Perilaku Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam di Lingkungan Kampus Universitas Sumatera Utara Tahun 2010

(1)

PERILAKU PENJUAL MAKANAN YANG MENGGUNAKAN PLASTIK DAN STYROFOAM DI LINGKUNGAN KAMPUS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 051000015

DODI LASHON SIMANJUNTAK

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PERILAKU PENJUAL MAKANAN YANG MENGGUNAKAN PLASTIK DAN STYROFOAM DI LINGKUNGAN KAMPUS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 051000015

DODI LASHON SIMANJUNTAK

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul:

PERILAKU PENJUAL MAKANAN YANG MENGGUNAKAN PLASTIK DAN STYROFOAM DI LINGKUNGAN KAMPUS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh: NIM : 051000015

DODI LASHON SIMANJUNTAK

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 06 Juli 2010, dan Dinyatakan Telah

Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes

NIP : 19620529 198903 2 001 NIP : 130231537

Prof.dr.David H Simanjuntak

Penguji II Penguji III

Dr.Ir.Albiner Siagian, Msi

NIP : 19670613 199303 1 004 NIP : 19690524 199303 1 001

Ferry, SH, S.Si, AMG, DC.Nutri, MKes Medan, Juli 2010

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

NIP : 19531018 198203 2 001 Dr. Ria Masniari Lubis, MSi


(4)

ABSTRAK

Plastik kresek merupakan kemasan makanan yang sangat populer dan menjadi pilihan favorit penjual makanan. Begitu juga dengan styrofoam, sifatnya yang praktis, enak dipandang, murah dan anti bocor, seolah membutakan masyarakat akan dampak dari kedua pembungkus makanan ini. Plastik kresek dan styrofoam mengandung bahaya bagi kesehatan dan hal ini tertuang dalam peringatan publik maupun keterangan pers Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggambarkan pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan yang menggunakan plastik dan styrofoam sebagai bahan pembungkus makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara (USU) dan Sekitarnya. Populasi penelitian adalah semua penjual makanan yang menjual makanan siap santap yang panas dan berminyak dan mengemasnya dengan plastik dan styrofoam.

Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pengetahuan penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam yang berkategori baik hanya ada 11 penjual makanan (23,4%), sikap penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam dalam kategori baik yaitu sebanyak 29 penjual makanan (61,7%) dan tindakan penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam yang berkategori baik hanya ada 9 penjual makanan (19,1%). Alasan penggunaan plastik dan styrofoam oleh penjual makanan terbanyak adalah karena sifatnya yang praktis yaitu sebanyak 18 penjual makanan (38,3%).

Belum tercapainya pengetahuan dan tindakan penjual makanan yang baik mengenai plastik dan styrofoam membuat penulis menyarankan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan agar melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap penjual makanan yang menggunakan plastik kresek dan styrofoam sebagai pembungkus primer makanan karena informasi itu berkaitan dengan pengetahuan dan tindakan penjual makanan dalam penggunaan plastik kresek dan styrofoam.


(5)

ABSTRACT

Kresek plastic is a very popular food packaging and became the favorite choice of food sellers. So also with styrofoam, it's practical, pleasing to the eye, cheap and anti-leak, made the people blind to the impact of these two food wrappers. Kresek plastic and styrofoam contain health hazard and it was stipulated in the public warning as well as a press statement by Drug and Food Control Agency of the Republic of Indonesia.

This research was a descriptive research which describe the knowledge, attitude and action of food sellers that use plastic and styrofoam as food packaging materials On-Campus University of North Sumatra and surrounding areas. The population from this research are all food sellers who sell a hot ready anf greasy food to eat and package in plastic and styrofoam.

The result of research has shown that the seller's knowledge of plastics and styrofoam incategorized good seller there were only 11 food sellers (23,4%), the sellers attitude about plastic and styrofoam in good categories as many as 29 food sellers (61.7%) and the actions of food sellers incategorized good sellers about plastic and styrofoam there were only 9 food sellers (19.1%). The most reason for using plastic and styrofoam by food sellers were because of it's practical as many as 18 food sellers (38.3%).

Good knowledge and good action about plastic and styrofoam has not achieved by food sellers, and it's make the authors recommend to the Drug and Food Control Agency in Medan for supervising, monitoring and periodic evaluation of food sellers that use plastic and styrofoam as a primary food wrappers, because the information was related to knowledge and action in the use of plastic kresek so also styrofoam by food sellers.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Dodi Lashon Simanjuntak Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 13 Mei 1987 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jln. Karya III Gg.Mulia No.97 Helvetia - Medan

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. TK Markus Medan : 1992 - 1993

2. SD Sw.St.Thomas 2 Medan : 1993 - 1999 3. SLTP Sw.St.Thomas 1 Medan : 1999 - 2002

4. SMA Negeri 4 Medan : 2002 - 2005


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Perilaku Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam di Lingkungan Kampus Universitas Sumatera Utara Tahun 2010”.

Selama proses penyusunan skripsi ini, telah banyak bantuan, nasehat dan bimbingan yang penulis terima demi kelancaran proses pendidikan di Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya skripsi ini, perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Drs. Abdul Djalil Amri Arma, Mkes selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan petunjuk kepada penulis.

3. Dra. Jumirah, Apt, Mkes selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeritas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, Mkes selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan pikiran, petunjuk, saran dan bimbingan pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Prof.dr.David H Simanjuntak selaku Dosen Pembimbing II dan Dosen Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan pikiran, petunjuk, saran dan bimbingan pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.


(8)

6. Dr.Ir.Albiner Siagian, MSi selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran serta masukan pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Ferry, SH, SSi, AMG, DC.Nutri, Mkes selaku Dosen Penguji III yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran serta masukan pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

8. Marihot Samosir, ST yang telah memberi masukan, motivasi, waktu dan bantuan dalam urusan administrasi.

9. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan seluruh Staf pegawai di lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Dosen Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat.

10. Orang tua penulis, P.Simanjuntak dan D.Hutauruk yang telah memberikan segenap kasih sayang, cinta, perhatian dan Doa yang tulus terhadap penulis. Tuhan Memberkati.

11.Abang dan Kakak penulis, Dr.Ir.Albiner Siagian, Msi dan Rismaulina Simanjuntak, SKM yang telah memberikan waktu, semangat dan dukungan terhadap penulis. Tuhan Memberkati.

12.Adik-adik penulis, Damai Indah Jelita Simanjuntak dan Agung Karunia Simanjuntak yang telah memberikan dukungan, semangat serta hiburan terhadap penulis. Tuhan Memberkati.

13.Sahabat terbaik dan teman spesial penulis, Chi Izhar yang telah meluangkan waktu dan memberikan semangat serta dukungan kepada penulis.


(9)

14.Teman-teman di Fakultas Kesehatan Masyarakat: Ade Saputra Nasution, SKM, Magdalena Cory, SKM, Elisabet Purba, SKM, teman-teman stambuk 2005 dan teman-teman peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat.

15.Teman-teman NHKBP Melati, Sandra Sintauli, SS, Ondi Tarnama, AMD, Bg.Joseph Sitompul, SP, Bg.Maruli Siregar dan teman-teman NHKBP lainnya. 16.Keluarga dan teman-teman dan pihak lain yang tidak disebutkan satu persatu,

penulis ucapkan banyak terima kasih.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan dan bagi siapa saja yang membacanya, setidaknya bagi penulis sendiri dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, 06 Juli 2010

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Riwayat Hidup Penulis ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Makanan ... 6

2.2. Kemasan Makanan ... 7

2.3. Kemasan Plastik ... 9

2.3.1. Jenis dan Sifat Fisiko Kimia Plastik ... 9

2.3.2. Pemilihan Kemasan Plastik Untuk Makanan ... 13

2.3.3. Dampak dan Bahaya Plastik Terhadap Kesehatan ... 16

2.4. Kemasan Styrofoam ... 18

2.4.1. Dampak dan Bahaya Styrofoam Terhadap Kesehatan ... 18

2.5. Kesehatan ... 20

2.6. Perilaku ... 21

2.6.1. Defenisi Perilaku ... 21

2.6.2. Pengetahuan ... 23

2.6.3. Sikap ... 25

2.6.4. Tindakan atau Praktik ... 27

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis Penelitian ... 30

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 30

3.3. Populasi dan Sampel ... 31

3.3.1. Populasi ... 31

3.3.2. Sampel ... 32

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel ... 32

3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 33


(11)

3.4.2. Pengumpulan Data ... 33

3.5. Defenisi Operasional ... 33

3.6. Aspek Pengukuran ... 34

3.6.1. Pengetahuan ... 34

3.6.2. Sikap ... 35

3.6.3. Tindakan ... 36

3.7. Analisa Data ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 38

4.1. Karakteristik Responden ... 38

4.2. Pengetahuan Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 39

4.3. Sikap Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam .. 41

4.4. Tindakan Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 42

4.5. Keterkaitan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden ... 44

4.5.1. Keterkaitan Pengetahuan dengan Sikap Responden ... 44

4.5.2. Keterkaitan Sikap dengan Tindakan Responden ... 44

4.5.3. Keterkaitan Pengetahuan dengan Tindakan Responden.. 45

BAB V PEMBAHASAN ... 47

5.1. Karakteristik Penjual Makanan ... 47

5.2. Pengetahuan Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 48

5.3. Sikap Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 49

5.4. Tindakan Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 50

5.5. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 52

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

6.1. Kesimpulan ... 55

6.2. Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Kuesioner Penelitian 2. Output Data Set SPSS

3. Keterangan Pers Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI No.KH.00.02.1.55.2888 Tentang Styrofoam dan Hasil Ujinya

4. Peringatan Publik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI No.KH.00.02.1.55.2890 Tentang Plastik “Kresek”

5. Permohonan Izin Penelitian FKM USU 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Yang Menggunakan Plastik

dan Styrofoam di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 38 Tabel 4.2. Gambaran Pengetahuan Responden Yang Menggunakan Plastik

dan Styrofoam di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 39 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Mengenai

Plastik dan Styrofoam ... 40 Tabel 4.4. Gambaran Sikap Responden Yang Menggunakan Plastik

dan Styrofoam di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 41 Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Mengenai Plastik

dan Styrofoam ... 42 Tabel 4.6. Gambaran Tindakan Responden Yang Menggunakan Plastik

dan Styrofoam di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 42 Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Mengenai Plastik

dan Styrofoam ... 43 Tabel 4.8. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Alasan Penggunaan

Plastik dan Styrofoam ... 43 Tabel 4.9. Distribusi Keterkaitan antara Pengetahuan dengan Sikap Responden

Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 44 Tabel 4.10. Distribusi Keterkaitan antara Sikap dengan Tindakan Responden

Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 45 Tabel 4.11. Distribusi Keterkaitan antara Pengetahuan dengan Tindakan

Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 45


(13)

ABSTRAK

Plastik kresek merupakan kemasan makanan yang sangat populer dan menjadi pilihan favorit penjual makanan. Begitu juga dengan styrofoam, sifatnya yang praktis, enak dipandang, murah dan anti bocor, seolah membutakan masyarakat akan dampak dari kedua pembungkus makanan ini. Plastik kresek dan styrofoam mengandung bahaya bagi kesehatan dan hal ini tertuang dalam peringatan publik maupun keterangan pers Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggambarkan pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan yang menggunakan plastik dan styrofoam sebagai bahan pembungkus makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara (USU) dan Sekitarnya. Populasi penelitian adalah semua penjual makanan yang menjual makanan siap santap yang panas dan berminyak dan mengemasnya dengan plastik dan styrofoam.

Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pengetahuan penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam yang berkategori baik hanya ada 11 penjual makanan (23,4%), sikap penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam dalam kategori baik yaitu sebanyak 29 penjual makanan (61,7%) dan tindakan penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam yang berkategori baik hanya ada 9 penjual makanan (19,1%). Alasan penggunaan plastik dan styrofoam oleh penjual makanan terbanyak adalah karena sifatnya yang praktis yaitu sebanyak 18 penjual makanan (38,3%).

Belum tercapainya pengetahuan dan tindakan penjual makanan yang baik mengenai plastik dan styrofoam membuat penulis menyarankan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan agar melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap penjual makanan yang menggunakan plastik kresek dan styrofoam sebagai pembungkus primer makanan karena informasi itu berkaitan dengan pengetahuan dan tindakan penjual makanan dalam penggunaan plastik kresek dan styrofoam.


(14)

ABSTRACT

Kresek plastic is a very popular food packaging and became the favorite choice of food sellers. So also with styrofoam, it's practical, pleasing to the eye, cheap and anti-leak, made the people blind to the impact of these two food wrappers. Kresek plastic and styrofoam contain health hazard and it was stipulated in the public warning as well as a press statement by Drug and Food Control Agency of the Republic of Indonesia.

This research was a descriptive research which describe the knowledge, attitude and action of food sellers that use plastic and styrofoam as food packaging materials On-Campus University of North Sumatra and surrounding areas. The population from this research are all food sellers who sell a hot ready anf greasy food to eat and package in plastic and styrofoam.

The result of research has shown that the seller's knowledge of plastics and styrofoam incategorized good seller there were only 11 food sellers (23,4%), the sellers attitude about plastic and styrofoam in good categories as many as 29 food sellers (61.7%) and the actions of food sellers incategorized good sellers about plastic and styrofoam there were only 9 food sellers (19.1%). The most reason for using plastic and styrofoam by food sellers were because of it's practical as many as 18 food sellers (38.3%).

Good knowledge and good action about plastic and styrofoam has not achieved by food sellers, and it's make the authors recommend to the Drug and Food Control Agency in Medan for supervising, monitoring and periodic evaluation of food sellers that use plastic and styrofoam as a primary food wrappers, because the information was related to knowledge and action in the use of plastic kresek so also styrofoam by food sellers.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Makanan merupakan kebutuhan dasar (pokok) yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik secara fisiologis, psikologis, sosial maupun antropologis. Pangan selalu terkait dengan upaya manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan kesehatannya di muka bumi (Seto, 2001).

Kesehatan merupakan salah satu komponen penting bagi kualitas hidup manusia. Agar dapat hidup dengan baik dan sehat, manusia memerlukan pangan yang harus dikonsumsinya setiap hari. Dalam hal ini, mutu pangan besar sekali peranannya (Winarno, 1993).

Dewasa ini pangan disajikan dalam berbagai bentuk dan variasi, salah satunya adalah makanan olahan siap saji. Pelaku usaha bisnis rumah makan atau lebih umum disebut dengan penjual makanan semakin menjamur dengan berbagai jenis menu dan aneka konsep rumah makan, demikian juga dengan penjual makanan jajanan pinggir jalan. Tidak sedikit penjual makanan yang menyediakan fasilitas bawa pulang (take away) untuk mempermudah konsumen dalam mengkonsumsi makanan, apabila konsumen berniat untuk menikmati makanan tersebut di tempat lain atau untuk diberikan kepada orang lain atau kerabat (Ayodya, 2007).

Fasilitas take away disebut juga take out di Amerika, dimana pada awalnya mengandung arti pembelian makanan di restoran fast food kemudian di konsumsi di tempat yang berbeda. Dengan tersedianya fasilitas bawa pulang makanan ini penjual


(16)

makanan dituntut untuk menyediakan kemasan/wadah pembungkus makanan dan minuman untuk dibawa pulang (Wikipedia, 2008).

Salah satu kemasan makanan yang paling banyak digunakan adalah kemasan makanan dari plastik seperti kantong plastik kresek berwarna, karena harganya murah, praktis dan mudah didapat. Tetapi sayangnya kemasan plastik dan kantong plastik kresek ternyata tidak selalu aman, bahkan berbahaya bagi kesehatan (Anonimous, 2009).

Sebagai lembaga yang bertanggung jawab, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan pernyataan yang cukup mengejutkan mengenai plastik kresek. BPOM meminta masyarakat dan konsumen agar berhati-hati dan tidak menggunakan kantong plastik kresek berwarna sebagai bahan pengemas primer pada makanan. Pernyataan BPOM tentang perlunya berhati-hati dalam menggunakan kantong kresek berwarna (terutama hitam), umumnya disebabkan oleh proses daur ulang yang menyertainya, seperti peruntukan dan riwayat penggunaan plastik sebelumnya yang tidak diketahui secara pasti. Ada kemungkinan plastik tersebut adalah bekas wadah pestisida, limbah logam berat, maupun bahan berbahaya dan beracun lainnya. Di samping itu, BPOM juga mengeluarkan pernyataan mengenai perluya mewaspadai penggunaan kemasan styrofoam dalam kondisi tertentu untuk mewadahi makanan (BPOM, 2009).

Styrofoam yaitu kemasan yang umumnya berwarna putih dan kaku yang sering digunakan sebagai kotak pembungkus makanan. Tadinya bahan ini dipakai untuk pengaman barang non-makanan seperti barang-barang elektronik agar tahan benturan ringan, namun pada saat ini seringkali dipakai sebagai kotak pembungkus


(17)

makanan. Kegunaannya yang mudah, praktis, enak dipandang, murah, anti bocor, tahan terhadap suhu panas dan dingin seolah membutakan masyarakat akan dampak dan efek bagi lingkungan serta kesehatan tubuh manusia (Khomsan, 2003).

Pada Juli 2001, Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa residu styrofoam yang tercampur dalam makanan sangatlah berbahaya. Residu tersebut dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan (Anonimous, 2001).

Berdasarkan penelitian Lanita tahun 2006, serta menurut Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Jakarta pada tahun 2005 (BBPOM), diungkapkan bahwa zat zat pengawet mayat (formalin) juga ditemukan pada plastik pengemas makanan dan styrofoam. Pengemas berbahan dasar resin atau plastik rata-rata mengandung 5 ppm formalin. Formalin pada plastik atau styrofoam merupakan senyawa-senyawa yang secara inheren terkandung dalam bahan dasar resin atau plastik. Zat racun tersebut baru akan luruh ke dalam makanan akibat kondisi panas. Oleh karena itu, makanan yang masih panas jangan langsung dimasukkan ke dalam plastik atau kotak styrofoam. Hidangan panas yang akan disajikan ke dalam kotak styrofoam sebaiknya didinginkan dahulu dan diberi alas daun, jangan diberi alas yang terbuat dari plastik (Anonimous, 2006).

Dari banyaknya dampak dan bahaya kemasan plastik dan styrofoam terhadap kesehatan, yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku penjual makanan itu sendiri, karena sebagian konsumen mungkin tidak mengetahui dampak dan bahaya kemasan plastik dan styrofoam terhadap kesehatan. Perilaku penggunaan plastik dan styrofoam


(18)

oleh penjual makanan sangat menentukan besarnya penggunaan plastik dan styrofoam di masyarakat serta dampak yang akan ditimbulkannya terhadap kesehatan. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan terhadap penggunaan plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas makanan di Universitas Sumatera Utara dan sekitarnya.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa penjual makanan yang menggunakan plastik dan styrofoam di USU dan sekitarnya pada tanggal 13 Maret 2010, perilaku penggunaan plastik dan styrofoam pada penjual makanan lebih didasari pada alasan trend dan kepraktisan (kemudahan) untuk digunakan sebagai pembungkus makanan dibanding dengan daun atau kertas.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan bahaya plastik dan styrofoam tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan dalam penggunaan plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas makanan.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perilaku penjual makanan yang menggunakan plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas makanan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui alasan penggunaan pembungkus makanan oleh penjual makanan.


(19)

2. Untuk mengetahui keterkaitan antara pengetahuan dengan sikap penjual makanan terhadap penggunaan plastik kresek dan styrofoam.

3. Untuk mengetahui keterkaitan antara sikap dan tindakan penjual makanan terhadap penggunaan plastik kresek dan styrofoam.

4. Untuk mengetahui keterkaitan antara pengetahuan dan tindakan penjual makanan terhadap penggunaan plastik kresek dan styrofoam.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberi masukan bagi Departemen Kesehatan dan BPOM untuk lebih memperhatikan penggunaan plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas makanan.

2. Sebagai bahan masukan atau petunjuk bagi penjual makanan dalam penggunaan plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas makanan, contoh: sosialisasi informasi mengenai plastik dan styrofoam yang diperoleh dari BPOM.

3. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam memilih bahan pengemas makanan, contoh: informasi bagi keluarga atau kerabat.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan

Makanan adalah hasil dari proses pengolahan suatu bahan pangan yang dapat diperoleh dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan adanya teknologi (Moertjipto, 1993). Makanan dalam ilmu kesehatan adalah setiap substrat yang dapat dipergunakan untuk proses di dalam tubuh. Terutama untuk membangun dan memperoleh tenaga bagi kesehatan sel tubuh (Irianto, 2004).

Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu (Saparinto dan Hidayati, 2006):

1. Makanan segar, yaitu makanan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung (bahan baku pengolahan pangan), contoh: pisang dan lain-lain.

2. Makanan olahan, yaitu makanan hasil proses pengolahan dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Makanan olahan bisa dibedakan lagi menjadi makanan olahan siap saji dan tidak siap saji.

a. Makanan olahan siap saji adalah makanan yang sudah diolah dan siap disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan, contoh: pisang goreng dan lain-lain.

b. Makanan olahan tidak siap saji adalah makanan yang sudah mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan atau diminum, contoh: makanan kaleng dan lain-lain.


(21)

3. Makanan olahan tertentu

Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan, contoh: susu rendah lemak untuk orang yang menjalani diet lemak dan lain-lain.

Penanganan makanan yang tidak tepat dapat menyebabkan penyakit yang disebut foodborne disease, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun atau organisme patogen. Bahan/senyawa kimia beracun bisa berasal dari makanan itu sendiri maupun dari luar makanan seperti kemasannya. Ketika masuk ke dalam tubuh manusia zat kimia akan menimbulkan efek yang berbeda-beda, tergantung jenis dan jumlahnya. Penggunaan bahan pengemas makanan yang dilarang dapat menyebabkan penyakit kanker, tumor dan gangguan saraf (Yuliarti, 2007).

2.2. Kemasan Makanan

Kemasan makanan merupakan suatu bahan untuk mempermudah pengangkutan, pemasaran dan pendistribusian makanan. Kemasan makanan harus memperhatikan fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi (Suyitno, 1990).

Kemasan makanan yang paling sering digunakan untuk membungkus makanan adalah kertas, plastik dan styrofoam yang memiliki keunggulan masing-masing. Namun di balik keunggulannya, ternyata tersimpan bahaya terselubung bagi kesehatan, terutama plastik dan styrofoam. Kemasan ini perlu diwaspadai penggunaannya, terlebih dalam bisnis makanan, karena tidak sedikit penjual makanan


(22)

yang tidak mengetahui penggunaannya secara tepat dan resiko yang ditimbulkan bagi kesehatan (Koswara, 2006).

Menurut Buckle (1987), ada resiko-resiko tertentu sehubungan dengan bahan-bahan pengemas, proses dan juga pendistribusian makanan yang telah dikemas. Selain bahaya mikroorganisme yang kemungkinan terdapat pada bahan pengemas makanan, resiko lain yang mungkin muncul adalah masuknya komponen beracun yang berasal dari bahan pengemas ke dalam bahan makanan, seperti bahan-bahan kimia dan bau yang berasal dari bahan pengemas tersebut.

Mutu dan keamanan makanan yang dikemas sangat tergantung dari mutu kemasan yang digunakan, baik kemasan primer, sekunder maupun tertier. Oleh karena itu diperlukan adanya peraturan-peraturan mengenai kemasan makanan, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen (Suyitno, 1990).

Menurut UU RI No.7 Tentang Pangan Tahun 1996, Pasal 16 ayat (1) “Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan atau yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia” dan ayat (3) “Pemerintah menetapkan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan tata cara pengemasan pangan tertentu yang diperdagangkan” dan menurut Peringatan Publik BPOM Nomor: KH.00.02.1.55.2890 Tahun 2009 tentang “Plastik Kresek” dan Keterangan Pers BPOM Nomor: KH.00.02.1.55.2888 Tahun 2009 tentang “Kemasan Makanan Styrofoam” (lampiran) ditambah dengan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan terhadap bahaya palstik dan styrofoam, semakin


(23)

memperjelas bahwa kemasan makanan plastik kresek dan styrofoam perlu diwaspadai penggunaannya.

2.3. Kemasan Plastik

Plastik merupakan kemasan makanan yang sangat populer dan menjadi pilihan favorit penjual makanan. Tidak sedikit penjual makanan yang menggunakan plastik sebagai pengemas makanan, namun tidak sedikit juga penjual makanan yang khawatir akan dampak penggunaan plastik terutama plastik kresek hitam dan kemudian beralih menggunakan kertas cokelat sebagai pengemas makanan. Tapi tanpa disadari, kertas cokelat tersebut juga sudah dilapisi plastik dan ini menunjukkan betapa populernya penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Kelebihan dari kemasan plastik yang ringan, fleksibel, multiguna, kuat, tidak bereaksi, tidak berkarat, dapat diberi warna dan harganya yang murah seakan membutakan masyarakat tentang dampak yang ditimbulkan, seperti terjadinya perpindahan zat-zat penyusun dari plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan tersebut tidak cocok dengan plastik yang mengemasnya. Zat-zat penyusun tersebut cukup tinggi potensinya untuk menimbulkan penyakit kanker pada manusia (Koswara, 2006).

2.3.1. J enis dan Sifat Fisiko Kimia Plastik A. Termoset

Plastik termoset adalah jenis plastik yang tidak bisa didaur-ulang atau dicetak, contohnya: saran atau poliviniliden klorida (PVdC), akrilik yang sering digunakan untuk botol-botol minuman, politetra fluoroetilen (PTFE) yang terdapat pada peralatan dapur seperti Teflon dan Ediblefilm dari amilosa pati jagung untuk kemasan permen dan sosis yang dapat dimakan (Wikipedia, 2009).


(24)

B. Termoplastik

Plastik termoplastik adalah jenis plastik yang dipakai untuk mengemas atau kontak dengan bahan makanan dan dapat didaur-ulang/dicetak kembali, contoh: plastik kresek dan plastik lainnya (Wikipedia, 2009).

Untuk melindungi konsumen dari bahaya yang ditimbulkan oleh proses daur ulang plastik ini, maka diciptakanlah sebuah standar penggunaan kemasan plastik. Standar penggunaan ini telah dikembangkan oleh asosiasi industri plastik di Amerika Serikat dengan melakukan pengkodean jenis plastik. Kode yang mengacu pada standar penggunaan plastik tersebut biasanya ada di bagian bawah wadah plastik berupa cetakan timbul bergambar panah yang membentuk segitiga dengan sebuah angka di dalamnya (simbol daur ulang). Angka ini menunjukkan jenis plastik dan keamanan penggunaannya (lampiran gambar.1) (2009).

1. Poliester atau Polietilen Treptalat (PET)

PET biasa terdapat pada botol plastik transparan seperti pada kemasan air mineral atau minuman yang siap untuk diminum seperti minuman ringan yang bersoda (terkarbonasi). Namun demi keamanan, plastik jenis ini tidak boleh digunakan berulang-ulang (hanya sekali pakai) dan tidak boleh diisi dengan air panas, karena hal ini dapat mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik yang bisa memicu penyakit kanker dan sangat berbahaya untuk kesehatan. Oleh karena itu, dalam penggunaan botol berbahan PET disarankan untuk segera menghabiskan isi botol sesudah tutupnya dibuka, karena semakin lama wadah dibuka, maka kandungan kimia yang terlarut juga semakin banyak dan kebersihan botol juga semakin berkurang (Anonimous, 2008).


(25)

2. Polietilen (PE)

Plastik PE dengan ketebalan 0.001 – 0.01 inchi banyak digunakan unttuk mengemas bahan pangan. Plastik ini lunak dan cair pada suhu 110⁰C sehingga dapat dibentuk menjadi kantong plastik dengan derajat kerapatan yang baik. PE termasuk jenis termoplastik yang digunakan secara luas oleh konsumen dan produknya sering disebut sebagai “kantong plastik” (Wikipedia, 2009).

Kantong plastik atau plastik kresek adalah kantong pembungkus yang dibuat dari plastik HDPE. Kantong plastik memiliki berbagai jenis sesuai dengan kegunaannya, diantaranya kantong plastik untuk kemasan (makanan dan non-makanan), kantong belanja, kantong sampah, kantong besar untuk keperluan industri dan lain-lain (2009).

Berdasarkan densitasnya (derajat kerapatan), maka plastik PE dibedakan atas: a. Polietilen densitas tinggi (HDPE = High Density Polyethylene)

HDPE merupakan kantong plastik berwarna yang sering digunakan sebagai kemasan makanan. Namun demi keamanannya, BPOM menyarankan untuk tidak menggunakan kantong plastik atau plastik kresek berwarna (terutama hitam) sebagai bahan pengemas makanan siap saji, karena tidak diketahui pasti riwayat penggunaan plastik sebelumnya dan bahan kimia yang digunakan ketika proses daur ulang. Dikhawatirkan penggunaan kantung plastik tersebut sebelum didaur ulang adalah sebagai pengemas bahan kimia beracun, seperti pestisida, logam berat dan lain-lain (BPOM, 2009).


(26)

b. Polietilen densitas rendah (LDPE = Low Density Polyethylene)

LPDE sering digunakan sebagai wadah atau kemasan untuk makanan seperti sayuran, daging beku, pembungkus roti dan lain-lain. LPDE juga digunakan untuk pelapis kaleng dan kertas yang sering digunakan sebagai pembungkus makanan supaya tetap hangat (food wrapping). Plastik pembungkus makanan dengan kode ini cukup aman digunakan. Sayangnya, plastik ini hampir tidak dapat dihancurkan (terdegredasi) dan ini merupakan ancaman yang serius terhadap lingkungan (Anonimous, 2008).

3. Polivinil Klorida (PVC)

PVC sering digunakan pada mainan anak-anak, bahan bangunan dan kemasan untuk produk bukan makanan. PVC termasuk plastik yang sulit didaur ulang dan dianggap sebagai jenis plastik yang paling berbahaya. Kandungan plastik ini bisa lumer dan bercampur ke dalam makanan pada suhu -15ºC. Akibatnya berbahaya, dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal (Anonimous, 2008).

4. Polipropilen (PP)

Plastik PP ini termasuk yang aman dipakai membungkus makanan atau minuman dan menjadi salah satu jenis plastik yang aman bagi manusia (BPOM, 2009). Biasanya plastik ini digunakan untuk packing makanan kering (snack), sedotan, kantong obat, tempat makanan dan botol minum bayi. Plastik ini biasanya berwarna transparan, bening, tembus pandang, tahan terhadap suhu tinggi (150⁰C) sehingga dapat dipakai untuk mensterilkan bahan pangan dan dapat pecah meski tidak


(27)

melukai penggunanya sehingga cocok untuk peralatan makan bayi (Anonimous, 2008).

5. Polistiren (PS)

Polistiren termasuk kemasan sekali pakai, contoh: cup, sendok plastik dan styrofoam. Kandungan kimia pada polistiren berbahaya bagi kesehatan manusia. Styrene bisa bercampur dengan makanan saat makanan panas dan berminyak dimasukkan ke dalam wadah ini (BPOM, 2009), hal ini disebabkan sifat styrene yang lunak pada suhu 90-95⁰C. Styrene berbahaya untuk jaringan otak, sistem saraf, dan dianggap sebagai bahan pemicu kanker (karsinogenik) pada tubuh (Khomsan, 2003). 6. OTHER (Termoplastik selain kelompok etilen)

Polikarbonat (PC) biasanya digunakan untuk botol galon air minum dan sebagai salah satu bahan untuk perlengkapan makanan dan minuman (melamin) yang dapat digunakan sampai 140⁰C (Wikipedia, 2009).

2.3.2. Pemilihan Kemasan Plastik Untuk Makanan

Tidak mudah untuk menentukan jenis plastik yang baik untuk wadah atau kemasan makanan. Di pasaran diperkirakan banyak dijumpai bahan kemasan yang sebetulnya tidak cocok dengan jenis makanan yang dikemas. Setiap jenis makanan memiliki sifat yang perlu dilindungi, yang harus dapat ditanggulangi oleh jenis plastik tertentu. Kesalahan material kemasan dapat mengakibatkan kerusakan bahan makanan yang dikemas (Buckle, 1987).

Selain dengan melihat pengkodean yang telah ditetapkan, aman-tidaknya wadah plastik (food grade dan non-food grade) bisa diketahui dari simbol atau


(28)

pertanda khusus yang tertera di wadah plastik tersebut, diantaranya (Anonimous, 2010):

1. Simbol Food Grade

Bergambar gelas dan garpu, artinya wadah tersebut aman digunakan untuk makanan dan minuman.

2. Simbol Non-Food Grade

Gambar garpu dan gelas dicoret, artinya wadah tersebut tidak didesain untuk makanan karena kandungan zat kimia di dalamnya bisa membahayakan kesehatan.

3. Simbol Microwave Save

Gambar garis bergelombang, artinya wadah aman untuk digunakan sebagai penghangat makanan di dalam microwave karena tahan suhu yang tinggi.

4. Simbol Non-Microwave

Gambar garis bergelombang dicoret, artinya wadah tidak boleh digunakan untuk menghangatkan makanan di dalam microwave karena tidak tahan suhu yang tinggi atau panas.

5. Simbol Oven Save

Gambar oven (dua garis horizontal), artinya aman digunakan sebagai penghangat makanan di dalam oven. Meski terbuat dari plastik, wadah ini tahan terhadap suhu tinggi.

6. Simbol Non-Oven


(29)

7. Simbol Grill Save

Gambar pemanggang atau grill (tiga segitiga terbalik), artinya wadah aman digunakan untuk suhu tinggi.

8. Simbol Non-Grill Save

Gambar pemanggang dicoret, artinya wadah tidak boleh digunakan untuk memanggang.

9. Simbol Freezer Save

Gambar bunga salju, artinya wadah aman digunakan untuk menyimpan makanan atau minuman dengan suhu rendah atau beku.

10. Simbol Non-Freezer Save

Gambar bunga salju dicoret, artinya wadah tidak boleh untuk disimpan dalam lemari pendingin.

11. Simbol Cut Save

Gambar pisau, artinya wadah aman digunakan sebagai alas saat memotong bahan-bahan makanan.

12. Simbol Non-Cut Save

Gambar pisau dicoret, artinya tidak untuk wadah memotong. 13. Simbol Dishwasher Save

Gambar gelas terbalik, artinya wadah aman untuk dicuci dalam mesin pencuci. 14. Simbol Non-Dishwasher Save


(30)

2.3.3. Dampak dan Bahaya Plastik Terhadap Kesehatan

Adapun zat-zat penyusun plastik yang berbahaya bagi kesehatan adalah (Koswara, 2006):

1. Monomer vinil klorida, dapat bereaksi dengan guanin dan sitosin pada DNA dan mengalami metabolisme dalam tubuh, sehingga memiliki potensi yang cukup tinggi untuk menimbulkan tumor dan kanker pada manusia terutama kanker hati.

2. Monomer vinil sianida (akrilonitril), bereaksi dengan adenin pada DNA dan memiliki potensi yang cukup tinggi untuk menimbulkan penyakit kanker. Dampak akrilonitril sudah terbukti pada hewan percobaan yaitu menimbulkan cacat lahir pada tikus yang memakannya.

3. Monomer vinil asetat, telah terbukti menimbulkan kanker tiroid, uterus dan hati (liver) pada hewan.

4. Monomer lainnya, seperti akrilat, stirena, metakriat dan senyawa turunannya seperti vinil asetat, polivinil klorida, kaprolaktam, formaldehida, kresol, isosianat organik, heksa metilandiamin, melamin, epodilokkloridin, bispenol dan akrilonitril yang dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan terutama mulut, tenggorokan dan lambung.

Selain monomer, zat aditif yang berbahaya bagi kesehatan diantaranya:

1. Dibutil ptalat (DBP) dan Dioktil ptalat (DOP), merupakan zat aditif yang populer digunakan dalam proses plastisasi, namun dibalik kepopuleran itu ternyata DBP dan DOP ternyata menyimpan suatu zat kimia yaitu zat benzen. Benzen termasuk larutan kimia yang sulit dicerna oleh sistem pencernaan. Benzen juga tidak dapat dikeluarkan melalui feses atau urin. Akibatnya, zat ini semakin lama semakin menumpuk dan


(31)

berbalut lemak. Hal tersebut bisa memicu kanker pada darah atau leukemia (Koswara, 2006).

2. Timbal (Pb) merupakan racun bagi ginjal dan kadmium (Cd) yang merupakan pemicu kanker dan racun bagi ginjal dimana keduanya merupakan bahan aditif untuk mencegah kerusakan pada plastik.

3. Senyawa nitrosamine, yang timbul akibat reaksi antara komponen dalam plastik yang bersifat karsinogenik (Winarno, 1994).

4. Ester ptalat, yang digunakan untuk melenturkan ternyata dapat menggangu sistem endokrin (Anonimous, 2009).

5. Bisphenol A (BPA) yang terdapat pada plastik polikarbonat (PC) merupakan zat aditif yang dapat merangsang pertumbuhan sel kanker dan memperbesar resiko pada kehamilan (Anonimous, 2008).

6. Bahan aditif senyawa penta kloro bifenil (PCB) yang ditambahkan sebagai bahan untuk membuat plastik tahan panas. PCB berfungsi sebagai satic agent dan ikut menentukan kualitas plastik. Plastik tahan panas sangat dimungkinkan mengandung PCB lebih banyak. Tanda dan gejala keracunan PCB ini berupa pigmentasi pada kulit dab benjolan-benjolan, gangguan pencernaan, serta tangan dan kaki lemas. Pada wanita hamil PCB dapat mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan serta bayi lahir cacat. Pada keracunan menahun, PCB dapat menyebabkan kematian jaringan hati dan kanker hati (Anonimous, 2009).

7. Ancaman lain kemasan plastik adalah pigmen warna pada kantong plastik kresek yang bisa bermigrasi ke dalam makanan. Pada kantong plastik yang berwarna-warni sering tidak diketahui bahan pewarna yang digunakan. Begitu juga dengan plastik


(32)

yang tidak berwarna, perlu diwaspadai penggunaanya. Semakin jernih, bening dan bersih plastik tersebut, semakin sering terdapat kandungan zat kimia yang berbahaya dan tidak aman bagi kesehatan manusia (Koswara, 2006).

2.4. Kemasan Styrofoam

Kemasan styrofoam adalah kemasan makanan dari merek dagang Dow Chemichals yang berbahan dasar expandable polystyrene atau foamed polystyrene (FPS) yang tergolong dalam plastik polistiren (PS) atau yang memiliki kode-6 dalam pengkodean plastik (BPOM, 2009).

Styrofoam terbuat dari polystyrene yaitu polimer yang tersusun dari banyak monomer (styrene). Untuk menjadi styrofoam, maka ditiupkan udara ke dalam polystyrene dengan menggunakan blowing agents yang disebut khloroflourokarbon (CFC) sehingga membentuk buih (foam) (Khomsan, 2003).

Dalam penggunaannya sebagai kemasan makanan, styrofoam memiliki beberapa sifat yang menjadi keunggulannya, diantaranya relatif tahan bocor, praktis dan mampu menjaga suhu makanan dengan baik, jadi makanan panas akan tetap panas di dalam styrofoam (Khomsan, 2003).

2.4.1. Dampak dan Bahaya Styrofoam Terhadap Kesehatan

Menurut Khomsan (2003), masyarakat khususnya konsumen sering beranggapan bahwa bila sesuatu itu sudah ada dimana-mana dan dipakai oleh banyak orang, maka sesuatu tersebut pasti aman. Demikian pula dengan penggunaan styrofoam yang semakin meluas saat ini, sedikitpun tidak memunculkan kekhawatiran apakah penggunaan styrofoam aman atau tidak untuk kesehatan.


(33)

Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan sejak tahun 1930-an, diketahui bahwa bahan dasar styrofoam (styrene) dan bahan aditif lainnya seperti butadien yang berfungsi sebagai bahan penguat juga DOP ataupun BHT yang berfungsi sebagai pemlastis (plasticizer) ternyata bersifat mutagenik (mampu mengubah gen) dan potensial karsinogen (merangsang pembentukan sel kanker) (Yuliarti, 2007).

Penelitian di Rusia pada tahun 1975 menemukan adanya gangguan menstruasi pada wanita yang bekerja dan selalu menghirup styrene dalam konsentrasi rendah. Gangguan menstruasi tersebut menyangkut siklus menstruasi yang tidak teratur dan terjadinya pendarahan berlebihan (hypermenorrhea) ketika menstruasi. Styrene juga dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi wanita (penurunan kesuburan bahkan mandul) (Khomsan, 2003).

Pada tahun 1986, National Human Adipose Tissue Survey di Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa 100% jaringan lemak penduduk Amerika mengandung styrene dan pada tahun 1988 kandungan styrene tersebut mencapai 8-350 ng/g. Konsentrasi styrene 350 ng/g adalah sepertiga dari ambang batas yang dapat memunculkan gejala neurotoxic (gangguan syaraf). Neurotoxicakan menimbulkan gejala-gejala seperti kelelahan, nervous dan kadar hemoglobin rendah. Hemoglobin (Hb) adalah bagian dari sel darah merah yang memiliki peran sangat penting yaitu mengangkut dan mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh. Penurunan kadar hemoglobin pada tubuh (anemia) akan menyebabkan kekurangan oksigen (O2) pada

sel-sel tubuh dan menimbulkan gejala letih, lesu dan lemah (3L). Anemia kronis dapat berakibat fatal seperti kematian (2003).


(34)

Studi di New Jersey (AS) menemukan bahwa 75% air susu ibu (ASI) telah terkontaminasi styrene dan dapat dibayangkan bahwa bayi-bayi yang belum pernah makan atau minum menggunakan wadah styrofoam ternyata dapat mengkonsumsi (terpapar) styrene melalui ASI ibunya. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa pada ibu-ibu yang sedang mengandung, styrene dapat bermigrasi ke janin melalui plasenta, sedangkan pada anak-anak, styrene dapat mengakibatkan kehilangan kreativitas (pasif) dan karsinogenik (2003).

Sifat styrene yang memiliki titik lebur rendah dan lunak pada suhu 90-95⁰C menyebabkan styrofoam dapat lunak pada suhu 102⁰-106⁰C. Penggunaan styrofoam sebagai wadah untuk memanaskan makanan yang mengandung vitamin A akan melarutkan styrene yang ada di dalamnya. Pemanasan akan memecah vitamin A menjadi toluene dan toluene ini adalah pelarut styrene (2003).

Keterpaparan benzena dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan penyakit pada kelenjar tiroid, kerusakan sum-sum tulang belakang, anemia, penurunan sistem imun tubuh, kehilangan kesadaran bahkan kematian. Pada wanita, zat ini dapat berakibat buruk terhadap siklus menstruasi, mengancam kehamilan, dan menyebabkan kanker payudara juga kanker prostat (Anonimous, 2009).

2.5. Kesehatan

Menurut WHO yang dikutip oleh Mukono (2006), yang dikatakan sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesempurnaan fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata bebas dari penyakit dan cacat atau kelemahan.


(35)

Dalam konsep sehat WHO tersebut diharapkan adanya keseimbangan yang serasi dalam interaksi antara manusia dan mahluk hidup lain di lingkungannya. Sebagai konsekuensi dari konsep sehat WHO tersebut, maka yang dikatakan manusia sehat yang ideal adalah tidak sakit, tidak cacat, tidak lemah, bahagia secara rohaniah, sejahtera secara sosial dan sehat secara jasmani (2006).

Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992, kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pada batasan ini kesehatan mencakup 4 aspek, yaitu: fisik (badan), mental (jiwa), sosial dan ekonomi. Keempat dimensi tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan pada seseorang, kelompok atau masyarakat. Itulah sebabnya kesehatan itu bersifat holistik atau menyeluruh.

2.6. Perilaku

2.6.1. Defenisi Perilaku

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Terdapat berbagai kebutuhan diantaranya kebutuhan dasar dan kebutuhan tambahan. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan yang menentukan kelangsungan hidup manusia


(36)

seperti makan, minum, perlindungan diri dan jenis kelamin. Sedangkan kebutuhan yang lainnya hanyalah kebutuhan tambahan.

Menurut Skiner yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005), perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses: Stimulus → Organisme → Respon, sehingga teori Skiner ini disebut teori “S-O-R”

Berdasarkan teori ini, maka perilaku manusia dikelompokkan menjadi dua, yaitu (Notoatmodjo, 2005):

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi apabila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik yang dapat diamati oleh orang lain dari luar atau “observable behavior”.

Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (Notoatmodjo, 2003):

1. Determinan atau faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, misalnya: tingkat kecerdasan, emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, politik dan sebagainya.

Beberapa ahli lain juga membedakan bentuk-bentuk perilaku. Misalnya Bloom yang membedakan antara perilaku kognitif (yang menyangkut kesadaran atau


(37)

pengetahuan), afektif (emosi) dan psikomotor (tindakan/gerakan). Ki Hajar Dewantoro menyebutkan perilaku sebagai cipta (peri akal), rasa (peri rasa) dan karsa (peri tindak). Ahli-ahli lain umumnya menggunakan istilah pengetahuan, sikap dan tindakan, yang acapkali disingkat dengan KAP (knowledge, attitude, practice) (Sarwono, 1997).

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa penjual makanan yang menggunakan plastik dan styrofoam di USU dan sekitarnya pada tanggal 13 Maret 2010, perilaku penggunaan plastik dan styrofoam pada penjual makanan lebih didasari pada alasan trend dan kepraktisan (kemudahan) untuk digunakan sebagai pembungkus makanan dibanding dengan daun atau kertas.

2.6.2. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2005). Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba, yang sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek dalam menghasilkan pengetahuan. Namun sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera penglihatan (mata) dan indera pendengaran (telinga). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Purwanto, 1998). Manusia berani bertindak atas dasar pengetahuannya dan itu tidak hanya berguna secara kebetulan


(38)

saja, melainkan demikian mutlaknya, hingga manusia tidak ragu-ragu lagi dalam bertindak (Poedjawijatna, 1998).

Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum manusia mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu:

a. Awareness (kesadaran), adalah ketika orang tersebut (subjek) menyadari atau mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut dan sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap subjek sudah lebih baik lagi.

d. Trial, adalah ketika subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya pengetahuan dibagi dalam 6 tingkatan pengetahuan, yaitu (Notoatmodjo, 2005):

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima setelah mengamati sesuatu.


(39)

b. Memahami (comperhension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi mengenai objek tersebut secara benar.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan atau mengaplikasikan prinsip atau materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi lain atau sebenarnya (real condition).

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan dan atau memisahkan materi/objek ke dalam komponen-komponen lain tetapi masih di dalam satu struktur organisasi atau masalah/objek yang diketahui dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan denegan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu.

2.6.3. Sikap

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespons (baik secara positif atau negatif) terhadap orang, objek, atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional/afektif (senang, benci, sedih


(40)

dan sebagainya) di samping komponen kognitif (pengetahuan mengenai objek tersebut) serta aspek konatif (kecenderungan bertindak). Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut, melalui tindakan persuasif serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 1997).

Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau dari orang yang dekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan kita kepada sesuatu, atau menyebabkan kita menolaknya. Sikap dapat juga ditumbuhkan dari pengalaman yang amat terbatas. Kita dapat mengambil suatu sikap, tanpa mengerti situasinya yang lengkap (1997).

Menurut Allport (1945), sikap itu terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu (Notoatmodjo, 2005):

1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian orang tersebut terhadap objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) artinya sikap adalah komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.


(41)

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap itu terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Merespon berarti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah dan merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko yang merupakan indikasi sikap yang paling tinggi.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003)

2.6.4. Tindakan atau Praktik

Suatu sikap belum tentu secara otomatis dapat terwujud menjadi suatu bentuk tindakan (overt behavior). Oleh karena itu untuk mewujudkan sikap menjadi tindakan atau suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau faktor lain, yaitu adanya


(42)

fasilitas atau saran dan prasarana. Namun di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.

Tindakan atau praktik dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya, yaitu (Notoatmodjo, 2005):

1. Praktik terpimpin (guided response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.

2. Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis.

3. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya apa yang dilakukan tidak sekadar runitinas saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan/prilaku yang berkualitas.

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 1: Kerangka konsep kaitan antara variabel-variabel pendukung dalam penggunaan plastik dan styrofoam oleh penjual makanan

Pengetahuan

Paparan Informasi: - Media Cetak - Media Elektronik

Tingkat Pendidikan Penjual Makanan

Tindakan / Penggunaan Plastik dan Styrofoam Sikap


(43)

Keterangan :

Tingkat pendidikan dan paparan informasi yang merupakan faktor-faktor pendukung dalam pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh penjual makanan sangat menentukan dalam tindakannya/penggunaan plastik dan styrofoam.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu menggambarkan pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan (responden) yang menggunakan plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas makanan di lingkungan Kampus Universitas Sumatera Utara.

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni (2 bulan). Lokasi penelitian adalah USU dan sekitarnya. Adapun batasan lokasi penelitian meliputi:

- lingkungan dalam kampus, seperti kantin dan warung makan.

- lingkungan luar kampus yaitu Jalan Djamin Ginting (Pintu Sumber - Simpang Kampus) dan sepanjang Jalan Dr.Mansyur.

Pemilihan lokasi penelitian didasari pada pertimbangan bahwa di lingkungan Kampus USU terdapat cukup banyak penjual makanan yang menggunakan plastik dan styrofoam. Pertimbangan lain adalah belum pernah dilakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan yang menggunakan plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas makanan di lingkungan kampus USU.


(45)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah penjual makanan di USU dan sekitarnya yang menggunakan plastik dan styrofoam dan menjual makanan siap saji yang termasuk dalam kriteria.

Adapun kriteria makanannya adalah: - Sifat: Panas dan berminyak

- A.Warung makan: - Nasi goreng

- Mie (Tiaw, Kuning, Bihun) goreng - Bakso

- Mei Ayam - Ayam bakar - dan lain-lain. B.Makanan jajanan: - Siomay

- Pisang goreng/molen - Kue pancung

- dan lain-lain.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan penghitungan oleh peneliti pada tanggal 13 Maret 2010 pukul 11.00 WIB, terdapat:

A. Warung makan berjumlah 54 penjual makanan. B. Makanan jajanan berjumlah 36 penjual makanan.


(46)

3.3.2. Sampel

Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini diperoleh dari rumus berikut (Notoatmodjo, 2005):

dimana : n = Besar sampel N = Besar populasi

d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan maka :

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Dari perhitungan dengan menggunakan rumus di atas didapatkan besar sampel sebanyak 47 penjual makanan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) dengan teknik pengundian di mana setiap anggota atau unit populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel.


(47)

3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini meliputi jumlah populasi, identitas responden (nama, jenis kelamin, umur, pendidikan dan penghasilan), alasan pemilihan pembungkus makanan dan perilaku responden (pengetahuan, sikap dan tindakan).

3.4.2. Pengumpulan Data

Data mengenai jumlah populasi diperoleh melalui hasil pengamatan dan penghitungan, sedangkan data mengenai identitas dan perilaku responden diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur.

3.5. Defenisi Operasional

1. Penjual makanan adalah orang atau instansi yang melakukan kegiatan produksi, peredaran dan perdagangan pangan yang menjadi responden dalam penelitian ini.

2. Kemasan makanan adalah tempat atau wadah untuk mempermudah pengangkutan, pendistribusian dan pemasaran makanan, seperti plastik dan styrofoam.

3. Pengetahuan adalah hal-hal yang menyangkut pengetahuan responden mengenai bahaya kemasan plastik dan styrofoam terhadap makanan.

4. Sikap adalah tanggapan atau pendapat responden mengenai penggunaan plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas makanan.

5. Tindakan adalah perbuatan nyata responden mengenai penggunaan plastik dan styrofoam sebagai pengemas makanan yang berbahaya.


(48)

6. Umur adalah pengakuan responden mengenai usianya dari lahir sampai ulang tahun terakhir.

7. Tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir ataupun pendidikan yang sedang dijalani responden.

8. Makanan yang dijual adalah makanan siap saji yang diperdagangkan atau dijual berdasarkan kriteria seperti suhu dan jenisnya.

3.6. Aspek Pengukuran

Pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan didasarkan pada jawaban responden dari semua pertanyaan yang diberikan. Adapun kriteria penilaian adalah penilaian tiga kategori, “Baik”, “Cukup” dan “Kurang” yang diperoleh dari total skor dibagi tiga sama besar (Arikunto, 2000):

- Kategori baik adalah apabila responden mendapat nilai > 66% dari total skor. - Kategori cukup adalah apabila responden mendapat nilai 33-66% dari total skor. - Kategori buruk adalah apabila responden mendapat nilai < 33% dari total skor. 3.6.1. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap pertanyaan dalam kuesioner. Pertanyaan berjumlah 13 pertanyaan dengan skor tertinggi adalah 2 dan skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah 26 dan skor terendah adalah 0.

Adapun ketentuan pemberian skor adalah sebagai berikut:

a. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 1, 3, 5, 7, 8, 9, 11, 13, yaitu: - Jawaban a diberi skor = 2


(49)

- Jawaban c diberi skor = 0

b. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 2, 4, 6, 8, 10, 12, yaitu: - Jawaban a diberi skor = 1

- Jawaban b diberi skor = 2 - Jawaban c diberi skor = 0

Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat pengetahuan responden dikategorikan sebagai berikut :

- Tingkat pengetahuan baik apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor > 17

- Tingkat pengetahuan cukup apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor 8-17

- Tingkat pengetahuan kurang apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor < 8

3.6.2. Sikap

Sikap dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap pertanyaan dalam kuesioner. Pertanyaan berjumlah 8 pertanyaan dengan skor tertinggi adalah 2 dan skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah 16 dan skor terendah adalah 0.

Adapun ketentuan pemberian skor yaitu: - Jawaban “setuju” diberi skor = 2 - Jawaban “tidak setuju” diberi skor = 0.


(50)

Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat sikap responden dikategorikan sebagai berikut :

- Sikap baik apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor >10 - Sikap cukup bila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor 5-10 - Sikap kurang apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor <5 3.6.3. Tindakan

Tindakan dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap pertanyaan dalam kuesioner. Pertanyaan berjumlah 8 pertanyaan dengan skor tertinggi adalah 2 dan skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah 16 dan skor terendah adalah 0.

Adapun ketentuan pemberian skor yaitu:

a. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 1, 2, 3, 4 adalah: - Jawaban “ya” diberi skor = 0

- Jawaban “tidak” diberi skor = 2.

b. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 5, 6, 7, 8 adalah: - Jawaban “ya” diberi skor = 2

- Jawaban “tidak” diberi skor = 0

Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat tindakan responden dikategorikan sebagai berikut :

- Tindakan baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan total skor >10 - Tindakan cukup apabila responden menjawab pertanyaan dengan total skor 5-10 - Tindakan kurang apabila responden menjawab pertanyaan dengan total skor <5


(51)

3.7. Analisa Data

Data diperoleh dari hasil wawancara terhadap penjual makanan dengan menggunakan kuesioner terstruktur, kemudian diolah secara komputerisasi dan dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan masing-masing variabel penelitian dengan menggunakan program SPSS. Kemudian hasil disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden meliputi: jenis kelamin, umur dan pendidikan terakhir. Secara garis besar karakteristik responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Yang Menggunakan Plastik dan

Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010

No Karakteristik Responden n %

I Jenis Kelamin Responden

Laki-laki 21 44,7

Perempuan 26 55,3

n 47 100,0

II Umur Responden

20 - 29 Tahun 24 51,1

30 - 39 Tahun 9 19,1

40 - 49 Tahun 8 17,0

≤ 50 Tahun 6 12,8

n 47 100,0

III Pendidikan Terakhir Responden

Tidak Tamat SD 1 2,1

Tamat SD 3 6,4

Tamat SMP 11 23,4

Tamat SMA 25 53,2

Perguruan Tinggi 7 14,9

n 47 100,0

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah responden paling banyak berdasarkan jenis kelamin adalah responden perempuan yaitu sebanyak 55,3%. Untuk jumlah responden paling banyak berdasarkan umur adalah umur 20-29 tahun yaitu sebanyak 51,1%. Pendidikan terakhir responden yang paling banyak adalah tamat SMA yaitu sebanyak 53,2%.


(53)

4.2. Pengetahuan Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan umumnya didapat dari pendidikan formal dan non formal ditambah dengan adanya informasi dari media cetak maupun media elektronik. Pengetahuan responden menjadi bagian yang sangat penting dalam penggunaan plastik dan styrofoam dan hal ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini: Tabel 4.2. Gambaran Pengetahuan Responden Yang Menggunakan Plastik dan

Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010

No

Pengetahuan Responden Mengenai Plastik dan

Styrofoam

Skor 2 Skor 1 Skor 0

n % n % n %

1 Pembungkus makanan yang

paling aman 40 85,1 7 14,9 0 0

2 Tahu tentang larangan pemerintah terhadap plastik kresek

11 23,4 10 21,3 26 55,3 3 Bahaya yang terdapat pada

plastik kresek 17 36,2 16 34,0 14 29,8 4 Efek yang ditimbulkan

plastik kresek terhadap kesehatan

32 68,1 1 2,1 14 29,8 5 Cara penggunaan plastik

kresek yang paling aman 2 4,3 35 74,5 10 21,3 6 Plastik kresek tidak aman

untuk membungkus makanan

32 68,1 4 8,5 11 23,4

7 Styrofoam diragukan

keamannya untuk membungkus makanan

18 38,2 9 19,2 20 42,6 8 Suhu makanan yang

berbahaya untuk dikemas dalam styrofoam

29 61,7 3 6,4 15 31,9 9 Jenis makanan yang

berbahaya untuk dikemas dalam styrofoam

23 48,9 1 2,1 23 48,9 10 Bahaya yang terdapat pada


(54)

11 Efek yang ditimbulkan styrofoam terhadap kesehatan

15 31,9 4 8,5 28 59,6 12 Dampak langsung

penggunaan plastik dan styrofoam terhadap lingkungan

5 10,6 26 55,4 16 34,0

13 Dampak tidak langsung penggunaan plastik dan styrofoam terhadap lingkungan

9 19,2 23 48,9 15 31,9

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden paling banyak menjawab pertanyaan pengetahuan dengan skor 2 adalah mengenai pembungkus makanan yang paling aman yaitu daun pisang sebanyak 14,9%, pada skor 1 paling banyak responden menjawab pertanyaan mengenai penggunaan plastik kresek yang paling aman yaitu melapisinya dengan kertas sebanyak 74,5%, sedangkan pada skor 0 responden banyak menjawab pertanyaan mengenai efek yang ditimbulkan styrofoam terhadap kesehatan yaitu jawaban “tidak tahu” sebanyak 59,6%.

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Mengenai Plastik dan Styrofoam

No Tingkat Pengetahuan n %

1 Baik 11 23,4

2 Cukup 30 63,8

3 Buruk 6 12,8

n 47 100,0

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hanya 23,4% responden yang termasuk dalam kategori baik.


(55)

4.3. Sikap Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam

Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk merespon terhadap orang, objek, atau situasi. Sikap responden diperoleh dari pengalaman dan dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi mengenai plastik dan styrofoam. Gambaran mengenai sikap responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.4. Gambaran Sikap Responden Yang Menggunakan Plastik dan

Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010

No Sikap Responden

Mengenai Plastik dan Styrofoam

Setuju Tidak Setuju

n % n %

1 Daun pisang lebih aman dibanding plastik

dan styrofoam untuk membungkus makanan 47 100 0 0 2 Plastik kresek sebaiknya tidak bersentuhan

langsung dengan makanan 44 93,6 3 6,4 3 Plastik kresek mengandung bahan kimia

berbahaya 37 78,7 10 21,3

4 Styrofoam tidak baik digunakan untuk

menyimpan makanan 41 87,2 6 12,8

5 Styrofoam dapat luruh pada makanan panas 36 76,6 11 23,4

6 Penjual makanan berperan dalam

penggunaan plastik dan styrofoam 37 78,7 10 21,3 7 Penjual makanan sebaiknya tidak

menggunakan plastik dan styrofoam 25 53,2 22 46,8 8 Plastik kresek dan styrofoam berbahaya bagi

kesehatan penjual dan pembeli makanan 30 63,8 17 36,2 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden yang paling banyak menjawab “setuju” adalah mengenai daun pisang sebagai pembungkus makanan yang paling aman yaitu sebanyak 100%, sedangkan pada jawaban “tidak setuju” responden paling banyak adalah mengenai penjual makanan sebaiknya tidak menggunakan plastik dan styrofoam yaitu sebanyak 46,8%.


(56)

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Mengenai Plastik dan

Styrofoam

No Sikap n %

1 Baik 29 61,7

2 Cukup 18 38,3

n 47 100,0

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa 61,7% responden yang memiliki sikap dalam kategori baik.

4.4. Tindakan Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam

Suatu sikap belum tentu secara otomatis terwujud menjadi suatu bentuk tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi tindakan diperoleh faktor pendukung, seperti sarana dan prasarana juga tindakan dari pihak lain. Gambaran tindakan responden dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 4.6. Gambaran Tindakan Responden Yang Menggunakan Plastik dan

Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010

No Tindakan Responden

Mengenai Plastik dan Styrofoam

Kriteria Tindakan

Ya Tidak

n % n %

1 Membungkus makanan menggunakan

plastik kresek 25 53,2 22 46,8

2 Mengemas makanan panas menggunakan

styrofoam 27 57,4 20 42,6

3 Menggunakan peralatan makan yang terbuat

dari plastik atau styrofoam 26 55,3 21 44,7 4 Menyimpan makanan di dalam plastik

kresek dan styrofoam 3 6,4 44 93,6

5 Berusaha untuk mengurangi pemakaian

plastik dan styrofoam 22 46,8 25 53,2 6 Memiliki pola hidup sehat 24 51,1 23 48,9 7 Mencegah makanan bersentuhan langsung

dengan plastik dan styrofoam 22 46,8 25 53,2 8 Menggunakan pembungkus makanan selain


(57)

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa tindakan responden yang paling banyak dilakukan adalah mengemas makanan panas menggunakan styrofoam yaitu sebanyak 57,4%, sedangkan tindakan responden yang paling sedikit dilakukan adalah menyimpan makanan di dalam plastik kresek dan styrofoam yaitu sebanyak 6,4%. Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Mengenai Plastik dan

Styrofoam

No Tindakan n %

1 Baik 9 19,1

2 Cukup 32 68,1

3 Buruk 6 12,8

n 47 100,0

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 47 responden, hanya 19,1% yang memiliki tindakan dalam kategori baik.

Tabel 4.8. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Alasan Penggunaan Plastik dan Styrofoam

No Alasan Menggunakan

Plastik dan Styrofoam n %

1 Trend 4 8,5

2 Murah 15 31,9

3 Mudah Didapat 10 21,3

4 Praktis 18 38,3

n 47 100,0

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa alasan responden menggunakan plastik dan styrofoam yang paling banyak adalah karena praktis yaitu sebanyak 38,3%.


(58)

4.5. Keterkaitan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden

Keterkaitan pengetahuan, sikap dan tindakan responden bertujuan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel.

4.5.1. Keterkaitan Pengetahuan dengan Sikap Responden

Pengetahuan manusia diperoleh dari indera penglihatan (mata) dan pendengaran (telinga), sedangkan sikap manusia diperoleh dari pengalamannya, baik itu pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Pengetahuan dan sikap yang baik (sejalan) dapat membuat manusia melakukan tindakan yang baik juga. Keterkaitan pengetahuan dengan sikap responden dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 4.9. Distribusi Keterkaitan antara Pengetahuan dengan Sikap Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010

Pengetahuan

Sikap

Total

Baik Cukup

n % n % n %

Baik 6 54,5 5 45,5 11 100

Cukup 21 70 9 30 30 100

Buruk 2 33,3 4 66,7 6 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 11 responden yang memiliki pengetahuan baik terdapat 6 responden yang bersikap baik dan 5 responden yang memiliki sikap kategori cukup

4.5.2. Keterkaitan Sikap dengan Tindakan Responden

Sikap dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan untuk merespon. Sikap tidak selalu secara otomatis dapat terwujud menjadi suatu bentuk tindakan, namun


(59)

sikap merupakan kesiapan manusia untuk bertindak. Keterkaitan sikap dengan tindakan responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.10. Distribusi Keterkaitan antara Sikap dengan Tindakan Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010

Sikap

Tindakan

Total

Baik Cukup Buruk

n % n % n % n %

Baik 6 20,7 18 62,1 5 17,2 29 100

Cukup 3 16,7 14 77,8 1 5,5 18 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 29 responden yang memiliki sikap baik, terdapat 6 responden yang memiliki tindakan yang juga baik, 18 responden yang memiliki tindakan yang berkategori cukup dan masih terdapat 5 responden yang memiliki tindakan yang buruk.

4.5.3. Keterkaitan Pengetahuan dengan Tindakan Responden

Tindakan yang didasari dengan pengetahuan akan lebih baik daripada tindakan yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan membuat manusia untuk tidak ragu-ragu dalam bertindak. Pengetahuan yang baik di harapkan dapat menghasilkan tindakan yang juga baik. Keterkaitan pengetahuan dengan tindakan responden dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11. Distribusi Keterkaitan antara Pengetahuan dengan Tindakan Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010

Pengetahuan

Tindakan

Total

Baik Cukup Buruk

n % n % n % n %

Baik 2 18,2 8 72,7 1 9,1 11 100

Cukup 6 20 20 66,7 4 13,3 30 100


(60)

Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa dari 11 responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik, terdapat hanya 2 responden yang memiliki tindakan yang juga baik, 8 responden yang memiliki tindakan yang berkategori cukup dan 1 responden yang memiliki tindakan yang buruk.


(1)

Berdasarkan teori tindakan di atas, dapat dilihat bahwa tindakan penjual makanan yang berkategori cukup termasuk ke dalam tindakan atau praktik yang terjadi secara mekanisme, dimana penjual makanan menggunakan plastik dan styrofoam secara otomatis dan belum menggantinya dengan pembungkus lain yang menyebabkan tindakan penjual makanan belum berkembang ke arah tindakan yang berkualitas.

5.5. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam

Berdasarkan Tabel 4.9. distribusi keterkaitan pengetahuan dan sikap penjual makanan, dapat dilihat bahwa dari 11 penjual makanan yang memiliki pengetahuan baik, ada 6 penjual makanan yang memiliki sikap yang juga baik dan 5 penjual makanan yang memiliki sikap berkategori cukup. Untuk 30 penjual makanan yang memiliki pengetahuan cukup, terdapat sebanyak 21 penjual makanan yang sikapnya baik dan 9 penjual makanan yang sikapnya berkategori cukup. Sedangkan dari 6 penjual makanan yang memiliki pengetahuan yang buruk, masih terdapat 2 penjual makanan yang bersikap baik dan 4 penjual makanan yang memiliki sikap berkategori cukup.

Menurut Azwar (2005), pengetahuan seseorang akan mempengaruhi sikap dan tindakannya. Pengetahuan dan sikap dapat dikatakan sejalan apabila pengetahuan seseorang baik dan sikapnya juga baik. Berdasarkan teori tersebut maka dapat dilihat bahwa pengetahuan penjual makanan belum sejalan karena penjual makanan terbanyak adalah penjual makanan yang memiliki pengetahuan yang cukup namun bersikap baik yaitu sebanyak 21 penjual makanan.


(2)

Berdasarkan Tabel 4.10. keterkaitan sikap dengan tindakan penjual makanan, dapat dilihat bahwa dari 29 penjual makanan yang memiliki sikap baik hanya ada 6 penjual makanan yang tindakannya juga baik, 18 penjual makanan yang tindakannya berkategori cukup dan masih ada 5 penjual makanan yang memiliki tindakan yang buruk. Sedangkan dari 18 penjual makanan yang sikapnya berkategori cukup, terdapat 3 penjual makanan yang memiliki tindakan yang baik, 14 penjual makanan yang memiliki tindakan yang berkategori cukup dan 1 penjual makanan yang tindakannya buruk.

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap akan dicerminkan dalam bentuk tindakan, namun tidak dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis, atau dengan kata lain bahwa suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Berdasarkan teori tersebut maka dapat dilihat bahwa sikap penjual makanan belum sejalan dengan tindakannya karena penjual makanan terbanyak adalah penjual makanan yang memiliki sikap baik dengan tindakan yang berkategori cukup yaitu sebanyak 18 penjual makanan. Hal ini dapat dilihat pada hasil kuesioner bahwa penjual makanan yang menyatakan setuju bahwa plastik kresek tidak baik untuk membungkus makanan yaitu 44 penjual makanan, namun untuk tindakannya masih terdapat 25 penjual makanan yang menyatakan masih menggunakan plastik kresek sebagai pembungkus makanan.


(3)

penjual makanan yang pengetahuannya cukup ada 6 penjual makanan yang tindakannya baik, 20 penjual makanan yang tindakannya berkategori cukup dan 4 penjual makanan yang tindakannya buruk. Sedangkan dari 6 penjual makanan yang pengetahuannya buruk terdapat 1 penjual makanan yang tindakannya baik, 4 penjual makanan yang tindakannya berkategori cukup dan masih ada 1 penjual makanan yang tindakannya juga buruk.

Menurut Azwar (2005), pengetahuan seseorang akan mempengaruhi sikap dan tindakannya. Perilaku dikatakan baik apabila pengetahuan, sikap dan tindakannya sejalan. Berdasarkan teori ini maka dapat dilihat bahwa pengetahuan penjual makanan sejalan dengan tindakannya karena penjual makanan terbanyak adalah penjual makanan yang memiliki pengetahuan berkategori cukup dengan tindakan yang juga berkategori cukup yaitu sebanyak 20 penjual makanan.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, jika dihubungkan dengan kerangka konsep penelitian yang menunjukkan bahwa pengetahuan seseorang dapat berhubungan langsung dengan tindakannya tanpa melihat bagaimana sikapnya terhadap objek, maka dapat dilihat bahwa pengetahuan responden berhubungan langsung dengan tindakannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pengetahuan dan tindakan penjual makanan yang sama-sama berkategori cukup mengesampingkan sikapnya yang baik terhadap penggunaan plastik dan styrofoam.


(4)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan uraian pada pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat 61,7 % penjual makanan memiliki sikap yang baik, namun hanya 23,4 % yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan 19,1 % yang memiliki tindakan yang baik mengenai plastik dan styrofoam.

2. Alasan penjual makanan pada penggunaan plastik dan styrofoam adalah karena sifatnya yang praktis, harganya murah dan mudah didapat.

3. Keterkaitan antara pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan belum menunjukkan adanya hubungan yang sistematis antara pengetahuan, sikap dan tindakannya. Pengetahuan penjual makanan belum terwujud dalam sikapnya dan sikap penjual makanan juga belum terwujud dalam tindakannya, namun pengetahuan penjual makanan sudah terwujud dalam tindakannya.

6.2. Saran

Pemakaian plastik kresek dan styrofoam oleh penjual makanan dapat membahayakan kesehatan manusia, namun hasil penelitian menunjukkan pengetahuan dan tindakan penjual makanan belum mencapai kategori baik. Untuk itu disarankan hal-hal sebagai berikut :


(5)

2. Penjual makanan diharapkan untuk mengganti plastik kresek dan styrofoam dengan pembungkus yang lebih aman seperti kertas dan daun, ataupun menyediakan alternatif pembungkus lain yang lebih aman yang sudah disahkan oleh BPOM sebagai bahan pembungkus makanan yang tidak berbahaya bagi kesehatan.

3. Untuk pembeli makanan siap santap disarankan untuk menolak membeli makanan yang dikemas dalam wadah plastik kresek dan styrofoam, atau lebih baik menyantap makanan ditempat dan membawa wadah pengemas makanan sendiri jika ingin membawa pulang makanan ataupun disantap di tempat lain, karena ini berkaitan dengan usaha untuk mengurangi pemakaian plastik dan styrofoam.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 1992. Buku Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tentang

Kesehatan Tahun 1992. Sinar Grafika, Jakarta.

_________, 1996. Buku Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tentang

Pangan Tahun 1996, Pasal 16 Ayat 1,3. Sinar Grafika, Jakarta.

_________, 2001. Residu Styrofoam Semakin Berbahaya Bagi Kesehatan. http://www.gizi.net/cgibin/berita/fullnews.cgi?/newsid. Diakses tanggal 01 Maret 2010.

_________, 2006. Awas Formalin di Plastik Makanan. http://www.gizi.net/cgibin/berita/fullnews.cgi?newsid. Diakses tanggal 01 Maret 2010.

_________, 2008. Jenis-Jenis Plastik Menurut Kadar Kimia Yang

Membahayakan Bagi Tubuh. http://www/aryafatta.wordpress.com. Diakses tanggal 01 Maret 2010.

_________, 2008. Plastik Botol Minuman Keseharian Ternyata Berbahaya. http://pentriloquist.wordpress.com/2008/10/21/plastik-botol-minumkeseharia-saya-ternyata-berbahaya/. Diakses tanggal 01 Maret 2010.

_________, 2009. Bahaya “Kresek” dan Kemasan Styrofoam. http://www.suaramerdeka.com/anies. Diakses tanggal 01 Maret 2010.

_________, 2009. Bahaya Styrofoam. http://www.wartawarga.gunadarma.ac.id/ba-hayastyrofoam/hamdani. Diakses tanggal 01 Maret 2010.

_________, 2009. Kesehatan: Bahaya Terselubung dari Kemasan Plastik. http://www.resiandriani.com/2009/07/21/kesehatan-bahaya-terselubung-dari-kemasan-plastik. Diakses tanggal 01 Maret 2010.

_________, 2009. Mengenal Bahaya Kemasan Plastik dan Kresek. http://www.alamendah.wordpress.com. Diakses tanggal 02 Februari 2010. ________, 2010. Mengenal Simbol Pada Kemasan Plastik.

http://female.kompas.com/read/xml/2010/03/02/1724567/mengenal.simbol.pa da.kemasan.plastik. Diakses tanggal 03 Maret 2010.


Dokumen yang terkait

Gambaran Dermatofita dan Nondermatofita pada Kuku Jari Tangan Penjual Minuman dan Buah-Buahan yang Berjualan di Lingkungan Kampus Universitas Sumatra Utara, Medan

4 67 88

Gambaran Perilaku Mahasiswa Dalam Menggunakan Plastik Dan Styrofoam Sebagai Kemasan Makanan Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahun 2012

46 185 124

Hygiene Sanitasi Penjual Dan Analisa Bakteri Escherichia coli Pada Jus Jeruk Yang Dijual Di Kantin Yang Ada Di Universitas Sumatera Utara Medan Tahun 2010

8 90 75

Perilaku Mahasiswa Dalam Meminimalisir Penggunaan Kantong Plastik Dan Styrofoam Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahun 2017

0 0 18

Perilaku Mahasiswa Dalam Meminimalisir Penggunaan Kantong Plastik Dan Styrofoam Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahun 2017

0 1 2

Perilaku Mahasiswa Dalam Meminimalisir Penggunaan Kantong Plastik Dan Styrofoam Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahun 2017

0 0 8

Perilaku Mahasiswa Dalam Meminimalisir Penggunaan Kantong Plastik Dan Styrofoam Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahun 2017

0 1 35

Perilaku Mahasiswa Dalam Meminimalisir Penggunaan Kantong Plastik Dan Styrofoam Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahun 2017 Chapter III VI

0 0 48

Perilaku Mahasiswa Dalam Meminimalisir Penggunaan Kantong Plastik Dan Styrofoam Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahun 2017

3 10 2

Perilaku Mahasiswa Dalam Meminimalisir Penggunaan Kantong Plastik Dan Styrofoam Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahun 2017

0 1 7