5
BAB I PENDAHULUAN
Menurut Undang-Undang No 10 Tahun 1998 bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Sektor perbankan merupakan salah satu
sektor penting dalam perekonomian Indonesia, karena perbankan merupakan salah satu dasar yang menggerakan perekonomian di Indonesia.
Semenjak adanya deregulasi perbankan di tahun 1980-an, jumlah bank meningkat tajam, namun krisis ekonomi dan keuangan yang melanda di Indonesia di
Tahun 1997 cukup menguncang industri perbankan sehingga banyak kegiatan bank yang dibekukan akibat ketidakmampuan bank tersebut dalam mengelola kegiatan
operasionalnya. Sekalipun demikian tetap saja jumlah bank di Indonesia masih tergolong banyak ada sekitar 130 bank dengan 1910 kantor cabang dengan
kualitas modal yang tidak terlalu kuat. Dengan jumlah pilihan bank yang demikian banyaknya, nasabah bank harus
benar – benar pandai memilih manakah bank yang sehat dan dapat dipercaya untuk
dijadikan tempat menyimpan dana yang dimilikinya. Menurut SK Direksi Bank Indonesia No. 30277KEPDIR Tgl 19 Maret 1998, suatu bank dikatakan sehat
apabila bebas perselisihan interen, tidak ada campur tangan pihak ekstern, terhindar dari praktek perbankan lain yang dapat membahayakan usaha bank. Selain itu, dalam
menilai suatu bank sehat atau tidak, ada alat ukur untuk mengetahui indikator
6
kesehatan bank , yaitu berupa faktor kualitatif dan faktor kuantitatif. Namun biasanya faktor yang mudah diukur adalah faktor kuantitatif berupa rasio
– rasio keuangan, karena datanya mudah diperoleh. Dengan kata lain bank dikatakan sehat
jika indikator kesehatan bank yang dimilikinya lebih baik dari ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Perbaikan kinerja atau kesehatan di sektor perbankan, dapat dilakukan dengan menilai kinerja dari sektor perbankan itu sendiri. Kinerja perbankan ini dapat
diukur dengan menganalisis rasio-rasio yang berdasarkan pada informasi yang terdapat dalam laporan keuangan. Kinerja bank dapat digunakan untuk mengetahui
atau menilai tingkat kesehatan suatu bank. Informasi mengenai tingkat kesehatan bank dapat membantu Bank Indonesia selaku pemegang kepentingan, untuk
membuat strategi-strategi perbankan yang baru dan menerapkan strategi pengawasan bank. Investor juga menggunakan informasi mengenai tingkat kesehatan bank
sebagai dasar dari pengambilan keputusan investasinya. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 322PBI2001 mengenai Transparansi Kondisi Keuangan Bank, menyatakan
bahwa bank wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan dengan bentuk sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. laporan-laporan tersebut
antara lain: I Laporan Tahunan, II Laporan Keuangan Publikasi Triwulan, III Laporan Keuangan Publikasi Bulanan, dan IV Laporan Keuangan Konsolidasi.
Perbaikan kinerja perbankan terus menerus dilakukan dengan perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menjadi Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 kemudian dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia No. 623DPNP tanggal 31 Mei 2004 yang mengatur tentang tata cara penilaian tingkat
kesehatan bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional di
7
Indonesia. Ketentuan ini merupakan penyempurnaan ketentuan yang dikeluarkan Bank Indonesia dengan Peraturan Bank Indonesia No. 610PBI tanggal 12 April
2004 dan Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor 3012KEPDIR tanggal 30 April 1997 dianggap sudah tidak layak untuk bank umum
Metode penilaian tingkat kesehatan bank tersebut diatas kemudian dikenal dengan metode CAMELS. Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan
mengevaluasi kinerja keuangan bank umum di Indonesia. CAMELS merupakan kepanjangan dari Capital C, Asset Quality A, Management M, Earning E,
Liability atau Liquidity L, dan Sensitivity to Market Risk S. Analisis CAMELS diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 610PBI2004 perihal sistem
penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Pada awalnya rasio ini hanya terdiri dari 5 faktor atau dikenal dengan Metode CAMEL. CAMEL pertama kali diperkenalkan di
Indonesia sejak dikeluarkannya Paket Februari 1991 mengenai sifat-sifat kehati- hatian bank. Paket tersebut dikeluarkan sebagai dampak kebijakan Paket Kebijakan
27 Oktober 1988 Pakto 1988. CAMEL berkembang menjadi CAMELS pertama kali pada tanggal 1 Januari 1997 di Amerika. CAMELS berkembang di Indonesia
pada akhir tahuan 1997 sebagai dampak dari krisis ekonomi dan moneter. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi BI No 30277KEPDIR tahun 1998,
rasio CAMEL ditetapkan sebagai panduan untuk menilai tingkat kesehatan dari sebuah bank dengan beberapa tingkatan yaitu: tingkatan sehat, cukup sehat, kurang
sehat, dan tidak sehat. Namun demikian, operasional dari sektor perbankan semakin kompleks dewasa ini. Hal tersebut menyebabkan peningkatan resiko yang harus di
hadapi oleh bank tersebut. Oleh karena itu, Bank Indonesia menambahkan satu
8
komponen lagi yaitu sensitivitas terhadap resiko pasar atau yang dikenal dengan sebutan Sensitivity To Market Risk.
CAMELS merupakan salah satu instrumen Bank Indonesia yang diperlukan untuk mengetahui tingkat kesehatan bank. Faktor-faktor CAMELS ini sudah diakui
dunia perbankan internasional standar BIS adalah CAMEL, berkiblat pada aturan yang ditetapkan oleh BIS Bank Internasional Settlement yang merupakan bank
sentral dari bank sentral utama dunia yaitu suatu organisasi yang bermarkas di kota Basle, Switzerland yang beranggotakan 10 sepuluh negara-negara maju yaitu:
United States, West Germany, Japan, Britian, France, Italy, Belgium, The Nederlands, Canada, dan Sweden. Kegiatan kelompok perbankan ini sangat
berpengaruh terhadap perbankan global. Oleh karena itu, hampir seluruh sistem perbankan internasional mengacu pada standar BIS, atau memang secara terpaksa
harus mengikuti, agar operasional perbankan suatu negara dapat memenuhi standar yang diakui secara internasional dan dapat diterima dalam kancah operasional
perbankan dunia.
9
BAB II PEMBAHASAN