Tinjauan Umum Well-logging TEORI DASAR

direkamnya, yaitu log DTC Delta Time Compressional sebagai log sonik-P dan log DTS Delta Time Shear sebagai log sonik S. 3.7.4 Log Tahanan Jenis Resistivity Tahanan jenis dari formasi adalah salah satu parameter yang cukup penting untuk menentukan saturasi hidrokarbon. Arus listrik dapat mengalir di dalam formasi batuan disebabkan konduktivitas dari air yang dikandungnya. Batuan kering dan hidrokarbon merupakan isolator yang baik kecuali beberapa jenis mineral seperti graphite dan sulfida besi. Resistivitas formasi diukur dengan cara mengirim arus ke formasi seperti alat lateral log, atau menginduksikan arus listrik ke dalam formasi seperti alat induksi. Prinsip kerja alat laterolog yaitu arus listrik secara lateral dialirkan ke dalam formasi. Dengan mengukur tegangan listrik yang diperlukan untuk menghasilkan arus listrik utama yang besarnya konstan, maka resistivitas dapat dihitung dengan menggunakan Hukum Ohm. Spherical Focused Induction SFI memiliki cara kerja induksi elektromagnet yang mengikuti hukum Faraday, yaitu bila sebuah kumparan dialiri arus listrik bolak- balik akan menghasilkan medan magnet dan sebaliknya perubahan medan magnet akan menimbulkan arus listrik pada kumparan. Arus listrik yang mengalir pada kumparan alat induksi menghasilkan medan magnet di sekeliling sonde lalu medan magnet ini akan menghasilkan arus eddy eddy current di dalam formasi di sekitar alat. Formasi konduktif di sekitar alat akan bereaksi seperti kumparan-kumparan kecil yang sangat banyak sehingga mengalirkan arus Eddy terinduksi. Arus Eddy yang terbentuk akan menghasilkan medan magnet yang dideteksi oleh kumparan penerima. Kekuatan dari arus pada penerima adalah sebanding dengan kekuatan dari medan magnet yang dihasilkan dan sebanding dengan arus Eddy dan juga konduktivitas dari formasi. Maka alat ini disebut sebagai alat konduktivitas. 3.7.5 Log Neutron Porosity NPHI Alat NPHI tidak mengukur volume pori secara langsung. Alat ini bekerja dengan memancarkan partikel-partikel neutron energi tinggi dari suatu sumber kedalalam formasi batuan. Partikel-partikel neutron ini akan bertumbukan dengan atom-atom pada batuan sehingga mengakibatkan hilangnya energi dan kecepatan. Atom H secara fisis memiliki massa atom yang serupa dengan neutron. Dengan demikian tumbukan neutron dengan atom H akan bersifat efektif, artinya energi yang hilang akibat penyerapan merupakan jumlah tertinggi dibanding tumbukan dengan atom lain. Partikel yang telah kehilangan energi tersebut kemudian akan dipantulkan kembali, diterima oleh detektor dan direkam ke dalam log. Jumlah atom Hidrogen yang terkandung dalam batuan diasumsikan berbanding lurus dengan banyaknya pori batuan. Biasanya pori-pori batuan ini terisi fluida baik gas, air, atau minyak. Ketiga jenis fluida tersebut secara relatif memilki jumlah atom hidrogen tertentu, dari sini dapat ditentukan jenis fluida pengisi pori batuanformasi yang diukur. Untuk mendapatkan nilai porositas yang sebenarnya, log NPHI harus dibantu dengan log lainnya seperti log hasil analisis petrofisika dan log densitas. Porositas diturunkan dari log densitas dan log porositas neutron. Porositas densitas dihitung berdasarkan rumus: ma D fl ma         18 dengan D  = porositas densitas  = log densitas ma  = densitas matrik fl  = densitas fluida Porositas sebenarnya dari suatu batuan dapat diperkirakan dengan kombinasi porositas densitas dan neutron: 2 D N      19 Hubungan porositas dan saturasi air diberikan oleh persamaan Archie untuk formasi bersih dalam bentuk: m W n w T R S a R   20 dengan a = 0.62 m = -2.15 n = 2 R w = 0.04 R T = tahanan jenis  = porositas Hubungan porositas terhadap densitas fluida dan porositas dinyatakan dalam persamaan berikut: 1 B g fl         21 dengan B  = densitas batuan g  = densitas butiran dalam matrik batuan  = porositas fl  = densitas fluida Hubungan saturasi dengan densitas fluida dapat dihitung dengan perhitungan sederhana untuk campuran fluida sebagai berikut: 1 fl w w w hc S S       22 dengan fl  = densitas fluida w S = saturasi airbrine w  = densitas airbrine hc  = densitas hidrokarbon Dengan demikian log turunan lain seperti log saturasi air dapat diperoleh dengan memanfaatkan persamaan diatas. Log ini bermanfaat untuk melihat kandungan air dalam formasi sehingga dapat diketahui pula kandungan fluida lainnya. a a a a

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN

a a

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian yang berjudul ”ANALISIS AVO, INVERSI DAN NEURAL NETWORK UNTUK KARAKTERISASI RESERVOAR EARLY MIOCENE LAPANGAN OFFSHORE AL- FITRA” dilaksanakan di Fungsi Eksplorasi Region Sumatera PT. Pertamina EP, Menara Standard Chartered Jakarta. Penelitian ini dimulai pada tanggal 4 Mei 2015 hingga 7 Juli 2015. Kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Penelitian No Waktu Mei 2015 Juni 2015 Juli 2015 Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Studi Literatur 2 Pengolahan Data 3 Analisa dan Pembahasan

4.2 Perangkat dan Data Penelitian

Dalam penelitian ini, digunakan 1 unit workstation dengan software penunjang pengolahan data yaitu Hampson-Russel HRS-9 dan Petrel 2014. Sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data log sumur AW-1, AW-2, AW-3, AW-4, West-1 dan North-1 2. Data seismik 3D Pre-stack dan 3D Post-stack Preserve 3. Data Checkshot 4. Data Marker

4.3 Tahapan Penelitian

4.3.1 Pengolahan Data Tahap 1

1. Pemeriksaan Data Sumur Pemeriksaan data log meliputi koordinat, elevasi Kelly Bushing KB, lokasi sumur terhadap data seismik, interval data log, dan kelengkapan data log. Peninjauan data log bertujuan untuk mengontrol kualitas data log yang digunakan dalam proses pengolahan selanjutnya. Data yang kurang baik dilakukan proses editing untuk mendapatkan hasil data log yang lebih baik dan berkorelasi dengan kondisi bawah permukaan sebenarnya. Tabel 4.2 Kelengkapan Data Log No Sumur AW-1 AW-2 AW-3 AW-4 North-1 West-1 Log 1 Checkshot √ √ √ - √ - 2 P-wave √ √ √ √ √ - 3 S-wave - √ √ √ - - 4 Density √ √ √ √ √ √ 5 Gamma Ray √ √ √ √ √ √ 6 Neutron Porosity √ √ √ √ √ √ 7 Resistivity √ √ √ √ √ √ 8 Inline 1273 1274 1274 1274 1186 1155 bottom 1272 1271 1303 9 Xline 3008 2931 2931 2932 1359 3065 bottom 2932 3015 3106 10 Tipe Vertical Deviated Deviated Deviated Vertical Vertical Gambar 4.1 Basemap Penelitian 2. Transformasi Log Untuk data yang tidak tersedia pada log utama, dilakukan transformasi dari log lain. Setelah data log utama tersedia, dilakukan transformasi log turunan yang digunakan untuk tahapan selanjutnya. Log turunan yang digunakan dalam penelitian ini, seperti log P-impedance, S-impedance, Lambda-Rho, Mu-Rho, porositas efektif dan saturasi air. 3. Crossplot Log Membuat crossplot log untuk mengetahui hubungan antara 2 parameter atau lebih sehingga dapat dikelompokkan zona-zona yang memiliki kesamaan karakter litologi, fluida dan lain-lain yang ditandai kisaran nilai parameter tertentu. Analisis crossplot juga berguna untuk menguji sensitifitas parameter paling baik N dalam memisahkan litologi dan fluida reservoar di sumur tersebut. Ada 3 jenis crossplot yang dilakukan yaitu: P-Impedance sumbu X dan Gamma Ray sumbu Y, S-Impedance sumbu X dan Gamma Ray sumbu Y, serta crossplot Lambda- Rho sumbu X dengan Mu-Rho sumbu Y. Crossplot ini menggunakan color key porosity. 4. Fluid Replacement Scenario dan AVO Modelling. Sebelum dilakukan pemodelan sintetik AVO, diperlukan analisis fluida pengisi. Data sumur dibuat skenario konten fluida pada zona reservoar yaitu reservoar yang tersaturasi minyak, air dan nilai log sebenarnya insitu. Setelah didapatkan nilai log P-wave, S-wave, density dari masing-masing skenario, dibuat pre-stack synthetic dari log ini menggunakan algoritma Zoeppritz.

4.3.2 Pengolahan Data Tahap 2

1. Pre-Conditioning Seismic Gather Agar hasil pada analisis AVO lebih optimal, dilakukan proses pre-conditioning data seismik yang bertujuan untuk memperbesar SN signal to noise ratio. Adapun susunan geometri dari data seismik dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Geometri Data Seismik Lapangan “Al-Fitra” Parameter Inline Xline Number of 709 3121 Start Number 999 337 Increment 1 1 Spacing 25 m 12.5 m