena itulah, beberapa perubahan abnormal serviks merupakan keadaan prakanker yang bisa berubah menjadi kanker.

Tabel 2.1. Perjalanan Lesi Prakanker Serviks

Regresi Persisten Progres ke CIN III

Progres ke karsinoma

LSIL (CIN I) 57% 32% 11% 1%

HSIL (CIN II) 43% 35% 22% 5%

HSIL(CIN III) 32% 56% - > 12%


(20)

7

2.1.2 Tahap-Tahap Cervical Intraepithelial Neoplasia

Saat ini telah digunakan istilah yang berbeda untuk perubahan abnormal pada sel-sel dipermukaan serviks, salah satu diantaranya adalah lesi skuamosa intraepitel. Secara histopatologi karsinoma serviks terdiri dari 2 jenis, yaitu: jenis karsinoma epidermoid (95%) dan jenis adenokarsinoma (5%). Proses perubahan sel kolumner endoserviks menjadi sel skuamosa ektoserviks terjadi secara fisiologik pada setiap wanita yang disebut sebagai proses metaplasia. Karena adanya faktor-faktor risiko yang bertindak sebagai zat karsinogen, proses metaplasia fisiologis ini dapat berubah menjadi displasia yang bersifat patologis. Proses inilah yang kemudian disebut lesi prakanker serviks atau cervical intraepithelial neoplasia (CIN) atau neoplasia intraepithelial serviks (NIS) (Bobak,2005). Perubahan pada sel ini kemudian dibagi menjadi 2 kelompok:

1. Lesi tingkat rendah

Merupakan perubahan dini pada ukuran, bentuk dan jumlah sel yang membentuk permukaan serviks. Beberapa lesi tingkat rendah menghilang dengan sendirinya. Namun yang lainnya tumbuh menjadi lebih besar dan lebih abnormal membentuk lesi tingkat tinggi. Lesi tingkat rendah disebut juga displasia ringan atau neoplasia intraepitel servikal (NIS I). Lesi tingkat rendah paling sering ditemukan pada wanita berumur 25-35 tahun, tapi dapat juga terjadi pada semua kelompok umur.


(21)

8

Ditemukan sejumlah besar sel prakanker yang tampak sangat berbeda dari sel normal. Perubahan prakanker ini hanya terjadi pada sel di permukaan seviks. Lesi tingkat tinggi disebut juga displasia menengah, displasia berat dan karsinoma in situ. Lesi tingkat tinggi paling banyak ditemukan pada wanita berumur 30-40 tahun.

Menurut Bobak (2005), lesi prakanker serviks dibagi menjadi: CIN I : displasia ringan

CIN II : displasia sedang CIN III : displasia berat

Sehingga perkembangan kanker serviks dapat digambarkan sebagai berikut: CIN I-CIN II-CIN III-CIS-Ca invasif

2.1.3 Faktor Risiko Lesi Prakanker Serviks

Lesi prakanker serviks merupakan awal dari perubahan menuju kanker serviks. Pada dasarnya faktor risiko lesi prakanker dan kanker serviks adalah sama. Serviks secara secara alami mengalami proses pertumbuhan sel abnormal akibat terjadinya penekanan pada kedua sel lapisan pada serviks. Dengan masuknya virus, porsio yang dalam keadaan erosi yang awalnya fisiologis berkembang menjadi patologis. Berdasarkan konsep regresi spontan serta lesi yang persisten menunjukkan bahwa lesi prakanker tidak seluruhnya berkembang menjadi invasif, sebagian kasus antara 30-70% dapat menjadi normal kembali sehingga diakui masih banyak faktor yang mempengaruhi (Andrijono,2010).


(22)

9

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tri Wahyuningsih (2013), didapatkan hasil bahwa faktor risiko lesi prakanker serviks sama dengan faktor risiko kanker serviks. Berbagai faktor dianggap sebagai kofaktor (faktor yang menyertai) terjadinya kanker serviks. Menurut Bobak (2005), berikut ini merupakan faktor risiko kanker serviks:

1. Umur

Rata-rata umur wanita yang menderita kanker serviks adalah 40-50 tahun. Kondisi prainvasif mampu bertahan antara 10-15 tahun sebelum berkembang menjadi karsinoma invasif. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyarini (2009) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antar usia responden dengan kejadian kanker leher rahim di RSUD DR Moewardi Surakarta. Wanita berusia ≥ 35 tahun berisiko untuk terkena kanker serviks 4,23 kali lebih besar daripada yang berusia < 35 tahun. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Triwahyuningsih (2013) yang mendapatkan hasil bahwa wanita berumur lebih dari 35 tahun berisiko 4,23 kali lebih tinggi untuk mengidap kanker serviks daripada wanita yang berumur dibawah umur 35 tahun.

2. Umur pertama kali berhubungan seksual

Wanita muda yang aktif secara seksual memiliki risiko lebih besar berkembangnya kanker leher rahim. Hal ini disebabkan karena pada saat umur muda, sel-sel rahim masih belum matang secara sempurna. Sel tersebut akan matang seiring bertambah usia dan menjadi lebih mampu menahan proses yang


(23)

10

dihasilkan akibat penetrasi seksual. Terpajan proses ini sebelum matur dapat merusak sel-sel yang belum matang tersebut. Beberapa studi menyatakan berhubungan seks dibawah usia 20 tahun mempunyai risiko tertinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Umri (2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur pertama kali berhubungan seksual dengan kejadian kanker serviks. Wanita yang melakukan hubungan seksual pada umur < 20 tahun memiliki risiko 6 kali lebih tinggi untuk mengalami kejadian kanker serviks dibandingkan wanita yang melakukan hubungan seksual pertama kali pada umur > 20 tahun. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Utami, Ratnawati, & Fatmawati (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa wanita yang melakukan hubungan seksual pada usia <20 tahun memiliki risiko 10 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan yang berhubungan seksual ≥ 20 tahun. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irmayani (2015) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur pertama kali berhubungan seksual dengan kejadian lesi prakanker serviks. Pada penelitian ini wanita yang berhubungan seksual pertama kali pada umur kurang dari 25 tahun berisiko mengalami penyakit lesi prakanker serviks 5,8 kali lebih tinggi daripada yang berhubungan seksual pertama kali pada umur lebih dari 25 tahun.

3. Paritas

Kanker serviks banyak dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin sering seorang wanita melahirkan semakin tinggi risikonya mengidap kanker serviks. Memiliki banyak anak dengan jarak kelahiran yang terlalu dekat akan berdampak pada perlukaan di organ reproduksi dan dampaknya akan


(24)

11

memudahkan infeksi HPV sehingga terjadi kanker serviks. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2015) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian kanker serviks dengan nilai P = 0,000. Selain itu terdapat peningkatan risiko 10,2 kali lebih tinggi bagi wanita yang memiliki paitas ≥ 3 untuk mengalami kejadian kanker serviks dibandingkan wanita yang memiliki paritas < 3. Penelitian lain juga dilakukan oleh Mayrita (2015) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian kanker serviks dengan nilai P= 0,000. Wanita yang memiliki paritas > 3 memiliki risiko untuk mengalami kanker serviks 3 kali lebih tinggi dibandingkan wanita yang memiliki paritas < 3 orang. Penelitian lain juga dilakukan oleh Wardhani (2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian kanker serviks dengan nilai P= 0,013 dan paritas merupakan variabel paling dominan yang berhubungan dengan kejadian kanker serviks pada penelitian tersebut.

4. Penyakit hubungan seksual

Adanya riwayat penyakit menular seksual terutama HPV, herpes simpleks virus (HSV-2) dan kondiloma akuminata diduga sebagai faktor penyebab kanker serviks. Virus ini mampu mengubah susunan DNA nukleus dari sel-sel serviks yang belum matang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dirk (2012) yang menyatakan bahwa wanita yang memiliki riwayat penyakit menular seksual memiliki risiko 4,4 kali lebih tinggi untuk mengalami penyakit kanker serviks. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Parwati (2015) yang mendapatkan hasil bahwa wanita yang memiliki riwayat penyakit menular seksual berisiko 9,7 kali lebih tinggi untuk mengalami penyakit lesi


(25)

12

prakanker serviks dibandingkan wanita yang tidak memiliki riwayat penyakit menular seksual. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Savitri (2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara memiliki riwayat penyakit hubungan seksual dengan kejadian kanker serviks invasif. Wanita yang memiliki riwayat IMS memiliki risiko 11,37 kali lebih tinggi mengalami kanker serviks dibandingkan wanita yang tidak memiliki riwayat IMS

5. Penggunaan kontrasepsi hormonal

Pil kontrasepsi merupakan bentuk kontrasepsi yang dapat diandalkan untuk sebagian besar wanita. Namun, pil ini dapat menurunkan kekebalan alami tubuh terhadap infeksi dan juga mempengaruhi tubuh dalam menyerap asam folat. Berdasarkan penelitian metanalisis yang menyatakan bahwa lamanya penggunaan kontrasepsi hormonal akan meningkatkan risiko kanker serviks dan penggunaan lebih dari 10 tahun akan meningkatkan risiko sampai dua kali. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuniar (2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian kanker serviks dengan nilai P= 0,012. Wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal memiliki risiko untuk mengalami kejadian kanker serviks sebesar 6,6 kali lebih tinggi daripada wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2014), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian kanker serviks. Penggunaan kontrasepsi hormonal > 4 tahun dapat meningkatkan risiko mengalami kanker serviks 1,5-2,5 kali lebih tinggi daripada wanita yang menggunakan kontrasepsi


(26)

13

hormonal < 4 tahun. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pradya (2015) yang menyatakan bahwa wanita yang menggunakan pil kontrasepsi dalam jangka waktu lebih dari empat tahun berisiko 42 kali lebih tinggi untuk mengalami lesi prakanker serviks

6. Personal higiene

Personal higiene erat kaitannya dengan keadaan sosial ekonomi menengah ke bawah. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya memiliki pengetahuan kurang mengenai kebersihan perorangan sehingga mereka kurang menjaga kebersihan dan meningkatkan risiko infeksi virus dan bakteri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) menyatakan terdapat hubungan bermakna antara personal higiene dengan kejadian lesi prakanker serviks. Dimana wanita yang memiliki perilaku personal higiene yang buruk meningkatkan risiko terkena lesi prakanker sebanyak 29 kali daripada yang memiliki perilaku higiene yang baik.

7. Diethylstilbestrol (DES)

Beberapa wanita yang memiliki riwayat terpapar DES atau nonsteroid estrogen lainnya selama kehamilan akan memiliki kecenderungan masalah perkembangan genital baik keturunan wanita maupun pria. Estimasi antara tahun 1940-1970, dari 500.000 kehamilan yang menerima DES terdapat beberapa kelainan multipel. Beberapa kelainan berkembang setelah pubertas. Diperkirakan 1 dari 1000 wanita yang terpapar DES selama di dalam kandungan akan memiliki kelainan perkembangan vagina maupun serviks dan biasanya terjadi saat menjelang dewasa. Pada pria yang pernah terapar DES, kelainan yang biasanya terjadi adalah kista epididimis, hipotropik testis dan penebalan selaput testis. Kelainan ini dapat


(27)

14

menyebabkan gangguan ejakulasi, oligospermia dan motilitas sperma yang rendah.

2.1.4 Gejala Klinis Lesi Prakanker Serviks

Perubahan prakanker pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan panggul dan pap smear. Gejala biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi keganasan dan masuk ke jaringan di sekitarnya (Adi,2012).

Pada fase prakanker maka akan timbul gejala sebagai berikut:

1. Perdarahan vagina yang abnormal, terutama diantara 2 menstruasi setelah melakukan hubungan seksual atau setelah menopause.

2. Menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak).

3. Keputihan yang menetap dengan cairan encer, berwarna merah muda atau coklat, mengandung darah serta berbau busuk.

2.2 Metode Pencegahan Dini Pap Smear

2.2.1 Pengertian Pap Smear

Pap smear merupakan salah satu jenis pemeriksaan skrining dalam mendeteksi dini kanker serviks yang sederhana, murah, mudah, praktis. Sederhana artinya cukup dengan mengambil hapusan sel leher rahim lalu diamati di bawah mikroskop, maka lesi prakanker dapat dideteksi bila terlihat sel-sel yang tidak normal. Murah karena pelaksanaannya membutuhkan biaya yang tidak mahal. Praktis artinya dapat dilakukan dimana saja, tidak memerlukan sarana khusus, dan peralatan yang sederhana seperti


(28)

15

spekulum, tempat tidur yang representatif dan lampu. Mudah karena dapat dilakukan oleh dokter umum, bidan dan perawat yang terlatih (Adi,2012).

Menurut Bobak (2005), metode paling reliabel untuk mendeteksi lesi prakanker seperti kasus displasia adalah tes pap smear. Tes ini mampu mendeteksi 90% fase awal displasia serviks. Deteksi dini dan pengobatan prakanker dapat menurunkan kematian dari sebab ini sebanyak 50%. Namun, yang terjadi saat ini adalah 2 dari 5 wanita tidak melakukan tes pap smear secara rutin. Asosiasi Kanker Amerika menyarankan untuk melakukan tes pap smear setahun sekali untuk semua wanita yang aktif secara seksual. Wanita yang memiliki kategori risiko tinggi harus melakukan tes pap smear lebih sering.

2.2.2 Akurasi Pap Smear

Menurut Purwata & Nuranna (2002) dalam (Oktavia,2009) menyatakan bahwa sensitivitas pap smear untuk mendeteksi CIN berkisar antara 50%-98% dan spesifitasnya 91,3%. Angka negatif palsu diperkirakan berkisar antara 5%-50% dengan kesalahan terbanyak disebabkan oleh pengambilan sediaan yang tidak adekuat (62%), kegagalan skrining (15%) dan kesalahan interpretasi (23%). Angka positif palsu untuk pap smear adalah 3%-15%.

2.2.3 Interpretasi Pap Smear

Sistem Bethesda pertama kali diperkenalkan oleh Bethesda pada tahun 1988 dan disempurnakan oleh National Cancer Institute USA (Andrijono,2010). Menurut klasifikasi kelainan sel pada sistem Bethesda adalah sebagai berikut:

1. Dalam batas normal


(29)

16

2. ASCUS/AGCUS/AGUS

ASCUS dibagi dalam dua kategori yaitu ASC-US dan ASC-H. Perbedaan kategori ini membedakan penatalaksanaanya. Pada ASC-US karena umumnya CIN I maka pemeriksaan tipe HPV dianjurkan dan pengamatan berulang berkala menjadi standar pelaksanaannya. Sedangkan ASC-H harus dilanjutkan dengan pemeriksaan kolposkopi.

3. Lesi Intraepitel Derajat Rendah (LGSIL)

Fase LGSIL terkadang disebut sebagai displasia ringan LGSIL juga dapat disebut sebagai neoplasia intraepitel servikal (CIN-1).

4. Lesi Intraepitel Derajat Berat (HGSIL)

Lesi intraepitel derajat berat merupakan kelainan sel yang memiliki kemungkinan lebih tinggi berkembang menjadi kanker. Pada tingkatan lesi ini terjadi displasia sedang atau berat atau karsinoma in situ. Lesi HGSIL kadang-kadang disebut sebagai CIN-2, CIN-3 atau CIN-2/3, menunjukkan bahwa sel-sel abnormal menempati sebagian besar lapisan pada lapisan serviks.

5. Karsinoma Sel Skuamosa

Karsinoma sel skuamosa adalah jenis kanker non-melanoma yang dimulai dari sel epitel pipih. Jenis kanker ini dapat menyerang lebih dalam ke dalam serviks, jaringan atau organ lain.


(30)

17

Adenokarsinoma merupakan kanker yang dimulai dari sel-sel yang melapisi organ internal tertentu dan berbentuk kelenjar. Pilihan utama terapi pada fase ini adalah histerektomi.

2.3 Segitiga Epidemiologi

2.3.1 Host, Agent dan Environment

Menurut Noor (2013), terjadinya suatu penyakit disebabkan karena ketidakseimbangan interaksi antara host, agen dan environment. Pengertian masing-masing komponen adalah sebagai berikut:

1. Agen

Agen disebabkan oleh berbagai unsur seperti unsur biologis yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, protozoa, dll). Unsur nutrisi disebabkan karena bahan makanan yang tidak memenuhi standar gizi yang ditentukan. Unsur kimiawi disebabkan oleh bahan dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh sendiri. Unsur fisika disebabkan oleh panas, benturan, dll. Agen dalam penelitian ini adalah Human Papilloma Virus (HPV) tipe onkogenik (berpotensi menyebabkan kanker).

2. Host

Host atau penjamu adalah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Faktor ini disebabkan oleh faktor intrinsik seperti umur, jenis kelamin, etnik, genetik, status kesehatan, bentuk anatomis tubuh, fungsi fisiologis tubuh, imunitas, riwayat penyakit, kebiasaan hidup. Host kanker serviks pada penelitian ini adalah umur, umur pertama kali berhubungan seksual, paritas dan riwayat penyakit menular seksual.


(31)

18

3. Environment

Faktor lingkungan adalah faktor ketiga yang berfungsi sebagai penunjang terjadinya penyakit. Faktor ini datang dari luar atau bisa disebut faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan dibagi menjadi lingkungan biologis, lingkungan fisik, dan sosial ekonomi. Lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian lesi prakanker serviks dalam penelitian ini adalah penggunaan kontrasepsi hormonal dan perilaku personal higiene.

2.3.2 Riwayat Alamiah Penyakit Lesi Prakanker Serviks

HOST

AGENT ENVIRONMENT

Gambar 2.1 Segitiga Epidemiologi

Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit yakni proses interaksi antara host, agent dan environment. Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan perlunya analisis dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antar ketiga komponen tersebut. Antara ketiga komponen (host, agen dan environment) terdapat keseimbangan yang disebut keseimbangan ekologi. Interaksi yang kompleks antara ketiga komponen tersebut menyebabkan tidak ada satupun penyakit yang disebabkan oleh satu faktor


(32)

19

saja. Selalu ada beberapa faktor yang saling berinteraksi dan akhirnya menimbulkan penyakit (Noor, 2013).

Konsep segitiga epidemiologi ini juga berlaku bagi penyakit kanker serviks. Timbulnya penyakit ini disebabkan karena ketidakseimbangan ketiga komponen tersebut dimana komponen agennya adalah HPV, hostnya berupa faktor risiko seperti umur, umur pertama kali berhubungan seksual, paritas dan riwayat penyakit menular seksual. Sedangkan faktor lingkungan yang berpengaruh adalah riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal dan personal higiene. Pemilihan kontrasepsi dan perilaku personal higiene ditentukan oleh pendidikan, pengetahuan dan pengaruh dari masyarakat, tenaga medis dan keluarga. Berikut ini akan dijelaskan mengenai riwayat alamiah penyakit kanker serviks:

1. Prepatogenesis

Pada fase ini, individu berada dalam keadaan sehat/normal. Namun telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit di luar tubuh manusia/ lingkungan. 2. Patogenesis

a. Masa Inkubasi

Pada fase ini, Human Papilloma Virus (HPV) telah masuk ke dalam tubuh hingga menimbulkan gejala-gejala tertentu. Penyakit kanker serviks dimulai dengan infeksi awal oleh HPV, tetapi sebagian besar infeksi HPV tidak berkembang menjadi kanker serviks. Infeksi awal HPV dapat berlanjut dan menjadi displasia atau hilang dengan spontan. Sebagian besar wanita yang terinfeksi HPV akan mengalami displasia tingkat rendah (CIN 1) dan beberapa kasus akan mengalami regresi dan menghilang dalam waktu 2-3 tahun terutama pada wanita dengan usia dibawah 35 tahun.


(33)

20

b. Tahap Dini

Pada tahap dini, setelah diagnosa ditegakkan akan tampak berbagai gejala/tanda adanya kanker serviks seperti keputihan, perdarahan, dan pengeluaran cairan lendir encer. Walaupun demikian, penderita masih bisa beraktivitas seperti biasa. c. Tahap Lanjut

Pada tahap lanjut, akan ditemukan perdarahan dari kemaluan setelah melakukan senggama, jika pada tahap yang lebih berat akan terjadi perdarahan yang tidak teratur. Pada fase ini, penderita membutuhkan perawatan dan pengobatan secara intensif.

3. Pasca Patogenesis/ Tahap Akhir

Semakin lanjut dan bertambah parahnya penyakit kanker serviks, penderita kanker serviks akan menjadi kurus, anemia, anoreksia, syok dan keadaan paling parah akan berujung pada kematian. Penyakit kanker serviks merupakan penyakit yang sangat sulit disembuhkan sehingga pada tahapan ini penderita sangat membutuhkan rehabilitasi yang maksimal.


(34)

(1)

2. ASCUS/AGCUS/AGUS

ASCUS dibagi dalam dua kategori yaitu ASC-US dan ASC-H. Perbedaan kategori ini membedakan penatalaksanaanya. Pada ASC-US karena umumnya CIN I maka pemeriksaan tipe HPV dianjurkan dan pengamatan berulang berkala menjadi standar pelaksanaannya. Sedangkan ASC-H harus dilanjutkan dengan pemeriksaan kolposkopi.

3. Lesi Intraepitel Derajat Rendah (LGSIL)

Fase LGSIL terkadang disebut sebagai displasia ringan LGSIL juga dapat disebut sebagai neoplasia intraepitel servikal (CIN-1).

4. Lesi Intraepitel Derajat Berat (HGSIL)

Lesi intraepitel derajat berat merupakan kelainan sel yang memiliki kemungkinan lebih tinggi berkembang menjadi kanker. Pada tingkatan lesi ini terjadi displasia sedang atau berat atau karsinoma in situ. Lesi HGSIL kadang-kadang disebut sebagai CIN-2, CIN-3 atau CIN-2/3, menunjukkan bahwa sel-sel abnormal menempati sebagian besar lapisan pada lapisan serviks.

5. Karsinoma Sel Skuamosa

Karsinoma sel skuamosa adalah jenis kanker non-melanoma yang dimulai dari sel epitel pipih. Jenis kanker ini dapat menyerang lebih dalam ke dalam serviks, jaringan atau organ lain.


(2)

Adenokarsinoma merupakan kanker yang dimulai dari sel-sel yang melapisi organ internal tertentu dan berbentuk kelenjar. Pilihan utama terapi pada fase ini adalah histerektomi.

2.3 Segitiga Epidemiologi

2.3.1 Host, Agent dan Environment

Menurut Noor (2013), terjadinya suatu penyakit disebabkan karena ketidakseimbangan interaksi antara host, agen dan environment. Pengertian masing-masing komponen adalah sebagai berikut:

1. Agen

Agen disebabkan oleh berbagai unsur seperti unsur biologis yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, protozoa, dll). Unsur nutrisi disebabkan karena bahan makanan yang tidak memenuhi standar gizi yang ditentukan. Unsur kimiawi disebabkan oleh bahan dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh sendiri. Unsur fisika disebabkan oleh panas, benturan, dll. Agen dalam penelitian ini adalah Human Papilloma Virus (HPV) tipe onkogenik (berpotensi menyebabkan kanker).

2. Host

Host atau penjamu adalah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Faktor ini disebabkan oleh faktor intrinsik seperti umur, jenis kelamin, etnik, genetik, status kesehatan, bentuk anatomis tubuh, fungsi fisiologis tubuh, imunitas, riwayat penyakit, kebiasaan hidup. Host kanker serviks pada penelitian ini adalah umur, umur pertama kali berhubungan seksual, paritas dan riwayat penyakit menular seksual.


(3)

3. Environment

Faktor lingkungan adalah faktor ketiga yang berfungsi sebagai penunjang terjadinya penyakit. Faktor ini datang dari luar atau bisa disebut faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan dibagi menjadi lingkungan biologis, lingkungan fisik, dan sosial ekonomi. Lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian lesi prakanker serviks dalam penelitian ini adalah penggunaan kontrasepsi hormonal dan perilaku personal higiene.

2.3.2 Riwayat Alamiah Penyakit Lesi Prakanker Serviks

HOST

AGENT ENVIRONMENT

Gambar 2.1 Segitiga Epidemiologi

Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit yakni proses interaksi antara host, agent dan environment. Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan perlunya analisis dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antar ketiga komponen tersebut. Antara ketiga komponen (host, agen dan environment) terdapat keseimbangan yang disebut keseimbangan ekologi. Interaksi yang kompleks antara ketiga komponen tersebut menyebabkan tidak ada satupun penyakit yang disebabkan oleh satu faktor


(4)

saja. Selalu ada beberapa faktor yang saling berinteraksi dan akhirnya menimbulkan penyakit (Noor, 2013).

Konsep segitiga epidemiologi ini juga berlaku bagi penyakit kanker serviks. Timbulnya penyakit ini disebabkan karena ketidakseimbangan ketiga komponen tersebut dimana komponen agennya adalah HPV, hostnya berupa faktor risiko seperti umur, umur pertama kali berhubungan seksual, paritas dan riwayat penyakit menular seksual. Sedangkan faktor lingkungan yang berpengaruh adalah riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal dan personal higiene. Pemilihan kontrasepsi dan perilaku personal higiene ditentukan oleh pendidikan, pengetahuan dan pengaruh dari masyarakat, tenaga medis dan keluarga. Berikut ini akan dijelaskan mengenai riwayat alamiah penyakit kanker serviks:

1. Prepatogenesis

Pada fase ini, individu berada dalam keadaan sehat/normal. Namun telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit di luar tubuh manusia/ lingkungan. 2. Patogenesis

a. Masa Inkubasi

Pada fase ini, Human Papilloma Virus (HPV) telah masuk ke dalam tubuh hingga menimbulkan gejala-gejala tertentu. Penyakit kanker serviks dimulai dengan infeksi awal oleh HPV, tetapi sebagian besar infeksi HPV tidak berkembang menjadi kanker serviks. Infeksi awal HPV dapat berlanjut dan menjadi displasia atau hilang dengan spontan. Sebagian besar wanita yang terinfeksi HPV akan mengalami displasia tingkat rendah (CIN 1) dan beberapa kasus akan mengalami regresi dan menghilang dalam waktu 2-3 tahun terutama pada wanita dengan usia dibawah 35 tahun.


(5)

b. Tahap Dini

Pada tahap dini, setelah diagnosa ditegakkan akan tampak berbagai gejala/tanda adanya kanker serviks seperti keputihan, perdarahan, dan pengeluaran cairan lendir encer. Walaupun demikian, penderita masih bisa beraktivitas seperti biasa. c. Tahap Lanjut

Pada tahap lanjut, akan ditemukan perdarahan dari kemaluan setelah melakukan senggama, jika pada tahap yang lebih berat akan terjadi perdarahan yang tidak teratur. Pada fase ini, penderita membutuhkan perawatan dan pengobatan secara intensif.

3. Pasca Patogenesis/ Tahap Akhir

Semakin lanjut dan bertambah parahnya penyakit kanker serviks, penderita kanker serviks akan menjadi kurus, anemia, anoreksia, syok dan keadaan paling parah akan berujung pada kematian. Penyakit kanker serviks merupakan penyakit yang sangat sulit disembuhkan sehingga pada tahapan ini penderita sangat membutuhkan rehabilitasi yang maksimal.


(6)