PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ORGANISASI KEHIDUPAN (Studi Eksperimen Semu pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 23 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

(1)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA

MATERI POKOK ORGANISASI KEHIDUPAN

(Studi Eksperimen Semu pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 23 Bandar Lampung

Tahun Pelajaran 2012/2013) Oleh

ISTAFADA Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Biologi

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA

MATERI POKOK ORGANISASI KEHIDUPAN

(Studi Eksperimen Semu pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 23 Bandar Lampung

Tahun Pelajaran 2012/2013) Oleh

ISTAFADA

Hasil observasi dan wawancara dengan guru IPA yang mengajar di kelas VII SMP Negeri 23 Bandar Lampung, diketahui bahwa hasil belajar siswa masih rendah karena penggunaan metode pembelajaran tidak memfasilitasi siswa dalam melakukan

aktivitas belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap peningkatan hasil belajar siswa.

Penelitian ini merupakan studi eksperimen semu dengan desain pretes-postes kelompok non-ekuivalen. Sampel penelitian ini adalah kelas VIIC dan VIID yang dipilih dari populasi kelas VII secara cluster random sampling. Data penelitian ini berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari rata-rata nilai pretes, postes, dan N-gain yang dianalisis secara statistik menggunakan t dan uji-U. Data kualitatif berupa rata-rata persentase aktivitas belajar siswa dan angket tanggapan siswa terhadap penerapanan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dianalisis secara deskriptif.


(3)

Istafada

iii

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari

penerapan model inkuiri terbimbing terhadap peningkatkan hasil belajar siswa dengan rata-rata nilai N-gain pretes postes sebesar 62,97 dan berkriteria sedang. Sedangkan rata-rata nilai N-gain indikator kognitif soal tingkat C1 (39,7) dengan kriteria sedang, N-gain indikator kognitif soal tingkat C2 (73,8) dengan kriteria tinggi, serta N-gain indikator kognitif soal tingkat C3 (73,0) dengan kriteria tinggi. Namun, penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing berpengaruh terhadap peningkatan aktivitas belajar siswa mencakup mengajukan pertanyaan (40,56%), merumuskan hipotesis (52,22%), dan menganalisis data (45,56%) dengan rata-rata persentase sebesar 52,56% dan berkriteria cukup. Selain itu, sebagian besar siswa memberikan tanggapan positif terhadap penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing.


(4)

(5)

(6)

(7)

xiv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

F. Kerangka Pikir... 6

G. Hipotesis Penelitian ... 8

II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 9

B. Hasil Belajar Siswa ... 15

C. Aktivitas Belajar Siswa ... 22

III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

B. Populasi dan Sampel ... 24

C. Desain Penelitian ... 24

D. Prosedur Penelitian ... 25

E. Jenis dan Teknik Pengambilan Data ... 34


(8)

xiv

A. Hasil Penelitian ... 44

B. Pembahasan ... 49

V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN 1. Silabus ... 61

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 67

3. Soal Pretes dan Postes ... 140

4. Data-data Hasil Penelitian ... 145

5. Analisis Uji Statistik Data Hasil Penelitian ... 157


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses pendidikan harus berorientasi kepada siswa (student active learning) sehingga hasil dari proses pendidikan adalah pembentukan karakter,

pengembangan kecerdasan/intelektual, serta pengembangan keterampilan peserta didik sesuai dengan perkembangan fisik serta psikologisnya. Aspek tersebut disebut sebagai kompetensi, yakni kemampuan yang dicapai peserta didik setelah mengalami proses pembelajaran dalam satuan pendidikan tertentu (Sanjaya, 2011: 72). Berkaitan dengan hal ini, Permendiknas nomor 23 tahun 2006 (BSNP, 2006: VI) merumuskan bahwa kualifikasi kemampuan lulusan peserta didik dari satuan pendidikan dasar SMP antara lain adalah mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif. Hal ini berkenaan dengan pendapat Mulyasa (2008: 211-212) bahwa sains merupakan ilmu yang

berkaitan dengan cara mencari tahu dan proses penemuan tentang alam secara sistematis. Dengan demikian, siswa akan termotivasi untuk meningkatkan hasil belajarnya melalui serangkaian aktivitas belajar yang dilakukan.

Berdasarkan hasil observasi dan diskusi dengan guru yang mengajar di kelas VII SMP Negeri 23 Bandar Lampung diketahui bahwa hasil belajar siswa


(10)

kelas VII pada mata pelajaran IPA masih rendah. Hasil rata-rata nilai ulangan harian IPA siswa kelas VII SMP Negeri 23 Bandar Lampung pada materi pokok organisasi kehidupan tahun ajaran 2011-2012 masih di bawah KKM.

Siswa yang memperoleh nilai ≥ 72 hanya mencapai 60%, sedangkan

ketuntasan belajar yang ditetapkan SMP Negeri 23 Bandar Lampung untuk mata pelajaran IPA yakni sebesar 72 dan suatu kelas dinyatakan tuntas belajar apabila di kelas tersebut terdapat 100% siswa yang telah mencapai nilai ≥ 72.

Selama ini pembelajaran IPA menggunakan metode ceramah dan diskusi. Menurut penuturan guru yang bersangkutan, proses pembelajaran dengan metode ceramah dilaksanakan dengan cara guru menyampaikan informasi terlebih dahulu dan sesekali melontarkan pertanyaan kepada siswa. Guru meminta siswa untuk mendengar dan mencatat materi yang dijelaskan oleh guru, lalu memberikan kesempatan bertanya tentang materi yang telah dijelaskan. Selain itu hasil observasi pada pembelajaran dengan metode diskusi, siswa berdiskusi mengenai masalah pada LKS yang telah disediakan oleh guru dan diakhiri dengan presentasi. Hanya sebagian siswa yang terlibat aktif dalam diskusi dan siswa pun lebih banyak menerima informasi dari guru sehingga tidak tercipta proses pembelajaran yang interaktif, baik antara siswa dan guru maupun antar siswa di dalam kelas. Sementara aktivitas siswa dalam pembelajaran cenderung pasif karena diskusi tidak diterapkan oleh guru dengan baik. Aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran IPA masih rendah, hal ini diduga menjadi penyebab rendahnya hasil belajar siswa karena penyampaian materi kurang melibatkan siswa dalam pembelajaran.


(11)

3

Berdasarkan kondisi di atas, dibutuhkan alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran juga membantu siswa dalam beraktivitas menemukan inti dari materi pelajaran guna meningkatkan hasil belajarnya. Salah satu model pembelajaran yang dapat memfasilitasi hal tersebut adalah dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing karena melibatkan siswa dalam proses membangun pengetahuan dengan melakukan penyelidikan. Menurut Sanjaya (2011: 202-205), inkuiri terbimbing dimulai dengan memberikan pertanyaan membimbing sebagai petunjuk pelaksanaan penyelidikan dan cara bagaimana menjawab pertanyaan tersebut. Melalui pertanyaan tersebut siswa dilatih melakukan observasi, menentukan prediksi, dan menarik kesimpulan setelah menganalisis data yang ada. Kegiatan seperti ini dapat melatih siswa membuka pikirannya sehingga mampu membuat hubungan dari fakta-fakta yang didapatkan.

Penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing mempengaruhi hasil belajar ranah kognitif siswa. Hal ini didukung oleh penelitian Nurochma (2012: 2) yang melakukan studi kuasi eksperimen pada siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 1 Jaten tahun pelajaran 2011/2012 bahwa

strategi pembelajaran guided inquiry berpengaruh nyata terhadap hasil belajar biologi ranah kognitif pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Jaten tahun pelajaran 2011/2012.


(12)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Organisasi Kehidupan (Studi Eksperimen Semu pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 23 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan hasil belajar siswa pada materi pokok organisasi kehidupan?

2. Apakah penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi pokok organisasi kehidupan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Pengaruh dari penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok organisasi kehidupan.

2. Pengaruh dari penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap aktivitas belajar siswa pada materi pokok organisasi kehidupan.


(13)

5

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman berharga dalam pembelajaran IPA dengan menerapkan model inkuiri terbimbing. 2. Bagi siswa dapat memberikan pengalaman belajar yang berbeda dalam

pembelajaran pada materi pokok organisasi kehidupan dengan mengkontruksi konsep secara mandiri.

3. Bagi guru dapat memberikan alternatif dalam memilih model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa. 4. Bagi sekolah dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan mutu

pembelajaran IPA di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari terjadinya salah penafsiran dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:

1. Model inkuiri terbimbing merupakan model pembelajaran melalui penyelidikan untuk dapat memperoleh suatu penemuan. Pelaksanaan penyelidikan dilakukan oleh siswa berdasarkan petunjuk-petunjuk guru berupa pertanyaan membimbing. Menurut Gulo (2002, dalam Trianto, 2010: 169), langkah pembelajaran dalam model inkuiri terbimbing adalah mengajukan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.


(14)

2. Hasil belajar siswa yang dimaksud adalah ranah kognitif, diukur dari hasil pretes sebagai penilaian awal siswa dan postes sebagai penilaian akhir siswa yang ditinjau berdasarkan perbandingan N-gain.

3. Aktivitas belajar siswa yang diamati dalam penelitian ini adalah kegiatan-kegiatan lisan (mengajukan pertanyaan, mengemukakan suatu fakta atau prinsip), serta kegiatan-kegiatan metrik (mengumpulkan data,

menganalisis data, dan membuat kesimpulan).

4. Materi pokok yang diteliti adalah Organisasi Kehidupan yang terdapat pada Kompetensi Dasar 6.3 “Mendeskripsikan keragaman pada sistem organisasi kehidupan mulai dari tingkat sel sampai organisme”. 5. Subyek penelitian ini diambil dari populasi siswa kelas VII semester

genap SMP Negeri 23 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.

F. Kerangka Pikir

Proses pembelajaran IPA di SMP Negeri 23 Bandar Lampung masih berpusat pada guru (teacher centered) karena penyampaian materi lebih banyak

didominasi oleh guru sehingga aktivitas siswa pun untuk membangun pengetahuannya sendiri menjadi kurang berkembang dan tidak tergali secara optimal. Hal tersebut tentu akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, terutama ranah kognitif siswa. Salah satu model pembelajaran yang menyenangkan dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing. Hal ini didasarkan karena pembelajaran IPA memerlukan kegiatan penyelidikan sebagai bagian dari kerja ilmiah yang menekankan pada keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran.


(15)

7

Model pembelajaran inkuiri terbimbing dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses pembelajaran IPA. Langkah-langkah dalam pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing menunjang siswa dalam meningkatkan hasil belajar ranah kognitif karena dapat mengembangkan kemampuan intelektual dan keterampilan berpikir siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan bimbingan sehingga siswa mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka. Langkah awal model ini yakni merumuskan masalah, masalah dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa akan memiliki

motivasi belajar yang tinggi manakala dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji. Kemudian potensi berpikir dimulai dari kemampuan setiap individu untuk memperkirakan jawaban (berhipotesis) dari suatu permasalahan.

Pengujian hipotesis dilakukan melalui aktivitas analisis data. Oleh karena itu, data yang diperoleh harus mendukung kebenaran hipotesis yang dirumuskan serta dapat dipertanggungjawabkan. Langkah terakhir adalah membuat kesimpulan, yakni proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh

berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Dengan demikian, pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar, yakni sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu sehingga pengetahuan itu akan bermakna dan diharapkan siswa termotivasi untuk meningkatkan hasil belajarnya sendiri.


(16)

Terdapat dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel bebas (X), pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan model inkuiri terbimbing dan variabel terikat (Y), hasil belajar IPA siswa pada materi pokok organisasi kehidupan. Sedangkan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat ditunjukkan pada diagram di bawah ini.

Gambar 1. Diagram hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. (Keterangan: X = model inkuiri terbimbing; Y= hasil belajar siswa)

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. H0 =Tidak ada pengaruh yang signifikan dari penerapan model inkuiri terbimbing dalam pembelajaran terhadap peningkatan hasil belajar kognitif siswa pada materi pokok organisasi kehidupan.

H1 =Ada pengaruh yang signifikan dari penerapan model inkuiri terbimbing dalam pembelajaran terhadap peningkatan hasil belajar kognitif siswa pada materi pokok organisasi kehidupan.

2. Penerapan model inkuiri terbimbing dalam pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi pokok organisasi kehidupan.

Y X


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Gulo (dalam Trianto, 2010: 166-168) menyatakan bahwa model inkuiri adalah suatu rangkaian dalam kegiatan pembelajaran yang melibatkan kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan percaya diri. Pembelajaran inkuiri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah dalam waktu yang relatif singkat. Proses penemuan konsep oleh siswa bermula dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

Model inkuiri mengharuskan guru menyediakan petunjuk yang cukup luas kepada siswa, sedangkan siswa melakukan penyelidikan untuk menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang telah ditetapkan guru. Guru hanya menyediakan masalah-masalah dan menyediakan alat/bahan yang diperlukan untuk memecahkan masalah secara individu maupun kelompok (Roestiyah, 2008: 77-78). Senada dengan pendapat Sanjaya (2011: 196) bahwa model pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung karena peran siswa adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Guru berperan sebagai


(18)

fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar, siswa memegang peran yang sangat dominan saat pembelajaran. Inkuiri menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Proses berpikir tercipta melalui kegiatan tanya jawab yang dilakukan antara guru dan siswa.

Pelaksanaan model pembelajaran inkuiri antara lain: guru membagi tugas meneliti suatu masalah ke kelas, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan. Selanjutnya mereka mempelajari, meneliti atau membahas tugasnya di dalam kelompok, setelah diskusi dibuat laporan yang tersusun dengan baik. Akhirnya hasil laporan kerja kelompok dilaporkan ke sidang pleno dan terjadilah diskusi kelas. Hasil sidang pleno tersebut akan dirumuskan sebuah kesimpulan

sebagai kelanjutan hasil kerja kelompok (Roestiyah, 2008: 75-76).

Metode mengajar yang biasa diterapkan guru dalam inkuiri antara lain metode diskusi dan pemberian tugas. Menurut Sriyono (1992: 98), diskusi untuk memecahkan permasalahan dilakukan oleh kelompok kecil siswa yang terdiri atas tiga hingga lima orang dengan arahan dan bimbingan guru, dengan demikian model komunikasi yang terjadi merupakan komunikasi banyak arah atau komunikasi transaksi. Tugas utama guru adalah memilih masalah yang perlu dilontarkan ke kelas untuk dipecahkan oleh siswa sendiri, selanjutnya menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah.


(19)

11

Langkah-langkah inkuiri terdiri dari:

Gambar 2. Langkah-langkah inkuiri

Rohani (2004: 37-39) menyatakan bahwa dalam pembelajaran inkuiri, peserta didik dilepas untuk menemukan sesuatu melalui proses “asimilasi” yaitu “memasukkan” hasil pengamatan ke dalam struktur kognitif peserta didik yang telah ada dan proses “akomodasi” yakni mengadakan perubahan atau “penyesuaian” terhadap struktur kognitif yang lama hingga tepat dan sesuai dengan fenomena yang baru diamati. Peserta didik memiliki kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai kemampuan yang dimiliki maka proses pembelajaan dipandang sebagai stimulus yang dapat menantang peserta didik untuk merasa terlibat/berpartisipasi pada aktivitas pembelajaran.

Model inkuri memerlukan kondisi-kondisi tertentu agar dapat telaksana dengan baik. Roestiyah (2008: 79-80) mengemukakan beberapa kondisi tersebut, antara lain:

1. Kondisi yang fleksibel, bebas untuk berinteraksi

observasi (observation)

bertanya (questioning)

mengajukan dugaan (hypothesis)

mengumpulkan data (data gathering)

menyimpulkan (conclussion)


(20)

2. Kondisi lingkungan yang responsif

3. Kondisi yang memudahkan untuk memusatkan perhatian 4. Kondisi yang bebas dari tekanan

Seorang guru dalam model inkuirí berperan untuk: 1. Menstimulir dan menantang siswa untuk berpikir

2. Memberikan fleksibilitas atau kebebasan untuk berinisiatif dan bertindak

3. Memberikan dukungan untuk “inkuirí”

4. Menentukan kesulitan-kesulitan siswa dan membantu mengatasinya.

Gulo (dalam Trianto, 2010: 168-169) menyebutkan kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran inkuiri yakni sebagai berikut:

1. Mengajukan pertanyaan atau permasalahan

Kegiatan model pembelajaran inkuiri dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan, lalu siswa diminta untuk merumuskan hipotesis. 2. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data. Guru membimbing siswa menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberikan. 3. Mengumpulkan data

Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Guru memberikan kesempatan dan membimbing siswa untuk menentukan langkah-langkah pengumpulan data yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel atau grafik. 4. Analisis data


(21)

13

Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor penting dalam menguji hipotesis adalah pemikiran ’benar’ atau ’salah’. Setelah memperoleh kesimpulan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan dari data percobaan. Bila ternyata hipotesis itu ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inkuiri yang telah dilakukannya. 5. Membuat kesimpulan

Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri adalah membuat kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh siswa.

Sementara itu, Herdian (2010: 1) menyatakan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu model inkuiri yang dilaksanakan guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan

mengarahkan pada suatu diskusi. Guru berperan aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Dengan demikian, siswa belajar lebih berorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi

kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri. Pada tahap awal, guru banyak memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara mandiri. Bimbingan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar dapat memahami materi pelajaran. Di


(22)

samping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui lembar kerja kelompok terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru harus memantau kelompok diskusi, sehingga dapat mengetahui dan memberikan petunjuk atau bimbingan yang diperlukan oleh siswa.

Inkuiri terbimbing adalah metode pembelajaran yang menekankan pada siswa yang memecahkan masalah dari guru atau buku teks melalui cara-cara ilmiah, melalui studi pustaka, dan melalui pertanyaan. Guru memiliki peran sebagai pembimbing siswa dalam menentukan proses pemecahan dan identifikasi solusi sementara dari masalah tersebut. Selain itu, model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah model belajar yang menekankan pada proses menjawab masalah, bukan pada membuat suatu permasalahan (Keller, 1992: 1).

Nurhadi dan Senduk (2003: 18) menyatakan bahwa inkuiri terbimbing merupakan proses yang bergerak dari langkah observasi sampai langkah pemahaman. Inkuiri terbimbing dimulai dengan observasi yang menjadi dasar pemunculan berbagai pertanyaan yang diajukan siswa. Dalam proses

perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.

Tahap pembelajaran inkuiri terbimbing yang digunakan oleh peneliti

mengadaptasi dari sintaks model inkuiri terbimbing yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak (dalam Trianto, 2010: 172) pada tabel berikut:


(23)

15

Tabel 1. Sintaks kegiatan pembelajaran inkuiri terbimbing

No. Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1. Mengajukan

pertanyaan atau permasalahan

Membimbing siswa dalam mengidentifikasi masalah dan membagi siswa dalam beberapa kelompok.

Duduk berkelompok dan mengidentifikasi masalah.

2. Membuat

hipotesis

Memberikan kesempatan bagi siswa dalam membuat hipotesis, membimbing siswa dalam merumuskan hipotesis yang relevan dengan permasalahann dan menentukan hipotesis mana yang menjadi prioritas dalam penyelidikan.

Memberi pendapat dan menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan.

3. Mengumpulkan

data

Membimbing siswa untuk mendapatkan informasi atau data-data melalui percobaan maupun data hasil pengamatan.

Mengadakan diskusi untuk mendapatkan data-data atau informasi.

4. Menganalisis

data

Memberi kesempatan kepada tiap kelompok untuk

menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.

Menganalisis data serta menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.

5. Membuat

kesimpulan

Membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.

Membuat kesimpulan. (Trianto, 2010: 172).

B. Hasil Belajar Siswa

Guru perlu mengenal hasil belajar dan kemajuan belajar siswa. Hal-hal yang perlu diketahui antara lain: penguasaan pelajaran serta keterampilan belajar dan bekerja. Pengenalan hal-hal tersebut penting bagi guru karena dapat membantu atau mendiagnosis kesulitan belajar siswa, dapat memperkirakan hasil dan kemajuan belajar selanjutnya (pada kelas berikutnya), walaupun hasil-hasil tersebut dapat berbeda dan bervariasi sehubungan dengan keadaan motivasi, kematangan, dan penyesuaian sosial (Hamalik, 2001: 103).


(24)

Harjanto (2008: 91-93) mengungkapkan bahwa secara umum, jenis hasil belajar atau taksonomi tujuan pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu 1) ranah kognitif, 2) ranah psikomotor, dan 3) ranah afektif. Secara rinci, uraian masing-masing ranah tersebut ialah:

1. Ranah kognitif, yakni tujuan pendidikan yang sifatnya menambah pengetahuan atau hasil belajar yang berupa pengetahuan.

2. Ranah psikomotor, yakni hasil belajar atau tujuan yang berhubungan dengan keterampilan atau keaktifan fisik (motor skills).

3. Ranah afektif, yakni hasil belajar atau kemampuan yang berhubungan dengan sikap atau afektif.

Berikut ini struktur dari Dimensi Proses Kognitif menurut taksonomi yang telah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl(2001: 67-68), antara lain: 1. Remember (mengingat), yaitu mendapatkan kembali pengetahuan yang

relevan dari memori jangka panjang. Terdiri dari Recognizing (mengenali) dan Recalling (memanggil/mengingat kembali).

2. Understand (memahami), yaitu menentukan makna dari pesan dalam pelajaran-pelajaran meliputi oral, tertulis, ataupun grafik. Terdiri atas Interpreting (menginterpretasi), Exemplifying (mencontohkan), Classifying (mengklasifikasi), Summarizing (merangkum), Inferring (menyimpulkan), Comparing (membandingkan), dan Explaining (menjelaskan).


(25)

17

3. Apply (menerapkan), yaitu mengambil atau menggunakan suatu prosedur tertentu bergantung situasi yang dihadapi. Terdiri dari

Executing (mengeksekusi) dan Implementing (mengimplementasi). 4. Analyze (menganalisis), yaitu memecah-mecah materi hingga ke bagian

yang lebih kecil dan mendeteksi bagian apa yang berhubungan satu sama lain menuju satu struktur atau maksud tertentu. Mencakup Differentianting (membedakan), Organizing (mengelola), dan Attributing

(menghubungkan).

5. Evaluate (Mengevaluasi), yaitu membuat pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar. Mencakup Checking (memeriksa)

dan Critiquing (mengkritisi).

6. Create (menciptakan), yaitu menyusun elemen-elemen untuk membentuk sesuatu yang berbeda atau mempuat produk original. Terbagi atas

Generating (menghasilkan), Planning (merencanakan), dan Producing (memproduksi).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar. Sesuai dengan pendapat Hamalik (2001: 32-33) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar adalah:

1. Faktor kegiatan, penggunaan, dan ulangan.

2. Belajar memerlukan latihan, dengan jalan relearning, recalling, reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai kembali.


(26)

4. Faktor asosiasi karena semua pengalaman belajar antara yang lama dan baru, secara berurutan diasosiasikan agar menjadi kesatuan pengalaman. 5. Faktor kesiapan belajar. Murid yang telah siap belajar akan dapat

melakukan kegiatan belajar lebih mudah dan lebih berhasil. 6. Faktor minat dan usaha.

7. Faktor-faktor fisiologis. Kondisi badan siswa yang belajar sangat berpengaruh dalam proses belajar. Badan yang lemah dan lelah akan menyebabkan perhatian tak mungkin akan melakukan kegiatan belajar yang sempurna. Oleh karena itu faktor fisiologis sangat menentukan berhasil atau tidaknya murid yang belajar.

8. Faktor intelegensi. Murid yang cerdas akan lebih berhasil dalam kegiatan belajar, karena ia lebih mudah menangkap dan memahami pelajaran serta lebih mudah mengingat-ingatnya.

Evaluasi belajar dilaksanakan untuk meneliti hasil dan proses belajar siswa serta mengetahui kesulitan-kesulitan pada proses belajar itu. Evaluasi tidak mungkin dipisahkan dari belajar karena bagian mutlak dari pengajaran dan sebagai unsur integral di dalam organisasi belajar. Evaluasi sebagai suatu alat untuk mendapatkan cara-cara melaporkan hasil pelajaran yang dicapai serta memberikan laporan tentang siswa kepada siswa itu sendiri dan orang tuanya. Selain itu dapat dipakai untuk menilai metode mengajar yang digunakan dan mendapatkan gambaran komprehensif tentang siswa, juga dapat membawa siswa pada taraf belajar yang lebih baik (Slameto, 1995: 51-52).


(27)

19

Berkaitan dengan pernyataan tersebut, Sudijono (2001: 62) mengatakan bahwa teknik evaluasi hasil belajar dapat diartikan sebagai alat yang dapat dipergunakan dalam melakukan evaluasi hasil belajar. Guru mengevaluasi hasil belajar menggunakan alat yang disebut instrumen evaluasi, sebagaimana yang dikatakan Arikunto (2008: 26) bahwa instrumen evaluasi digunakan untuk mempermudah seseorang dalam mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

Terdapat dua macam teknik dalam evaluasi hasil pembelajaran yang dikemukakan oleh Sudijono (2001: 65-107), yaitu:

1. Teknik Tes

Teknik tes digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar ranah kognitif. Tes adalah cara atau prosedur dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan yang berbentuk pertanyaan yang harus dijawab atau perintah yang harus dikerjakan oleh peserta tes sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan prestasi dari peserta tes. Di bidang pendidikan, tes sebagai alat untuk ukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Tes untuk mengukur perkembangan belajar peserta didik dibedakan menjadi enam golongan, antara lain:

1) Tes Seleksi

Tes ini sering dikenal dengan istilah ujian saringan masuk atau ujian masuk. Tes seleksi digunakan untuk memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang mengikuti tes.


(28)

2) Tes awal (pre-test)

Tes awal merupakan tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik. Tes ini bertujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh para peserta didik.

3) Tes akhir (post-test)

Naskah tes akhir dibuat sama dengan tes awal sehingga dapat diketahui apakah hasil tes akhir lebih baik, sama, atau lebih buruk dari tes awal. Tes akhir dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran sudah dapat dikuasai dengan sebaik–baiknya oleh peserta didik.

4) Tes diagnostik

Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai pengetahuan sebagai landasan untuk dapat menerima pengetahuan selanjutnya.

5) Tes formatif

Tes formatif biasa dikenal dengan istilah ulangan harian. Tes ini dilaksanakan pada setiap kali subpokok materi berakhir.

6) Tes sumatif

Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan. Tes ini dikenal dengan istilah ulangan umum atau UAS.


(29)

21

Selanjutnya Sudijono (2001: 65-107) juga menyebutkan dua jenis tes, yaitu tes lisan dan tes tertulis. Tes tertulis terbagi atas tes subjektif (uraian) dan tes objektif (tes jawaban pendek). Tes hasil belajar dalam bentuk uraian

digunakan untuk mengungkap daya ingat, pemahaman peserta didik dan untuk mengungkap kemampuan peserta didik dalam memahami berbagai macam konsep berikut aplikasinya. Tes objektif dapat berbentuk benar–salah, menjodohkan, melengkapi, isian, dan pilihan jamak.

2. Teknik Nontes

Teknik nontes digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah afektif dan ranah psikomotor. Teknik nontes dapat digolongkan ke dalam empat jenis, antara lain:

1) Pengamatan (Observation)

Observasi adalah cara menghimpun data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena–fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. 2) Wawancara (Interview)

Wawancara adalah cara menghimpun data yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.

3) Angket (Questionnaire)

Pengumpulan data bisa lebih praktis, menghemat waktu dan tenaga dengan menggunakan angket.


(30)

Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan, atau keberhasilan belajar peserta didik teknik nontes juga dapat dilengkapi dengan cara

melakukan pemeriksaan terhadap dokumen–dokumen misalnya riwayat hidup.

C. Aktivitas Belajar Siswa

Guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat di dalam proses belajar mengajar. Penerimaan pembelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah, kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda. Aktivitas dapat diamati apabila siswa akan bertanya, mengajukan pendapat, maupun menimbulkan dikusi dengan guru. Siswa menjadi partisipan aktif, ia akan memiliki ilmu/pengetahuan itu dengan baik (Slameto, 1995: 36).

Salah satu ciri dari kegiatan belajar mengajar adalah ditandai dengan aktivitas peserta didik, sebagaimana pernyataan Suardi (dalam Djamarah, 2006: 39-40) bahwa peserta didik merupakan syarat mutlak bagi

berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Aktivitas peserta didik dalam hal ini ialah aktif baik secara fisik, maupun mental. Tidak ada gunanya

melakukan kegiatan belajar mengajar apabila peserta didiknya pasif, sebab peserta didiklah yang belajar maka mereka yang harus melakukannya.

Hamalik (2001: 89-90) menyatakan bahwa peserta didik adalah suatu


(31)

23

potensi yang berkembang. Masing-masing siswa mempunyai ”prinsip aktif” di dalam dirinya, yakni keinginan berbuat dan bekerja sendiri. Pendidikan atau pembelajaran perlu mengarahkan tingkah laku menuju ke tingkat perkembangan yang diharapkan. Pendidikan modern lebih menitikberatkan pada aktivitas, di mana siswa belajar sambil bekerja karena siswa akan memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan serta perilaku lainnya, termasuk sikap dan nilai. Sistem pembelajaran dewasa ini sangat menekankan pada pendayagunaan asas keaktifan (aktivitas) dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berkaitan dengan hal tersebut, Paul D. Dierich (dalam Hamalik, 2001: 172-173) membagi kegiatan belajar dalam delapan kelompok, di antaranya ialah: 1. kegiatan-kegiatan visual, seperti membaca, melihat gambar-gambar,

mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.

2. kegiatan-kegiatan lisan (oral), seperti mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.

3. kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, dan mendengarkan radio.

4. kegiatan-kegitan menulis, seperti menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.

5. kegiatan-kegitan menggambar, seperti menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola.

6. kegiatan-kegiatan metrik, seperti melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun.

7. kegiatan-kegiatan mental, seperti merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.

8. kegiatan-kegiatan emosional, seperti minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan dan overlap satu sama lain.


(32)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di SMP Negeri 23 Bandar Lampung pada bulan April 2013.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 23 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling, di mana sampel dipilih berdasarkan prinsip probabilitas. Cluster random sampling digunakan bila populasi tidak terdiri dari individu-individu, melainkan terdiri dari kelompok-kelompok individu/cluster (Margono, 2000:127). Penelitian ini mengambil sampel siswa kelas VIIC sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas VIID sebagai kelas kontrol yang masing-masing kelas berjumlah 30 dan 32 siswa.

C. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain pretes-postes kelompok non-ekuivalen. Kelas eksperimen diberi perlakuan dengan model inkuiri terbimbing, sedangkan kelas kontrol menggunakan metode diskusi. Hasil pretes dan postes pada kedua kelas subyek dibandingkan sehingga struktur desainnya adalah sebagai berikut:


(33)

25

Gambar 3. Desain pretes-postes kelompok non-ekuivalen (modifikasi dari Riyanto, 2001: 43)

Keterangan :

I = kelas eksperimen; kelas VIIC II = kelas kontrol; kelas VIID O1 = pretes

O2 = postes

X = model pembelajaran inkuiri terbimbing C = metode diskusi

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu prapenelitian dan pelaksanaan penelitian. Adapun langkah-langkah dari tahap tersebut yaitu:

1. Prapenelitian

Kegiatan yang dilakukan pada prapenelitian sebagai berikut: a. Membuat surat izin penelitian pendahuluan.

b. Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian, dan melakukan wawancara dengan guru mata pelajaran IPA untuk

mendapatkan informasi tentang keadaan kelas yang akan diteliti serta metode atau model apa yang diterapkan oleh guru dalam penyampaian materi pokok organisasi kehidupan.

c. Menetapkan sampel penelitian untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.

d.Membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Kelompok (LKK)

I O1 X O2


(34)

bagi kelas eksperimen dan Lembar Kerja Siswa (LKS) bagi kelas kontrol untuk setiap pertemuan.

e. Membuat instrumen penelitian yaitu soal pretes/postes untuk mengukur hasil belajar ranah kognitif siswa, beserta kisi-kisi soal.

f. Melakukan pengelompokkan siswa pada kelas eksperimen berdasarkan kemampuan akademik. Nilai akademik diperoleh dari hasil pretes siswa kelas VIIC.

2. Pelaksanaan Penelitian

Mengadakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri terbimbing untuk kelas eksperimen dan menggunakan metode diskusi untuk kelas kontrol.

a. Kelas Eksperimen

Langkah-langkah pembelajaran pada kelas eksperimen sebagai berikut: 1) Kegiatan Pendahuluan

a) Siswa diberikan pretes sebagai penilaian pengetahuan awalnya melalui tes berupa enam butir soal uraian mengenai: sel, jaringan, organ, sistem organ, dan organisme.

b) Guru memberikan apersepsi kepada siswa dengan cara:

Pertemuan 1, apersepsi dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa ”Apa saja ciri-ciri makhluk hidup yang telah kalian pelajari?”. Guru menjelaskan bahwa semua jawaban yang disebutkan adalah ciri-ciri kehidupan yang juga dimiliki oleh sel agar organisme dapat beraktivitas dengan baik. Tubuh kita,


(35)

27

hewan, dan tumbuhan yang ada di sekitar kita tersusun oleh sel, bagian terkecil seperti bata yang menyusun sebuah bangunan.

Pertemuan 2, apersepsi dengan mengajukan pertanyaan kepada

siswa ”Pernahkah kalian mengalami sariawan? Apakah yang

terjadi pada mulut ketika kalian sariawan? Apakah sariawan bisa sembuh dan kalian tidak merasa pedih seperti semula?”. Guru menjelaskan bahwa jawaban yang disebutkan merupakan kerusakan yang terjadi pada jaringan. Sebuah jaringan pada tubuh kita dapat mengadakan perbaikan kembali karena aktivitas sel-sel yang menyusunnya.

Pertemuan 3, apersepsi dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa ”Bagian tubuh apa yang kalian gunakan untuk bernapas sampai detik ini? Bagian tubuh apa yang kalian gunakan untuk sarapan tadi pagi? Bagian tubuh apa yang kalian gunakan untuk berjalan ke kelas ini? Bagaimana jika bagian tersebut

mengalami kerusakan atau gangguan?”. Guru menjelaskan bahwa semua jawaban yang dilontarkan adalah contoh organ, beberapa organ berkumpul membentuk suatu sistem. Tubuh makhluk hidup merupakan satu kesatuan dari berbagai sistem organ yang saling bekerja sama untuk menjalankan aktivitas kehidupan, jadi apabila ada bagian yang mengalami kerusakan maka akan berdampak pada bagian lain karena mengganggu fungsi sistem organ tubuh.


(36)

Pertemuan 1, siswa memperoleh motivasi dari guru bahwa dengan mempelajari materi ini kita dapat mengetahui bahwa tubuh kalian tersusun dari banyak sel yang berukuran sangat kecil dan memiliki kesempurnaan sehingga dapat mendukung aktivitas tubuh kita dengan baik. Kita akan mengetahui bahwa sel juga mempunyai keragaman, misalkan sel darah merah dan sel darah putih yang berbeda dengan sel otot maupun sel saraf.

Pertemuan 2, siswa memperoleh motivasi dari guru bahwa dengan mempelajari materi ini kita dapat mengetahui bahwa semua makhluk hidup multiseluler tersusun atas jaringan, yakni kumpulan dari sel-sel dengan fungsi sama. Seperti halnya sel, jaringan juga beragam jenisnya dan kita akan mengetahui bagaimana memelihara jaringan yang beragam tersebut agar tidak mengalami kerusakan.

Pertemuan 3, siswa memperoleh motivasi dari guru bahwa dengan mempelajari materi ini kita dapat mengetahui bahwa tubuh kita dapat beraktivitas berkat organ dan sistem organ yang bekerja sama. Sistem organ merupakan satu kesatuan beberapa organ yang mendukung proses kehidupan di tubuh kita misalnya organ pembuluh darah yang saling bekerjasama dengan sistem kardiovaskuler dalam mengedarkan nutrisi ke seluruh tubuh dan tubuh kita tersusun dari beragam organ serta sistem organ, misalkan sistem pencernaan makanan.


(37)

29

2) Kegiatan Inti

a) Seluruh siswa duduk dalam kelompoknya masing-masing (setiap kelompok berjumlah empat orang dan pembagian kelompok telah dilakukan pada hari sebelumnya).

b) Guru mengajukan persoalan atau menyuruh peserta didik memperhatikan uraian yang memuat permasalahan yang akan dibahas pada kegiatan pembelajaran di papan tulis. Pertemuan 1 mengenai sel; pertemuan 2 mengenai jaringan; dan pertemuan 3 mengenai organ, sistem organ, dan organisme.

c) Siswa diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan yang selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas permasalahan.

d) Guru membagikan LKK yang berisi permasalahan yang akan dikaji dan didiskusikan oleh masing-masing kelompok. e) Guru membimbing siswa mendapatkan atau mengumpulkan

informasi dari berbagai sumber yang relevan, misalnya membaca literatur dan mengamati gambar di LKK untuk memperoleh data agar dapat membuktikan hipotesis sesuai dengan langkah-langkah kegiatan penyelidikan.

f) Masing-masing kelompok diberi kesempatan untuk menganalisis semua data yang telah diperoleh dari kegiatan penyelidikan. g) Seluruh kelompok mengadakan diskusi panel dengan membentuk

formasi bangku melingkar yang bergabung dengan kelompok lain untuk mempresentasikan hasil penemuannya secara bergantian.


(38)

h) Setiap kelompok mengadakan verifikasi data berdasarkan hasil pengolahan dan analisis, apakah hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu terbukti benar atau salah, apakah diterima atau ditolak. i) Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan dari

kegiatan penyelidikan/inkuiri.

j) Guru membahas masalah-masalah yang ada di dalam LKK yang belum dapat ditemukan oleh siswa dan merekomendasikan sumber-sumber belajar yang lain bagi siswa yang ingin mencari tahu lebih banyak tentang materi yang telah dipelajari.

3) Kegiatan Penutup

a) Guru mengadakan refleksi (flash back) pembelajaran hari ini. b) Siswa diajak untuk menyimpulkan pelajaran yang telah didapat

pada hari tersebut. •Pertemuan 1: sel. •Pertemuan 2: jaringan.

•Pertemuan 3: organ, sistem organ, dan organisme.

c) Pada pertemuan terakhir, guru memberikan postes sebagai penilaian peningkatan hasil belajar melalui tes berupa enam butir soal uraian mengenai: sel, jaringan, organ, sistem organ, dan organisme.

b. Kelas Kontrol

Langkah-langkah pembelajaran pada kelas kontrol sebagai berikut: 1) Kegiatan Pendahuluan


(39)

31

a) Guru memberikan pretes sebagai penilaian pengetahuan awal siswa melalui tes berupa enam butir soal uraian mengenai: sel, jaringan, organ, sistem organ, dan organisme.

b) Guru memberikan apersepsi kepada siswa dengan cara:

Pertemuan 1, apersepsi dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa ”Apa saja ciri-ciri makhluk hidup yang telah kalian pelajari?”. Guru menjelaskan bahwa semua jawaban yang disebutkan adalah ciri-ciri kehidupan yang juga dimiliki oleh sel agar organisme dapat beraktivitas dengan baik. Tubuh kita, hewan, dan tumbuhan yang ada di sekitar kita tersusun oleh sel, bagian terkecil seperti bata yang menyusun sebuah bangunan.

Pertemuan 2, apersepsi dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa ”Pernahkah kalian mengalami sariawan? Apakah yang terjadi pada mulut ketika kalian sariawan? Apakah sariawan bisa sembuh dan kalian tidak merasa pedih seperti semula?”. Guru menjelaskan bahwa jawaban yang disebutkan merupakan kerusakan yang terjadi pada jaringan. Sebuah jaringan pada tubuh kita dapat mengadakan perbaikan kembali karena aktivitas sel-sel yang menyusunnya.

Pertemuan 3, apersepsi dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa ”Bagian tubuh apa yang kalian gunakan untuk bernapas sampai detik ini? Bagian tubuh apa yang kalian gunakan untuk sarapan tadi pagi? Bagian tubuh apa yang kalian gunakan untuk berjalan ke kelas ini? Bagaimana jika bagian tersebut


(40)

mengalami kerusakan atau gangguan?”. Guru menjelaskan bahwa semua jawaban yang dilontarkan adalah contoh organ, beberapa organ berkumpul membentuk suatu sistem. Tubuh makhluk hidup merupakan satu kesatuan dari berbagai sistem organ yang saling bekerja sama untuk menjalankan aktivitas kehidupan, jadi apabila ada bagian yang mengalami kerusakan maka akan berdampak pada bagian lain karena mengganggu fungsi sistem organ tubuh.

c) Memberikan motivasi kepada siswa dengan cara:

Pertemuan 1, siswa memperoleh motivasi dari guru bahwa dengan mempelajari materi ini kita dapat mengetahui bahwa tubuh kalian tersusun dari banyak sel yang berukuran sangat kecil dan memiliki kesempurnaan sehingga dapat mendukung aktivitas tubuh kita dengan baik. Kita akan mengetahui bahwa sel juga mempunyai keragaman, misalkan sel darah merah dan sel darah putih yang berbeda dengan sel otot maupun sel saraf.

Pertemuan 2, siswa memperoleh motivasi dari guru bahwa dengan mempelajari materi ini kita dapat mengetahui bahwa semua makhluk hidup multiseluler tersusun atas jaringan, yakni kumpulan dari sel-sel dengan fungsi sama. Seperti halnya sel, jaringan juga beragam jenisnya dan kita akan mengetahui bagaimana memelihara jaringan yang beragam tersebut agar tidak mengalami kerusakan.


(41)

33

Pertemuan 3, siswa memperoleh motivasi dari guru bahwa dengan mempelajari materi ini kita dapat mengetahui bahwa tubuh kita dapat beraktivitas berkat organ dan sistem organ yang bekerja sama. Sistem organ merupakan satu kesatuan beberapa organ yang mendukung proses kehidupan di tubuh kita misalnya organ pembuluh darah yang saling bekerjasama dengan sistem kardiovaskuler dalam mengedarkan nutrisi ke seluruh tubuh dan tubuh kita tersusun dari beragam organ serta sistem organ, misalkan sistem pencernaan makanan.

d) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai. 2) Kegiatan Inti

a) Guru memberikan rangkuman materi yang ditulis di papan tulis. b) Guru memberikan penjelasan kepada siswa tentang rangkuman

materi dan siswa memperhatikan penjelasan dari guru.

c) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang belum mereka pahami.

d) Guru memberi beberapa contoh soal dalam bentuk LKS yang berkaitan dengan materi yang telah disampaikan.

e) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan diskusi dalam menyelesaikan contoh soal di dalam LKS.

f) Guru memberikan respons terhadap hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan contoh soal dan meluruskan jawaban yang belum benar dengan membahas bersama-sama dengan siswa.


(42)

a) Guru mengadakan refleksi (flash back) pembelajaran hari ini. b) Siswa diajak untuk menyimpulkan pelajaran yang telah didapat

pada hari tersebut. •Pertemuan 1: sel. •Pertemuan 2: jaringan.

•Pertemuan 3: organ, sistem organ, dan organisme.

c) Pada pertemuan terakhir, guru memberikan postes sebagai penilaian peningkatan hasil belajar melalui tes berupa enam butir soal uraian mengenai: sel, jaringan, organ, sistem organ, dan organisme.

E. Jenis dan Teknik Pengambilan Data 1. Jenis Data

1. Data Kuantitatif

Data kuantitatif yang diambil pada penelitian ini yaitu hasil belajar ranah kognitif siswa yang diperoleh melalui pretes dan postes sehingga diperoleh N-gain. Gain merupakan selisih data yang diperoleh dari pretes dan postes. Hasil dari perhitungan ini kita dapat mengetahui pengaruh inkuiri terbimbing terhadap hasil belajar siswa. Cara mengukur persentase (%) peningkatan (%g) hasil belajar oleh siswa digunakan formula Hake (dalam Loranz, 2008: 2) sebagai berikut:


(43)

35

Tabel 2. Kriteria interpretasi indeks Gain % Peningkatan Kriteria

%g > 70 70 > %g > 30

%g < 30

Tinggi Sedang Rendah (dalam Loranz, 2008: 2).

2. Data Kualitatif

Data kualitatif dalam penelitian ini adalah deskripsi aktivitas belajar siswa dan data pendukung berupa tanggapan siswa terhadap

penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing.

2. Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Pretes dan Postes

Data peningkatan hasil belajar berupa nilai pretes dan postes. Nilai pretes diambil pada pertemuan pertama setiap kelas, baik eksperimen maupun kontrol, sedangkan nilai postes diambil pada akhir pertemuan terakhir setiap kelas. Soal yang diberikan adalah enam butir soal uraian. Teknik penskoran nilai pretes dan postes yaitu:

S = x 100 Keterangan:

S = Nilai yang diharapkan/dicari; R = Jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar; N = Jumlah skor maksimum dari tes tersebut (Purwanto, 2008: 112).

b.Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa

Lembar observasi aktivitas siswa berisi aspek kegiatan yang diamati pada saat proses pembelajaran di kedua kelas. Setiap siswa diamati

R N


(44)

poin kegiatan yang dilakukan dengan cara memberi tanda (√ ) pada lembar observasi sesuai dengan aspek yang telah ditentukan. Aspek yang diamati yaitu: 1) kemampuan mengajukan pertanyaan atau permasalahan, 2) kemampuan merumuskan hipotesis, 3) kemampuan mengumpulkan data, 4) kemampuan menganalisis data, dan 5) kemampuan membuat kesimpulan. Lembar observasi yang digunakan dalam pengambilan data aktivitas siswa pada saat pembelajaran adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Lembar observasi aktivitas belajar siswa

No Nama Skor Aspek Aktivitas Belajar Siswa

A B C D E

1 2 3 4 5 dst.

Jumlah (∑Xi) Rata-rata ( )

(diadaptasi dari Suwandi, 2012: 32).

Keterangan kriteria penilaian aktivitas belajar siswa: A. Mengajukan pertanyaan atau permasalahan

0. Tidak mengajukan pertanyaan/permasalahan (diam saja) 1. Mengajukan pertanyaan/permasalahn, tetapi tidak relevan 2. Mengajukan pertanyaan/permasalahan yang relevan B.Merumuskan hipotesis

0. Tidak merumuskan hipotesis (diam saja)

1. Merumuskan hipotesis, tetapi tidak relevan dengan permasalahan 2. Merumuskan hipotesis yang relevan dengan permasalahan

C. Mengumpulkan data

0. Diam saja, tidak mengumpulkan data

1. Mengumpulkan data, tetapi tidak relevan dengan permasalahan dan hipotesis


(45)

37

2. Mengumpulkan data yang relevan dengan permasalahan dan hipotesis

D.Menganalisis data

0. Diam saja, tidak menganalisis data

1. Melakukan analisis data, tetapi kurang tepat atau tidak relevan dengan permasalahan

2. Melakukan analisis data dengan tepat dan relevan dengan permasalahan

E.Membuat kesimpulan

0. Tidak membuat kesimpulan

1. Membuat kesimpulan namun tidak sesuai dengan pembahasan 2. Membuat kesimpulan sesuai dengan pembahasan

c. Angket Tanggapan Siswa

Angket ini merupakan modifikasi dari skala likert, berisi pendapat siswa tentang model pembelajaran inkuiri terbimbing yang telah dilaksanakan. Angket ini terdiri dari delapan pernyataan, yakni empat pernyataan positif dan empat pernyataan negatif dengan dua pilihan jawaban, yaitu setuju dan tidak setuju seperti pada tabel berikut ini: Tabel 4. Item pernyataan pada angket

No Pernyataan-pernyataan S TS

1 Saya senang mempelajari materi pokok organisasi kehidupan dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru.

2 Saya merasa sulit memahami materi yang dipelajari melalui model pembelajaran yang digunakan oleh guru.

3 Model pembelajaran yang digunakan tidak mampu meningkatkan hasil belajar saya.

4 Model pembelajaran yang digunakan menjadikan saya lebih aktif dalam diskusi kelas dan

kelompok.

5 Saya merasa sulit berinteraksi dengan teman dalam proses pembelajaran yang berlangsung. 6 Saya termotivasi untuk mencari data/informasi


(46)

dari berbagai sumber (buku, internet, dan

sebagainya) untuk menganalisis data dalam LKK. 7 Saya merasa sulit mengerjakan soal-soal di LKK

dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru.

8 Saya memperoleh wawasan/pengetahuan baru tentang materi pokok yang dipelajari.

(dimodifikasi dari Suwandi, 2012: 33).

F. Teknik Analisis Data 1. Hasil Belajar Siswa

Data yang berupa nilai pretes, postes, dan N-gain pada kelas eksperimen dan kontrol yang dianalisis menggunakan uji t melalui program SPSS versi 17.0, sebelumnya dilakukan uji prasyarat terlebih dahulu.

Langkah-langkah uji prasyarat adalah sebagai berikut:

a. Uji Normalitas Data

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diambil berasal dari sampel yang berdistribusi normal atau tidak untuk keperluan analisis data selanjutnya. Pengujian normalitas ini menggunakan uji lilliefors.

1) Hipotesis

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berasal berasal dari populasi yang berdistribusi

normal (Sudjana, 2005: 466). 2) Kriteria Pengujian

- Terima H0 jika Lhitung < Ltabel atau P-value > 0,05


(47)

39

b. Uji Kesamaan Dua Varians

Apabila masing-masing data berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji kesamaan dua varians (uji homogenitas). Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang dibandingkan memiliki nilai rata-rata dan varians yang sama atau tidak sama. Pengujian kesamaan dua varians menggunakan uji F.

1) Hipotesis

H0 : Kedua sampel mempunyai varian yang sama H1 : Kedua sampel mempunyai varian yang berbeda 2) Kriteria pengujian

-Jika F hitung < F tabel atau probabilitasnya > 0,05 maka H0 diterima -Jika F hitung > F tabel atau probabilitasnya < 0,05 maka H0 ditolak

(Pratisto, 2004: 18).

c. Pengujian Hipotesis

Setelah prasyarat terpenuhi maka dilakukan uji lanjutan, yakni pengujian hipotesis. Untuk menguji hipótesis digunakan uji t yang meliputi uji kesamaan dua rata-rata dan uji perbedaan dua rata-rata atau menggunakan uji U. Uji t digunakan apabila sampel berasal dari

populasi yang berdistribusi normal, sedangkan uji U digunakan apabila sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

1) Uji hipotesis dengan Uji t a) Uji Kesamaan Dua Rata-rata


(48)

H0 : μ1 = μ2 : rata-rata N-gain pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol sama.

H1 : μ1 ≠ μ2 : rata- rata N-gain pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol tidak sama.

2) Kriteria Uji

- Jika –t tabel < t hitung < t tabel atau probabilitasnya > 0,05 maka H0 diterima.

- Jika t hitung < –t tabel atau t hitung > t tabel atau probabilitasnya < 0,05 maka H0 ditolak (Pratisto, 2004: 12).

b) Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Apabila H0 ditolak maka dilanjutkan dengan uji perbedaan dua rata-rata.

1) Hipotesis

H0 : μ1 = μ2 : rata-rata N-gain pada kelas eksperimen sama dengan kelas kontrol.

H1 : μ1 > μ2 : rata-rata N-gain pada kelas eksperimen tidak sama dengan kelas kontrol.

2) Kriteria Uji :

- Jika –t tabel < t hitung < t tabel, maka H0 diterima.

- Jika t hitung < –t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 ditolak (Pratisto, 2004: 12).


(49)

41

Apabila data yang diperoleh berasal dari populasi yang tidak

berdistribusi normal, maka dilakukan Uji U atau Uji Mann-Whitney. 1) Hipotesis

H0 : μ1 = μ2 : rata-rata N-gain pada kelas eksperimen sama dengan rata-rata N-gain pada kelas kontrol.

H1 : μ1 ≠ μ2 : rata-rata N-gain pada kelas eksperimen tidak sama dengan rata-rata N-gain pada kelas kontrol.

2) Kriteria Uji

Jika P-value < 0,05 maka H0 ditolak dan jika P-value ≥ 0,05 maka H0 tidak dapat ditolak (Uyanto, 2006: 288).

2. Aktivitas Belajar Siswa

Data aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung merupakan data yang diambil melalui observasi. Data tersebut dianalisis secara deskriptif dengan cara menghitung persentase aktivitas belajar siswa. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain:

a. Menghitung rata–rata aktivitas menggunakan rumus: ∑ Xi

X = x 100 % n

Keterangan: X = Persentase aktivitas siswa; ∑ Xi = Jumlah skor yang diperoleh; n = Jumlah skor maksimum (10) (diadaptasi dari Sudjana, 2005: 69).

b. Menafsirkan atau menentukan persentase aktivitas belajar siswa sesuai kriteria pada tabel berikut ini:

Tabel 5. Kriteria persentase aktivitas belajar siswa Persentase (%) Kriteria

87,50 – 100 75,00 – 87,49

Sangat baik Baik


(50)

50,00 – 74,99 0 – 49,99

Cukup Kurang (dimodifikasi dari Hidayati, 2011: 17).

3. Tanggapan Siswa terhadap Penerapan Inkuiri Terbimbing Data tanggapan siswa terhadap pembelajaran dikumpulkan melalui penyebaran angket. Pengolahan data angket dilakukan sebagai berikut: a. Menghitung skor angket pada setiap jawaban sesuai dengan ketentuan

pada tabel berikut ini:

Tabel 6. Skor perjawaban angket Sifat Pernyataan Skor

1 0

Positif S TS

Negatif TS S

Keterangan:

S = setuju; TS = tidak setuju (diadaptasi dari Suwandi, 2012: 38). Menghitung persentase jawaban siswa dengan rumus:

% 100 % maks in S S X

Keterangan: %Xin= Persentase jawaban siswa,

S

= Jumlah skor jawaban, Smaks= Skor maksimum yang diharapkan

(dimodifikasi dari Sudjana, 2005: 69).

b. Melakukan tabulasi data dari angket berdasarkan klasifikasi yang dibuat, hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban berdasarkan pernyataan yang terdaftar pada angket.

Tabel 7. Data angket tanggapan siswa terhadap inkuiri terbimbing No. Pertanyaan Angket Pilihan Jawaban Nomor Responden

(Siswa) Persentase 1 2 3 dst.

1 S

TS


(51)

43

TS

dst. S

TS

(diadaptasi dari Suwandi, 2012: 38).

c. Menafsirkan atau menentukan persentase tanggapan siswa terhadap penerapan model inkuiri terbimbing sesuai kriteria pada tabel berikut ini:

Tabel 8. Kriteria persentase tanggapan siswa terhadap inkuiri terbimbing

Persentase (%) Kriteria 100

76 – 99 51 – 75

50 26 – 49

1 – 25 0

Semuanya Sebagian besar Pada umumnya Setengahnya Hampir setengahnya

Sebagian kecil Tidak ada (Hastriani, 2006: 43).


(52)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran inkuiri terbimbing tidak cocok diterapkan hanya dengan penggunaan LKK yang menyajikan beberapa gambar.

2. Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi organisasi kehidupan.

B. Saran

Saran yang dapat disampaikan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Peneliti lain yang akan menerapkan model pembelajaran inkuiri

terbimbing hendaknya terlebih dahulu mengajarkan materi lain dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing sehingga siswa telah beradaptasi dengan model pembelajaran ini.

2. Peneliti sebaiknya menyampaikan batasan waktu yang disediakan pada setiap sintaks inkuiri terbimbing yang ada sehingga semua langkah pembelajaran dapat berjalan dengan optimal dan siswa dapat menggunakan waktu dengan lebih efisien.


(53)

58

DAFTAR PUSTAKA

Anderson dan Krathwohl. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing (A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives). Abridge Edition. David McKay Company. New York.

Arikunto, S. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. BSNP. 2006. Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah. Depdiknas. Jakarta.

Djamarah dan Dzain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. Hamalik, O. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta. _________. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta. Harjanto. 2008. Perencanaan Pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Hastriani, A. 2006. Penerapan Model Pembelajaran Pencapaian Konsep dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Herdian. 2010. Model Pembelajaran Inkuiri.

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/model-pembelajaran-inkuiri/ (23 Februari 2013)

Hidayati, A. N. dkk. 2011. Training of Trainer Berorientasi Higher Order Learning Skills dan Pengaruhnya pada Prestasi serta Performance Guru. (Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 2011). Kerjasama FKIP Unila-HEPI. Bandar Lampung.

Keller, 1992. Journal of Motivation Disossiation and Analysis Student in Class/Development and Use of The ARCS Model of Instructional Design Journal of Instructional Development (Line).

http://www.scrb.journal/motivation.go.id (23 Februari 2013) Loranz, D. 2008. Gain Score. Google.

http://www.tmcc.edu/vp/acstu/assessment/downloads/documents/reports/arc hives/discipline/0708/SLOAPHYSDisciplineRep0708.pdf. (20 Desember 2012)


(54)

Maasawet, E. T. 2011. Meningkatkan Kemampuan Kerjasama Belajar Biologi Melalui Penerapan Strategi Inkuiri Terbimbing pada Siswa Kelas VII SMP Negeri VI Kota Samarinda Tahun Pelajaran 2010/ 2011. No. 1. Bulan Mei, Tahun 2011. Jurnal Bioedukasi Volume 2. Universitas Mulawarman. Kalimantan Timur.

Margono, S. 2000. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta. Mulyasa, E. 2008. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik,dan

Implementasi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Nurgiantoro, B., Gunawan, dan Marzuki. 2002. Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Gadjah Mada Universty Press. Yogyakarta. Nurhadi dan Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual (CTL) dan Penerapannya

dalam KBK. UM Press. Malang.

Nurochma, R. 2012. Perbedaan Hasil Belajar dengan Penerapan Strategi

Pembelajaran Guided Inquiry dan Demonstrasi Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Jaten Tahun Pelajaran 2011/2012. No. 88. Bulan Juni, Tahun 2012. Jurnal Pendidikan Biologi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Gramedia. Jakarta.

Purwanto, N. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Riyanto, Y. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. SIC. Surabaya. Roestiyah, N. K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. Rohani, A. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana. Jakarta.

Sardiman, A. M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Rineka Cipta. Jakarta. Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta.


(55)

60

Sudijono, A. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sudjana. 2005. Metode Statistika Edisi Keenam. PT Tarsito. Bandung. Suwandi, T. 2012. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Open-Ended

terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah oleh Siswa. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Trianto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Uyanto, S. S. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Graha Ilmu. Jakarta. Wardana, M. A. 2011. Meningkatkan Aktivitas dan Keterampilan Proses Sains

Siswa melalui Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terpimpin. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(1)

50,00 – 74,99 0 – 49,99

Cukup Kurang (dimodifikasi dari Hidayati, 2011: 17).

3. Tanggapan Siswa terhadap Penerapan Inkuiri Terbimbing Data tanggapan siswa terhadap pembelajaran dikumpulkan melalui penyebaran angket. Pengolahan data angket dilakukan sebagai berikut: a. Menghitung skor angket pada setiap jawaban sesuai dengan ketentuan

pada tabel berikut ini:

Tabel 6. Skor perjawaban angket Sifat Pernyataan Skor

1 0

Positif S TS

Negatif TS S

Keterangan:

S = setuju; TS = tidak setuju (diadaptasi dari Suwandi, 2012: 38). Menghitung persentase jawaban siswa dengan rumus:

% 100 % maks in S S X

Keterangan: %Xin= Persentase jawaban siswa,

S

= Jumlah skor jawaban, Smaks= Skor maksimum yang diharapkan (dimodifikasi dari Sudjana, 2005: 69).

b. Melakukan tabulasi data dari angket berdasarkan klasifikasi yang dibuat, hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban berdasarkan pernyataan yang terdaftar pada angket.

Tabel 7. Data angket tanggapan siswa terhadap inkuiri terbimbing No. Pertanyaan Angket Pilihan Jawaban Nomor Responden

(Siswa) Persentase 1 2 3 dst.

1 S

TS


(2)

43

TS

dst. S

TS

(diadaptasi dari Suwandi, 2012: 38).

c. Menafsirkan atau menentukan persentase tanggapan siswa terhadap penerapan model inkuiri terbimbing sesuai kriteria pada tabel berikut ini:

Tabel 8. Kriteria persentase tanggapan siswa terhadap inkuiri terbimbing

Persentase (%) Kriteria 100

76 – 99 51 – 75

50 26 – 49

1 – 25 0

Semuanya Sebagian besar Pada umumnya Setengahnya Hampir setengahnya

Sebagian kecil Tidak ada (Hastriani, 2006: 43).


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran inkuiri terbimbing tidak cocok diterapkan hanya dengan penggunaan LKK yang menyajikan beberapa gambar.

2. Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi organisasi kehidupan.

B. Saran

Saran yang dapat disampaikan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Peneliti lain yang akan menerapkan model pembelajaran inkuiri

terbimbing hendaknya terlebih dahulu mengajarkan materi lain dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing sehingga siswa telah beradaptasi dengan model pembelajaran ini.

2. Peneliti sebaiknya menyampaikan batasan waktu yang disediakan pada setiap sintaks inkuiri terbimbing yang ada sehingga semua langkah pembelajaran dapat berjalan dengan optimal dan siswa dapat menggunakan waktu dengan lebih efisien.


(4)

58

DAFTAR PUSTAKA

Anderson dan Krathwohl. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing (A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives). Abridge Edition. David McKay Company. New York.

Arikunto, S. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. BSNP. 2006. Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah. Depdiknas. Jakarta.

Djamarah dan Dzain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. Hamalik, O. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta. _________. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta. Harjanto. 2008. Perencanaan Pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Hastriani, A. 2006. Penerapan Model Pembelajaran Pencapaian Konsep dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Herdian. 2010. Model Pembelajaran Inkuiri.

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/model-pembelajaran-inkuiri/ (23 Februari 2013)

Hidayati, A. N. dkk. 2011. Training of Trainer Berorientasi Higher Order Learning Skills dan Pengaruhnya pada Prestasi serta Performance Guru. (Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 2011). Kerjasama FKIP Unila-HEPI. Bandar Lampung.

Keller, 1992. Journal of Motivation Disossiation and Analysis Student in Class/Development and Use of The ARCS Model of Instructional Design Journal of Instructional Development (Line).

http://www.scrb.journal/motivation.go.id (23 Februari 2013) Loranz, D. 2008. Gain Score. Google.

http://www.tmcc.edu/vp/acstu/assessment/downloads/documents/reports/arc hives/discipline/0708/SLOAPHYSDisciplineRep0708.pdf. (20 Desember 2012)


(5)

Maasawet, E. T. 2011. Meningkatkan Kemampuan Kerjasama Belajar Biologi Melalui Penerapan Strategi Inkuiri Terbimbing pada Siswa Kelas VII SMP Negeri VI Kota Samarinda Tahun Pelajaran 2010/ 2011. No. 1. Bulan Mei, Tahun 2011. Jurnal Bioedukasi Volume 2. Universitas Mulawarman. Kalimantan Timur.

Margono, S. 2000. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta. Mulyasa, E. 2008. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik,dan

Implementasi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Nurgiantoro, B., Gunawan, dan Marzuki. 2002. Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Gadjah Mada Universty Press. Yogyakarta. Nurhadi dan Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual (CTL) dan Penerapannya

dalam KBK. UM Press. Malang.

Nurochma, R. 2012. Perbedaan Hasil Belajar dengan Penerapan Strategi

Pembelajaran Guided Inquiry dan Demonstrasi Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Jaten Tahun Pelajaran 2011/2012. No. 88. Bulan Juni, Tahun 2012. Jurnal Pendidikan Biologi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Gramedia. Jakarta.

Purwanto, N. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Riyanto, Y. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. SIC. Surabaya. Roestiyah, N. K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. Rohani, A. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana. Jakarta.

Sardiman, A. M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Rineka Cipta. Jakarta. Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta.


(6)

60

Sudijono, A. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sudjana. 2005. Metode Statistika Edisi Keenam. PT Tarsito. Bandung. Suwandi, T. 2012. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Open-Ended

terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah oleh Siswa. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Trianto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Uyanto, S. S. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Graha Ilmu. Jakarta. Wardana, M. A. 2011. Meningkatkan Aktivitas dan Keterampilan Proses Sains

Siswa melalui Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terpimpin. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI POKOK EKOSISTEM TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA (Studi Eksperimen Semu pada Siswa Kelas VII SMPN 13 Bandar Lampung Semester Genap T.P 2011/2012)

0 3 53

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK EKOSISTEM (Studi Eksperimen Semu Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 15 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012)

1 18 51

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 28 57

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ORGANISASI KEHIDUPAN (Studi Eksperimen Semu pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 23 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

2 12 55

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK CIRI-CIRI MAKHLUK HIDUP ( Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Krui Kabupaten Lampung Barat Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 8 43

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA VIDEO TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK CIRI-CIRI MAKHLUK HIDUP (Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII Semester Genap MTs Negeri 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 4 57

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR DANPENGUASAAN MATERI SISWA (Kuasi Eksperimen PadaSiswa Kelas VII SMP Negeri Natar Lampung Selatan Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 6 47

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING (PBL) TERHADAP PENGUASAAN MATERI OLEH SISWA PADA MATERI POKOK ORGANISASI KEHIDUPAN (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas VII MTs Nurul Iman Sekincau Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 38 44

PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK LIMBAH (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X IPA Semester Genap SMA Negeri 1 Sidomulyo Kab. Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013)

1 6 52

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA ANTARA PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA MATERI EKOSISTEM (Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 23 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2

0 3 120