b. Tengah Borneo subspesies, mulai dari selatan Kapuas sampai barat Barito
Pongo pygmaeus wurmbii;
c. Utara Timur Borneo subspesies, di Sabah dan Kalimantan Timur Pongo
pygmaeus morio. Istilah orangutan diambil dari bahasa Melayu, yang berarti manusia
orang hutan. Mereka memiliki tubuh yang gemuk dan besar, berleher besar, lengan yang panjang dan kuat, kaki yang pendek dan tertunduk, dan tidak
mempunyai ekor. Orang utan berukuran 1-1,4 m untuk jantan, yaitu kira-kira 23 kali ukuran seekor gorila. Tubuh orangutan diselimuti rambut merah kecoklatan.
Mereka mempunyai kepala yang besar dengan posisi mulut yang tinggi, mempunyai indera yang sama seperti manusia, yaitu pendengaran, penglihatan,
penciuman, pengecap, dan peraba. Telapak tangan mereka mempunyai empat jari- jari panjang ditambah satu ibu jari. Telapak kaki mereka juga memiliki susunan
jari-jemari yang sangat mirip dengan manusia. Orangutan jantan memiliki pelipis yang gemuk.
Perbedaan morfologis orangutan dapat dikenali dari perawakannya dan warna rambut. Orangutan Kalimantan lebih tegap mempunyai kulit dan rambut
berwarna lebih gelap daripada Orangutan Sumatera gambar 1.
a b
Gambar 1. Morfologi tubuh Orangutan Borneo Kalimantan a Orangutan jantan dewasa berumur lebih dari 20 tahun b Orangutan anak
berumur kurang dari 3 tahun
Ekologi Orangutan
Dari hasil berbagai penelitian, bahwa pakan utama orangutan adalah buah. Di habitat yang berkualitas baik, antara 57 jantan dan 80 betina waktu
makannya dihabiskan untuk memakan buah-buahan, 11-20 waktu makannya setiap hari untuk memakan dedaunan, termasuk tunas muda, selebihnya waktu
makan memanfaatkan jenis pakan lainnya seperti serangga, lapisan di bawah kulit pohon khususnya pohon Ficus sp dan bunga-bungaan antara lain Bombax
valetonii di Sumatera dan Payena spp di Kalimantan. Telur di dalam sarang burung kadang ditemukan akan dimakan, demikian pula vertebrata kecil tokek,
tupai, kukang akan dimakan jika mudah ditangkap Meijaard, E. 2001. Demikian juga MacKinnon 1972 menyebutkan walaupun orangutan pada
dasarnya merupakan hewan frugivorous yakni pemakan buah-buahan, namun dalam keadaan tertentu juga memakan daun-daunan, bunga-bunga tumbuhan
epifit, liana dan kulit pohon. Lebih lanjut Rodman 1971, diacu dalam Maple 1980 menyebutkan bahwa sebagian besar waktu makan orangutan dilakukan di
tajuk-tajuk pohon atau bagian-bagian pohon yang banyak terdapat buah-buahan yakni pada ketinggian 20-30 meter.
a b
Gambar 2. Satwa arboreal Orangutan menghabiskan waktu beraktivitasnya di kanopi pohon a Orangutan betina dewasa dan anak sedang duduk
istirahat b Orangutan dengan aktivitas bergerak pindah dari satu pohon ke pohon lainnya.
Di hutan rawa aluvial Tanjung Puting, Kalimantan Tengah 54-60 dari semua pohon diameter 10 cm merupakan sumber makanan potensial bagi
orangutan Galdikas 1978, walaupun hanya 8-17 pepohonan yang cukup tua menyediakan buah dalam jumlah yang berarti. Galdikas 1978 dalam
penelitiannya mengidentifikasi kurang lebih 23 jenis pohon yang secara efektif tersebar melalui tinja, dan 12 jenis lain yang terbawa dalam jarak pendek dan
sebagian biji yang utuh dibuang dari mulut. MacKinnon 1972, diacu dalam Rijksen 1978 menyimpulkan bahwa
orangutan dapat beradaptasi pada berbagai tipe hutan primer dari hutan rawa, hutan dataran rendah dipterocarpace sampai ke hutan pegunungan dengan batas
ketinggian ± 1800 dpl. Dalam penelitiannya, Galdikas 1984, mendapatkan orangutan umumnya mendiami hutan rawa gambut di Tanjung Puting. Orangutan
tidak semata-mata tergantung hutan primer Van Scheick Azwar 1991, diacu dalam EIA, 1998. Orangutan dapat bertahan hidup di areal hutan bekas
pembalakan, walaupun untuk jangka panjang kelangsungan hidupnya tidak terjamin karena kepadatannya lebih rendah IUCN, 1982.
Perilaku Orangutan
Galdikas 1978 menyebutkan bahwa pada dasarnya aktivitas orangutan dibagi kedalam 7 kategori, yaitu aktivitas makan yang merupakan aktivitas
tertinggi yaitu sebanyak 60.1 dari keseluruhan aktivitas hariannya, diikuti aktivitas istirahat sebanyak 18.2, aktivitas bergerak pindah 18.7, kopulasi
0.1, mengeluarkan seruan panjang 0.1, prilaku agresi 1.3 dan aktivitas bersarang 1.1 . Peneliti lain ada juga yang menyebutkan 60 aktivitasnya
adalah makan dan 40 untuk tidur dan istirahat disarang. McKinnon 1972, diacu dalam Djojosudharmo 1978 menyebutkan bahwa aktivitas harian orangutan
meliputi 3 aktivitas besar, yakni istirahat, makan dan bergerak, sementara menurut Peters 1995 aktivitas orangutan dibedakan kedalam 5 aktivitas yaitu makan,
istirahat, jalan bergerak, sosial bermain dan aksi termasuk membuat sarang. Menurut Galdikas 1978, aktivitas bersarang meliputi pematahan dan
perlakuan cabang-cabang danatau tanaman untuk menyusun sarang untuk tidur, bangunan alas untuk tempat makan atau pelindung tubuh di atas kepala untuk
menahan hujan di Tanjung Puting. MacKinnon 1974 menyebutkan bahwa kegiatan pembuatan sarang membutuhkan waktu sekitar 2-3 menit. Lebih lanjut
tahapan pembuatan sarang diterangkan sebagai berikut: 1 Rimming: cabang dilekukkan secara horizontal untuk membentuk lingkaran sarang dan ditahan
dengan cara melekukkan cabang lain. 2 Hanging: cabang dilekukkan masuk kedalam sarang untuk membentuk mangkuk sarang. 3 Pillaring: cabang
dilekukkan ke bawah sarang untuk menopang lingkaran sarang dan memberikan kekuatan ekstra dan 4 Loose: beberapa cabang diputuskan dari pohon dan
diletakkan ke dalam dasar sarang sebagai alas atau di atas sarang sebagai atap. Djojosudharmo 1978 menyebutkan sarang dibangun dari ranting-ranting
yang daunnya masih segar, kebanyakan ranting-ranting tersebut mempunyai daun yang berukuran sedang. Pembuatan sarang relatif cepat, hanya memakan waktu
beberapa menit saja.. Dikatakan lebih lanjut dalam Rijksen 1978 bahwa sarang orangutan umumnya terbuat dari sekumpulan dedaunan yang dianyam kuat. Pada
beberapa sampel sarang, orangutan juga menggunakan liana dan tumbuhan pemanjat lainnya sebagai material sarang. Terkadang material tersebut harus
diambildipetik dari pohon lain. Daun-daun diperoleh dari vegetasi yang ada disekitarnya, bahkan sampai 15 meter jaraknya dari tempat bersarang. Dalam
kasus lain, dijumpai kerangka utama sarang dibuat dengan menggabungkan cabang kecil dari 2 jenis pohon berbeda.
Orangutan termasuk bangsa primata yang membangun sarangnya di kanopi pohon dan menggunakannya untuk beristirahat termasuk tidur dan bermain
sepanjang hari Rijksen, 1978. Disamping fungsinya sebagai tempat beristirahat, sarang juga berfungsi sebagai tempat untuk kawin, melahirkan anak, dan
mengasuh anak sampai siap disapih Galdikas, 1988. Maple 1980 menyebutkan bahwa orangutan membangun paling tidak satu sarang per hari untuk beristirahat
dan tidur di malam hari, dan sarang tersebut merupakan ciri terpenting, yang membedakan orangutan dari jenis primata lainnya.. Ketinggian sarang untuk
orangutan borneo umumnya lebih disukai di 13-15 meter, namun itu tergantung struktur hutan. Orangutan Sumatera dalam membuat sarangnya, faktor lokasi
memainkan peran utama, biasanya penempatan sarang sedemikian rupa
memungkinkan orangutan mendapatkan arah pandang yang baik dan jelas dan tidak terhalangi pandangannya ke sekitar hutan.
Rijksen 1978 mengatakan bahwa lama bertahan sarang relative permanence bervariasi tergantung pada teknik konstruksi, berat dan ukuran
orangutan, suasana hati mood, lokasi dan karakteristik pohon, cuaca, kemungkinan dihancurkan oleh orangutan atau monyet lain saat bermain atau
mencari serangga.
Populasi Orangutan Demografi Orangutan Borneo
Beberapa informasi tentang demografi orangutan borneo antara lain bahwa umur reproduksi pertama pada orangutan jantan 18 tahun PHVA 2004,
sementara menurut Galdikas 1978 kira-kira pada umur 10 tahun sudah terlihat sifat seks sekunder dan jantan muda telah mulai melakukan kopulasi
perkawinan. Lebih lanjut Galdikas menyebutkan orangutan dalam peliharaan rehabilitasi telah diketahui hamil saat berumur 7-8 tahun, namun untuk
orangutan liar jauh lebih tua dari itu 14-15 tahun, dan umur maksimal orangutan dapat berproduksi adalah 45 tahun PHVA 2004.
Laju kematian pada orangutan umur 0-1 tahun baik jantan maupun betina sama sebesar 1.5, perbedaan akan terlihat saat orangutan berumur diatas 15
tahun pada betina menurun menjadi 1, sementara jantan tetap 1.5 . Kematian karena bencana alam biasanya terjadi disebabkan oleh banjir, kekeringan,
persediaan makanan yang ekstrim, kebakaran dan dampak El-nino akan dapat mengurangi populasi hingga sekitar 1 – 3,5 PHVA 2004.
Sex-ratio orangutan pada saat lahir adalah 55 jantan, dengan jarak kelahiran interbirth interval minimal mencapai 5 tahun dalam kondisi baik dan maksimal
kondisi buruk lebih dari 7 tahun, sedang Galdikas 1978 menyebutkan bahwa
jarak kelahiran lebih dari 5 tahun.
Tabel 1. Jarak antar kelahiran antara spesies Orangutan Sumatera dan Orangutan
Borneo Spesies
Lokasi IBI tahun
Sumber
Pongo abelii Suaq Balimbing
Ketambe 8,25
9,2 Noordwijk Schaick 2000
Wich et al, 2004 Pongo pygmaeus wurmbii Tj.
Puting Gn. Palung
7,7 7
Galdikas Wood, 1990 Knot, 2002
Pongo pygmaeus morio Kinabatangan Kutai
Sungai Wain 5
5 2-5
Ancrenaz Suzuki, 1991
Smiths, 1993
Inter Birth Interval sumber: PHVA Workshop , 2004
Perkiraan populasi orangutan
Pada International Workshop PHVA Population Habitat and Vaibility Analysis Orangutan bulan Januari 2004 di Jakarta, yang diikuti lebih dari 80 ahli
dan pemerhati orangutan seluruh dunia telah dibahas dan dianalisa beberapa hal sebagai berikut: 1 potensi populasi yang ada pada kondisi terakhir, 2 faktor
problem yang mempengaruhi keberadaan spesies dan 3 faktor apa saja yang dapat merubahmendorong untuk memperbaiki efek besar dalam memperbaiki
kondisi keselamatan spesies. Dari hasil diskusi tersebut dihasilkan informasi yang berkaitan dengan
perkiraan jumlah orangutan yang dihasilkan dari penelitian dan survey dari pakar di bidang orangutan, maka diperkiraan population orangutan borneo diurut
berdasarkan tahun adalah sekitar 1000 Reynolds 1967; antara 3500-4000 Basjarudin 1971; sekitar 37000 International Primate Conference, San Diego
1985, K. MacKinnon 1986 menyebutkan angka 156.000; antara 10000-116000 J. MacKinnon 1990; 61000 K. MacKinnon 1991; 40,000 J. MacKinnon
1991; antara 19,000 – 30,000 Sugarjito van Schaik 1993; 23,000 Rijksen Meijaard 1999 dan data terakhir diperkirakan lebih dari 50,000 Singleton et al.
2004, diacu dalam PHVA 2004
Tabel 2. Perkiraan populasi orangutan yang terdapat pada masing-masing habitat dalam unit
No. Lokasi Jumlah 1.
Sumatra 13 unit habitat 7501
2. Sabah 17 unit habitat
13614 3. Kalimantan
Timur P.p. morio : 9 unit habitat
4335 4. Kalimantan
Tengah P.p wurmbii :16 unit habitat
32306 5.
Kalimantan Barat Sarawak P.p.pygmaeus : 7 unit habitat 7542
Total populasi orangutan Borneo 57797
Total populasi di alam 65298
sumber: PHVA Workshop , 2004 Pada tabel di atas terlihat bahwa dari segi jumlah diperoleh jumlah
orangutan yang lebih besar dari perkiraan 10 tahun yang lalu, perbedaan tersebut dikarenakan pelaksanaan sensus yang lebih baik metode survey yang lebih
tepat, kurang konservatif dalam ekstrapolasi, lebih banyak area yang dijangkau. Namun hal tersebut tidak secara pasti dapat membuktikan kalau memang ada
lebih banyak orangutan dibandingkan satu atau dua dekade yang lalu. Subdivisi habitat Orangutan yang tersisa di Kalimantan ditunjukkan pada
Tabel 3 berikut ini: Tabel 3: Subdivisi habitat Orangutan yg tersisa di Kalimantan berdasarkan
kualitas hutan
sumber: PHVA Workshop , 2004
Kelas Hutan MoF, 2002
Kalimantan Barat total Orangutan
habitat = 15,670 km
2
Kalimantan Tengah total Orangutan habitat
= 33,517 km
2
Kalimantan Timur total Orangutan
habitat = 8,319 km
2
Hutan Tanah Kering Primer
42 5
20 Hutan Rawa Primer
1 6
2 Hutan Tanah Kering
yang sudah terganggu
31 38
78 Hutan Rawa yang
sudah terganggu 26
50
Distribusi Orangutan Borneo
Gambar 3 dan 4 dibawah memperlihatkan bagaimana orangutan ter distribusi di wilayah Borneo Kalimantan, Sabah dan Serawak , dan dapat pula
dilihat bahwa orangutan borneo Pongo pygmaeus berdasarkan region di Borneo terbagi lagi menjadi 3 sub spesies :
Pongo pygmaeus
wurmbii Pongo
pygmaeus pygmaeus
Pongo pygmaeus
morio
Sebaran sub-jenis orangutan Borneo
Gambar 3. Tiga sub-jenis orangutan Borneo berikut penyebarannya
Gambar 4. Perbandingan distribusi orangutan Borneo pada tahun 1990-an dengan tahun 2002.
Early 1990s
2002
Orangutan Distribution Orangutan Distribution
Distribusi Orangutan Borneo
Awal 1990-an
Arsitektur pohon
Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungan, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 1 ayat 2 .
Di dalam Flora Pohon Indonesia oleh Tantra 1981 disebutkan bahwa tipe-tipe hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropical rain forest
dimana tegakan, hutan musim seasonal forest, hutan gambut peat forest, hutan rawa swamp forest, hutan payau mangrove forest dan hutan pantai litteral
forest. Klasifikasi atas tipe-tipe tersebut antara lain didasarkan pada faktor iklim dan komposisi tegakkannya. Dan faktor iklim yang mempengaruhi pembentukan
vegetasi adalah temperatur, kelembaban, angin dan intensitas cahaya. Menurut Desman 1964, Wiersum 1973, Alikodra 1983 dan Bailey
1984 bahwa habitat mempunyai fungsi dalam penyediaan makanan, air dan perlindungan. Kuantitas dan kualitas habitat ini sangat menentukan prospek
kelestarian satwaliar, menentukan komposisi, penyebaran dan produktivitas satwaliar. Salah satu komponen habitat terpenting bagi orangutan adalah pohon,
sebab orangutan sebagai mamalia arboreal terbesar dengan berat betina 40 kg dan jantan 80 kg Rodman 1984 sebagian besar hidup dan aktivitasnya dilakukan di
atas pohon. Orangutan terutama hidup dan tersebar pada hutan-hutan primer dataran
rendah namun juga dijumpai pada hutan dataran tinggi atau pegunungan yang banyak ditumbuhi tanaman dari famili Dipterocarpaceae MacKinnon 1971,
diacu dalam Rijksen 1978. Dari hasil penelitiannya, Rijksen 1978 menyatakan struktur hutan yang dihuni orangutan terdiri atas pohon-pohon tinggi berkisar 35-
50 meter dengan tidak adanya dominasi jenis vegetasidan lantai hutan ditumbuhi oleh herba.
Secara umum pepohonan memiliki bagian-bagian yaitu batang, tajuk, dahan dan ranting, kuncup, bunga dan buah. Penampilan pepohonan dilihat dari
morfologi batangnya dibedakan kedalam: batang silindris, berlekuk, berongga dan berbanir sumber: Pedoman Pengenalan Pohon Hutan Indonesia. Sementara tajuk
suatu pepohonan dewasa mempunyai bentuk tajuk yang umum dijumpai di dalam hutan yaitu berupa: tajuk berbentuk kerucut, tajuk bertingkat tajuk kosong disalah
satu sisi, tajuk bentuk silinder, tajuk berbentuk bulat, tidak beraturan, tajuk bentuk payung Sutisna et al. 1998.
Beberapa jenis pohon yang digunakan oleh orangutan untuk membangun sarangnya di Taman Nasional Tanjung Puting antara lain Blangeran Shorea
belangeran, Medang Alseodaphne insignis , Putat Baringtonia recemosa, Ketiau Ganua montleyana, Ubar Syzygium grande, Lowari Schima wallichii,
Meranti Shorea leprosula, Pempaning Quercus bennettii Suwandi, 2000.
III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN