47
c. Aliansi Kemanusiaan, Maret 2005
Nama Aliansi Kemanusiaan mulai terdengar pada pertengahan tahun 2005. Saat itu, Badan Intelejen Nasional BIN menggagas pertemuan dua tokoh kharismatik yang
ada di Poso, yakni, H. Adnan Arshal, dan Pdt. Rinaldy Damanik. Bagi masyarakat Kabupaten Poso, nama kedua tokoh ini tidak asing lagi. Dalam perkembangannya
kemudian, berdasarkan catatan PRKP-Poso 2000, kedua tokoh ini memperlihatkan kemajuan yang cukup berarti. Ini bisa dilihat dan semakin intensnya pertemuan yang
digelar dengan melibatkan konstituen masing-masing. Dalam sebuah pertemuan, baik Adnan Arshal maupun Pdt. Rinaldy Damanik mengakui, sering melakukan komunikasi
dengan baik. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mendorong proses perdamaian adalah dengan membentuk sebuah lembaga yang diberi nama dengan Aliansi
Kemanusiaan. Para pengurusnya terdiri dari beberapa orang presidium, yang diambil dari kedua komunitas. Aliansi kemanusiaan memperjuangkan terbentuknya Tim Gabungan
Pencari Fakta TGPF. Dalam sebuah pertemuan di kantor PRKP, pengurus secara tegas menyatakan pentingnya dibentuk TGPF untuk mengungkap kebenaran di Poso.
19
D. Dampak Konflik Sampai Sekarang
Konflik Poso mulai mereda pada tahun 2003 menyusul dilakukannya perjanjian Malino untuk Poso pada tanggal 20 Desember 2001 di Malino Sulawesi Selatan yang
merupakan wujud keinginan kelompok yang bertikai antara kelompok Islam dan Kristen untuk mengakhiri k
oflik. Dalam perjanjian Malino tersebut melahirkan “Deklarasi Malino untuk Poso” mengikat agar kelompok yang bertikai dapat mengakhiri segala
konflik dan perselisihan. Semenjak kesepakatan perdamaian disepakati, realitas di lapangan masih tetap ada gejolak dalam masyarakat. Dari beberapa peristiwa mulai dari
19
Ibid., 242.
48
penembakan mesterius, pengeboman, penculikan pasca Deklarasi Malino tetap berlangsung walaupun konflik horizontal terjadi dalam skala yang kecil. Hanya saja,
realitas konflik yang muncul dipermukaan cenderung beraroma konflik Agama. Hal ini terlihat pada tempat dan korban dari pengeboman, penembakan, dan penculikan,
korbannya adalah berasal dari kelompok agama tertentu. Kemudian dari segi konteks waktu peristiwa konflik itu terjadi biasanya mengambil momen waktu keagamaan.
Misalnya, bulan suci Ramadan, hari Natal, dan Tahun Baru. Konflik Poso telah menyajikan sebuah realitas kehidupan antar antar manusia
yang diperhadapkan pada kerusakan fisik, mental dan sehingga pengaruh konflik sampai saat ini masih sangat terasa karena yang ada di sana masih ada sakit hati, benci, trauma
dan sebagainya oleh para korban baik secara langsung maupun tidak langsung dari konflik sehingga keadaan ini berdampak pada hubungan interaksi sosial antar kedua belah
pihak yang masih diliputi oleh sikap kewaspadaan, kecurigaan dan ketakutan. Bahkan Pdt. Damanik mengatakan sampai saat ini beliau masih menerima telepon dari
masyarakat yang berada di Poso ketika terjadi penembakan atau pembunuhan di Poso yang menanyakan apakah mereka harus keluar dari Poso atau tetap tinggal dan juga
terkadang ketika mendengar berita mengenai penangkapan teroris di tempat lain seperti Jawa tetapi disebut berhubungan dengan teroris Poso muncul pikiran negatif dan
terkadang ada pengungsi yang sudah balik ke kampung halamannya balik ulang ke Tentena.
20
Dampak lain dari pasca konflik Poso adalah semakin meningkatnya sekelompok masyarakat yang mengunakan atribut keagamaan yang berbeda sebelum konflik dan
nampaknya kelompok ini kurang ramah dan kurang bersahabat dengan komunitas yang berbeda keyakinan bahkan ada kelompok-kelompok tertentu yang mengembangkan
20
Wawancara dengan Pdt.Damanik, pada tanggal 27 Januari 2014.
49
prinsip keagamaan lebih fanatik atau menurut Pdt. Damanik di Poso seakan muncul “sekte baru” pasca konflik ini.
21
Kenyataan lain yang menjadi masalah pasca konflik ini adalah makin teritegrasinya tata ruang daerah dimana semakin banyaknya daerah yang
hanya didominasi oleh agama tertentu. terkotak-kotaknya daerah Muslim dan Kristen ini menghambat proses interaksi dalam membangun kembali kebersamaan dalam tanah Poso.
Konflik Poso secara terbuka dan horizontal telah berakhir dan jika di lihat secara umum keamanan dan perdamaian telah tercipta. Tetapi jika melihat kenyataan dilapangan
keamanan dan perdamaian belum benar-benar tercipta. Hal itu dapat dilihat dari sebagian pengungsi konflik Poso yang sampai saat ini belum bisa kembali kedaerah asalnya juga
dengan masih ada terjadi penembakan-penembakan walaupun pelakunya hanya sebagaian kelompok kecil saja.
22
Pola konflik yang dulu bersifat terbuka dan horisontal berubah menjadi konflik tersebut tertutup keadaan ini juga yang mengikis kepercayaan masyarakat
kepada peran pemerintah dan aparat keamanan dalam menjaga keamanan dan perdamaian di Poso.
23
Berdasarkan kenyataan diatas sekarang ini konflik boleh dikatakan telah mereda, setidaknya dalam tingkat permukaan, dan kini memasuki masa pasca konflik. Walaupun
konflik yang terjadi Poso sudah berlalu sekitar 14 tahun dan situasi menjadi relatif aman, masyarakat mengahadapi masalah-masalah baru dalam kehidupan pribadi dan sosial.
E. Pemahaman Mengenai Sintuwu Maroso