Analisa Konsumsi Energi Spesifik Pemanfaatan Panas Buang Kondensor Dari Sistem Pengkondisian Udara Untuk Pengeringan Pakaian

(1)

ANALISA KONSUMSI ENERGI SPESIFIK PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR DARI SISTEM

PENGKONDISIAN UDARA UNTUK PENGERINGAN PAKAIAN

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

VALEN RICHARDO JULISTIN SIMORANGKIR NIM : 110421064

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapakan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang begitu besar sehinggga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dari tahap awal sampai akhir berjalan dengan baik.

Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana di Program Pendidikan Sarjana Ekstensi di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “Analisa konsumsi energi spesifik pemanfaatan panas buang kondensor dari sistem pengkondisian udara untuk pengeringan pakaian”

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan baik berupa dukungan, perhatian, bimbingan, nasihat, dan juga doa. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta (Ayahanda St. B. Simorangkir (+) dan Ibunda V. Lumbantobing) serta seluruh anggota keluarga yang telah memberi doa, semangat, dorongan serta materi kepada penulis.

2. Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST, MT, sebagai dosen Pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu serta menyumbangkan ilmu dan nasehat kepada penulis sepanjang pengerjaan tugas sarjana ini hingga selesai

3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, sebagai Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, ST, MT. selaku dosen pembanding I dan Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT. selaku dosen pembanding II.

5. Bapak/Ibu dosen di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama kuliah. 6. Bapak/Ibu staff pegawai yang banyak membantu penulis selama kuliah di


(10)

7. Abang Reymond Diman Tambunan, ST, yang telah membantu meluangkan waktu, memberikan arahan, dan memberi masukan dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

8. Rekan satu team ; Zupiter Sirait dan Dunan Ginting, yang saling membantu dan bersolidaritas satu sama lain demi penyelesaian skripsi ini. 9. Lae Dedy, Lae Andre, Lae Jon Purba, Pal Kostrawan Kaban, Manuel

Marbun, Harris, Yudha, Bg Cakra, Bg Syalimono Siahaan, dan Para rekan–rekan yang di S2 membantu dalam penyelesaian penulisan Skripsi ini.

10.Semua teman-teman ekstensi stambuk 2011 dan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Buat sahabat hatiku, Winda Valensya P. Tampubolon S.H, penulis mengucapkan terima kasih banyak untuk perhatian, doa dan dukungannya. 12.Buat Teman seperjuangan Jan Fanther R. Simanungkalit untuk dukungan

dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari skiripsi ini masih kurang sempurna, Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan isi skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai mesin pengering sistem pompa kalor. Akhir kata saya ucapkan Terima kasih.

Medan, Februari 2015

Valen Richardo Julistin Simorangkir


(11)

ABSTRAK

Analisa ini bertujuan untuk mengetahui nilai konsumsi energi spesifik pengeringan mesin pengering yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan panas buang dari sistem pengkondisian udara dengan daya 1 Pk. Komponen yang dimanfaatkan dari sistem pengkondisian udara adalah kondensor. Proses pengambilan panas pada kondensor tanpa mengganggu fungsi utama siklus kompresi uap. Manfaat penelitian ini adalah untuk menciptakan suatu alat mesin pengering yang ramah lingkungan dengan sistem kerja mesin pengering tidak dipengaruhi oleh musim, contohnya musim hujan yang sering terjadi saat ini. Dan manfaat lain dari penelitian ini adalah pengembangan dalam bidang penghematan energi dari teknologi refrigerasi dan pengkondisian udara, dan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca. Kesimpulan dari analisa ini diperoleh nilai laju pengeringan pada mesin pengering pakaian dengan waktu bervariasi yaitu 30 – 75 menit adalah 0,3413 – 0,7336 kg/jam. Nilai laju ekstraksi air spesifik (Spesific Moisture Extraction Rate) untuk pengeringan masing-masing bahan adalah 0,2315 kg/kWh – 0,4976 kg/kWh dan besarnya konsumsi energi spesifik (Spesific Energy Consumption) berkisar antara 2,0096 kWh/kg – 4,3196 kWh/kg untuk pengeringan yang dilakukan masing - masing jenis bahan pakaian.

Kata kunci : Laju pengeringan, Spesific Moisture Extraction Rate (SMER), Spesific Energy Consumption (SEC)


(12)

ABSTRACT

This analysis aims to determine the value of the specific energy consumption drying machine drying environmentally friendly by utilizing waste heat from air conditioning systems with power 1 Pk. Components are used from the air conditioning system is a condenser. The process of taking the heat in the condenser without disturbing the main function of the vapor compression cycle. The benefits of this research is to create a tool that is environmentally friendly drying machine with dryer machine working system is not affected by season, for example, the rainy season is often the case today. And another benefit of this research is the development in the field of energy saving refrigeration and air conditioning technology, and the reduction of greenhouse gas emissions. The conclusion from this analysis that the value of the rate of drying the clothes dryer with varying time is 30-75 minutes is 0.3413 - 0.7336 kg / h. Specific value of the rate of moisture extraction (Specific Moisture Extraction Rate) for drying of each ingredient is 0.2315 kg / kWh - 0.4976 kg / kWh and the amount of specific energy consumption (Specific Energy Consumption) ranged between 2.0096 kWh / kg - 4.3196 kWh / kg for drying are performed each type of fabric.

.

Keywords : drying rate, Specific Moisture Extraction Rate (SMER), Specific Energy Consumption (SEC).


(13)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR NOTASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.4.1 Tujuan Umum ... 3

1.4.2 Tujuan Khusus ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.6. Metode Pengumpulan Data ... 5

1.7. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Pengeringan ... 6

2.2. Pengeringan Buatan ... 7

2.2.1 Jenis-Jenis Pengeringan Buatan ... 7

2.2.2 Proses pengeringan ... 8


(14)

2.3. Pompa Kalor ... 10

2.4. Siklus Kompresi Uap ... 11

2.4.1. Proses Kompresi (1 – 2s) ... 15

2.4.2. Proses Kondensasi (2 – 3) ... 16

2.4.3. Proses Ekspansi (3 – 4) ... 16

2.4.4. Proses Evaporasi (4 – 1) ... 17

2.5. Pengeringan sistem pompa kalor ... 17

2.6. Analisis Performansi Pengering Pompa Kalor ... 21

2.6.1 Efisiensi Pengeringan (EP) ... 21

2.6.2 Nilai Laju Ekstraksi uap Spesifik atau specific moisture extraction rate (SMER) ... 21

2.6.3 Konsumsi energi Spesifik atau specific energy consumption (SEC) ... 22

2.6.4 Laju pengeringan (Dry rate) ... 23

2.6.5 Kinerja dari Pompa Kalor ... 24

2.6.6 Total performance (TP) ... 25

2.6.7 Faktor prestasi (PF) ... 25

2.7. Periode Laju pengeringan ... 26

2.8. Kadar air ... 27

2.9. Moisture ratio (Ratio kelembaban) ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Bahan dan Peralatan ... 30

3.1.1. Alat dan Bahan perancangan mesin pengering pakaian ... 30

3.1.2. Bahan dan alat Dalam Melakukan Pengujian ... 32


(15)

3.3. Prosedur Pengujian ... 38

3.4. Diagram Alir Proses Penelitian ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1. Rancang Bangun Alat Pengering ... 41

4.2. Hasil pengujian dari berbagai bahan Pakaian ... 42

4.2.1. Pakaian dengan Bahan Cotton 100% ... 42

4.2.2. Pakaian dengan Bahan 80% Polyester + 20% Elastone ... 47

4.2.3. Pakaian dengan Bahan 50% Polyester + 50% Cotton ... 51

4.2.4. Pakaian dengan Bahan Denim 100% ... 55

4.3. Karakteristik Pengeringan ... 59

4.4. Standar perawatan bahan pakaian sesuai label pada pakaian ... 61

4.4.1. Pakaian dengan Bahan Cotton 100% ... 61

4.4.2. Pakaian dengan Bahan 80% Polyester + 20% Elastone ... 62

4.4.3. Pakaian dengan Bahan 50% Polyester + 50% Cotton ... 62

4.4.4. Pakaian dengan Bahan Denim 100% ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

5.1. Kesimpulan ... 64

5.2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Refrigerator dan pompa kalor (Heat Pump) ... 10

Gambar 2.2 Skema siklus refrigerasi kompresi uap... 12

Gambar 2.3 Siklus Kompresi Uap sederhana ... 13

Gambar 2.4 Diagram T-s siklus standar ... 14

Gambar 2.5 Diagram P-h Siklus ideal... 14

Gambar 2.6 Proses kompresi... 15

Gambar 2.7 Proses kondensasi ... 16

Gambar 2.8 Proses evaporasi ... 17

Gambar 2.9 Diagram pengering pakaian pompa kalor ... 18

Gambar 2.10 Skema pengeringan ... 19

Gambar 2.11 Siklus pengering dengan sistem pompa kalor ... 20

Gambar 2.12 Grafik Hubungan Kadar Air Dengan Waktu... 27

Gambar 3.1 Desain Mesin pengering pakaian ... 30

Gambar 3.2 Mesin pengering pakaian ... 31

Gambar 3.3 Pakaian ... 32

Gambar 3.4 Tabung Refrigeran 22... 33

Gambar 3.5 Aluminium S Type Load Cell ... 33

Gambar 3.6 Rh – Meter ... 34

Gambar 3.7 Hot Wire Annemometer ... 35

Gambar 3.8 Blower 3 inch ... 36

Gambar 3.9 Laptop... 37

Gambar 3.10 Diagram alir proses pelaksanaan penelitian ... 40

Gambar 4.1 Foto lemari pengering hasil rancang bangun ... 41

Gambar 4.2 Foto lemari pengering hasil rancang bangun (lanjutan) ... 42

Gambar 4.3 Pakaian dengan bahan cotton 100% ... 43

Gambar 4.4 Grafik Penurunan berat pakaian berbahan Cotton 100% ... 44

Gambar 4.5 Grafik karakteristik kelembaban udara pada lemari pengering Dengan pakaian berbahan Cotton 100% ... 46

Gambar 4.6 Grafik karakteristik temperatur pada lemari pengering Dengan pakaian berbahan Cotton 100% ... 46


(17)

Gambar 4.7 Pakaian dengan bahan 80% Polyester + 20% Elastone ... 48 Gambar 4.8 Grafik Penurunan berat pakaian berbahan

80% Polyester + 20% Elastone ... 48 Gambar 4.9 Grafik Karakteristik kelembaban udara pada lemari pengering

Dengan pakaian berbahan 80% Polyester + 20% Elastone ... 50 Gambar 4.10 Grafik Karakteristik temperatur pada lemari pengering

Dengan pakaian berbahan 80% Polyester + 20% Elastone ... 51 Gambar 4.11 Pakaian dengan bahan 50% Polyester + 50% Cotton ... 52 Gambar 4.12 Grafik Penurunan berat pakaian berbahan

50% Polyester + 50% Cotton ... 52 Gambar 4.13 Grafik Karakteristik kelembaban udara pada lemari pengering Dengan pakaian berbahan 50% Polyester + 50% Cotton ... 54 Gambar 4.14 Grafik Karakteristik temperatur pada lemari pengering

Dengan pakaian berbahan 50% Polyester + 50% Cotton ... 55 Gambar 4.15 Pakaian dengan bahan Denim 100% ... 56 Gambar 4.16 Grafik Penurunan berat pakaian berbahan Denim 100% ... 57 Gambar 4.17 Grafik karakteristik kelembaban udara pada lemari pengering

Dengan pakaian berbahan Denim 100% ... 59 Gambar 4.18 Grafik karakteristik temperatur pada lemari pengering

Dengan pakaian berbahan Denim 100% ... 59 Gambar 4.19 Label perawatan pakaian berbahan cotton 100% ... 61 Gambar 4.20 Label perawatan pakaian berbahan

80% Polyester + 20% Elastone ... 62 Gambar 4.21 Label perawatan pakaian berbahan

50% Polyester + 50% Cotton ... 62 Gambar 4.22 Label perawatan pakaian berbahan Denim 100% ... 63


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Karakteristik Tipe AC-Split ... 37 Tabel 4.1 Data Hasil pengujian pakaian dengan bahan 100 % Cotton ... 43 Tabel 4.2 Data Hasil pengujian pakaian dengan bahan

80% Polyester + 20% Elastone ... 47 Tabel 4.3 Data Hasil pengujian pakaian dengan bahan

50% Polyester + 50% Cotton ... 51 Tabel 4.4 Data Hasil pengujian pakaian dengan bahan 100 % Cotton ... 55 Tabel 4.5 Data Hasil perhitungan SMER dan SEC dari setiap bahan ... 60


(19)

DAFTAR NOTASI

Notasi Arti Satuan

COP Coefficient of Performance Tanpa dimensi

h Enthalpy kJ/kg

h1 Enthalpi refrigeran masuk kompressor kJ/kg

h2 Enthalpi refrigeran keluar kompressor kJ/kg

h3 Entalpi refrigeran saat keluar kondensor kJ/kg

h4 Entalpi masuk ke evaporator kJ/kg

Wc Daya listrik compressor kW

V Tegangan listrik Volt

I kuat arus listrik Ampere

ṁ laju aliran refrigeran pada sistem kg/s

�� kalor yang di serap di evaporator kW �� efek pendinginan (efek refrigerasi) kJ/kg

FP Faktor prestasi

TP Total prestasi

Qk Kalor yang dilepaskan oleh Kondensor kW

Laju Pengeringan kg/jam

T Temperatur 0C

Wo Berat Basah gram

Wf Berat kering gram

t Waktu Pengeringan menit

Kabb Kadar air basis basah %

Kabk Kadar air basis kering %

Wa Berat air dalam bahan gram

Wk Berat kering mutlak bahan gram

Wt Berat total gram

MR Moisture ratio (rasio kelembaban) %

Mt Kadar air pada selama pengeringan menit


(20)

Me Kadar air setelah berat bahan konstan %

R Refrigeran

SMER specific moisture extraction rate kg/kWh

SEC specific energy consumption kWh

kg �

v Kecepatan udara m/s

Wc Daya kompresor kW

Wb Daya blower kW

Mudara laju aliran massa udara Kg/s

η Efisiensi pengeringan %

Qp energi yang digunakan untuk pengeringan kJ

Q energi untuk memanaskan udara pengering kJ


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari objek yang dikeringkan. Pada awalnya proses pengeringan hanya ditujukan untuk mengawetkan makanan. Tetapi, saat ini proses pengeringan telah berkembang luas pada bidang-bidang lain seperti agroindustri, kimia, biokimia, farmasi, industri kertas, dan industri lainnya. Metode pengeringan juga semakin berkembang, tidak hanya sekedar mengurangi kadar air tetapi juga mengontrol proses pengeringan untuk mendapatkan kualitas produk pengeringan yang lebih baik. Selama beberapa dekade terakhir, penelitian telah banyak dilakukan untuk menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan proses pengeringan dan perubahan-perubahan yang terjadi selama proses pengeringan. Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan proses-proses pengeringan yang lebih efektif dan efisien. Diperkirakan sekitar 250 paten Amerika dan 80 patent Eropa yang berhubungan dengan proses pengeringan telah diterbitkan setiap tahunnya [1].

Di Indonesia, salah satu industri kecil dan menengah yang banyak menggunakan proses pengeringan adalah industri pencucian pakaian atau laundry. Saat ini jasa industry laundry banyak digunakan oleh masyarakat, hotel, rumah sakit, dan industri pakaian. Pada umumnya proses pengeringan pakaian yang dilakukan masyarakat adalah secara alami dengan memanfaatkan energi matahari. Meskipun murah metode pengeringan alami ini mempunyai kelamahan utama, yaitu prosesnya sangat lambat dan sangat tergantung alam. Karena sudah merupakan industri, proses pengeringan pada laundry ini tidak lagi menggunakan metode pengeringan alami. Mesin pengering untuk industri ini harus mempunyai ciri-ciri berikut: proses pengeringan cepat, tidak tergantung alam, dan mudah dioperasikan. Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan untuk kota di kota Medan [2], semua industri laundry yang disurvey tidak ada lagi menggunakan pengeringan konvensional tetapi telah menggunakan mesin pengering buatan. Mesin pegering tersebut menggunakan udara panas sebagai medium pengering. Sementara, sumber energi utama yang digunakan pada mesin pengering buatan ini


(22)

antara lain minyak, bahan bakar gas, dan listrik. Survey ini juga menunjukkan bahwa bagian terbesar biaya operasional adalah energi untuk pengeringan ini. Dengan semakin meningkatnya harga minyak, bahan bakar gas dan listrik, maka industri laundry ini akan mengalami kesulitan dari sisi pengadaan energi. Sehingga perlu dicari sumber energi alternatif yang lebih murah untuk dapat digunakan.

Pada kota-kota besar di Indonesia, demi kenyamanan umumnya digunakan siklus kompresi uap untuk melakukan pengkondisian udara. Pada siklus ini, panas akan diserap dari ruangan yang dikondisikan dan bersama energi input dari kompresor akan dibuang di kondensor. Temperatur pembuangan panas di kondensor ini masih relatif tinggi. Berdasarkan fakta ini, panas yang terbuang pada suhu yang relatif tinggi ini dapat digunakan sebagai pengganti sumber energi untuk pengeringan. Pemanfaatan energi terbuang dari kondensor ini yang menjadi latar belakang penelitian ini.

Tujuan utama penelitian ini adalah melakukan analisa konsumsi energi spesifik pengeringan dengan memanfaatkan panas buang dari sistem pengkondisian udara. Komponen yang dimanfaatkan dari sistem pengkondisian udara tersebut adalah kondensornya. Maka mesin pengering ini biasanya disebut pompa kalor. Dengan melakukan analisa kebutuhan energi spesifik pengeringan akan didapatkan mesin pengering berdasarkan sistem pompa kalor yang dapat melakukan pengeringan dengan baik atau tidak kalah dari mesin pengering komersial yang ada di lapangan. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini akan dapat digunakan sebagai inovasi pemanfaatan energi terbuang (heat recovery) yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi penggunaan energi.

I.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan pembuatan model fisik unit mesin pengering pakaian dengan memanfaatkan gas buang kondensor sebagai sumber energi. Proses pengambilan panas dari kondensor diharuskan tidak akan mengganggu fungsi utama siklus kompresi uap. Pada temperatur berapa sebaiknya kondensor dioperasikan untuk menjaga laju pengeringan yang optimum, Kemudian karakteristik pengeringan dengan menggunakan sumber energi panas


(23)

buangan ini juga harus diteliti. Kemudian pakaian di dalam ruang pengering juga harus diteliti.

I.3 Batasan masalah

1. Panas yang dihasilkan mesin pengering ini sepenuhnya dari gas buang kondensor dengan bantuan blower sebagai pengirim gas buang ke lemari pengering.

2. Menganalisa laju pengeringan pakaian, berapa lama waktu yang diperlukan dalam mengeringkan pakaian berbahan Polyester 50% + Cotton 50%, cotton 100%, denim 100%, dan Polyester 80% + Elastone 20%.

3. Menganalisa nilai laju ekstraksi uap spesifik pengeringan pakaian berbahan Polyester 50% + Cotton 50%, cotton 100%, denim 100%, dan Polyester 80% + Elastone 20%.

4. Menganalisa konsumsi energi spesifik mesin pengering pakaian Polyester 50% + Cotton 50%, cotton 100%, denim 100%, dan Polyester 80% + Elastone 20%.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka dirancang sebuah penelitian melakukan analisa konsumsi energi spesifik pengeringan untuk menentukan performansi lemari pengering hasil rancangan. Sebagai sumber energi untuk pengeringan, akan digunakan sebuah sistem pengkondisian udara AC Split dengan daya kompresor 1 PK.

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai konsumsi energi spesifik pengeringan dengan memanfaatkan panas buang dari sistem pengkondisian udara. Komponen yang dimanfaatkan dari sistem pengkondisian udara tersebut adalah kondensornya. Karena evaporatornya tetap menjalankan fungsinya untuk mendinginkan ruangan yang dikondisikan, maka mesin pengering ini biasanya disebut pompa kalor jenis hibrid. Dengan mengetahui nilai konsumsi energi spesifik pengeringan akan didapatkan mesin pengering


(24)

berdasarkan sistem pompa kalor yang dapat melakukan pengeringan dengan baik. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini akan dapat digunakan sebagai inovasi pemanfaatan energi terbuang (heat recovery) yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi penggunaan energi.

1.4.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada penelitian ini adalah :

1. Melakukan analisa konsumsi energi spesifik mesin pengering dengan memanfaatkan sisa panas dari kondensor AC split 1 PK.

2. Melakukan uji performansi pada mesin pengering yang sudah direncanakan dengan melakukan pengeringan langsung terhadap pakaian. Parameter performansi yang akan digunakan terhadap mesin pengering antara lain laju pengeringan, waktu pengeringan, penggunaan energi spesifik, dan laju ekstraksi spesifik.

3. Mendapatkan karakteristik pengeringan pakaian dengan menggunakan mesin pengering yang telah di analisa.

I.5 Manfaat Penelitian.

Manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah :

1. Sebagai pengembangan dalam bidang penghematan energi dari teknologi refrigerasi dan pengkondisian udara.

2. untuk menciptakan suatu alat mesin pengering yang ramah lingkungan dengan sistem kerja mesin pengering tidak dipengaruhi oleh musim.

3. Memanfaatkan panas buang yang dihasilkan kondensor untuk mengeringkan pakaian.

4. untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi dan juga pengurangan emisi Gas Rumah Kaca.

1.6 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam karya tulis ini dilakukan dengan :

1. Studi literatur dari beberapa buku referensi dan catatan kuliah mengenai Perpindahan Panas.


(25)

2. Melakukan pengamatan dan pengambilan data secara langsung pada proses pengujian Mesin Pengering pada saat mesin beroperasi di lingkungan Laboratorium Fakultas Teknik Mesin USU.

3. Informasi dan masukan dari pembimbing maupun dengan pihak-pihak yang memahami materi tentang perancangan mesin pengeringan di lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU).

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terbagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Berisi uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penilitian, manfaat penelitian, metode pengumpulan data serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi teori-teori yang menunjang penyelesaian masalah seperti dalam hubungannya dengan prinsip pengeringan, teori pompa kalor, performansi siklus kompresi uap, serta laju pengeringan pakaian. BAB III METODE PENELITIAN Berisi tentang alat dan bahan pembuatan dan pengujian, prosedur kerja alat, pengujian mesin pengering, deskripsi bentuk konstruksi mesin pengering, diagram alir proses pembuatan. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang data yang diperoleh selama pengujian dan analisa perhitungan mengenai karakteristik laju pengeringan sehingga selanjutnya dapat ditarik sebuah kesimpulan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi tentang kesimpulan berdasarkan data hasil pengujian yang telah dianalisa dan saran-saran yang diberikan untuk menyempurnakan kinerja alat.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan

Rangkaian proses pengeringan secara garis besar merupakan metoda penguapan yang dapat dilakukan untuk melepas air dalam fasa uapnya dari dalam objek yang dikeringkan. Penguapan ini dapat dilakukan dengan dua cara yakni: cara pertama adalah dengan memberikan panas kedalam bahan tersebut sehingga terjadi kenaikan temperaturnya untuk keperluan memanaskan dan selanjutnya untuk menguapkan sejumlah air. Ataupun dengan cara menangkap uap air oleh udara yang telah dikondisikan (dipanaskan atau didinginkan).

Setiap operasi dalam rantai produksi memanfaatkan sumberdaya dan menigkatkan biaya, maka pemahaman yang tinggi tentang proses pengeringan dalam kaitannya dengan produk tertentu adalah penting. Proses pengeringan meliputi perpindahan panas dan massa. Uap air yang dihilangkan dapat berada dipermukaan dan juga didalam produk; sehingga pengeringan secara normal mengeluarkan air dari dua level ini. Kandungan air yang lebih rendah pada permukaan akan memaksa keluar air dari dalam produk. Migrasi kandungan air keluar diperlambat oleh daya tarik molekul air. Tingkatan daya tarik ini dan karenanya tahanan internal terhadap kehilangan uap air tergantung pada sifat higroskopis dan koloid serta ukuran pori yang membangun gerakan kapiler fluida.

Keluar/lepasnya air dari permukaan produk tergantung pada kondisi udara pengeringan, sementara kondisi uap air di permukaan mempengaruhi perpindahan massa dari dalam ke permukaan. Pelepasan uap air pada batas antar-muka produk-udara tergantung pada temperatur produk dan medium pengeringan, humiditas udara, laju alir udara dan kondisi tekanan volume serta luas permukaan produk yang dikenai medium pengeringan (Sumber : Menon and Mujumdar, 1987).

Pengaruh temperatur dan humiditas udara pengeringan terhadap pelepasan uap air adalah saling berhubungan. Semakin tinggi temperatur udara diikuti dengan humiditas udara yang lebih rendah pada volume udara tertentu akan meningkatkan kapasitasnya dalam mengikat uap air. Temperatur udara yang lebih


(27)

tinggi menambah kemungkinan perpindahan panas pada produk. Ketika yang terakhir ini terjadi, tekanan uap didalam produk meningkat dan evaporasi uap air dari permukaan menjadi lebih mudah (Sumber : Menon and Mujumdar, 1987).

Ketika penguapan berlangsung dan kandungan uap air pada volume tetap terus bertambah, kapasitas udara untuk mengakomodir lebih banyak uap semakin berkurang. Oleh karenanya udara jenuh disekitar produk harus segera digantikan Dengan menetapkan kondisi tertentu untuk temperatur dan humiditas udara, maka jumlah uap air yang dihilangkan tergantung pada volume udara yang dibawa pada kontak dengan produk. Ketika evaporasi uap air tidak terbatas, menjaga atau meningkatkan laju alir udara dapat menjamin keberlangsungan proses pengeringan.

2.2 Pengeringan Buatan

Pengeringan dengan menggunakan alat pengering dimana, suhu, kelembapan udara, kecepatan udara dan waktu dapat diatur dan di awasi.

Keuntungan pengering buatan: a) Tidak tergantung cuaca

b) Kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan c) Tidak memerlukan tempat yang luas

d) Kondisi pengeringan dapat dikontrol e) Pekerjaan lebih mudah.

2.2.1 Jenis - Jenis Pengeringan Buatan

Berdasarkan media panasnya,

a) Pengeringan adiabatis ; pengeringan dimana panas dibawa ke alat pengering oleh udara panas, fungsi udara memberi panas dan membawa air.

b) Pengeringan isotermik; bahan yang dikeringkan berhubungan langsung dengan alat/ plat logam yang panas.

2.2.2 Proses pengeringan:


(28)

b) Dengan cara menurunkan RH dengan mengalirkan udara panas disekeliling bahan

c) Proses perpindahan panas; proses pemanasan dan terjadi panas sensible dari medium pemanas ke bahan, dari permukaan bahan kepusat bahan.

d) Proses perpindahan massa ; proses pengeringan (penguapan), terjadi panas laten, dari permukaan bahan ke udara

e) Panas sensible ; panas yang dibutuhkan /dilepaskan untuk menaikkan /menurunkan suhu suatu benda

f) Panas laten ; panas yang diperlukan untuk mengubah wujud zat dari padat kecair, cair ke gas, dst, tanpa mengubah suhu benda tersebut.

2.2.3 Faktor faktor yang mempengaruhi pengeringan.

Pada pengeringan selalu di inginkan kecepatan pengeringan yang maksimal. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha- usaha untuk memercepat pindah panas dan pindah massa ( pindah massa dalam hal ini adalah perpindahan air keluar dari bahan yang dikeringkan dalam proses pengeringan tersebut.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan pengeringan maksimum, yaitu :

(a) Luas permukaan (b) Suhu

(c) Kecepatan udara (d) Kelembaban udara (e) Waktu.

Dalam proses pengeringan ini faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan pengeringan maksimum adalah :

a) Suhu

Semakin besar perbedaan suhu (antara medium pemanas dengan bahan bahan) maka akan semakin cepat proses pindah panas berlangsung


(29)

sehingga mengakibatkan proses penguapan semakin cepat pula. Atau semkain tinggi suhu udara pengeringan maka akan semakin besar anergi panas yang dibawa ke udara yang akan menyebabkan proses pindahan panas semakin cepat sengingga pindah massa akan berlangsung juga dengan cepat.

b) Kecepatan udara

Umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak mengambil uap air dari permukaan bahan yang dikeringkan. Udara yang bergerak adalah udara yang mempunyai kecepatan gerak yang tinggi yang berguna untuk mengambil uap air dan menghilangkan uapa air dari permukaan bahan yang dikeringkan, sehingga dapat mencegah terjadinya udara jenuh yang dapat memperlambat penghilangan air.

c) Kelembaban Udara (RH)

Semakin lembab udara di dalam ruang pengering dan sekitarnya maka akan semakin lama proses pengeringan berlangsung kering, begitu juga sebaliknya. Karena udara kering dapat mengabsorbsi dan menahan uap air. Setiap bahan mempunyai keseimbangan kelembaban nisbi (RH keseimbangan) masing- masing, yaitu kelembapan pada suhu tertentu dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau tidak akan mengambil uap air dari atmosfir.

Jika RH udara < RH keseimbangan maka bahan masih dapat dikeringkan. Jika RH udara > RH keseimbangan maka bahan malahan akan menarik uap air dari udara.

d) Waktu

Semakin lama waktu (batas tertentu) pengeringan maka akan semakin cepat proses pengeringan selesai. Dalam pengeringan diterapkan konsep HTST (High Temperature Short Time), short time dapat menekan biayapengeringan.

2.3 Pompa Kalor

Pompa kalor (heat pump) adalah suatu perangkat yang mentransfer panas dari media suhu rendah ke suhu tinggi. Sebagian besar teknologi pompa kalor


(30)

memindahkan panas dari sumber panas yang be bertemperatur lebih tinggi. Contoh yang paling umum adalah

Pompa kalor merupakan perangkat yang sama dengan mesin pendingin (Refrigerator), perbedaannya hanya pada tujuan akhirnya. Mesin pendingin bertujuan menjaga ruangan pada suhu rendah (dingin) dengan membuang panas dari ruangan. Sedangkan pompa kalor bertujuan menjaga ruangan berada pada suhu yang tinggi (panas). Hal ini diilustrasikan seperti pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Refrigerator Dan Pompa Kalor (Heat Pump) Sumber: (Cengel & Boles Fifth Edition Hal.608

Pompa kalor memanfaatkan sifat fisik dari penguapan dan pengembunan dari suatu fluida kerja yang disebut dengan refrigeran. Pada aplikasi sistem pemanas, ventilasi, dan pendingin ruangan, pompa kalor merujuk pada alat pendinginan kompresi uap yang mencakup saluran pembalik dan penukar panas sehingga arah aliran panas dapat dibalik. Secara umum, pompa kalor mengambil panas dari udara atau dari permukaan. Beberapa jenis pompa kalor dengan sumber


(31)

panas udara tidak bekerja dengan baik setelah temperatur jatuh di bawah -5oC/23oF

(sumber :

2.4 Siklus Kompresi Uap (SKU)

Siklus Kompresi Uap (SKU) adalah siklus termodinamika yang digunakan untuk memindahkan panas dari medium yang bertemperatur rendah ke medium yang bertemperatur lebih tinggi. Fluida kerja yang mengalir selama siklus disebut fluida kerja atau refrigeran. Pada SKU, selama siklus, refrigeran mengalami perubahan fasa, yaitu menjadi uap (evaporation) dan menjadi cair (condensation). Berdasarkan proses perubahan fasa inilah, maka pada SKU kita kenal beberapa komponen seperti Evaporator dan Kondensor. Saat ini mesin pendingin yang menggunakan SKU sangat mudah dijumpai, seperti pada pendingin/pemanas yang digunakan untuk pengkondisian udara (AC-Split/Heat Pump) di perumahan atau perkantoran dalam skala kecil.

Sistem kompresi uap mempunyai 4 komponen utama, yaitu kompresor, kondensor, katup ekspansi (Throttling Device) dan evaporator seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Keempat komponen tersebut melakukan proses yang saling berhubungan dan membentuk siklus refrigerasi kompresi uap. [Sumber : Buku Kuliah Thermodinamika Teknik II, hal. 54]

Siklus refrigerasi kompresi uap ini dapat digambarkan seperti gambar berikut:


(32)

Gambar 2.2 Skema siklus refrigerasi kompresi uap (Sumber : Buku Kuliah Thermodinamika Teknik II)

Siklus refrigerasi kompresi uap merupakan siklus yang paling umum digunakan untuk mesin pendingin dan pompa kalor. Komponen utama dari sebuah siklus kompresi uap adalah :

1. Kompresor, berfungsi untuk memindahkan uap refrigeran dari evaporator dan menaikkan tekanan dan temperatur uap refrigeran ke suatu titik di mana uap tersebut dapat berkondensasi dengan normal sesuai dengan media pendinginnya.

2. Kondensor, berfungsi melakukan perpindahan kalor melalui permukaannya dari uap refrigeran ke media pendingin kondensor.

3. Katup Ekspansi, berfungsi untuk mengatur jumlah refrigeran yang mengalir ke evaporator dan menurunkan tekanan dan temperatur refrigeran cair yang masuk ke evaporator, sehingga refrigeran cair akan menguap dalam evaporator pada tekanan rendah.

4. Evaporator, berfungsi melakukan perpindahan kalor dari ruangan yang didinginkan ke refrigeran yang mengalir di dalamnya melalui permukaan dindingnya.

Pada gambar dapat dilihat bahwa dengan menggunakan evaporator panas diserap dari ruangan yang dikondisikan. Kemudian kompresor menerima kerja

WARM environment

Condenser

QH

Evaporator Expansion

valve

COLD Refrigerated space


(33)

mekanik. Setelah melalui kompresor, refrigeran masuk ke kondensor. Di sini refrigeran membuang panas ke lingkungan dan akhirnya mencair. Setelah mencair, tekanan refrigeran diturunkan sampai tekanan evaporator dengan menggunakan katup ekspansi.

SKU mempunyai 4 komponen utama, yaitu kompresor, kondensor, katup expansi, dan evaporator, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Siklus Kompresi Uap sederhana

(Sumber : Buku kuliah Teknik Pendingin & Pengkondisian Udara)

Diagram T-s (T adalah temperatur dan s adalah entropi [kJ/kgK]) ditampilkan pada Gambar 2.2(a). Diagram P-h (P adalah tekanan dan h adalah entalpi) ditampilkan pada grafik pada Gambar 2.2(b).

Proses-proses termodinamika yang terjadi pada SKU ini dapat dibagi atas 4 proses ideal, yaitu

1. 1-2s: adalah proses kompresi isentropik dari tekanan evaporator ke tekanan kondensor.

Pada titik 1, idealnya refrigeran berada pada fasa cair jenuh setelah menyerap panas pada suhu rendah dari evaporator.

2. 2s-3: adalah perpindahan panas yang diikuti kondensasi dari kondensor pada tekanan konstan. Pada bagian awal sisi masuk kondensor refrigeran masih dalam kondisi superheat dan akibat pendingin akan turun suhunya hingga mencapai temperatur kondensasi, dan akhirnya menjadi cair jenuh


(34)

pada sisi keluar kondensor.

3. 3-4: adalah ekspansi adiabatik dari tekanan kondensor ke tekanan evaporator. Akibat penurunan tekanan, temperatur akan turun. Pada sisi masuk evaporator sebagian fluida berada pada fasa cair dan sebagian lagi menjadi uap.

4. 4-1: adalah penguapan pada tekanan konstan. Di sini fluida menyerap panas dari medium agar dapat menguap. Refrigeran akan, seluruhnya menguap di sisi keluar evaporator dan siklus akan berulang ke langkah 1:

Gambar 2.4 Diagram T-s siklus standar

(Sumber : Buku kuliah Teknik Pendingin & Pengkondisian Udara)

Gambar 2.5 Diagram P-h Siklus ideal

(Sumber : Buku kuliah Teknik Pendingin & Pengkondisian Udara)

2.4.1 Proses Kompresi (1 – 2s)

Proses ini berlangsung di kompresor secara isentropik adiabatik. Tugas utama kompresor adalah menaikkan tekanan refrigeran, sekaligus juga menaikkan


(35)

temperaturnya lebih tinggi dari temperatur lingkungan. Tujuannya adalah agar dapat melepaskan panas pada temperatur tinggi ke lingkungan.

Kondisi awal refrigeran pada saat masuk di kompresor adalah uap jenuh bertekanan rendah, setelah di kompresi refrigeran menjadi uap bertekanan tinggi. Oleh karena proses ini dianggap isentropik, maka temperatur keluar kompresor pun meningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan massa refrigeran bisa dihitung dengan rumus :

Gambar 2.6 Proses kompresi

Wc = �̇ �� = �( ̇ ℎ2 − ℎ1) ...(2.1)

Dimana :

�� = besarnya kerja kompresi yang dilakukan (kJ/kg) ℎ1 = entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)

ℎ2 = entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)

= laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)

h1 diperoleh dari tekanan pada evaporator, h2 diperoleh dari tekanan pada

kondensor.

Dalam pengujian besarnya daya kompresor untuk melakukan kerja dapat juga ditentukan dengan rumus:

Wc =�����...(2.2) Dimana :

Wc = daya listrik kompresor (Watt)

� = tegangan listrik (Volt)

� = kuat arus listrik (Ampere)


(36)

2.4.2 Proses Kondensasi (2 – 3)

Proses ini berlangsung di kondensor, refrigeran yang bertekanan dan temperatur tinggi keluar dari kompresor membuang kalor sehingga fasanya berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di kondensor terjadi penukaran kalor antara refrigeran dengan udara, sehingga panas berpindah dari refrigeran ke udara pendingin dan akhirnya refrigeran mengembun menjadi cair.

Besarnya kalor per satuan massa refrigeran yang di lepaskan di kondensor dinyatakan sebagai:

Gambar 2.7 Proses kondensasi

�� = �̇�� = �̇ (ℎ2− ℎ3)...(2.3)

Dimana :

�� = besarnya kalor dilepas di kondensor (kJ/kg) ℎ2 = entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg) ℎ3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)

= laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)

2.4.3 Proses Ekspansi (3 – 4)

Proses ini berlangsung secara isoentalpi, hal ini berarti tidak terjadi penambahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur. Proses penurunan tekanan terjadi pada katup ekspansi yang berbentuk pipa kapiler atau orifice yang berfungsi mengatur laju aliran refrigeran dan menurunkan tekanan.

ℎ3 = ℎ4

Dimana :

h3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)

h4 = harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/kg) 2.4.4 Proses Evaporasi (4 – 1)

Proses ini berlangsung di evaporator secara isobar isotermal. Refrigeran dalam wujud cair bertekanan rendah menyerap kalor dari lingkungan / media yang didinginkan sehingga wujudnya berubah menjadi gas bertekanan rendah.


(37)

Besarnya kalor yang diserap evaporator adalah :

Gambar 2.8 Proses evaporasi

�� = �̇�� = �̇ (ℎ1− ℎ4) ...(2.4)

Dimana :

�� = kalor yang di serap di evaporator ( kW ) �� = efek pendinginan (efek refrigerasi) (kJ/kg) ℎ1= harga entalpi ke luar evaporator (kJ/kg)

ℎ4= harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/kg)

= laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)

Selanjutnya refrigeran kembali masuk ke kompresor dan bersirkulasi kembali, begitu seterusnya sampai kondisi yang diinginkan tercapai.

2.5 Pengering Sistem Pompa Kalor

Pompa kalor merupakan salah satu sistem yang dapat dimanfaatkan pada teknologi pengeringan. Teknologi ini telah banyak di manfaatkan di Australia dan Eropa. Pompa kalor sebagai pengering berpotensi menghemat energi.. Pompa kalor untuk pengeringan pakaian atau Heat Pump Clothes Dryers (HPCDs) dapat menghemat energi sebesar 50% dibanding sistem pengering pakaian listrik konvensional, dan karenanya memiliki potensi menyimpan energi yang besar (Meyers, et al. 2010).

Prinsip kerja pengering pakaian pompa kalor diilustrasikan seperti gambar 2.9. Pompa kalor memberikan panas dengan mengekstraksi energi dari udara sekitar. Panas kering udara diproses memasuki belakang drum dan berinteraksi dengan cucian. Udara lembab yang hangat dari drum diproses melalui layar serat


(38)

dan melalui evaporator dimana sebagian besar kelembaban akan di hilangkan sebelum mengalir melalui kondensor dan kembali ke drum.(Meyers, et al. 2010).

Gambar 2.9 Diagram pengering pakaian pompa kalor. Sumber:(Meyers, et al. 2010)

Melalui skema siklus refrigrasi kompresi uap, panas yang dikeluarkan oleh kondensor dimanfaatkan untuk mengeringkan pakaian. Udara panas dari kondensor dialirkan ke ruang pengeringan, selanjutnya udara hasil pengeringan menjadi lembab (basah). Udara dari ruang pengeringan kemudian dialirkan ke evaporator untuk didinginkan dan dikeringkan, udara tersebut selanjutnya akan menuju kondensor untuk dipanaskan. Demikian seteruanya siklus dari udara pengering tersebut bersikulasi. Skema dari pengering pakaian ini terlihat pada gambar 2.10.


(39)

Gambar 2.10 Skema pengeringan

Kinerja alat pengering salah satunya dapat ditentukan dari efisiensi pengeringan. Efisiensi pengeringan merupakan perbandingan antara energi yang digunakan untuk menguapkan kandungan air abahan dengan energi untuk memanaskan udara pengering. Efisiensi pengeringan biasanya dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi nilai efisiensi pengeringan maka alat pengering tersebut semakin baik.

Pada penelitian ini, panas buangan kondensor yang akan dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk melakukan pengeringan. Prinsip kerja pengering pompa kalor diilustrasikan seperti Gambar 2. 11. Pompa kalor melalui kondensor memberikan panas kepada aliran udara luar. Proses ini akan menghasilkan udara panas dan kering. Udara ini akan dimasukkan ke dalam ruang pengering dan berinteraksi dengan bahan yang akan akan dimasukkan ke dalam ruang pengering dan berinteraksi dengan bahan yang akan dikeringkan. Seperti yang ditunjukkan gambar, panas yang dikeluarkan oleh kondensor dimanfaatkan untuk menguapkan air dari suatu bahan. Udara panas dari kondensor dialirkan ke ruang pengeringan, selanjutnya udara hasil pengeringan menjadi lembab (basah). Udara sisa ini akan dibuang ke lingkungan. Sementara sisi evaporator tidak akan diganggu atau tetap melakukan fungsi refrigerasi.


(40)

Gambar 2.11 Siklus pengering dengan sistem pompa kalor.

Karakteristik penting dari sebuah pompa kalor adalah bahwa jumlah panas yang dapat ditransfer lebih besar daripada energi yang diperlukan untuk menggerakkan siklus. Perbandingan antara panas yang dapat diserap dan energi yang dibutuhkan dikenal dengan Coefficient of Performance (COP). Energi Listrik yang digunakan untuk menggerakkan pompa kalor yang digunakan untuk memanaskan lingkungan beriklim sedang biasanya memiliki COP 3,5 pada kondisi desain. Ini berarti bahwa untuk setiap1 kWh listrik yang digunakan untuk menggerakkan pompa kalor akan dapat ditarik panas di evaporator sebesar 3,5 kWh (Brown 2009). Kemudian gabungan panas ini, sebesara 4,5 kWh, akan dibuang di kondensor berupa panas sisa atau buangan.

Beberapa peneliti telah melaporkan penelitian yang berhubungan dengan pompa kalor untuk pengeringan beberapa produk. Hii, dkk (2010) melakukan pengeringan biji kakao menggunakan sistem pompa kalor yang beroperasi pada temperatur dan humiditas rendah. Hasil pengeringan ini mampu meningkatkan mutu (pH, warna dan aroma) dibanding sampel komersial dari negara-negara produsen kakao.

P. Suntivarakorn dkk (2010) melakukan penelitian kajian pengering pakaian dengan menggunakan panas sisa dari Air Conditioner (AC) dengan kapasitas 12.648 Btu/h. Luas ruang pengeringan 0,5 x 1,0 m2. Percobaan


(41)

dilakukan dalam 2 aspek yaitu pengeringan pakaian dengan dan tanpa kipas tambahan dan hasilnya adalah laju pengeringan 2,26 kg/jam dan 1,1 kg/jam.

2.6 Analisis Performansi Pengering Pompa Kalor

Kajian tentang performansi suatu unit pengering system pompa kalor dapat dianalisis dengan cara menghitung beberapa parameter performansi, seperti: efisiensi pengeringan, nilai laju ekstraksi air spesifik, konsumsi energi spesifik, laju pengeringan kinerja dari pompa kalor (COP) dan kinerja dari sistem kompresi uap hybrid.

2.6.1 Efisiensi Pengeringan (EP)

EP dihitung dengan cara membandingkan jumlah energi yang digunakan untuk menguapkan kandungan air bahan dengan jumlah energi yang digunakan untuk memanaskan udara pengering, dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi nilai efisiensi pengeringan maka performansi alat pengering tersebut semakin baik.

Perhitungan Efisiensi pengeringan dapat dilakukan dengan mengunakan persamaan :

………...….. (2.5) Dimana :

Qp = energi yang digunakan untuk pengeringan (kJ)

Q = energi untuk memanaskan udara pengering (kJ).

2.6.2 Nilai Laju Ekstraksi uap Spesifik atau specific moisture extraction rate (SMER)

Nilai laju ekstraksi air spesifik atau specific moisture extraction rate (SMER) merupakan perbandingan jumlah air yang dapat diuapkan dari bahan dengan energi listrik yang digunakan tiap jam atau energi yang dibutuhkan untuk menghilangkan 1 kg air . Dinyatakan dalam kg/kWh.


(42)

Perhitungan SMER menggunakan persamaan (Sumber : Mahlia, Hor and Masjuki 2010):

SMER =

(

T T

)

Wc

x Cp x m X out in

udara − +

... (2.6) Dimana :

Mudara = laju aliran massa udara ( kg/s)

Cp = Panas Jenis udara (kJ/kg)

Tin = Temperatur udara masuk evaporator (0C)

Tout = Temperatur udara keluar evaporator (0C)

Wc = Daya kompressor (kW) X = Air yang di serap

Perhitungan Specific moisture extraction rate (SMER) didefiniskan sebagai perbandingan air yang disingkirkan dari bahan dalam kg/jam dengan input energi dalam kW, dapat juga dicari dengan menggunakan persamaan [13] :

SMER =

�̇�

��+� ………..…... (2.7)

Dimana :

Wc = Daya kondensor (kW)

Wb = Daya blower (kW)

�̇� = Laju pengeringan (kg/jam)

2.6.3 Konsumsi Energi Spesifik atau specific energy consumption (SEC)

Energi yang dikonsumsi spesifik atau specific energy consumption (SEC) adalah perbandingan energi yang dikonsumsi dengan kandungan air yang hilang, dinyatakan dalam kWh/kg dan dihitung dengan menggunakan persamaan (Sumber : Mahlia, Hor and Masjuki 2010):

SEC =

(

)

X Wc T T x Cp x

mudara inout +

...(2.8) Dimana :

Mudara = laju aliran massa udara ( kg/s)


(43)

Tin = Temperatur udara masuk evaporator (0C)

Tout = Temperatur udara keluar evaporator (0C)

Wc = Daya kompressor (kW) X = Air yang di serap

Mahlia dkk [6] melakukan pengujian pengeringan pakaian dengan menggunakan panas dari pembuangan kondensor satu unit AC tipe split. Spesifikasi utama AC yang digunakan adalah dengan kapasitas pendinginan 10000 Btu/hr. Lemari pengering yang digunakan dapat bergerak bebas dan dihubungkan langsung dengan kondensor. Tiga metode pengeringan dibandingkan, yaitu pengeringan di dalam ruangan (indoor drying), pengeringan di jemua langsung, dan pengeringan dengan lemari pengering dengan variasi suhu ruangan (17oC, 19oC, 21oC, 23oC, dan 25oC). Parameter yang digunakan untuk membandingkan ketiga metode pengeringan adalah SMER. Sebagai catatan dalam penelitian ini digunakan juga parameter SEC (specific energy consumption). Hubungan antara SMER dan SEC adalah:

SMER 1

SEC= ... (2.9)

2.6.4 Laju Pengeringan (drying rate)

Laju pengeringan (drying rate; kg/jam) adalah banyaknya air yang diuapkan tiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu. Penurunan kadar air produk selama proses pengeringan dihitung dengan menggunakan persamaan 2.8 (Sumber : Suntivarakorn, Satmarong , Benjapiyaporn, & Theerakulpisut, 2010). [11].

�̇

=

��−� � ………...…. (2.10) Dimana :

Wo = Berat pakaian sebelum pengeringan (kg)

Wf = Berat pakaian setelah pengeringan (kg)


(44)

Laju pengeringan biasanya meningkat di awal pengeringan kemudian konstan dan selanjutnya semakin menurun seiring berjalannya waktu dan berkurangnya kandungan air pada bahan yang dikeringkan.Laju pengeringan merupakan jumlah kandungan air bahan yang diuapkan tiap satuan berat kering bahan dan tiap satuan waktu.

2.6.5 Kinerja dari Pompa Kalor

Kinerja dari suatu pompa kalor dapat dinyatakan dalam coefficient of performance (COP), yang didefinisikan sebagai perbandingan antara kalor yang dilepaskan oleh kondensor dengan kerja yang dibutuhkan untuk menggerakkan kompresor (Oktay and Hepbasli 2003):

���

ℎ�,ℎ

=

�̇�̇��

� ………..………. (2.11)

Dimana :

�̇�� = Kalor yang dilepaskan oleh kondensor �̇� = Kerja yang masuk dalam kompresor

Kalor yang dilepaskan oleh kondensor dihitung dengan persamaan:

�̇

��

=

�̇

���

�,���

��

�,���

− �

�,���

……….... (2.12)

Dimana:

�̇��� = laju aliran massa udara (kg/s) ��,��� = panas spesifik udara (kJ/kg)

��,���= suhu rata-rata udara keluar kondensor ( 0

C)

��,��� = suhu rata-rata udara keluar kondensor ( 0

C)

Kerja yang masuk ke dalam sistem (kerja kompresor) di hitung dengan persamaan:


(45)

Dimana :

Wc = kerja yang masuk dalam kompresor (kJ),

h1, h2 = entalpi pada tekanan evaporator dan kondensor (kJ/s)

2.6.6 Total Performance (TP)

Sebuah Sistem kompresi uap dengan memanfaatkan evaporator dan kondensor sekaligus disebut dengan sistem kompresi uap hibrid. Kinerja dari sebuah sistem kompresi uap hibrid dinyatakan dengan Total Performance (TP), yang dirumuskan dengan:

……… (2.14) Dimana :

Qe = kalor yang diserap oleh evaporator (kW),

Qc = kalor yang dilepaskan oleh kondensor(kW),

Wc = kerja Kompresor(kW).

Kalor yang diserap oleh evaporator dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

……… (2.15)

2.6.7 Faktor Prestasi (PF)

Sebuah Sistem Kompresi Uap (SKU) dapat dimanfaatkan sebagai sumber panas, dengan memanfaatkan panas buangan kondensornya. Jika hal ini yang terjadi, maka performansinya dinyatakan dengan Faktor Prestasi (FP), yang didefinisikan sebagai laju pelepasan kalor di kondensor dibagi dengan kerja kompresor.

��

=

��

��

=

ℎ2−ℎ3 ℎ2−ℎ1

……….. (2.16) Dimana :


(46)

�̇� = Kalor yang dilepas oleh kondensor (kW) �̇� = Kerja yang masuk dalam kompresor (kW)

2.7 Periode Laju Pengeringan

Menurut Henderson dan Perry (1955), proses pengeringan memiliki 2 (dua) periode utama yaitu periode pengeringan dengan laju pengeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun. Kedua periode utama ini dibatasi oleh kadar air kritis (critical moisture content).

Henderson dan Perry (1955) menyatakan bahwa pada periode pengeringan dengan laju tetap, bahan mengendung air yang cukup banyak, dimana pada permukaan bahan berlangsung penguapan yang lajunya dapat disamakan dengan laju penguapan pada permukaan air bebas. Laju penguapan sebagian besar tergantung pada keadaan sekeliling bahan, sedangkan pengaruh bahannya sendiri relative kecil.

Laju pengeringan akan menurun seiring dengan penurunan kadar air selama pengeringan. Jumlah air terikat makin lama semakin berkurang. Perubahan dari laju pengeringan tetap menjadi laju pengeringan menurun untuk bahan yang berbeda akan terjadi pada kadar air yang berbeda pula.

Pada periode laju pengeringan menurun permukaan partikel bahan yang dikeringkan tidak lagi ditutupi oleh lapisan air. Selama periode laju pengeringan menurun, energi panas yang diperoleh bahan digunakan untuk menguapkan sisa air bebas yang sedikit sekali jumlahnya.

Laju pengeringan menurun terjadi setelah laju pengeringan konstan dimana kadar air bahan lebih kecil daripada kadar air kritis (Gambar 2.12).

Periode laju pengeringan menurun meliputi dua proses, yaitu : perpindahan dari dalam ke permukaan dan permindahan uap air dari permukaan bahan ke udara sekitarnya.


(47)

Gambar 2.12 Grafik Hubungan Kadar Air Dengan Waktu. Keterangan :

AB = Periode pemanasan

BC = Periode laju pengeringan menurun pertama CD = Periode laju pengeringan menurun pertama DE = Periode laju pengeringan menurun kedua

2.8 Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap atau konstan.

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis) [4].

Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

Kabb= Wa

Wt x 100%= Wt-Wk


(48)

Dimana:

Kabb = Kadar air basis basah (%)

Wa = Berat air dalam bahan (gram) Wk = Berat kering mutlak bahan (gram) Wt = Berat total (gram) = Wa + Wk

Kadar air basis kering adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Kadar air berat kering dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

Kabk= Wa

Wk x 100%= Wt-Wk

Wt-Wa x 100%...(2.18)

Dimana:

Kabk = Kadar air basis kering (%)

Wa = Berat air dalam bahan (g) Wk = Berat kering mutlak bahan (g) Wt = Berat total (g) = Wa + Wk

Kadar air basis kering adalah berat bahan setelah mengalami pengeringan dalam waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Pada proses pengeringan, air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan meskipun demikian yang diperoleh disebut juga sebagai berat bahan kering [4].

2.9 Moisture Ratio (Rasio Kelembaban)

Sama halnya dengan laju kadar air, rasio kelembaban juga mengalami penurunan selama proses pengeringan. kenaikan suhu udara pengeringan mengurangi waktu yang diperlukan untuk mencapai setiap tingkat rasio kelembaban sejak proses transfer panas dalam ruang pengeringan meningkat. Sedangkan, pada suhu tinggi, perpindahan panas dan massa juga meningkat dan kadar air bahan akan semakin berkurang [7].

Rasio kelembaban (moisture ratio) pada pakaian selama pengeringan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:


(49)

MR= Mt - Me

Mo-Me

…..………..….(2.19)

Dimana MR merupakan moisture ratio (rasio kelembaban), Mt merupakan

kadar air pada saat t (waktu selama pengeringan, menit), Mo merupakan kadar air

awal bahan, dan Me merupakan kadar air yang diperoleh setelah berat bahan

konstan. Nilai satuan Mt, Mo dan Me merupakan persentase dari kadar air basis


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Bahan dan Peralatan

3.1.1. Alat dan Bahan perancangan mesin pengering pakaian a) Alat

Alat yang digunakan dalam merancang mesin pengering pakaian adalah :

1) Rivet 6) Gunting plat

2) Martil 7) Tang

3) Bor besi 8) Gergaji besi 4) Grinda 9) Meteran 5) Mesin las 10) Obeng

b)Bahan

Bahan yang digunakan dalam merancang mesin pengering pakaian adalah :

1) Plat seng f) Roda

2) Besi siku h) Aluminium foil

3) Kawat 4) Glass woll


(51)

(52)

3.1.2. Bahan dan alat Dalam Melakukan Pengujian a) Bahan

Bahan yang digunakan dalam pengujian mesin pengering adalah : 1. Pakaian

Bahan yang menjadi objek pengeringan pada penelitian ini adalah pakaian. Pakaian yang akan dikeringkan merupakan pakaian yang umum dipakai oleh masyarakat sehari-hari yang antara lain terbuat dari cotton, linen, wool, dan denim (bahan jeans).

a. Cotton, merupakan bahan yang sering digunakan untuk pakaian T-Shirt atau kaos.

b. Linen, merupakan bahan yang sering digunakan untuk pakaian kemeja.

c. Wool, merupakan bahan yang sering digunakan untuk pakaian yang hangat, seperti sweeter, jaket, dress dan syal.

d. Denim, merupakan bahan yang sering digunakan untuk bahan/ pakaian jeans.

Gambar 3.3. Pakaian 2. Refrigeran (R-22)

Gas tidak berwarna ini lebih dikenal sebagai HCFC-22, atau

R-22. Hal ini biasanya digunakan sebagai


(53)

Gambar 3.4 Tabung Refrigeran 22

b)Alat

Peralatan yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel penelitian, antara lain:

1. Load Cell

Load Cell digunakan untuk mengukur berat produk yang akan dikeringkan secara real time. Alat ini digunakan selama proses pengujian pengeringan berlangsung. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengurangan berat material selama proses pengeringan. Jenis Load Cell yang digunakan adalah Aluminium S - Type Load Cell.

Gambar 3.5 Aluminium S Type Load Cell.

(Sumber : http://www.ptglobal.com/category/47-ast-s-type-tensioncompression.html)

Spesifikasi:


(54)

Technical Parameter

- Rate load : 10 kg

- Rate ourput : 1.0± 0.1mv/v - Zero balance : ± 0.04 mv/v - Temp. Effect on Sensitivity : ± 0.03%/10 oC - Temp. Effect on Zero. : ± 0.03%/10oC - Nonlinearity Erro : ± 0.03% - Hysteresis Erro : ± 0.03% - Repeatability Erro : ± 0.03%

- Creep : ± 0.03%/20 min

- Input resistance : 405± 10Ω - Output resistance : 350± 5Ω - Excitation voltage : 10V - Insulation resistance : ≥ 2000MΩ

2. Rh (Relative Humidity) Meter

RH Meter Merupakan alat ukur suhu dan kelembaban udara. Jenis Rh meter yang digunakan adalah EL-USB-2-LCD (High Accuracy Humidity, Temperature and Dew Point Data Logger with LCD).

Gambar 3.6 Rh – Meter

(Sumber : http://www.datalogger shop.eu/shop/product_info. php/elusb2lcd-temperature-humidity-datalogger-p-40)

Spesifikasi:


(55)

- Measurement range (%) : 0 – 100 - Repeatability (short term) (%RH) : ±0.1 - Accuracy (overall error) (%RH) : ±2.0* ±4 - Internal resolution (%RH) : 0.5 - Long term stability (%RH/yr) : 0.5 Temperature

- Measurement range (°C /°F) : -35/-31 - +80/+176 - Repeatability (°C/°F) : ±0.1/±0.2

- Accuracy (overall error) (°C /°F) : ±0.3/±0.6 - ±1.5/±3 - Internal resolution (°C /°F) : 0.5/1

Dew Point

- Accuracy (overall error) (°C /°F) : ±1.1 /±2**

Logging rate : every 10s every 12hr

- Operating temperature range (°C/°F) : -35/-31 - +80/+176)

3. Annemometer

Digunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara yang mengalir didalam suatu aliran. Jenis Annemometer yang digunakan adalah Hot Wire Annemometer.

Gambar 3.7 Hot Wire Annemometer

(Sumber : http://www.ecutool.com/DT-8880-Hot-Wire-Anemometer_7284.html)

Spesifikasi:


(56)

Wind Speed Measuring Range : 0.3 to 30 m/s Accuracy of temperature : ±2 C

Accuracy of Wind speed : ±3%±0.1dgts

Wind Speed Unit Selection : M/s,Ft/min,Knots, Km/hr,Mph

Resolution : 0.1m/s 0.2

Data hold function : 500

4. Blower

Blower digunakan untuk mentransfer udara panas dari kondensor kesaluran pengering sehingga proses pengeringan akan lebih cepat dan efektif.

Gambar 3.8 Blower 3 inch

Blower merek TOSITA

- Arus = 2 amper - Ukuran = 3inc - Frekuensi = 50/60 Hz - Pase = 1

- Putaran = 3000/3600 Rpm - Tegangan = 220 Volt - Daya = 370 watt


(57)

Pompa kalor yang dirancang untuk mengeringkan pakaian merupakan mesin AC (Air Conditioner) merek Samsung model AS09TUUQX dengan spesifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.1 Karakteristik Tipe AC-Split

Karakteristik Gambaran Teknik

Rata-rata tegangan dan frekuensi 220 – 240 V dan 50 Hz

Kapasitas Pendinginan 9000 Btu/h

Konsumsi Daya rata-rata 800 Watt

Refrigeran R-22

Kuat Arus rata-rata 4.0 A

Kuat Arus maks. 4.7 A

6. Laptop

Laptop digunakan untuk memindahkan data dari Rh (Relative Humidity) Meter, Load cell dan mengelolah data.

Gambar 3.9 Laptop


(58)

3.2. Data Penelitian

Adapun data yang direncakana akan dikumpulkan dan selanjutnya dilakukan analisis dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Berat Bahan yang akan dikeringkan (W)

Berat dari bahan di ukur pada saat keadaan kering (Wo) dan pada saat keadaan basah (Wf)

2. Waktu pengeringan (t)

Waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan yaitu pada saat basah sampai pada saat keadaan kering (berat basah sampai berat kering).

3. Temperatur (T)

Temperatur yang di ukur adalah temperatur udara pada saat masuk ke evaporator (T1), keluar evaporator (T2) dan ruang pengeringan (T3).

4. Kelembaban Udara (Rh)

Kelembaban udara yang diukur pada titik saat masuk ke evaporator (Rh1),

keluar evaporator (Rh2) dan ruang pengeringan (Rh3).

5. Kecepatan aliaran udara (V)

Udara yang mengalir didalam saluran aliran di ukur kecepatannya.

3.3 Prosedur Pengujian

Tahapan pelaksanaan pengambilan data pengujian adalah dilaksanakan dengan tahapan prosedur percobaan sebagai berikut:

• Menyiapkan peralatan pengujian yaitu load cell, RH meter, Anemometer.

• Terlebih dahulu mengambil pakaian basah yang sudah diperas dan Menimbang massa awal pakaian, sehingga didapatkan berat pakaian basah (Wo), kemudian dicatat.

• Menghidupkan mesin,

• Menggantung pakaian di dalam ruang pengering.

Stopwatch diaktifkan bersamaan dengan pengoperasian sistem.

• Kemudian lakukan pengecekan pakaian apakah sudah kering atau belum. Jika sudah, ambil RH.

• Kemudian Timbang berat pakaian kering tersebut, sehingga didapatkan berat pakaian setelah pengeringan (Wf)


(59)

• Cek RH dan suhu udara dari PC (Personal Computer/Laptop)

• Ukur kecepatan udara dalam pengering. Dan cek dan catat perubahan massa pakaian pada load cell.

• Dari data yang diperoleh pada hasil pengujian, berikutnya dirata-ratakan, kemudian dihitung besar penurunan massa pakaian dalam setiap selang waktu (∆t) atau laju pengeringan pakaian.


(60)

3.4 Diagram Alir Proses Penelitian

Gambar 3.10 Diagram alir proses pelaksanaan penelitian Mulai

Studi Literatur

Usulan Penelitian

Tahap Persiapan:

1.Persiapan Mesin Pengering (pompa kalor)

2.Pengujian Mesin Pengering

Pengumpulan data:

- Massa Pakaian (gram) - Temperatur (oC) - Kelembaban udara (%) - Kecepatan aliran (m/s) - Waktu (menit)

Kesimpulan/Laporan

Selesai

Tidak

Ya

Pengolahan dan Analisis Data


(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Rancang Bangun Alat Pengering

Berdasarkan spesifikasi sistem pengkondisian udara yang umum digunakan di setiap perumahan , yaitu 1 PK, maka dilakukan perancangan mesin pengering. Setelah dirancang dilakukan pembuatan. Berikut beberapa foto mesin pengering yang telah dirancangbangun.


(62)

Gambar 4.2 Foto lemari pengering hasil rancang bangun (lanjutan)

4.2 Hasil pengujian dari berbagai bahan Pakaian

Hasil dari berbagai pengujian setiap bahan mempunyai sifat pengeringan yang berbeda-beda dan waktu yang beragam, oleh karena itu pengujian menggunakan bahan pakaian yang berbeda-beda, supaya dapat mengetahui laju pengeringan dari setiap bahan.

4.2.1 Pakaian dengan Bahan Cotton 100%

Pakaian dengan bahan cotton 100% (Gambar 4.3) mempunyai berat awal (basah) adalah 448 gr. Berat ini diperoleh dengan mengukur bahan dengan menggunakan Load Cell, dimana proses pengukuran dilakukan setelah terlebih dahulu bahan yang basah diperlakukan pengeringan awal dengan memeras bahan, hal ini dilakukan agar memperoleh bahan dengan standar pengeringan awal.

Adapun data-data hasil pengujian pakaian dengan bahan 100 % Cotton dapat dilihat pada tabel 4.1


(63)

Tabel 4.1 Data Hasil pengujian pakaian dengan bahan 100 % Cotton

No Waktu Berat

(gr)

Td

(0C)

% RH Tlemari

(0C)

Tr.cond

(0C)

V (m/s)

1 17 : 06 : 46 448 22.8 67 32,5 36 4,2

2 17 : 11 : 46 415.1554 26.3 62,5 36,0 42 4,2 3 17 : 16 : 46 358.2791 27.4 50,5 39 45 4,2 4 17 : 21 : 46 321.7347 28.0 46.5 42 48 4,2 5 17 : 26 : 46 285.7004 28.2 43.5 44 50 4,2 6 17 : 31 : 46 249.1307 27.6 41.0 44 50 4,2 7 17 : 36 : 46 231.1933 27.7 40.0 45 52 4,2 8 17 : 41 : 46 215.0098 27.5 39.5 45 52 4,2 9 17 : 46 : 46 202.1092 26.8 37.0 45 52 4,2 10 17 : 11 : 46 192.0037 27.0 36.5 46 54 4,2

Gambar 4.3 Pakaian berbahan cotton 100%

Berat akhir (kering) dari bahan adalah 192 gr, yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan Load cell. Penentuan berat kering dilakukan dengan melihat grafik penurunan berat yang terjadi, dan dari grafik pada berat 192 gr berat bahan dianggap konstan. Grafik proses pengeringan ini dapat diperlihatkan pada Gambar Grafik 4.4


(64)

Gambar 4.4 Grafik Penurunan berat pakaian berbahan Cotton 100% dalam menit, dengan kecepatan udara 4,2 m/s

Dari data yang didapat, maka dapat dihitung laju pengeringan untuk pakaian berbahan cotton100% sebagai berikut:

Laju pengeringan :

Ṁd =

Wo−Wf

t

Dimana :

Wo = Berat bahan sebelum pengeringan (gr)

Wf = Berat bahan sesudah pengeringan (gr)

t = waktu pengeringan (menit) V = Kecepatan udara (m/s)

Wo = 448 gr, Wf = 192 gr, dan t = 45 menit dan untuk kecepatan udara V =

4,2 m/s . Maka :

d = 448−192 45

= 5,6888 gr menit⁄

= 0,3413 kg/jam

Diperoleh SMER :

SMER = �̇� ��+�� Dimana :


(65)

Wc = Daya kondensor (kW)

Wb = Daya blower (kW)

�̇� = Laju pengeringan (kg/jam)

Daya kondensor (Wc) adalah

Wc = Vc x Ic

Tegangan pada kondensor Vc = 220 Volt, Ic = 4,7 A

Wc = 220 V x 4,7 A

= 1034 V.A = 1034 Watt = 1,034 kW

Daya Blower (Wb) adalah

Wb = Vb x Ib

Tegangan pada Blower Wb = 220 Volt, Ib = 2 A

Wb = 220 V x 2 A

= 440 V.A = 440 Watt = 0,44 kW

Maka SMER dapat diperoleh :

SMER = 0,3413 kg/jam 1,034 kW + 0,44 kW

=

0,3413 kg /jam 1,474 �� = 0,2315 kg/kWh Maka SEC dapat diperoleh :

SEC = 1 SMER

=

1

0,2315 kg /kWh

= 4,3196 kWh kg

Karakteristik temperatur dan Kelembaban relatif (RH) dan Temperatur dari udara yang mengalir didalam ruang pengering pada proses pengeringan pakaian berbahan cotton100% ini diperlihatkan pada gambar grafik 4.5 dan 4.6.


(66)

Gambar 4.5 Grafik karakteristik kelembaban udara pada lemari pengering.

Gambar 4.6 Grafik karakteristik temperatur pada lemari pengering.

4.2.2. Pakaian dengan bahan 80% Polyester + 20% Elastone

Pakaian dengan bahan 80% Polyester + 20% Elastone (Gambar 4.7) mempunyai berat awal (basah) adalah 823 gr. Berat ini diperoleh dengan mengukur bahan dengan menggunakan Load Cell, dimana proses pengukuran dilakukan setelah terlebih dahulu bahan yang basah diperlakukan pengeringan

y = 0,020x2- 1,545x + 66,87 R² = 0,971

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 10 20 30 40 50

Waktu (Menit)

% R

H

y = -0,009x2+ 0,707x + 32,84 R² = 0,980

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 10 20 30 40 50

Waktu (Menit) S uhu le mari ( o C )


(67)

awal dengan memeras bahan, hal ini dilakukan agar memperoleh bahan dengan standar pengeringan awal.

Adapun data-data hasil pengujian pakaian dengan bahan 80% Polyester + 20% Elastone dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Data Hasil pengujian pakaian dengan bahan 80% Polyester + 20% Elastone

No Waktu Berat (gr)

Td

(0C)

% RH Tlemari

(0C)

Tr.cond

(0C)

V (m/s)

1 15 : 42 : 17 823 23.9 68 33,5 35 4,2

2 15 : 47 : 17

769.3404 27.3 64,5 37,0 40 4,2 3 15 : 52 : 17

669.3261 28.4 52,5 40 45 4,2

4 15 : 57 : 17

601.0549 29.0 47.5 42 48 4,2

5 16 : 02 : 17

533.7367 29.2 44.5 44 50 4,2

6 16 : 07 : 17

475.0257 28.6 42.0 44 50 4,2

7 16 : 12 : 17

451.2744 28.7 41.0 45 52 4,2

8 16 : 17 : 17

437.7362 28.5 40.5 45 52 4,2

9 16 : 22 : 17

424.6041 27.8 38.0 45 52 4,2

10 16 : 27 : 17

420.3581 28.0 37.5 46 54 4,2

11 16 : 32 : 17


(68)

Gambar 4.7 Pakaian dengan bahan 80% Polyester + 20% Elastone

Berat akhir (kering) dari bahan adalah 420 gr, yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan Load cell. Penentuan berat kering dilakukan dengan melihat grafik penurunan berat yang terjadi, dan dari grafik pada berat 420 gr berat bahan dianggap konstan. Grafik proses pengeringan ini dapat diperlihatkan pada gambar grafik 4.8.

Gambar 4.8 Grafik Penurunan berat pakaian berbahan 80% Polyester + 20% Elastone dalam menit, dengan kecepatan udara 4,2 m/s

Dari data yang didapat, maka dapat dihitung laju pengeringan untuk pakaian berbahan 80% Polyester + 20% Elastone sebagai berikut:


(69)

Laju pengeringan;

�̇� =

Wo −Wf t

Dimana :

Wo = Berat bahan sebelum pengeringan (gr)

Wf = Berat bahan sesudah pengeringan (gr)

t = waktu pengeringan (menit) V = Kecepatan udara (m/s)

Wo = 823 gr, Wf = 420 gr, dan t = 50 menit dan untuk kecepatan udara V =

4,2 m/s . Maka :

ṁd =

823−420 50

= 8.06 gr menit⁄

= 0,4836 kg/jam

Diperoleh SMER :

SMER = �̇� �� +�� Dimana :

Wc = Daya kondensor (kW)

Wb = Daya blower (kW)

�̇� = Laju pengeringan (kg/jam)

Maka SMER dapat diperoleh :

SMER = 0,4836 kg/jam 1,034 kW + 0,44 kW

=

0,4836 kg /jam 1,474 �� = 0,3280 kg/kWh Maka SEC dapat diperoleh :

SEC = 1 SMER

=

1


(70)

= 3,0487 kWh kg

Karakteristik temperatur dan Kelembaban relatif (RH) dan Temperatur dari udara yang mengalir didalam ruang pengering pada proses pengeringan pakaian berbahan 80% Polyester + 20% Elastone ini diperlihatkan pada gambar grafik 4.9 dan 4.10.

Gambar 4.9 Grafik karakteristik kelembaban udara pada lemari pengering.

y = 0,017x2- 1,459x + 67,92 R² = 0,968

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 10 20 30 40 50 60

Waktu (Menit)

% R


(71)

Gambar 4.10 Grafik karakteristik Temperatur pada lemari pengering

4.2.3 Pakaian dengan bahan 50% Polyester + 50% Cotton

Pakaian dengan bahan 50% Polyester +50% Cotton (Gambar 4.11) mempunyai berat awal (basah) adalah 542 gr. Berat ini diperoleh dengan mengukur bahan dengan menggunakan Load Cell, dimana proses pengukuran dilakukan setelah terlebih dahulu bahan yang basah diperlakukan pengeringan awal dengan memeras bahan, hal ini dilakukan agar memperoleh bahan dengan standar pengeringan awal.

Adapun data-data hasil pengujian pakaian dengan bahan 50% Polyester +50% Cotton dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Data Hasil pengujian pakaian dengan bahan 50% Polyester + 50% Cotton

No Waktu Berat (gr)

Td

(0C)

RH (%)

Tlemari

(0C)

Tr.cond

(0C)

V (m/s) 1 16 : 40 : 14 542 24.4 52.5 37.0 45 4,2 2 16 : 45 : 14 463.3016 27.6 51.5 39.5 46 4,2 3 16 : 50 : 14 384.5403 28.4 48.5 41.5 48 4,2 4 16 : 55 : 14 326.0902 28.2 45.5 42.5 49,5 4,2

y = -0,007x2+ 0,586x + 34,26 R² = 0,972

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 10 20 30 40 50 60

Waktu (Menit) T e mp e rat u r (° C)


(72)

5 17 : 00 : 14 290.5464 27.9 42.5 43.5 51 4,2 6 17 : 05 : 14 278.9245 28.0 39.5 45.0 52 4,2 7 17 : 10 : 14 276.1353 28.2 37.0 46.5 55 4,2

Gambar 4.11 Pakaian dengan bahan 50% Polyester + 50% Cotton

Berat akhir (kering) dari bahan adalah 276 gr, yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan Load cell. Penentuan berat kering dilakukan dengan melihat grafik penurunan berat yang terjadi, dan dari grafik pada berat 276 gr berat bahan dianggap konstan. Grafik proses pengeringan ini dapat diperlihatkan pada gambar 4.12

Gambar 4.12 Grafik Penurunan berat pakaian berbahan 50% Polyester + 50% Cotton dalam menit, dengan kecepatan udara 4,2 m/s


(73)

Dari data yang didapat, maka dapat dihitung laju pengeringan untuk pakaian berbahan 50% Polyester + 50% Cotton sebagai berikut:

Laju pengeringan;

�̇� =

Wo −Wf t

Dimana :

Wo = Berat bahan sebelum pengeringan (gr)

Wf = Berat bahan sesudah pengeringan (gr)

t = waktu pengeringan (menit) V = Kecepatan udara (m/s)

Wo = 542 gr, Wf = 276 gr, dan t = 30 menit dan untuk kecepatan udara V =

4,2 m/s . Maka :

ṁd =

542−276 30

= 8.8666 gr menit⁄

= 0,5320 kg/jam

Diperoleh SMER :

SMER = �̇� �� +�� Dimana :

Wc = Daya kondensor (kW)

Wb = Daya blower (kW)

�̇� = Laju pengeringan (kg/jam)

Maka SMER dapat diperoleh :

SMER = 0,5320 kg/jam 1,034 kW + 0,44 kW

=

0,5320 kg /jam 1,474 kW = 0,3609 kg/kWh


(74)

SEC = 1 SMER

=

1

0,3609 kg /kWh

= 2,7708 kWh kg

Karakteristik temperatur dan Kelembaban relatif (RH) dan Temperatur dari udara yang mengalir didalam ruang pengering pada proses pengeringan pakaian berbahan 50% Polyester + 50% Cotton ini diperlihatkan pada gambar grafik 4.13 dan 4.14.

Gambar 4.13 Grafik karakteristik kelembaban udara pada lemari pengering.

y = -0,003x2- 0,439x + 53,03 R² = 0,994

0 10 20 30 40 50 60

0 5 10 15 20 25 30 35

% R


(75)

Gambar 4.14 Grafik Karakteristik Temperatur pada lemari pengering.

4.2.4 Pakaian dengan bahan 100% Denim

Pakaian dengan bahan 100% Denim (Gambar 4.15) mempunyai berat awal (basah) adalah 1968 gr. Berat ini diperoleh dengan mengukur bahan dengan menggunakan Load Cell, dimana proses pengukuran dilakukan setelah terlebih dahulu bahan yang basah diperlakukan pengeringan awal dengan memeras bahan, hal ini dilakukan agar memperoleh bahan dengan standar pengeringan awal.

Adapun data-data hasil pengujian pakaian dengan bahan Denim 100% dapat dilihat pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Data Hasil pengujian pakaian dengan bahan denim 100%

No Waktu Berat

(gr)

Td

(0C)

% RH Tlemari

(0C)

Tr.cond

(0C)

V (m/s) 1 17 : 21 : 17 1968 23.9 57.5 35.5 43 4,2 2 17 : 26 : 17 1853.856 27.4 54.0 37.0 47 4,2 3 17 : 31 : 17 1714.817 28.2 52.0 38.5 50 4,2 4 17 : 36 : 17 1603.354 28.2 49.0 40.0 52 4,2

y = -0,003x2+ 0,403x + 37,32 R² = 0,988

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 5 10 15 20 25 30 35

T e mp e rat u r (° C) Waktu (Menit)


(76)

5 17 : 41 : 17 1483.583 28.7 47.0 41.0 54 4,2 6 17 : 46 : 17 1390.117 28.2 44.0 41.0 54 4,2 7 17 : 51 : 17 1331.733 28.0 42.5 42.5 54 4,2 8 17 : 56 : 17 1254.492 28.4 41.5 42.5 55 4,2 9 18 : 01 : 17 1169.187 28.4 40.5 43.0 55 4,2 10 18 : 06 : 17 1117.742 28.0 38.5 43.5 54 4,2 11 18 : 11 : 17 1078.621 28.0 38.5 44.0 54 4,2 12 18 : 16 : 17 1063.521 28.2 37.5 44.0 54 4,2 13 18 : 21 : 17 1055.013 28.7 37.0 45.0 54 4,2 14 18 : 26 : 17 1052.164 28.0 37.0 45.5 53 4,2 15 18 : 31 : 17 1051.112 28.0 36.5 46.0 53 4,2 16 18 : 36 : 17 1051.112 27.6 36.0 46.0 52 4,2

Gambar 4.15 Pakaian dengan bahan 100% Denim

Berat akhir (kering) dari bahan adalah 1051 gr, yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan Load cell. Penentuan berat kering dilakukan dengan melihat grafik penurunan berat yang terjadi, dan dari grafik pada berat 276 gr berat bahan dianggap konstan. Grafik proses pengeringan ini dapat diperlihatkan pada Grafik gambar 4.16


(77)

Gambar 4.16 Grafik Penurunan berat pakaian berbahan 100% Denim dalam menit, dengan kecepatan udara 4,2 m/s

Dari data yang didapat, maka dapat dihitung laju pengeringan untuk pakaian berbahan 100% Denim sebagai berikut:

Laju pengeringan;

�̇� =

Wo −Wf

t

Dimana :

Wo = Berat bahan sebelum pengeringan (gr)

Wf = Berat bahan sesudah pengeringan (gr)

t = waktu pengeringan (menit) V = Kecepatan udara (m/s)

Wo = 1968 gr, Wf = 1051 gr, dan t = 75 menit dan untuk kecepatan udara

V = 4,2 m/s . Maka :

d = 1968−1051 75

= 12,2266 gr menit⁄


(78)

Diperoleh SMER :

SMER = �̇� �� +�� Dimana :

Wc = Daya kondensor (kW)

Wb = Daya blower (kW)

�̇� = Laju pengeringan (kg/jam)

Maka SMER dapat diperoleh :

SMER = 0,7336 kg/jam 1,034 kW + 0,44 kW

=

0,7336 kg /jam 1,474 kW = 0,4976 kg/kWh

Maka SEC dapat diperoleh :

SEC = 1 SMER

=

1

0,4976 kg /kWh

= 2,0096 kWh kg

Karakteristik temperatur dan Kelembaban relatif (RH) dari udara yang mengalir didalam ruang pengering pada proses pengeringan pakaian berbahan 100% Denim ini diperlihatkan pada grafik gambar 4.17 dan 4.18..


(79)

Gambar 4.17 Grafik Karakteristik kelembaban udara pada lemari pengering.

Gambar 4.18 Grafik Karakteristik Temperatur pada lemari pengering.

4.3 Karakteristik pengeringan

Dari hasil penelitian, nilai laju pengeringan (drying rate), nilai SEC dan SMER dari proses pengeringan pakaian dengan sistem pompa kalor ini berbeda-beda dan dapat kita lihat pada Tabel 4.5, untuk tiap jenis pakaian dan kondisi

y = 0,004x2- 0,603x + 57,17 R² = 0,996

0 10 20 30 40 50 60 70

0 10 20 30 40 50 60 70 80

% R

H

y = -0,001x2+ 0,234x + 36,13 R² = 0,980

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 10 20 30 40 50 60 70 80

T e mp e rat u r (° C) Waktu (Menit)


(80)

pengeringan, nilai laju pengeringan (drying rate) berkisar antara 0,3413 - 0,7336 kg/jam untuk pengeringan yang dilakukan masing-masing jenis bahan pakaian, yang artinya adalah banyaknya air yang diuapkan dalam 1 jam adalah antara 0,3413 - 0,7336 kg.

nilai SEC berkisar antara 2,0096 kWh/kg – 4,3196 kWh/kg untuk pengeringan yang dilakukan masing-masing jenis bahan pakaian. Hal ini berarti bahwa energi dikonsumsi untuk menghilangkan 1 kg uap air dari bahan yang dikeringkan adalah antara 2,0096 kWh - 4,3196 kWh. Jika keempat jenis bahan pakaian pengeringannya digabungkan maka nilai SEC adalah 1,4005 kWh/kg, yang artinya bahwa energi yang dikonsumsi untuk menghilangkan 1 kg uap air dari bahan yang dikeringkan adalah 1,4005 kWh.

Nilai SMER untuk pengeringan masing-masing bahan adalah 0,2315 kg/kWh – 0,4976 kg/kWh, yang artinya adalah jumlah uap air yang mampu dihilangkan dari bahan pakaian tiap 1 kWh adalah antara 0,2315 kg - 0,4976 kg. Jika pengeringan terhadap keempat jenis bahan pakaian yang berbeda dilakukan secara bersamaan maka nilai SMER adalah 0,7140 kg/kWh yang artinya adalah jumlah uap air yang mampu dihilangkan dari bahan pakaian tiap 1 kWh adalah 0,7140 kg.

Laju pengeringan dari proses pengeringan pakaian dengan sistem pompa kalor memperlihatkan bahwa laju pengeringan meningkat di awal pengeringan kemudian konstan dan selanjutnya semakin menurun seiring berjalannya waktu dan berkurangnya kandungan air pada bahan. Jenis dari bahan pakaian mempengaruhi laju pengeringan selain dari suhu udara, kelembaban dan kecepatan udara.

Pengeringan pakaian dengan menggabungkan keempat jenis bahan pakaian membutuhkan energi yang lebih rendah dibandingkan dengan melakukan pengeringan yang dilakukan secara masing-masing

Tabel 4.5 Data hasil perhitungan SMER dan SEC dari setiap bahan No Jenis Bahan

Percobaan

T �

(0C)

t (menit)

ṁd

(kg/jam)

SMER (kg/kWh)

SEC (kWh/kg) 1 Cotton 100% 41,8 45 0,3413 0,2315 4,3196 2 Polyester 80% + 42,5 50 0,4836 0,3280 3,0487


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisa data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan pengeringan maksimum adalah suhu, kecepatan udara, kelembaban udara, luas permukaan dan waktu.

2. Semakin cepat laju udara pengering, semakin cepat waktu pengeringan. 3. Jenis dari bahan pakaian mempengaruhi laju pengeringan selain dari suhu

udara, kelembaban dan kecepatan udara.

4. Dari keempat bahan uji, pakaian yang berbahan Polyester 50% + Cotton 50% lebih cepat pengeringan nya di banding dari bahan cotton 100%, denim 100%, dan Polyester 80% + Elastone 20%.

5. Dari hasil perhitungan Nilai SMER untuk pengeringan masing-masing bahan adalah 0,2315 kg/kWh – 0,4976 kg/kWh, yang artinya adalah jumlah uap air yang mampu dihilangkan dari bahan pakaian tiap 1 kWh adalah antara 0,2315 kg - 0,4976 kg.

6. Dari hasil perhitungan nilai SEC berkisar antara 2,0096 kWh/kg – 4,3196 kWh/kg untuk pengeringan yang dilakukan masing-masing jenis bahan pakaian. Hal ini berarti bahwa energi dikonsumsi untuk menghilangkan 1 kg uap air dari bahan yang dikeringkan adalah antara 2,0096 kWh - 4,3196 kWh.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Merancang bangun lemari pengering dengan bahan lebih baik lagi, untuk mendapatkan hasil pengeringan yang lebih baik.


(2)

2. Untuk mendapatkan panas yang diinginkan, Freon AC di cek terlebih dahulu, Karena jika Freon AC berkurang, maka mempengaruhi panas yang dihasilkan kondensor.

3. Sangat dianjurkan menggunakan lemari pengering ini sebagai pengganti pengeringan konvensional.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

[1] A.S. Mujumdar, Research and development in drying: Recent trends and future prospects, Drying Technology 2004, 22 (1-2), pp. 1-26.

[2] Ambarita, Himsar, Kajian awal sistem pengeringan yang digunakan di kota Medan, laporan tugas akhir mahasiswa, Teknik Mesin USU, 2013.

[3] Ambarita, Himsar. 2013. Buku Kuliah Thermodinamika Teknik II (Aplikasi Siklus Thermodinamika). Medan : Untuk Kalangan Sendiri.

[4] Ambarita, Himsar. 2012. Buku Kuliah Teknik Pendingin & Pengkondisian udara. Medan : Untuk Kalangan Sendiri.

[5] Abadi, Cakra Messa. Karakteristik Laju Pengeringan Pada Mesin Pengering Pakaian Sistem Pompa Kalor Dengan Daya 1 PK. Jurnal tugas akhir. Teknik Mesin USU. 2014.

[6] Cengel, Yunus A. 2002. Thermodynamics And Engeenering Approach. Mc. Graw Hill. Boston.

[7] Holman, J.P, “Perpindahan Kalor”, Sixth Edition, Penerbit Erlangga, 1986. [8] Mahlia, T.M.I., et al., 2010. Clothes drying from room air conditioning waste

heat: thermodynamics investigation. Arabian Journal for Science and

Engineering.

[9] Ricardo. Nainggolan. Rancang Bangun Kondesor Untuk Mesin Pengering Pakaian Sistem Pompa Kalor Dengan Daya 1PK. Jurnal tugas akhir, Teknik Mesin USU. 2014.

[10] S. Meyers, V.H. Franco, A.B. Lekov, L. Thompson, and A. Sturges, Do Heat Pump Clothes Dryers Make Sense for the U.S. Market, ACEEE Summer Study on Energy Efficiency in Buildings, California: Lawrence Berkeley National Laboratory, 2010.

[11] Suntivarakorn, P. S. Satmarong, et al., 2010. An Experimental Study on

Clothes Drying Using Waste Heat from Spilt Type Air Conditioner.


(4)

[12] Tim Komisi TA. Pedoman Penulisan Skripsi. 2008. Medan: Program Studi Teknik Mesin, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara.

[13] Sadeghi, M. 2012. Investigating energy consumption and quality of rough rice drying process using a grain heat pump dryer. Australian journal of crop science.

[13]

[14] http://en.wikipedia.org/wiki/Laundry_symbol


(5)

(6)