14
C. KAJIAN TERHADAP PRAKTIK PENYELENGGARAAN
Pemerataan dan perluasan akses pendidikan dapat diukur dari tingkat pemenuhan kewajiban pemerintah daerah yang diukur dari layanan
pendidikan pada semua anak yakni: a Apakah anak-anak yang masuk SDMI sudah siap bersekolah, b Apakah anak-anak yang berusia SDMI
sudah bersekolah, c Apakah anak-anak yang lulus SDMI melanjutkan pendidikan ke jenjang SMPMTs. Kondisi ini jika dimaknai bahwa
sesungguhnya bila ditinjau dari segi kesiapan secara fisik maupun mental dan intelengensi anak-anak tersebut belum siap untuk memasuki jenjang
SDMI . Hal tersebut berdampak pada prestasi belajar anak, utamanya di kelas 1 ketika baru mulai beradaptasi dengan lingkungan pembelajaran di
tingkat SDMI. Mutu Pendidikan menjadi salah satu hal penting di dalam menilai
keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan yakni bahwa mutu pendidikan dapat dinilai dengan indicator: a Angka Mengulang Kelas
AMK, b Angka Putus Sekolah APS, c Mutu dan Pemerataan input Pendidikan, dan d Mutu Lulusan. Berdasarkan hal tersebut maka realitas
mutu pendidikan dalam 3 tahun terakhir berupa nilai angka mengulang bagi anak-anak SD dan SMP, serta SLTA, dan angka putus sekolah masih
cukup besar. Berdasarkan fenomena tersebut di atas terlihat jelas bahwa terdapat
sejumlah masalah dalam bidang pendidikan yang tidak boleh dibiarkan berlangsung terus menerus, karena hal tersebut jika diabaikan akan
menghambat pelaksanaan visi dan misi serta garis-garis besar program pembangunan khususnya di bidang pendidikan, yang pada akhirnya akan
semakin jauh dari cita-cita bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mensejahterakan kehidupan bangsa Indonesia.
Berdasarkan paparan tersebut dapat diperoleh pemahaman, bahwa beberapa permasalahan yang timbul dalam praktik penyelenggaraan Wajib
Belajar 12 Tahun, yang juga merupakan permasalahan yang dihadapi masyarakat, perlu mendapat perhatian.
15
Selain hal tersebut, pembangunan pendidikan di diarahkan sejalan dengan rencana strategis program pendidikan yakni pada pelayanan di
bidang pendidikan akan mencakupi: 1. Pendidikan anak usia dini PAUD;
2. Wajib belajar Sembilan Tahun pada jenjang Sekolah Dasar dan jenjang Sekolah Menengah Pertama;
3. Pendidikan Menengah; 4. Pendidikan Non formal;
5. Peningkatan Mutu Pendidik dan ke Pendidikan; dan 6. Manajemen Layanan Pendidikan.
Dengan demikian ada 6 dua isu hukum tentang kepastian hukum yang perlu mendapat perhatian.
Dalam penyelenggaraan praktek empiris pengatuan tentang wajib belajar 12 dua belas tahun di Kabupaten Jembrana diatur berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten jembrana No 15 Tahun 2006 tentang Rintisan Wajib Belajar 12 dua belas tahun. Peraturan daerah yang dimaksud
apabila dikaji dalam praktek kekinian tidak bisa menampung kondisi perkembangan dan kewenangan pengaturan.
Selain berdasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten jembrana No 15 Tahun 2006 tentang Rintisan Wajib Belajar 12 dua belas tahun,
dalam praktek penyelenggraan di Kabupaten Jembrana selama ini didasarkan pada beberapa Peraturan Bupati, antara lain :
1. Peraturan Bupati Jembrana No 49 Tahun 2006 tentang Pemberian Bea Siswa Kepada Siswa Yang tidak Mampu Pada Sekolah Swasta
Dan Siswa Berprestasi Pada Sekolah Negeri Maupun Swasta Di Kabupaten Jembrana
2. Peraturan Bupati Jembrana No 50 Tahun 2006 tentang Rintisan WajibBelajar 12 Dua Belas Tahun.
3. Peraturan Bupati Jembrana No 50 Tahun 2006 tentang Subsidi Biaya Pendidikan Pada TK, SD, SMA dan SMK Di Kabupaten Jembrana
4. Peraturan Bupati Jembrana No 25 Tahun 2008 tentang Pemberian Bea Siswa Pendidikan Kepada Sekolah Menengah Pertama , Sekolah
16
Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuaran Umum dan Mahasiswa Kabupaten Jembrana.
5. Peraturan Bupati Jembrana No 4 Tahun 2009 tentang Pemberian Bea Siswa Pendidikan Kepada Sekolah Menengah Umum, Sekolah
Menengah Kejuaran Umum dan Mahasiswa Kabupaten Jembrana. 6. Peraturan Bupati Jembrana No 9 Tahun 2011 tentang Pemberian Bea
Siswa Pendidikan Kepada Mahasiswa Kabupaten Jembrana. 7. Peraturan Bupati Jembrana No 20 Tahun 2011 tentang Pemberian
Dana Hibah Kepada Sekolah Menengah Atas SMA dan sekolah Menengah Kejuruan Swasta Se Kabupaten Jembrana Berupa
Bantuan Operasional Dalam Rangka Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun.
Dasar pengaturan tentang Wajib Belajar 12 dua belas Tahun yang selama ini menjadi dasar pengaturan sudah tidak mempu menampung
perkembangan sumber hokum dan kebutuhan masyarakat, hal tersebut nampak pada adanya beberapa hal yang masih memiliki kelemahan antara
lain sebagaimana dipaparkan dalam tabel di bawah ini : Tabel 5 : Analisis Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana No 15 Tahun
2006 tentang Rintisan Wajib Belajar 12 Dua Belas Tahun
PERATURA DAERAH NO 15 TAHUN 2006 TENTANG RINTISAN WAJIB BELAJAR 12
DUA BELAS TAHUN ANALISIS
1. Pembuatan lambang seharusnya menggunakan Parmendagri No 1
Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
2. Dalam lampiran 3 Permendagri No 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah seharusnya menggunakan burung garuda
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA
NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG
RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 DUA BELAS TAHUN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,
1. Dalam penulisan judul tidak sesuai dengan Pasal 112 Permendagri No 1
Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
2. Teknik perancangan
seharusnya menyesuaikan dengan lampiran 3
Permendagri No 1 Tahun 2014
17
Menimbang : a. bahwa
untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia,
maka dipandang perlu untuk mengatur jenjang
pendidikan minimal yang wajib
diikuti oleh
masyarakat; b. bahwa wajib belajar 9
sembilan tahun
di Kabupaten
Jembrana telah mencapai standar
pelayanan minimal
SPM, maka
perlu dirintis menjadi wajib
belajar 12 dua belas tahun;
c bahwa berdasarkan
pertimbangan dimaksud huruf a dan huruf b,
perlu ditetapkan
Peraturan Daerah
Kabupaten Jembrana
tentang Rintisan Wajib Belajar 12 dua belas
tahun; Kajian : Lampiran UU P3
17. Konsiderans diawali dengan kata
Menimbang. 18.
Konsiderans memuat uraian singkat mengenai
pokok pikiran
yang menjadi pertimbangan dan alasan
pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. 19.
Pokok pikiran pada konsiderans Undang-Undang, Peraturan Daerah
Provinsi, atau Peraturan Daerah KabupatenKota
memuat unsur
filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan
pembentukannya yang
penulisannya ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis,
dan yuridis. -
Unsur filosofis
menggambarkan bahwa
peraturan yang
dibentuk mempertimbangkan
pandangan hidup,
kesadaran, dan cita hukum yang
meliputi suasana
kebatinan serta
falsafah bangsa
Indonesia yang
bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945. -
Unsur sosiologis
menggambarkan bahwa
peraturan yang
dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek.
- Unsur
yuridis menggambarkan
bahwa peraturan
yang dibentuk
untuk mengatasi
permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum
dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang
akan diubah, atau yang akan
dicabut guna
menjamin kepastian hukum dan
rasa keadilan
masyarakat. 27. Konsiderans Peraturan Daerah cukup
memuat satu pertimbangan yang berisi
uraian ringkas
mengenai perlunya melaksanakan ketentuan
pasal atau
beberapa pasal
dari Undang-Undang
atau Peraturan
Pemerintah yang
memerintahkan pembentukan
Peraturan Daerah
18
tersebut dengan menunjuk pasal atau beberapa pasal dari Undang-Undang
atau Peraturan
Pemerintah yang
memerintahkan pembentukannya
Saran :
Dalam konsiderans
huruf c
perlu disesuaikan agar menunjukkan adanya
landasan yuridis Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang
Pembentukan Daerah-
daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah Tingkat I
Bali, Nusa
Tenggara Barat
dan Nusa
Tenggara Timur
Lembaran Negara
Republik Indonesia
Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan
Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1655;
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme Lembaran
Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara
Republik Indonesia
Nomor 3851; 3. Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik
Indonesia Nomor 4301;
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Lembaran Negara
Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan
Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389;
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Kajian : Lampiran II UU P3
28. Dasar hukum diawali dengan kata
Mengingat. Dasar hukum memuat:
a. Dasar
kewenangan pembentukan
Peraturan Perundang-undangan;
dan b.
Peraturan Perundang-
undangan yang
memerintahkan pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
39. Dasar
hukum pembentukan
Peraturan Daerah adalah Pasal 18 ayat 6 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Undang-Undang tentang
Pembentukan Daerah dan Undang- Undang
tentang Pemerintahan
Daerah.
Saran
Perlu ditambahkan bahan hukum : 1.
Pasal 18 ayat 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; 2.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme.
Undang- Undang ini bukan merupakan UU
yang berkaitan
dengan dasar
penedelegasian kewenangan
dan bukan
memuat manteri
muatan Peraturan Daerah yang dimaksud.
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
seharusnya diganti dengan Undang_undang No 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Seharusnya UU No 32 Tahun
2014 tersebut diganti dengan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
5. Peraturan
Pemerintah Nomor
58
19
Daerah Lembaran
Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara
Republik Indonesia
Nomor 4437
sebagaimana telah
diubah dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
Menjadi Undang-Undang Lembaran
Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran
Negara Republik
Indonesia Nomor 4548; 6. Undang-Undang Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah
Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik
Indonesia Nomor 4438;
7. Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Dasar Lembaran Negara
Republik Indonesia
Tahun 1990 Nomor 36, Tambahan
Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3512
sebagaimana telah
diubah dengan
Peraturan Pemerintah
Nomor 5 Tahun 1998 tentang
Pendidikan Dasar
Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 1990, Tambahan Lembaran
Negara Republik
Indonesia Nomor 3763 ;
8. Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2005 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. PP ini tidak dapat dijadikan dasar kewenangan dan
dasar pengaturan terkait dengan materi muatan Peraturan Daerah.
6. Harus
ditambahkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah.
20
tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah
Lembaran Negara
Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4578;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN JEMBRANA dan
BUPATI JEMBRANA -
Menetapkan : PERATURAN DAERAH
TENTANG RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 DUA BELAS
TAHUN. -
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud
dengan : 1.
Daerah adalah Daerah Kabupaten Jembrana.
2. Pemerintah
Daerah adalah
Pemerintah Kabupaten Jembrana. 3.
Bupati adalah
Kepala Daerah
Kabupaten Jembrana. 4.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
selanjutnya disebut
DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Jembrana. 5.
Dinas adalah
Dinas Pendidikan
Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Jembrana.
6. Wajib
Belajar adalah
program pendidikan
minimal yang
harus diikuti
oleh seluruh
warga masyarakat
Kabupaten Jembrana
atas tanggung jawab Pemerintah Daerah.
7. Rintisan adalah usaha paling awal
yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Kajian: Lampiran II UU P3 97.
Ketentuan umum dapat memuat lebih dari satu pasal.
98. Ketentuan umum berisi:
a. batasan
pengertian atau
definisi; b.
singkatan atau
akronim yang
dituangkan dalam
batasan pengertian
atau definisi; danatau
c. hal-hal lain yang bersifat
umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal
berikutnya antara
lain ketentuan
yang mencerminkan
asas, maksud, dan tujuan tanpa
dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab.
99. Frasa pembuka dalam ketentuan
umum undang-undang berbunyi: Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan: 100.
Frasa pembuka dalam ketentuan umum
peraturan perundang-
undangan di
bawah Undang-
Undang disesuaikan dengan jenis peraturannya.
101. Jika ketentuan umum memuat
batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim lebih dari
satu, maka
masing-masing uraiannya
diberi nomor
urut dengan angka Arab dan diawali
dengan huruf kapital serta diakhiri dengan tanda baca titik.
102. Kata atau istilah yang dimuat dalam
ketentuan umum hanyalah kata atau
istilah yang
digunakan berulang-ulang di dalam pasal atau
beberapa pasal selanjutnya.
21
103. Apabila rumusan definisi dari suatu
Peraturan Perundang-undangan
dirumuskan kembali
dalam Peraturan
Perundang-undangan yang
akan dibentuk,
rumusan definisi tersebut harus sama dengan
rumusan definisi dalam Peraturan Perundang-undangan yang telah
berlaku tersebut.
104. Rumusan batasan pengertian dari
suatu Peraturan
Perundang- undangan dapat berbeda dengan
rumusan Peraturan
Perundang- undangan
yang lain
karena disesuaikan
dengan kebutuhan
terkait dengan materi muatan yang akan diatur.
105. Jika suatu kata atau istilah hanya
digunakan satu kali, namun kata atau
istilah itu
diperlukan pengertiannya untuk suatu bab,
bagian atau paragraf tertentu, kata atau istilah itu diberi definisi.
106. Jika suatu batasan pengertian atau
definisi perlu dikutip kembali di dalam
ketentuan umum suatu
peraturan pelaksanaan,
maka rumusan batasan pengertian atau
definisi di
dalam peraturan
pelaksanaan harus sama dengan rumusan batasan pengertian atau
definisi yang terdapat di dalam peraturan
lebih tinggi
yang dilaksanakan tersebut.
107. Karena batasan pengertian atau
definisi, singkatan, atau akronim berfungsi
untuk menjelaskan
makna suatu kata atau istilah maka batasan pengertian atau definisi,
singkatan, atau akronim tidak perlu diberi penjelasan, dan karena itu
harus dirumuskan dengan lengkap dan
jelas sehingga
tidak menimbulkan pengertian ganda.
108. Penulisan huruf awal tiap kata atau
istilah yang sudah didefinisikan atau
diberi batasan
pengertian dalam ketentuan umum ditulis
dengan huruf
kapital baik
digunakan dalam
norma yang
diatur, penjelasan maupun dalam lampiran.
109. Urutan
penempatan kata
atau istilah dalam ketentuan umum
mengikuti ketentuan
sebagai berikut:
22
a. pengertian yang mengatur
tentang lingkup
umum ditempatkan lebih dahulu
dari yang
berlingkup khusus;
b. pengertian
yang terdapat
lebih dahulu di dalam materi pokok
yang diatur
ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu; dan
c. pengertian yang mempunyai
kaitan dengan pengertian di atasnya
diletakkan berdekatan
secara berurutan.
Saran :
Terdapat beberapa
perumusan dalam
ketentuan umum
yang hanya
sekali muncul dalam Pasal misalnya kata “dinas”
BAB II FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2 Program wajib belajar berfungsi menumbuh
kembangkan kemampuan
untuk membentuk watak serta peradaban yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pasal 3 Program wajib belajar bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang terampil, beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis sesuai dengan tujuan pendidikan
Nasional. -
BAB III PENYELENGGARAAN RINTISAN
WAJIB BELAJAR 12 DUA BELAS TAHUN Pasal 4
Setiap warga Kabupaten Jembrana yang telah
menyelesaikan wajib
belajar 9
sembilan tahun diwajibkan mengikuti wajib belajar 12 dua belas tahun.
Pasal 5 Orang tua dan masyarakat wajib berperan
secara aktif mendukung penyelenggaraan rintisan wajib belajar 12 dua belas tahun.
Pasal 6 Pemerintah
Daerah wajib
memberikan layanan
dan kemudahan
atas terselenggaranya rintisan wajib belajar 12
1. Pelu pengkajian kembali terkait perumusan norma Pasal 4
2. Perumusan norma
dimaksud seharuskanya disusun dalam 2
Pasal
23
dua belas tahun. BAB IV
PENDANAAN Pasal 7
1 Pemerintah Daerah, orang tua dan masyarakat secara bersama
– sama bertanggung jawab atas pendanaan
pendidikan. 2 Pemerintah Daerah memberikan subsidi
untuk membiayai semua kebutuhan pokok pendidikan.
3 Ketentuan mengenai kebutuhan pokok pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati
. 1. Norma
terkait dengan
pendanaan seharusnya
disusun dengan
jelas mengingat dalam norma juga mengatur
tentang beban keuangan daerah 2. Materi dalam ayat 2 tidak tepat
dituangkan mengingat
adanya pendelegasian kewenangan dalam ayat
2
BAB V PENGAWASAN
Pasal 8 1 Pemerintah Daerah, Dewan Pendidikan
dan Komite
Sekolah melakukan
pengawasan atas
penyelenggaraan rintisan wajib belajar 12 dua belas
tahun sesuai
dengan kewenangan
masing-masing. 2 Pengawasan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 dilakukan dengan prinsip ejukatif,
persuasif, transparan
dan akuntabel.
Bab pengawasan sebaiknya dilengkapi dengan pembinaan
BAB VI SANKSI
Pasal 9 1 Pelanggaran terhadap Pasal 6 Peraturan
Daerah ini
dikenakan sanksi
administrasi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
2 Apabila kemampuan
daerah tidak
menjangkau maka Pasal 5 dikecualikan. 1. Pengenaan sanksi terkait dengan
adanya kewajiban
kepada pemerintah daerah perlu dikaji lebih
lanjut mengingat kewajiban masih disesuaikan
dengan beban
keuangan daerah 2. Perumusan norma pada ayat 2
sebaiknya menyesuaikan dengan UU No 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan
perundang-undangan. BAB VII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 10
Peraturan Daerah
ini berlaku
pada tanggaldiundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam
Lembaran Daerah Kabupaten Jembrana orang mengetahuinya, memerintahkan
-
Teknik perancangan
seharusnya
24
Ditetapkan di Negara pada tanggal 24 Mei 2006
BUPATI JEMBRANA, I GEDE WINASA
Diundangkan di Negara pada tanggal 29 Mei 2006
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN JEMBRANA,
I GDE SUINAYA LEMBARAN
DAERAH KABUPATEN
JEMBRANA TAHUN 2006 NOMOR 15. berdasarkan Menteri Dalam Negeri Nomor
1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
D. KAJIAN