PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IVB SD NEGERI 3 METRO PUSAT

(1)

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP

INVESTIGATION PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK

MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IVB SD NEGERI 3 METRO PUSAT

Oleh Nila Oktasari

Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya motivasi dan hasil belajar matematika siswa yang perlu ditingkatkan, yang ditunjukkan dengan persentase ketuntasan hasil belajar siswa hanya 40% dari 22 siswa. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IVB SD Negeri 3 Metro Pusat pada pembelajaran matematika melalui penerapan cooperative learning tipe group investigation

Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Alat pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan soal tes. Teknik analisis data menggunakan teknik kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model cooperative learning tipe group investigation dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata motivasi belajar 59,96, meningkat pada siklus II nilai rata-rata 70,42. Persentase ketuntasan hasil belajar kognitif pada siklus I nilai rata-rata 68,18, meningkat pada siklus II menjadi nilai rata-rata 83,64. Persentase ketuntasan hasil belajar afektif pada siklus I nilai rata-rata 61,17, meningkat pada siklus II nilai rata-rata 72,06. Persentase ketuntasan hasil belajar psikomotor pada siklus I nilai rata-rata 59,84, meningkat pada siklus II nilai rata-rata 70,53.


(2)

KELAS IVB SD NEGERI 3 METRO PUSAT

Oleh

NILA OKTASARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(3)

INVESTIGATION PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA

KELAS IVB SD NEGERI 3 METRO PUSAT

(Skripsi)

Oleh

NILA OKTASARI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka pikir ... 32

3.1 Tahap-tahap dalam PTK ... 35

4.1 Grafik peningkatan kinerja guru siklus I dan siklus II ... 85

4.2 Grafik peningkatan motivasi balajar siswa secara klasikal siklus I dan siklus II ... 87

4.3 Grafik peningkatan hasil belajar kognitif siswa siklus I dan II ... 88

4.4 Grafik peningkatan hasil belajar afektif siswa siklus I dan II ... 89


(5)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D.Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Model Cooperative Learning ... 9

1. Pengertian Model Cooperative Learning ... 9

2. Karakteristik Model Cooperative Learning ... 10

3. Tipe-tipe Model Cooperative Learning ... 11

B.Cooperative Learning Tipe Group Investigation ... 12

1. Pengertian Group Investigation ... 12

2. Karakteristik Group Investigation ... 14

3. Langkah-langkah Group Investigation ... 15

4. Kelebihan dan Kelemahan Group Investigation ... 16

C. Belajar ... 18

D. Motivasi ... 20

1. Motivasi Belajar ... 21

2. Fungsi Motivasi Belajar ... 22

3. Indikator dan Alat Ukur Motivasi ... 23

E. Hasil Belajar ... 25

F. Matematika ... 27

1. Pengertian Matematika ... 27

2. Pembelajaran Matematika di SD ... 28

G. Hasil Penelitian yang Relevan ... 30

H. Kerangka Pikir ... 31


(6)

vi

E. Alat Pengumpulan Data ... 36

F. Teknik Analisis Data ... 45

G.Urutan Penelitian Tindakan Kelas ... 47

H.Indikator Keberhasilan ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Profil Sekolah ... 56

B.Deskripsi Awal ... 58

C.Hasil Penelitian ... 59

1. Pelaksanaan ... 59

2. Siklus I ... 59

a. Perencanaan ... 60

b. Pelaksanaan ... 60

1) Pertemuan I ... 62

2) Pertemuan 2 ... 63

c. Hasil Observasi Siklus I ... 64

1) Kinerja Guru Siklus I ... 64

2) Motivasi Belajar Siswa Siklus I ... 65

3) Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus I ... 66

4) Hasil Belajar Afektif Siswa Siklus I ... 67

5) Hasil Belajar Psikomotor Siswa Siklus I ... 68

d. Refleksi Siklus I ... 69

3. Siklus II ... 73

a. Perencanaan ... 73

b. Pelaksanaan ... 74

1) Pertemuan 1 ... 74

2) Pertemuan 2 ... 76

c. Hasil Observasi Siklus II ... 78

1) Kinerja Guru Siklus II ... 78

2) Motivasi Belajar Siswa Siklus II ... 79

3) Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus II ... 80

4) Hasil Belajar Afektif Siswa Siklus II ... 81

5) Hasil Belajar Psikomotor Siswa Siklus ... 82

d. Refleksi Siklus II ... 82

D.Rekapitusai Siklus I dan Siklus II ... 84

1. Kinerja Guru ... 84

2. Motivasi Belajar Siswa ... 86

3. Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 87

4. Hasil Belajar Afektif Siswa ... 88

5. Hasil Belajar Psikomotor Siswa ... 89

E. Pembahasan ... 91

1) Kinerja Guru ... 91


(7)

vii

A.Kesimpulan ... 96

B.Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99


(8)

v

Lampiran Halaman

1. Surat Penelitian ... 103

2. Perangkat Pembelajaran ... 111

3. Kinerja Guru ... 137

4. Motivasi Belajar Siswa ... 146

5. Hasil Belajar Kognitif ... 153

6. Hasil Belajar Afektif ... 157

7. Hasil Belajar Psikomotor ... 164


(9)

v

Tabel Halaman

3.1 Instrumen penilaian kinerja guru (IPKG) ... 37

3.2 Rubrik penentuan skor IPKG ... 38

3.3 Katagori keberhasilan kinerja guru ... 39

3.4 Rubrik penilaian motivasi belajar siswa ... 39

3.5 Instrumen motivasi belajar siswa ... 40

3.6 Kriteria penilaian ... 40

3.7 Kriteria keaktifan kelas dalam satuan persen. ... 41

3.8 Kisi-kisi hasil belajar kognitif ... 41

3.9 Kisi-kisi hasil afektif siswa. ... 42

3.10 Katagori hasil belajar afektif siswa secara individu ... 43

3.11 Persentasi hasil belajar afektif siswa secara klasikal ... 43

3.12 Kisi-kisi hasil belajar psikomotor siswa ... 43

3.13 Katagori psikomotor siswa secara individu. ... 44

3.14 Persentasi hasil belajar psikomotor siswa secara klasikal... 45

4.1 Keadaan guru dan karyawan SDN 3 Metro Pusat ... 58

4.2 Kinerja guru siklus I ... 65

4.3 Motivasi belajar siswa siklus I ... 66

4.4 Hasil belajar kognitif siswa siklus I ... 67

4.5 Hasil belajar afektif siswa siklus I ... 68

4.6 Hasil belajar psikomotor siswa siklus I ... 69

4.7 Kinerja guru siklus II ... 78

4.8 Motivasi belajar siswa siklus II ... 79

4.9 Hasil belajar kognitif siswa siklus II ... 80

4.10 Hasil belajat afektif siswa siklus II ... 81

4.11 Hasil belajar psikomotor siswa siklus II ... 82

4.12 Rekapitulasi kinerja guru siklus I dan II ... 85

4.13 Rekapitulasi motivasi belajar siswa siklus I dan II ... 86

4.14 Rekapitulasi hasil belajar kognitif siswa siklus I dan II ... 87

4.15 Rekapitulasi hasil belajar afektif siswa siklus I dan II ... 88


(10)

(11)

(12)

(13)

“Allah SWT tidak akan memberikan cobaan

kepada umat-Nya melebihi

batas kemampuan manusia itu sendiri”

(QS. Al-Baqarah: 286)

Sukses itu bukan hanya sekadar usaha tapi kesuksesan itu adalah usaha

yang disertai doa”


(14)

i

Bismillahirohmanirohim..

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha pengasih, Maha Penyayang.

Alhamdulillahirobbil alamin, berhimpun syukur kepada Sang Maha Pencipta,

dengan segala kerendahan hati, kupersembahkan skripsi ini kepada:

Bapak Suardi (alm) dan Ibu Hj Nuraini

Orang tuaku tercinta yang telah membesarkan,mendidik, dan mencurahkan

kasih sayangnya serta memotivasi agar menjadi anak yang lebih baik dan

mendoakan untuk keberhasilan saya.

Andi Saputra dan Fairel Azraf Azzamy

Suamiku tercinta dan anakku tersayang yang selalu memberikan motivasi dan

menghadirkan keceriaan dan semangat di sela-sela kepenatan demi kelancaran

menyelesaikan skripsi ini.

Elda Wati, Eko Candra, dan Liza Ervina

Kakakku tersayang yang selalu memberikan motivasi untuk terus berjuang

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Keluarga dan orang-orang yang memberiku semangat untuk dapat berbuat lebih

baik dan dapat menyelesaikan skripsi.


(15)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Kota Metro, Kelurahan Hadimulyo Barat, Kecamatan Metro Pusat, pada tanggal 19 November 1992, sebagai anak keempat dari pasangan Bapak alm. Suardi dan Ibu Hj Nuraini. Pendidikan peneliti dimulai dari SD Al-qur’an Metro, Kecamatan Metro Pusat dan lulus pada tahun 2005. Peneliti melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Diniyyah Putri Lampung, Kecamatan Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2008. Kemudian peneliti melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 4 Metro dan lulus pada tahun 2011. Selanjutnya pada tahun 2011 peneliti melanjutkan ke Universitas Lampung Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).


(16)

i

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation pada pembelajaran matematika untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IVB SD Negeri 3 Metro Pusat” sebagai syarat meraih gelar sarjana pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir Hasriadi Mat Akin, M.S, Rektor Universitas Lampung yang akan mengesahkan gelar sarjana kami, sehingga peneliti termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. H. Muh. Fuad, M. Hum. Dekan FKIP Unila yang akan mengesahkan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Ibu Dr. Riswanti Rini, M. Si., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan persetujuan sebagai bentuk legalisir skripsi yang diakui oleh Jurusan Ilmu Pendidikan.


(17)

ii

5. Bapak Drs. Siswantoro, M. Pd., Kordinator Kampus B FKIP UNILA yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama proses penyusunan skripsi. 6. Ibu Dra. Hj. Nelly Astuti, M. Pd., Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen

pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, masukan saran, nasihat, dan kritik serta bantuan selama proses penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Dr. Alben Ambarita, M. Pd., Dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, masukan saran, nasihat, dan kritik serta bantuan selama proses penyelesaian skripsi ini.

8. Ibu Dra. Sulistiasih, M. Pd., Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran-saran yang sangat bermanfaat bagi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Karyawan Kampus B FKIP UNILA, yang telah membantu dan memberi ilmu pengetahuan kepada peneliti hingga skripsi ini selesai.

10. Ibu Yuliana, S. Pd., Kepala SD Negeri 3 Metro Pusat, serta dewan guru dan staf administrasi yang telah membantu peneliti selama penyusunan skripsi ini. 11. Ibu Diah Mardiati, S. Pd. SD., Guru Kelas IVB SD Negeri 3 Metro Pusat yang telah bersedia menjadi teman sejawat yang telah membimbing dan memberikan banyak masukan selama penelitian.


(18)

iii

dan Adi, terima kasih yang telah memberikan senyum, motivasi serta bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

14. Seluruh rekan-rekan mahasiswa PGSD angkatan 2011 kelas A dan B yang selalu menghadirkan semangat dan kebersamaan tak terlupakan selama ini. 15. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu yang telah

membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Namun, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan peningkatan dunia pendidikan khususnya ke-SD-an.

Metro, 24 September 2015

Peneliti

Nila Oktasari


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan pilar utama dalam pengembangan sumber daya manusia dan masyarakat suatu bangsa, karena pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang diperlukan setiap manusia sebagai dasar guna membuka jendela pengetahuan agar dapat mengembangkan kemampuan, bakat dan potensi yang dimiliki di dalam dirinya. Seiring dengan berkembangnya zaman yang semakin modern, maka persaingan dalam mencari kesejahteraan akan semakin terlihat. Saat ini pendidikan menjadi salah satu tuntutan wajib yang diterapkan di setiap negara.

Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi agar siswa memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Seiring berjalannya waktu, perkembangan pendidikan pun mengalami perubahan. Perubahan ini dilakukan guna memperbaiki proses pembelajaran agar terwujudnya tujuan pendidikan dan terciptanya SDM yang berkualitas dan berkompetensi untuk persaingan di masa depan yang semakin ketat.


(20)

Tujuan pendidikan salah satunya yaitu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru sebagai salah satu komponen penting sekolah harus memiliki kemampuan profesional yang memadai agar mampu mencapai tujuan pendidikan nasional. Guru tidak mungkin berarti apa-apa tanpa kehadiran siswa, karena objek utama adalah siswa. Pendidikan dasar memiliki peranan penting dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang.

Salah satu komponen pendidikan dasar adalah bidang-bidang pembelajaran diantaranya matematika. Pembelajaran matematika diberikan disetiap jenjang pendidikan, termasuk di sekolah dasar. Namun pada jenjang sekolah dasar, pelajaran matematika masih diberikan dalam bentuk yang dasar.

Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah khususnya pada mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja-sama. Kompetisi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.

Menurut Ruseffendi dalam Heruman (2008: 1) matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan.


(21)

Pemilihan model pembelajaran tersebut dalam pembelajaran matematika dapat mengaktifkan siswa serta menyadarkan siswa bahwa matematika tidak selalu membosankan. Guru hanya sebagai fasilitator untuk membentuk dan mengembangkan pengetahuan itu sendiri, bukan untuk memindahkan pengetahuan. Perlu diketahui bahwa sesuai atau tidaknya suatu pemilihan model pembelajaran pada tujuan pembelajarannya, kesesuaian dengan materi pembelajaran. Selain itu kompetensi dasar yang diharapkan, tingkat perkembangan siswa, kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran serta mengoptimalkan sumber-sumber belajar yang ada sebagai media pembelajaran.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 6 Juli 2015 dengan guru dan siswa kelas IV B di SD Negeri 03 Metro Pusat menunjukkan bahwa ternyata hasil belajar siswa kelas IV A pada mata pelajaran matematika masih rendah. Dari 20 siswa, hanya 8 siswa atau 40% yang sudah mencapai standar keberhasilan dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 67, sedangkan sisanya 12 siswa atau 60% belum mencapai standar keberhasilan.

Rendahnya hasil belajar matematika siswa tersebut disebabkan oleh (1) pada proses pembelajarannya guru masih terpaku pada buku pelajaran, guru hanya memberikan materi tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir tingkat tinggi, (2) pola pembelajaran bersifat guru-sentris (teacher centered), siswa kurang berani bertanya dan mengemukakan pendapat. Selain itu, siswa masih bergantung pada guru dalam menyelesaikan tugas, belum adanya berpikir mandiri dari siswa untuk memecahkan masalah, (3) siswa belum terlihat aktif dalam mengikuti pembelajaran, (4) matematika dianggap


(22)

sebagai pelajaran yang sulit, sebagian besar pola pembelajaran masih bersifat transmitif, memberikan konsep-konsep langsung pada siswa sehingga membuat siswa merasa bosan, kurang menarik, dan kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran (5) rendahnya motivasi belajar siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah, dan (6) hasil belajar siswa tidak memuaskan.

Solusi untuk menanggulangi permasalahan tersebut, diperlukan model pembelajaran yang cocok untuk melatih siswa berpikir tingkat tinggi, menumbuhkan berpikir mandiri, keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap terakhir, dan aplikasi metode pembelajaran ini membuat siswa senang dan menikmati proses belajarnya. Salah satu model yang mampu mengaktifkan dan dipandang dapat memfasilitasi siswa dalam pembelajaran adalah model cooperative learning tipe group investigation. Menurut Miftahul Huda (2011 ;124) menyatakan bahwa dalam group investigation siswa diberi kontrol dan pilihan penuh untuk merencanakan apa yang ingin dipelajari dan di investigasi. Pertama-tama siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil. Masing-masing kelompok diberi tugas atau proyek yang berbeda.

Trianto (2010: 56) model cooperative learning bernaung dalam teori konstruktivistik. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika siswa saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelmpok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.


(23)

Berkaitan dengan uraian di atas, untuk memperbaiki kualitas pembelajaran maka peneliti mengambil judul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV B di SD Negeri 03 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka diperoleh beberapa identifikasi masalah sebagai berikut.

1. Pada proses pembelajarannya guru masih terpaku pada buku pelajaran, guru hanya memberikan materi tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir tingkat tinggi.

2. Guru masih mendominasi proses pembelajaran sebagai sumber utama (teacher centered), siswa kurang diberi kesempatan untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugas karena siswa belum sepenuhnya diberi kepercayaan dalam berpikir mandiri.

3. Siswa belum terlihat aktif dalam mengikuti pelajaran.

4. Motivasi belajar matematika siswa kurang karena guru mendominasi proses pembelajaran. Hal tersebut menyebabkan siswa menjadi bosan dan beberapa siswa hanya diam tanpa berani bertanya.

5. Matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit, sebagian besar pola pembelajaran masih bersifat transmitif sehingga membuat siswa merasa bosan, kurang menarik, dan kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran.


(24)

6. Rendahnya persentase ketuntasan belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas IV B SD Negeri 03 Metro Pusat, yaitu dari 20 siswa dengan KKM 67, hanya 8 siswa atau 40% yang sudah mencapi standar keberhasilan, sedangkan sisanya 12 siswa atau 60% belum mencapai standar keberhasilan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe group investigation dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa dikelas IV B SD Negeri 03 Metro Pusat?

2. Bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa dikelas IV B SD Negeri 03 Metro Pusat?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka didapat tujuan penelitian sebagai berikut.

1. Meningkatnya motivasi belajar matematika siswa menggunakan model cooperative learning tipe group investigation dikelas IV B SD Negeri 03 Metro Pusat.

2. Meningkatnya hasil belajar matematika siswa menggunakan model cooperative learning tipe group investigation dikelas IV B SD Negeri 03 Metro Pusat.


(25)

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di kelas IV B SDNegeri 03 Metro Pusat diharapkan memiliki beberapa manfaat, antara lain bagi:

1. Siswa

Dapat meningkatkan partisipasi dan hasil belajar matematika siswa lebih bersemangat atau aktif dalam pembelajaran khususnya siswa kelas IV B SD Negeri 03 Metro Pusat melalui model cooperative learning tipe group investigation.

2. Guru

Dapat memperluas wawasan dan pengetahuan dengan menggunakan model cooperative learning tipe group investigation guna meningkatkan motivasi dan hasil belajar matematika siswa agar proses pembelajaran menjadi lebih efektif di kelas IV B SD Negeri 03 Metro Pusat.

3. Sekolah

Merupakan bahan masukan bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika dengan menggunakan model cooperative learning tipe group investigation.


(26)

4. Peneliti

Dapat meningkatkan pengetahuan serta wawasan peneliti dalam menerapkan model cooperative learning tipe group investigation, sehingga dapat menjadi guru yang profesional.


(27)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Model Cooperative Learning

1. Pengertian Model Cooperative Learning

Model pembelajaran dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pembelajaran memiliki banyak variasi, salah satunya yaitu model cooperative learning. Menurut Rusman (2012: 202) cooperative learning merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 5 orang.

Sejalan dengan pendapat Rusman, Slavin dalam Isjoni (2007: 15) cooperative learning adalah salah satu model pembelajaran di mana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok kecil yang berjumlah 4-5 orang secara kolaborasi sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Komalasari (2010: 62) menjelaskan bahwa cooperative learning adalah suatu kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dengan


(28)

mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, dan suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan mendapat penghargaan (reward) jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang disyaratkan. Dengan demikian setiap anggota kelompok akan mempunyai kebergantungan positif.

2. Karakteristik Model Cooperative Learning

Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik cooperative learning dikemukakan Slavin dalam Isjoni (2007: 21) yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil. Tiga konsep sentral tersebut adalah:

a. Penghargaan kelompok.

Model cooperative learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok dalam menciptakan hubungan antarpersonal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.

b. Pertanggungjawaban.

Keberhasilan kelompok bergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggung-jawaban secara individu juga menjadikan secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.

c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan.

Model cooperative learning menggunakan metode scoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Penggunaan metode scoring ini untuk setiap siswa yang berprestasi rendah, sedang atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik untuk kelompoknya.


(29)

bahwa cooperative learning memiliki 3 karakteristik, yaitu: penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil. Dengan adanya karakteristik ini, dapat dibedakan model cooperative learning dengan model pembelajaran lainnya.

3. Tipe-tipe Model Cooperative Learning

Trianto (2010: 67) menyatakan terdapat enam tipe dalam model cooperative learning, yaitu:

a. Student Teams Achievement Division (STAD), merupakan salah satu tipe dari model cooperative learning dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah tiap anggota 4-5 orang secara heterogen.

b. Jigsaw, merupakan tipe model cooperative learning yang terdiri dari kelompok pakar dan kelompok awal, di mana setiap kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari bagian akademik dari semua bahan akademik yang diberikan guru.

c. Group Investigation (GI) merupakan tipe model cooperative learning yang paling kompleks dan menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok karena siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan siswa.

d. Number Head Together (NHT), merupakan tipe model cooperative learning yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.

e. Team Games Tournament (TGT), model ini memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim siswa.

f. Think Pair Share (TPS) merupakan tipe model cooperative learning yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.

Sedangkan Isjoni (2007: 51) juga berpendapat, model cooperative learning ini terbagi menjadi beberapa jenis variasi tipe yang dapat diterapkan, yaitu di antaranya: 1) student team achievement division


(30)

exchange, 5) group resume.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa model cooperative learning memiliki beberapa tipe yang dapat digunakan untuk membantu proses pembelajaran. Tipe group investigation merupakan salah satu model alternatif yang dapat digunakan karena dapat meningkatkan kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan keterampilan proses kelompok antarsesama anggota kelompok sehingga siswa lebih menguasai materi ajar.

B. Cooperative Learning Tipe Group Investigation

1. Pengertian Group Investigation

Model cooperative learning merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang mempunyai banyak tipe yang bervariasi, salah satunya yaitu model cooperative learning tipe group investigation.. Menurut Slavin, (2005: 216) group investigation adalah perencanaan kooperatif siswa atas apa yang dituntut dari siswa. Anggota kelompok mengambil bagian dalam merencanakan berbagai dimensi dan tuntutan dari proyek anggota kelompok. Bersama anggota kelompok menentukan apa yang anggota kelompok ingin investigasikan sehubungan dengan upaya anggota kelompok untuk menyelesaikan masalah yang anggota kelompok hadapi. Sumber apa yang anggota kelompok butuhkan, siapa akan melakukan apa, dan bagaimana anggota kelompok akan melakukan proyek anggota kelompok yang sudah selesai ke hadapan kelas.


(31)

investigation merupakan salah satu tipe kompleks dalam pembelajaran kelompok yang mengharuskan siswa untuk menggunakan skill berpikir level tinggi. Sedangkan menurut Nurhadi, dkk. dalam Wena (2009: 196) mengungkapkan group investigation merupakan salah satu bentuk tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia.

Tipe group investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau inquiri, pengetahuan atau knowladge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group (Winaputra, 2008: 75). Penelitian ini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melalui proses saling berargumentasi.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa group investigation merupakan model pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa secara maksimal dalam kegiatan pembelajaran mulai dari merencanakan topik-topik yang akan dipelajari, bagaimana melaksanakan investigasinya, hingga melakukan presentasi kelompok dan evaluasi.


(32)

Pembelajaran kooperatif tipe group investigation memiliki 6 karakteristik menurut Kurniajati (http://kurniajati.wordpress.com) yaitu: a. Tujuan kognitif untuk menginformasikan akademik tinggi dan

keterampilan inkuiri.

b. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4 atau 5 siswa yang heterogen dan dapat dibentuk berdasarkan pertimbangan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. c. Siswa terlibat langsung sejak perencanaan pembelajaran (menentukan

topik dan cara investigasi) hingga akhir pembelajaran (penyajian laporan).

d. Diutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa.

e. Adanya sifat demokrasi dalam kooperatif (keputusan-keputusan yang dikembangkan atau diperkuat oleh pengalaman kelompok dalam konteks masalah yang diselidiki).

f. Guru dan murid memiliki status yang sama dalam mengatasi masalah dengan peranan yang berbeda.

Menurut Killen dalam Abdurrahman (2013: 152) ada beberapa ciri esensial investigasi kelompok sebagai pendekatan pembelajaran adalah:

a. Para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dan memiliki independensi terhadap guru.

b. Kegiatan siswa terfokus pada upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan.

c. Kegiatan belajar siswa akan selalu mempersyaratkan siswa untuk mengumpulkan sejumlah data, menganalisis, dan mencapai beberapa kesimpulan.

d. Siswa akan menggunakan pendekatan yang beragam di dalam belajar.

e. Hasil-hasil dari penelitian siswa dipertukarkan di antara seluruh siswa.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik group investigation adalah ciri-ciri atau sifat yang dimiliki oleh group investigation, yang terdiri dari: tujuan kognitif, adanya kelompok-kelompok/tim kecil, anggota kelompok terlibat langsung sejak perencanaan pembelajaran, adanya sifat demokrasi, guru dan murid memiliki status yang sama dalam mengatasi masalah dengan peran yang


(33)

group investigation dengan kelompok lainnya.

3. Langkah-langkah Group Investigation

Sharan dalam Trianto (2010: 80) mengemukakan langkah-langkah model group investigation sebagai berikut.

1. Memilih topik.

Siswa memilih subtopik khusus di dalam suatu masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota, tiap kelompok menjadi kelompok-kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis.

2. Perencanaan cooperative.

Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama.

3. Implementasi.

Siswa menerapkan rencana yang telah siswa kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan keterampilan yang luas. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.

4. Analisis dan sintesis.

Siswa menganalisis dan membuat sintesis informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas serta disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.

5. Persentasi hasil.

Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelisihan dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan siswa dan memperoleh perspektif yang luas pada topik ini. Presentasi dikoordinasikan oleh guru. 6. Evaluasi

Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kotribusi kelompok terhadap kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.


(34)

pembelajaran group investigation siswa bekerja melalui delapan langkah, yaitu:

1. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen. 2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang

harus dikerjakan.

3. Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk membagi materi tugas secara kooperatif dalam kelompoknya.

4. Masing-masing kelompok membahas materi tugas secara kooperatif dalam kelompoknya.

5. Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua kelompok atau salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya.

6. Kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasannya.

7. Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan konsep dan memberikan kesimpulan.

8. Evaluasi.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka peneliti mengacu pada pendapat Sharan dalam Trianto (2010: 80) langkah-langkah pada model cooperative learning tipe group investigation secara ringkas meliputi memilih topik, perencanaan kooperatif, implementasi, analisis dan sintesis, presentasi hasil final, dan evaluasi.

4. Kelebihan dan Kelemahan Group Investigation

Setiap model pembelajaran tentunya mempunyai kelebihan dan kelemahan, termasuk model cooperative learning tipe group investigation Menurut Setiawan (2006: 9) kelebihan dan kelemahan dari model cooperative learning tipe group investigation adalah:


(35)

rasa percaya diri siswa dapat lebih meningkat; dapat membantu siswa untuk merespon pendapat orang lain; dapat memberdayakan siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar; belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis dengan teman sendiri maupun guru; dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik; dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata; memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif dan aktif.

b. Kelemahan: Sulitnya memberikan penilaian secara personal apabila guru tidak jeli dalam pelaksanaannya; mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan waktu yang panjang. Menurut Susanto (2013: 13) sebagai berikut.

a. Kelebihan:

1) Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. 2) Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang

baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok.

3) Dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri.

4) Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

b. Kelemahan

1) Waktu yang dibutuhkan relatif lebih lama.

2) Bagi siswa yang tidak dapat bekerja sama pasti akan sangat sulit untuk mengerjakan materi yang diberikan karena metode ini membutuhkan kerja sama oleh setiap anggota.

Jadi kelebihan tipe group investigation menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Sedangkan kelemahan tipe group investigation yaitu sulit dalam memberikan penilaian secara personal dan diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif.


(36)

yang dimaksud dengan cooperative learning tipe group investigation pada penelitian ini adalah yang menekankan pada partisipasi siswa yang baik dalam berkomunikasi dan keterampilan proses kelompok antarsesama anggota kelompok. Dengan demikian siswa lebih menguasai materi ajar untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia dan melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri.

Adapun langkah dalam penerapan tipe group investigation peneliti cenderung memilih langkah-langkah menurut Trianto (2010: 80). Langkah-langkah group investigation adalah memilih topik, perencanaan cooperative, implementasi, analisis dan sintesis, persentasi hasil dan evaluasi.

C. Belajar

Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan (Hamalik, 2009: 29). Belajar merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara sadar untuk memperoleh keterampilan atau kompetensi tertentu melalui latihan dan interaksi dengan lingkungan. Di dalam proses belajar, belajar terjadi secara sengaja atau tidak sengaja. Seperti yang disampaikan oleh Suyono dan Hariyanto (2011: 3) belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan (knowledge), atau a body knowledge.


(37)

perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.

Rusman (2012: 134) menyatakan belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Belajar bukan hanya sekadar menghafal, melainkan suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang. Menurut Komalasari (2010: 2), belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama dan dengan syarat bahwa perubahan yang terjadi tidak disebabkan oleh adanya kematangan ataupun perubahan sementara karena suatu hal.

Menurut Trianto (2010: 37) bahwa belajar merupakan suatu proses di mana seorang guru membantu siswa menanamkan pengetahuan baru dengan konsep-konsep pengetahuan awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Pembelajaran konsep membuat siswa dapat memahami dan membedakan benda–benda, peristiwa atau kejadian yang ada dalam lingkungan sekitar.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa belajar adalah suatu proses di mana seorang guru membantu siswa menanamkan pengetahuan baru dengan konsep-konsep pengetahuan awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari.


(38)

didapatkan dari lingkungannya yang terjadi karena ada usaha dari diri setiap individu.

D. Motivasi

Kata “motif” diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi

mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata “motif” itu motivasi dapat

diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif (Sadirman, 2009: 73).

Menurut Sardiman (2010: 73) motivasi merupakan perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Menurut Hamalik (2011: 173) motivasi merupakan perubahan energi dalam diri atau pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai.

Menurut Mulyasa (2013: 112) motivasi merupakan tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Siswa akan bersungguh-sungguh karena memiliki motivasi yang tinggi.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa pengertian motivasi dalam belajar merupakan dorongan siswa dalam belajar. Kekuatan mental untuk melakukan


(39)

yang menjadi pencapaian tujuan tersebut.

1. Motivasi Belajar

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Faktor intrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.

Menurut Hanafiah (2010: 26) motivasi belajar merupakan kekuatan, daya pendorong atau alat pembangunan kesediaan dan keinginan yang kuat dari siswa untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif, inovatif dan menyenangkan dalam rangka perubahan perilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan menurut Uno (2010: 23) motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung.

Uno (2010: 25) menyatakan motivasi yang ada dalam diri siswa dapat berpengaruh terhadap proses belajar dan hasil pembelajaran dapat dilihat dalam motivasi belajar yang ditunjukkan oleh para siswa pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dalam hal; (1)


(40)

siswa.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa motivasi belajar merupakan suatu kekuatan atau dorongan baik dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa yang dapat merubah perilaku siswa dalam belajar. Dengan adanya perubahan perilaku pada diri siswa ke arah yang lebih baik dapat dijadikan bahwa siswa memiliki motivasi belajar.

2. Fungsi Motivasi Belajar

Motivasi merupakan salah satu aspek utama bagi keberhasilan dalam belajar. Motivasi dianggap penting dalam upaya belajar dan pembelajaran dilihat dari segi fungsi dan nilainya atau manfaatnya. Hamalik (2009: 108) mengemukakan 3 fungsi yaitu: (a) mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan, (b) motivasi berbagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan (c) motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang.

Sedangkan menurut Hanafiah (2010: 26) ada 4 fungsi motivasi yaitu sebagai berikut.

a. Motivasi merupakan alat pendorong terjadinya perilaku belajar siswa.

b. Motivasi merupakan alat untuk mempengaruhi prestasi belajar siswa.

c. Motivasi merupakan alat untuk memberikan semangat terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.

d. Motivasi merupakan alat untuk membangun pembelajaran lebih bermakna.


(41)

belajar akan menunjukkan hal yang baik. Dengan kata lain, dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan melahirkan prestasi yang baik.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa fungsi motivasi belajar yaitu, (a) mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan, (b) motivasi berbagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, (c) motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang.

3. Indikator dan Alat Ukur Motivasi a. Indikator Motivasi

Indikator adalah tanda dari tercapainya sesuatu. Untuk mengukur motivasi belajar, diperlukan indikator motivasi belajar, sehingga motivasi dapat diukur. Menurut Uno (2007: 23) indikator motivasi belajar adalah:

1) adanya hasrat dan keinginan berhasil,

2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, 3) adanya harapan dan cita-cita masa depan, 4) adanya penghargaan dalam belajar,

5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan 6) adanya lingkungan belajar yang kondusif.

Sejalan dengan pendapat di atas, kriteria atau indikator motivasi menurut Sadiman (2009: 34) adalah:

1) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama. Tidak pernah berhenti sebelum selesai). 2) Ulet menghadapi kesulitan (tidak mudah putus asa). 3) Menunjukkan minat.

4) Lebih senang bekerja sendiri.


(42)

7) Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu. 8) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Merdekawati (https://www.scribd.com) mengatakan indikator motivasi belajar adalah:

1) telah mempersiapkan peralatan belajar sebelum guru masuk ke kelas,

2) siswa bersemangat dalam melakukan tugas-tugas belajar, 3) mencatat materi pelajaran,

4) langsung mengerjakan ketika tugas diberikan, 5) aktif dalam proses pembelajaran, dan

6) tidak mengeluh saat mengerjakan soal.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka peneliti menggunakan indikator motivasi belajar yang dikemukakan oleh Merdekawati (https://www.scribd.com) yaitu: 1) telah mempersiapkan peralatan belajar sebelum guru masuk ke kelas, 2) siswa bersemangat dalam melakukan tugas-tugas belajar, 3) mencatat materi pelajaran, 4) langsung mengerjakan ketika tugas diberikan, 5) aktif dalam proses pembelajaran, dan 6) tidak mengeluh saat mengerjakan soal.

b. Alat Ukur Motivasi

Motivasi belajar dapat diukur dengan menggunakan beberapa instrumen. Menurut Hanafiah & Suhana (2010: 29) motivasi seseorang dapat diukur menggunakan: (1) tes tindakan, (2) kuesioner, (3) mengarang bebas untuk memahami informasi tentang visi dan aspirasinya, (4) tes prestasi, dan (5) skala untuk memahami informasi tentang sikapnya. Notoatmodjo (2010: 135) menyatakan ada beberapa


(43)

(3) observasi perilaku.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka peneliti mengukur motivasi belajar siswa menggunakan teknik observasi yaitu dengan cara mengamati perilaku siswa berdasarkan indikator motivasi belajar yaitu 1) telah mempersiapkan peralatan belajar sebelum guru masuk ke kelas, 2) siswa bersemangat dalam melakukan tugas-tugas belajar, 3) mencatat materi pelajaran, 4) langsung mengerjakan ketika tugas diberikan, 5) aktif dalam proses pembelajaran, dan 6) tidak mengeluh saat mengerjakan soal.

E.Hasil Belajar

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar siswa atau faktor lingkungan. Faktor dari dalam diri siswa terutama menyangkut kemampuan yang dimiliki siswa (Kosasih, 2007: 50).

Menurut Sanjaya (2014: 47) bahwa hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Sedangkan menurut Gagne dalam Suprijono (2013: 6) hasil belajar merupakan informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik dan sikap. Kunandar (2014: 255) menjelaskan bahwa hasil belajar akan menjadi optimal, kalau ada motivasi yang diberikan, maka akan berhasil pula pelajaran itu. Jadi, motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi siswa.


(44)

individu yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Perubahan perilaku tersebut diperoleh setelah siswa menyelesaikan program pembelajarannya melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar dan lingkungan belajar.

Selanjutnya, Bloom dalam Sudjana (2013: 22-23) menjelaskan bahwa hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Penjabaran ketiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai berikut.

1. Ranah kognitif yaitu memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, dan benda-benda yang dijumpai di rumah, di sekolah, dan tempat lainnya.

2. Ranah afektif yaitu memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, percaya diri dan santun.

a) Jujur adalah perilaku untuk menjadikan seseorang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

b) Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh terhadap peraturan.

c) Tanggung jawab adalah sikap seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai makhluk sosial, individu dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

d) Perduli adalah sikap seseorang dalam memberikan tanggapan terhadap suatu perbedaan.

e) Percaya diri adalah kondisi mental seseorang yang memberikan keyakinan kuat dalam bertindak.

3. Ranah psikomotor yaitu menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis dalam karya yang estetis, gerakan yang mencerminkan anak sehat dan tindakan yang mencerminkan anak yang beriman dan berakhlak mulia.

Berbeda halnya dengan Shimpson dalam Sukiman (2011: 73 – 74) yang mengemukakan jenjang hasil belajar psikomotor meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, gerakan pola penyesuaian, dan kreativitas.


(45)

hasil belajar yang diperoleh siswa setelah mengalami proses pembelajaran dengan perubahan perilaku secara keseluruhan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Adapun indikator pada ranah kognitif yaitu memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, pemahaman, penerapan, analis dan, sintesis. Indikator ranah afektif pada sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, santun dan peduli. Sedangkan, indikator hasil belajar pada ranah psikomotor adalah: 1) mengumpulkan data berdasarkan investigasi, 2) menyimpulkan berdasarkan diskusi yang dilakukan oleh siswa, 3) mengomunikasikan hasil diskusi dengan singkat dan jelas, dan 4) melaksanakan tugas yang diberikan guru dengan baik.

F. Matematika

1. Pengertian Matematika

Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dasar bukanlah hanya pelajaran yang menghimpun angka-angka tanpa makna. Dengan pembelajaran matematika, diharapkan siswa mampu bertindak dan bertanggung jawab dalam memecahkan masalah sehari-hari.

Menurut Ruseffendi dalam Heruman (2010: 1) matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan.

Menurut Sutawijaya dalam Aisyah (2007: 1-1) matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang disusun dalam suatu sistem


(46)

deduktif. Menurut Adjie (2006: 34) matematika adalah bahasa sebab matematika merupakan bahasa simbol yang berlaku secara universal (internasional) dan sangat padat makna dan pengertian.

Suriasumantri dalam Adjie (2006: 34) menyatakan bahwa matematika adalah salah satu alat berpikir, selain bahasa, logika, dan statistika. Selanjutnya, Hudoyo dalam Aisyah, dkk. (2007: 11) menyatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide, aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.

Sejalan dengan pendapat Suwangsih (2006: 3) bahwa matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Kemudian, pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran dalam struktur kognitif sehingga terbentuklah konsep-konsep matematika yang dimanipulasi melalui bahasa matematika atau notasi matematika yang bernilai universal.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang tersusun dari konsep-konsep yang memiliki pola dan urutan. Pola dan urutan ini diwujudkan dalam bahasa matematika atau notasi matematika dan bersifat universal. Konsep-konsep matematika tersebut diperoleh melalui proses berpikir yang sistematis.

2. Pembelajaran Matematika di SD

Pembelajaran matematika di sekolah dasar tentulah berbeda dengan pembelajaran matematika di sekolah menengah dan sekolah lanjut. Teori pembelajaran matematika di tingkat sekolah dasar diungkapkan


(47)

adanya reinvention (penemuan kembali) secara informal dalam pembelajaran di kelas dan harus menampakkan adanya keterkaitan antar-konsep. Hal ini bertujuan untuk memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.

Kebermaknaan ini dapat terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka yang berupa konsep matematika. Selain itu, penanaman konsep mengenai tujuan ilmu matematika menjadi poin penting untuk membangun kebermaknaan. Menurut Ollerton (2010: 25) penguasaan konsep ini diawali dengan penggunaan situasi-situasi yang berada di luar atau dari kehidupan sehari-hari siswa. Dengan demikian siswa mampu mengenali tujuan ilmu matematika di dalam dan di luar konteks kehidupan siswa.

Ciri-ciri pembelajaran matematika di SD menurut Suwangsih (2006: 25–26) sebagai berikut.

a. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral. Metode spiral ini melambangkan adanya keterkaitan antar- materi satu dengan yang lainnya. Topik sebelumnya dapat menjadi prasyarat untuk memahami topik berikutnya atau sebaliknya.

b. Pembelajaran matematika diajarkan secara bertahap. Materi pembelajaran matematika diajarkan secara bertahap yang dimulai dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih kompleks.

c. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif, sedangkan matematika merupakan ilmu deduktif. Namun, karena sesuai tahap perkembangan siswa maka pembelajaran matematika di SD digunakan pendekatan induktif.

d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi. e. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna. Konsep

matematika tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya siswalah yang harus mengonstruksi konsep tersebut.


(48)

bahwa dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar hendaknya merujuk pada pemberian pembelajaran yang bermakna melalui konstruksi konsep-konsep yang saling berkaitan hingga adanya reinvention (penemuan kembali). Penemuan ini bukan hal baru bagi individu yang telah mengetahui sebelumnya, namun bagi siswa penemuan tersebut merupakan sesuatu yang baru.

G. Hasil Penelitian yang Relevan

Berikut hasil penelitian yang relevan dengan penelitian tindakan kelas dalam skripsi ini.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Wayan Sulasti (2012) mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha dengan menerapkan model cooperative learning tipe group investigation untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran PKn siswa kelas IVB SDN 1 Sawan 2012/2013, membuktikan bahwa penerapan model cooperative learning tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Debi Apriyani (2014) mahasiswa Universitas Lampung dengan menerapkan model cooperative learning tipe group investigation untuk meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran tematik siswa kelas IVC SDN 11 Metro Pusat 2014/2015, membuktikan bahwa penerapan model cooperative


(49)

siswa pada pembelajaran tematik.

Mencermati dua penelitian di atas, terdapat hal yang relevan dengan penelitian yang dilakukan peneliti, yaitu dalam hal penggunaan model pembelajaran. Dua hal tersebut sama, yaitu model cooperative learning tipe group investigation untuk meningkatkan hasil belajar siswa di sekolah dasar. Sedangkan perbedaannya yaitu penerapan model cooperative learning tipe group investigation pada pembelajaran tematik, tempat, alokasi waktu, dan subjek penelitian.

H. Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini adalah input (kondisi awal), tindakan, dan output (kondisi akhir). Input dari penelitian ini adalah masalah-masalah yang ada pada saat proses pembelajaran berlangsung, motivasi belajar siswa rendah, hasil belajar siswa rendah pada pembelajaran matematika di kelas IVB SD Negeri 3 Metro Pusat yaitu guru masih terpaku pada buku pelajaran, guru hanya memberikan materi tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan awal siswa, dan guru kurang mengarahkan siswa untuk memahami sesuatu yang abstrak tanpa proses yang real dan berkaitan dengan konteks dunia nyata siswa sehingga proses pembelajaran membosankan, kurang menarik dan kurang komunikatif.


(50)

langkah yaitu 1) memilih topik, 2) perencanaan cooperative, 3) implementasi, 4) analisis dan sintesis, 5) persentasi hasil dan, 6) evaluasi. Hasil yang diharapkan melalui penerapan tipe group investigation dalam pembelajaran matematika adalah meningkatnya motivasi dan hasil belajar siswa yang mencakup domain kognitif, afektif, dan psikomotor sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Adapun indikator motivasi yaitu: 1) adanya hasrat dan keinginan berhasil, 2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, 3) adanya harapan dan cita-cita masa depan, 4) adanya penghargaan dalam belajar, 5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan 6) adanya lingkungan belajar yang kondusif. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat digambarkan dalam bagan kerangka pikir sebagai berikut.

INPUT PROSES OUTPUT

Gambar 2.1 Kerangka pikir Siswa belum aktif dalam

proses pembelajaran, berpusat pada guru. Guru belum menerapkan tipe group investigation sehingga motivasi dan hasil belajar siswa menjadi rendah.

Penerapan tipe group investigation

Meningkatnya motivasi dan hasil belajar siswa yang meliputi aspek afektif, kognitif, dan

psikomotor dengan mencapai KKM 66

Mimilih topik Perencanaan cooperative

Implementasi Analisis dan sintesis

Persentasi hasil Evaluasi


(51)

Berdasarkan kajian pustaka di atas dapat dirumuskan hipotesis

penelitian tindakan kelas sebagai berikut “Apabila dalam pembelajaran

matematika guru menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Group Investigation dengan langkah-langkah yang tepat, maka motivasi dan hasil belajar matematika siswa kelas IVB SD Negeri 3 Metro Pusat dapat meningkat”


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom action research. Wardhani (2007: 13) mengemukakan PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Menurut Agung (2012: 63) PTK merupakan jenis penelitian untuk menyelesaikan masalah pembelajaran di kelas secara cermat dan sistematis untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Selanjutnya Arikunto (2006: 58) PTK adalah penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu praktik pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan di dalam kelas melalui refleksi diri guna memperbaiki atau meningkatkan pembelajaran yang dilakukan oleh guru agar sesuai dengan apa yang diharapkan.

B. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus, di mana siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali, tetapi beberapa kali hingga tercapai tujuan


(53)

kegiatan pokok yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), refleksi (reflection), dan seterusnya sampai perbaikan dan peningkatan yang diharapkan tercapai (Wardhani, 2007: 24).

Berikut ini merupakan gambar alur siklus Penelitian Tindakan Kelas yang diadaptasi dari Wardhani (2007: 24).

Gambar 3.1 Alur siklus penelitian tindakan kelas

C. Setting Penelitian 1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 3 Metro Pusat terletak di Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro.

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan Pengamatan

Perencanaan Refleksi SIKLUS III Pengamatan


(54)

Penelitian ini dilaksanakan pada semester Ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015, dimulai dari bulan Juli 2015 sampai bulan November 2015. Kegiatan penelitian ini dimulai dari perencanaan sampai laporan hasil penelitian.

3. Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan secara kolaboratif dan partisipatif antara peneliti dan guru kelas IVB. Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IVB SD Negeri 3 Metro Pusat dengan Jumlah 22 siswa, yang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Nontes (observasi)

Teknik nontes (observasi) digunakan untuk mengetahui kinerja guru, motivasi siswa, hasil belajar afektif, dan hasil belajar psikomotor pada pembelajaran matematika melalui penerapan tipe group investigation. 2. Teknik Tes

Teknik tes digunakan untuk mendapatkan data yang bersifat kuantitatif (angka). Melalui tes ini akan diketahui hasil belajar kognitif dalam pembelajaran matematika melalui penerapan tipe group investigation.

E. Alat Pengumpulan Data

Instrumen atau alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut.


(55)

Kinerja Guru (IPKG). Instrumen ini digunakan untuk mengetahui aktivitas dan kinerja guru selama proses pembelajaran.

Tabel 3.1 Instrumen penilaian kinerja guru

No Aspek Yang Diamati Skor

I Pra Pembelajaran

1. Kesiapan ruang, alat, dan media pembelajaran 1 2 3 4 5 2. Memeriksa kesiapan siswa. 1 2 3 4 5

II Membuka Pelajaran

1. Melakukan apersepsi. 1 2 3 4 5

2. Menyampaikan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai dan rencana kegiatan.

1 2 3 4 5

III Kegiatan Inti Pembelajaran

A. Penguasaan materi pembelajaran

1. Menunjukkan penguasaan materi pembelajaran. 1 2 3 4 5 2. Mengaitkan materi dengan pengetahuan lain

yang relevan.

1 2 3 4 5 3. Menyampaikan materi sesuai dengan hirarki

belajar.

1 2 3 4 5 4. Mengaitkan materi dengan realitas kehidupan. 1 2 3 4 5 B. Penerapan model cooperative learning tipe group

investigation

1. Memilih topik, siswa memilih subtopik khusus dalam suatu masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru.

1 2 3 4 5

2. Perencanaan cooperative siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran.

1 2 3 4 5 3. Implementasi, siswa menerapkan rencana yang

telah siswa kembangkan.

1 2 3 4 5 4. Analisis dan Sintesis, siswa membuat sintesis

dari informasi yang diperoleh.

1 2 3 4 5 5. Persentasi hasil, kelompok siswa

mempresentasikan hasil dengan cara yang menarik kepada kelas.

1 2 3 4 5

6. Evaluasi, siswa dan guru mengevaluasi tiap kotribusi kelompok terhadap kelas sebagai suatu keseluruhan.

1 2 3 4 5 C. Pemanfaatan media pembelajaran/sumber belajar

1. Menunjukkan keterampilan dalam penggunaan media.

1 2 3 4 5 2. Menghasilkan pesan yang sangat menarik. 1 2 3 4 5


(56)

3. Menggunakan media secara efektif dan efisien. 1 2 3 4 5 4. Melibatkan siswa dalam pemanfaatan media. 1 2 3 4 5 D. Pembelajaran yang memicu dan memelihara

keterlibatan siswa

1. Menumbuhkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran.

1 2 3 4 5 2. Merespon positif partisipasi siswa. 1 2 3 4 5 3. Memfasilitasi terjadinya interaksi guru, siswa

dan sumber belajar.

1 2 3 4 5 4. Menunjukkan sikap terbuka terhadap respon

siswa.

1 2 3 4 5

IV Penutup

1. Melakukan refleksi pembelajaran dengan melibatkan siswa.

1 2 3 4 5 2. Menyusun rangkuman dengan melibatkan siswa. 1 2 3 4 5 3. Melaksanakan tindak lanjut. 1 2 3 4 5 Skor Total

Nilai Katagori

(Modifikasi dari Andayani, dkk., 2009 :73)

Keterangan:

5 = Sangat baik 2 = Kurang

4 = Baik 1 = Sangat kurang

3 = Cukup

Tabel 3.2 Rubrik penentuan skor IPKG

Skor Nilai Mutu Indikator

1 Sangat Kurang Tidak dilaksanakan oleh guru dan guru sangat tidak menguasai.

2 Kurang Baik Dilaksanakan dengan kurang baik oleh guru dan guru terlihat kurang menguasai.

3 Cukup Baik

Dilaksanakan dengan cukup baik oleh guru, guru melakukan sedikit kesalahan dan guru terlihat cukup menguasai.

4 Baik Dilaksanakan dengan baik oleh guru dan guru terlihat menguasai.

5 Sangat Baik Dilaksanakan dengan sangat baik oleh guru dan guru terlihat profesional.


(57)

Keterangan :

NK = Nilai kinerja yang dicari atau diharapkan R = Skor mentah yang diperoleh

SM = Skor maksimum 100 = Bilangan tetap Sumber: (Purwanto, 2009: 112)

Tabel 3.3 Katagori keberhasilan kinerja guru

No. Skor Interval Nilai Katagori

1. 5 81 – 100 A (Sangat Baik)

2. 4 61 – 80 B (Baik)

3. 3 41-60 C (Cukup)

4. 2 21-40 D (Kurang)

5 1 0-20 E (Sangat Kurang)

Sumber: (Purwanto, 2009: 7.8) 2. Motivasi Belajar Siswa

Tabel 3.4 Rubrik penilaian motivasi belajar siswa

Skor Nilai Mutu Indikator

1 Kurang Aktif Tidak dilaksanakan oleh siswa 2 Cukup Aktif

Dilaksanakan oleh siswa, siswa melakukan dengan banyak kesalahan, dan siswa terlihat cukup aktif

3 Aktif

Dilaksanakan oleh siswa, siswa melakukan dengan sedikit kesalahan, dan siswa terlihat aktif.

4 Sangat Aktif

Dilaksanakan oleh siswa, siswa melakukan dengan sangat baik, dan siswa terlihat sangat aktif


(58)

No Aspek Yang Diamati

Skor

1 2 3 4 5

1 Telah mempersiapkan peralatan belajar sebelum guru masuk ke kelas.

2 Siswa bersemangat dalam melakukan tugas-tugas belajar.

3 Mencatat materi pelajaran.

4 Langsung mengerjakan ketika tugas diberikan. 5 Aktif dalam proses pembelajaran.

6 Tidak mengeluh saat mengerjakan tugas.. Sumber: (Uno, 2010: 23)

Tabel 3.6 Kriteria penilaian

No. Skor Indikator

1. 5 Jika 5 indikator yang terlihat 2. 4 Jika 4 indikator yang terlihat 3. 3 Jika 3 indikator yang terlihat 4. 2 Jika 2 indikator yang terlihat 5. 1 Jika 1 indikator yang terlihat

a. Pemerolehan nilai individu motivasi belajar siswa

Keterangan:

N = Nilai yang dicari atau dikembangkan R = Skor yang diperoleh siswa

SM = Skor maksimum 100 = Bilangan tetap

(Modifikasi dari Purwanto, 2009: 102)

b. Persentase motivasi siswa secara klasikal digunakan rumus:


(59)

Siswa aktif % Keterangan

≥ 80 Sangat baik

60-79 Baik

40-59 Cukup baik

20-39 Kurang baik

<20 Pasif

(Adaptasi dari Aqib, dkk., 2009: 41) 3. Hasil Belajar Kognitif Siswa

Melalui soal tes formatif dapat diketahui peningkatan hasil belajar kognitif siswa dalam mata pembelajaran matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe group investigation.

Tabel 3.8 Kisi-kisi hasil belajar kognitif Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Pokok Bahasan

Indikator Ranah

Kognitif Nomor Butir Menghitung luas segi banyak sederhana, luas lingkaran, dan volume prisma segitiga.

1. Menghitung luas segi banyak yang merupakan gabungan dari dua bangun datar. sederhana. 2. Menghitung

sudut bangun ruang.

Bangun ruang

1) Menyatakan bangun ruang secara visual. 2) Melakukan

kegiatan menunjukkan bentuk bangun ruang melalui gambar secara teliti.

3) Melakukan kegiatan diskusi untuk membanding-kan bentuk bangun ruang dengan pantang menyerah. 4) Menjelaskan

cara menghitung luas macam-macam bentuk bangun ruang dengan teliti. 5) Menjelaskan

cara menghitung sudut macam-macam bentuk bangun ruang. C1 C1 C1 C2 C3 Isian: 1 Isian: 2 Isian: 3 Isian: 4 Isian: 5


(60)

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data afektif belajar siswa adalah sebagai berikut.

Tabel 3.9 Kisi-kisi hasil belajar afektif siswa Kriteria Baik

Sekali 4 Baik 3 Cukup 2 Kurang 1 A=Jujur Tindakan

selalu sesuai dengan ucapan Tindakan kadang-kadang sesuai dengan ucapan Tindakan kurang sesuai dengan ucapan Tindakan tidak sesuai dengan ucapan

B=Disiplin Mampu menjalankan aturan dengan kesadaran diri Mampu menjalankan aturan dengan pengarahan guru Kurang mampu menjalankan aturan Belum mampu menjalankan aturan C=Tanggung-jawab Tertib mengikuti instruksi dan selesai tepat waktu Tertib mengikuti instruksi dan selesai tidak tepat waktu Kurang tertib mengikuti instruksi dan selesai tidak tepat waktu Tidak tertib dan tidak menyelesai-kan tugas D=Santun Berbahasa

positif dan bersikap sopan Berbahasa positif dan bersikap kurang sopan Berbahasa negatif dan bersikap kurang sopan Berbahasa negatif dan bersikap tidak sopan E=Peduli Selalu

care/empati dengan lingkungan sekitar dan temannya Kurang care/empati dengan lingkungan sekitar dan temannya Kadang-kadang care/empati dengan lingkungan sekitar dan temannya Belum care/empati dengan lingkungan sekitar dan teman nya. Sumber: (Andayani, dkk., 2009: 73)

A. Pemerolehan nilai afektif siswa secara individu

Keterangan :

NA = Nilai afektif yang dicari atau diharapkan R = Skor mentah yang diperoleh siswa SM = Skor maksimum

100 = Bilangan tetap (Purwanto, 2009: 112)


(61)

No. Skor Interval Nilai Katagori

1. 4 76 – 100 A(Amat Baik)

2. 3 51 – 75 B (Baik)

3. 2 26 – 50 C (Cukup)

4. 1 01 – 25 E (Kurang)

Sumber: (Modifikasi dari Aqib, dkk., 2009: 41) B. Pemerolehan nilai afektif siswa secara klasikal

Nilai hasil belajar afektif siswa

Jumlah siswa berkategori minimal “Baik”

X 100% Jumlah seluruh siswa

Sumber: (Modifikasi dari Aqib, dkk., 2009: 41)

Tabel 3.11 Persentasi hasil belajar afektif siswa secara klasikal

No. Siswa Baik (%) Katagori

1. 76 – 100 A(Amat Baik)

2. 51 – 75 B (Baik)

3. 26 – 50 C (Cukup)

4. 01 – 25 E (Kurang)

Sumber: (Modifikasi dari Aqib, dkk., 2009: 41) 5. Psikomotor Siswa

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data psikomotor belajar siswa adalah sebagai berikut.

Tabel 3.12 Kisi-kisi hasil belajar psikomotor siswa Kriteria Sangat

Terampil 4 Terampil 3 Cukup Terampil 2 Kurang Terampil 1 Mengumpulkan data berdasarkan investigasi Dilakukan oleh siswa, siswa melakukan dengan Dilakukan oleh siswa, siswa melakukan dengan sedikit Dilakukan oleh siswa, siswa melakukan dengan Tidak dilaksanakan oleh siwa


(62)

terampil terampil siswa terlihat terampil Menyimpulkan berdasarkan diskusi yang dilakukan oleh siswa Dilakukan oleh siswa, siswa melakukan dengan sempurna dan siswa sangat terampil Dilakukan oleh siswa, siswa melakukan dengan sedikit kesalahan dan siswa terlihat terampil Dilakukan oleh siswa, siswa melakukan dengan banyak kesalahan dan siswa terlihat terampil Tidak dilaksanakan oleh siwa Mengomunikasi kan hasil diskusi dengan sangat jelas Dilakukan oleh siswa, siswa melakukan dengan sempurna dan siswa sangat terampil Dilakukan oleh siswa, siswa melakukan dengan sedikit kesalahan dan siswa terlihat terampil Dilakukan oleh siswa, siswa melakukan dengan banyak kesalahan dan siswa terlihat terampil Tidak dilaksanakan oleh siwa Melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru dengan baik

Dilakukan oleh siswa, siswa melakukan dengan sempurna dan siswa sangat terampil Dilakukan oleh siswa, siswa melakukan dengan sedikit kesalahan dan siswa terlihat terampil Dilakukan oleh siswa, siswa melakukan dengan banyak kesalahan dan siswa terlihat terampil Tidak dilaksanakan oleh siwa

a. Menghitung hasil belajar psikomotor siswa secara individu NP =

Keterangan :

NP = Nilai psikomotor yang dicari atau diharapkan R = Skor mentah yang diperoleh siswa

SM = Skor maksimum 100 = Bilangan tetap (Purwanto, 2009: 112)

Tabel 3.13 Katagori psikomotor siswa secara individu

No. Nilai Katagori

1. 76 – 100 Sangat Terampil

2. 51 – 75 Terampil

3. 26 – 50 C ukup Terampil

4. 01 – 25 Kurang Terampil


(63)

Jumlah siswa berkatagori minimal “Terampil”

X 100%

Jumlah seluruh siswa

Sumber: (Modifikasi dari Aqib, dkk., 2009: 41)

Tabel 3.14 Persentase hasil belajar psikomotor siswa secara klasikal

No. Interval nilai Katagori 1. 76 – 100 Sangat Terampil

2. 51 – 75 Terampil

3. 26 – 50 C ukup Terampil

4. 01 – 25 Kurang Terampil

Sumber: (Modifikasi dari Aqib, dkk., 2009: 41) F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data secara kualitatif dan kuantitatif.

1. Data Kualitatif

Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang menunjukkan dinamika proses dengan memberikan pemaknaan secara kontekstual dan mendalam sesuai dengan permasalahan penelitian, yaitu data tentang motivasi belajar siswa dan kinerja guru, pola interaksi pembelajaran, melalui penerapan model cooperative learning tipe group investigation. Analisis dilakukan dengan cara memadukan data secara keseluruhan. Analisis dan pendeskripsian data non-tes ini bertujuan untuk mengungkapkan semua perilaku siswa dan perubahannya selama proses pembelajaran dari siklus I dan siklus II. Rumus penilaian dari kegiatan siswa dan kinerja guru di atas adalah sebagai berikut.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil tindakan dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab IV, dapat disimpulkan bahwa penerapan model cooperative learning tipe group investigation pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IVB SD Negeri 3 Metro Pusat.

1. Penggunaan model cooperative learning tipe group investigation pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IVB SDN 3 Metro Pusat dalam proses pembelajaran. Hal tersebut ditunjukkan dapat dilihat pada peningkatan persentase motivasi belajar siswa pada siklus I sebesar 54,55% nilai rata-rata 59,94 dengan katagori “Cukup Baik”. Pada siklus II sebesar 77,27% dengan nilai rata-rata 70,42 dengan katagori “Baik”. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan motivasi siswa siklus I ke siklus II sebesar 27,72%.

2. Penerapan model cooperative learning tipe group investigation pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IVB SD Negeri 3 Metro Pusat. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan persentase klasikal yaitu:

1) Hasil belajar kognitif pada siklus I dengan persentase ketuntasan hasil belajar kognitif siswa pada siklus I sebesar 63,64% dengan nilai rata-rata 68,18 dengan katagori “Sedang”. Pada siklus II sebesar


(2)

95,45% dengan nilai rata-rata 83,64 dengan katagori “Sangat Tinggi”. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kognitif siklus I ke siklus II sebesar 31,81%.

2) Persentase ketuntasan hasil belajar afektif siswa pada siklus I sebesar 45,45% dengan nilai rata-rata 61,17 dengan katagori “Cukup Baik”. Pada siklus II sebesar 81,82% dengan nilai rata-rata 72,06 dengan katagori “Sangat Baik”. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan afektif siklus I ke siklus II sebesar 36,37%.

3) Persentase ketuntasan hasil belajar psikomotor siswa pada siklus I sebesar 45,45% dengan nilai rata-rata 59,84 dengan katagori “Cukup Terampil”. Pada siklus II sebesar 77,27% dengan nilai rata-rata 70,53 dengan katagori “Terampil”. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan psikomotor siklus I ke siklus II sebesar 31,82%.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa yang perlu diperhatikan dalam menerapkan model cooperative learning tipe group investigation pada pembelajaran matematika agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Beberapa saran ditujukan antara lain:

1. Bagi Siswa

Siswa diharapkan mempersiapkan materi terlebih dahulu sebelum materi disampaikan oleh guru. Siswa harus berpartisipasi aktif dalam kegiatan diskusi, sebab diskusi dapat membantu siswa lebih mudah dalam memecahkan suatu permasalahan dalam pelajaran. Siswa harus berani


(3)

dalam menyampaikan ide atau gagasan dan pertanyaan kepada teman maupun guru.

2. Bagi Guru

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pelaksanaan penerapan model cooperative learning tipe group investigation, yaitu guru perlu mempersiapkan perangkat pembelajaran. Secara khusus penerapan model cooperative learning tipe group investigation perlu dilaksanakan beberapa hal, di antaranya yaitu: perlu bimbingan kepada siswa untuk dapat mengajukan permasalahan (soal) dan penyelesaian soal yang telah dibuat agar siswa lebih mudah mengerti.

3. Bagi Sekolah

Diharapkan agar sekolah dapat mengembangkan model cooperative learning tipe group investigation sebagai inovasi dalam pembelajaran dan dapat diterapkan oleh guru-guru pada semua mata pelajaran sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran.

4. Bagi Peneliti

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan bagi peneliti berikutnya dapat mengembangkan dan menerapkan model cooperative learning tipe group investigation dalam pembelajaran dengan materi yang berbeda. Selain itu model cooperative learning tipe group investigation dapat diterapkan melalui kolaborasi dengan pendekatan, strategi, dan model pembelajaran lain sesuai dengan kebutuhan siswa.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2013. Inovasi Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta.

Abdurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Alfabeta: Bandung

Adjie. Nahrowi & Maulana. 2006. Pemecahan Masalah Matematika. UPI PRESS. Bandung.

Agung, Iskandar. 2012. Panduan Penelitian Tindakan Kelas Bagi Guru. Bentari Buana Murni. Jakarta.

Aisyah, Nyimas, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas Jakarta.

Andayani, 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Univeritas Terbuka. Jakarta.

Aqib, Zainal, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru SD, SLB & TK. YramaWidya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta.

Djamarah, Syaiful Bahri & Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta.

Hanafiah, Nanang & Cucu, Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung.

Heruman. 2010. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Isu-isu Metodis dan Paradigmatis. Pustaka Belajar. Yogyakarta

Isjoni. 2007. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Alfabeta. Bandung.


(5)

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual. Refika Aditama. Bandung. Kosasih, A & Angkowo. 2007. Optomalisasi Media Pembelajaran.Grasindo.

Jakarta.

Kunandar. 2013. Penilaian Autentik. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kurniajati.2012. http://kurniajati.wordpress.com/2012/12/30/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-group-investigation-gi/DiaksesSenin, 22Desember 2014 @ 11.15 WIB

Merdekawati. http://www.scribd.com/indikator-motivasi/Diakses Senin, 22 Desember 2014 @ 20.00 WIB

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Rosdakarya. Bandung.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Ollerton, Mike. 2010. Panduan Guru Mengajar Matematika. Terjemahan Bob

Sabran dari Mathematics Teacher’s Handbook. Erlangga. Jakarta.

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Purwanto, Ngalim. 2009. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Rosda. Bandung.

Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Raja Grafindo Persada. Jakarta Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Lerning itu Perlu.

Ghalia Indonesia. Bogor.

Sadirman, Arif S, dkk. 2009. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Sanjaya Wina. 2014. Media Komunikasi Pembelajaran. Kencana Prenadamedia

Group. Jakarta.

Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindopersada. Jakarta.

Setiawan. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Investigasi. Depdinas PPPG Matematika. Yogyakarta.


(6)

Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning. Nusa Media. Bandung.

Sudjana, Nana. 2013. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sukiman, 2011. Pengembangan Sistem Evaluasi. Insan Madani. Yogyakarta. Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.

Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Suwangsih, Erna dan Tiurlina. 2006. Model Pembelajaran Matematika. UPI PRESS. Bandung.

Suyono & Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Tim Penyusun Permendiknas UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sinar Grafika. Jakarta.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana: Surabaya.

Uno, Hamzah B. 2010. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Bumi Aksara. Jakarta.

Wardhani. IGAK. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka. Jakarta. Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatiof Kontemporer. Bumi Aksara.

Jakarta.

Winataputra, Udin S, dkk. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Universitas Terbuka. Jakarta.


Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS IVA SD NEGERI 10 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 5 61

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE SCRAMBLE DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS IVB SD NEGERI 8 METRO BARAT TP. 2012/2013

0 7 62

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE EXAMPLE NON-EXAMPLE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IVB SD NEGERI 01 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 8 142

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE PICTURE AND PICTURE UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IVB SD N 8 METRO TIMUR TP. 2013/2014

1 16 238

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MELALUI TEMA CITA-CITAKU SISWA KELAS IVB SD NEGERI 05 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 4 88

JUDUL INDONESIA: PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MELALUI TEMA CITA-CITAKU SISWA KELAS IVB SD NEGERI 05 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 7 87

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 4 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1 9 101

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IVC SD NEGERI 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 3 65

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS VB SD NEGERI 04 METRO BARAT

1 7 75

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE COURSE REVIEW HORAY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS V B SD NEGERI 10 METRO PUSAT

0 7 78