Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara – Sumatera Utara

(1)

KARAKTERISTIK POHON TEMPAT BERSARANG

ORANGUTAN SUMATERA (

Pongo abelii

Lesson, 1827)

DI KAWASAN HUTAN BATANG TORU,

KABUPATEN TAPANULI UTARA - SUMATERA UTARA

HENDRI PUJIYANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(2)

KARAKTERISTIK POHON TEMPAT BERSARANG

ORANGUTAN SUMATERA (

Pongo abelii

Lesson, 1827)

DI KAWASAN HUTAN BATANG TORU,

KABUPATEN TAPANULI UTARA - SUMATERA UTARA

HENDRI PUJIYANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(3)

RINGKASAN

HENDRI PUJIYANI. Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara - Sumatera Utara. Dibawah bimbingan Ir. Haryanto R. Putro, MS. dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F.

Habitat alami Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) yang semakin berkurang dan perburuan menyebabkan semakin menurunnya jumlah populasi satwa primata tersebut. Kawasan Hutan Batang Toru memiliki nilai penting karena kawasan tersebut merupakan habitat bagi Orangutan Sumatera yang terpisah dari habitat utamanya di Ekosistem Leuser di Aceh. Orangutan merupakan satwa langka yang memiliki preferensi dalam memilih pohon tempat bersarang, mulai dari pemilihan lokasi sampai penentuan jenis pohon yang sesuai untuk membangun sarang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakter pohon tempat bersarang Orangutan di Kawasan Hutan Batang Toru.

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 23 Oktober sampai dengan 22 Desember 2008 yang berlokasi di Stasiun Penelitian Yayasan Ekosistem Lestari – Sumatran Orangutan Conservation Program (YEL-SOCP) dengan luas lokasi 12,75 km2 di Kawasan Hutan Batang Toru blok barat, Kabupaten Tapanuli Utara-Sumatera Utara. Alat yang digunakan selama penelitian adalah pita ukur keliling, pita ukur 30 meter, tambang plastik 20 meter, golok, kompas, flagging tape, kamera digital, camera trap, thermo-hygrometer, jam tangan, dan alat tulis. Data primer yang diambil adalah struktur dan komposisi vegetasi, suhu dan kelembaban, ketersediaan air, profil pohon sarang (jenis pohon, tinggi total, diameter, luas tajuk, dan bentuk tajuk), tinggi sarang, posisi sarang pada pohon, dan keberadaan satwa lain. Data sekunder yang diambil adalah data mengenai kondisi umum lokasi penelitian dan bio-ekologi Orangutan Sumatera. Pengambilan data mengenai sarang dilakukan dengan Nest Survey yaitu dengan metode jalur.

Selama penelitian berhasil dijumpai sebanyak 154 pohon sarang yang terdiri dari 20 jenis pohon. Jenis pohon yang paling banyak digunakan sebagai tempat bersarang Orangutan adalah jenis Hoting (Lithocarpus spp.) yaitu dengan persentase 33,77% (52 pohon). Pohon yang paling banyak digunakan sebagai tempat bersarang adalah pohon dengan tinggi antara 16-20 meter (34%) dan rata-rata tinggi dari semua pohon sarang adalah 20,35 meter. Rata-rata Orangutan membangun sarang pada ketinggian 17,24 meter. Pada ketinggian pohon dan sarang tersebut dapat diketahui bahwa Orangutan lebih banyak menggunakan strata C (4-20 m) sehingga sarang masih mendapat naungan dari pohon lain yang lebih tinggi. Orangutan cenderung menggunakan pohon dengan diameter antara 10-19 cm dan rata-rata diameter dari semua pohon adalah 23,71 cm. Pohon yang paling banyak digunakan adalah pohon dengan luas tajuk kurang dari 11 m2 dan rara-rata luas tajuk dari semua pohon adalah 15,64 m2. Sarang Orangutan banyak yang dibangun pada tajuk yang berbentuk bola yaitu sebanyak 28%. Sarang yang berada di dekat sungai mengindikasikan pemilihan lokasi sarang tersebut dikarenakan fisik lokasi di dekat sungai yang lebih rendah (lereng atau lembah). Di lokasi penelitian satwa yang berpotensi sebagai kompetitor adalah Siamang (Symphalangus syndactilus), Ungko (Hylobates agilis ungko), Beruk (Macaca nemestrina), Binturong (Arctictis binturong), Bajing kelapa (Callosciurus notatus) dan burung Rangkong.

Kesimpulannya adalah karakter pohon tempat Orangutan bersarang di Hutan Batang Toru memiliki tinggi 16-20 meter, diameter 10-19 cm, luas tajuk kurang dari 11 m2, dan pohon dengan bentuk tajuk bola. Hoting (Lithocarpus spp.) merupakan jenis pohon yang memenuhi karakter pohon sarang tersebut, sehingga penggunaan jenis ini oleh Orangutan di Hutan Batang Toru lebih banyak digunakan sebagai tempat membangun sarang dibandingkan dengan jenis pohon lain. Lokasi pohon sarang yang disukai adalah lokasi yang terlindung dari terpaan angin dan hujan.


(4)

SUMMARY

HENDRI PUJIYANI. The Nesting Tree Characteristics of Sumatran Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827) in Batang Toru Forest, North Tapanuli of North Sumatera. Under supervision of Ir. Haryanto R. Putro, MS. and Ir. Dones Rinaldi, MSc.F.

The decline of natural habitat of Sumatran Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827) and persecution causing it's population decline. Batang Toru Forest has an important value as a habitat of Sumatran Orangutan which is separated from it's main habitat in Leuser Ecosystem (Aceh). Orangutan is rare species and it has preferention of choosing the nest location and the species of nesting tree with spesific characteristics. The objective of this research is to discover the characteristics of Sumatran Orangutan's nesting tree in Batang Toru Forest.

The research conducted at October 23th until December 22th 2008 in Research Station Yayasan Ekosistem Lestari – Sumatran Orangutan Conservation Program (YEL-SOCP) in the 12,75 km2 area of West Block of Batang Toru Forest, in North Tapanuli of North Sumatera. Equipment that used are girth measuring tape, 30 m measuring tape, 20 m rope, machete, compas, flagging tape, digital camera, camera trap, thermo-hygrometer, watch, and stationary. Primary data are vegetation structure and composition, temperature and humidity, water availability, and profil of nesting tree (species of tree, total height, diameter, crown width, and crown shape), nest height, nest position, and the existence of other animals. This primary data are colected by nest survey method and vegetation analysis. Secondary data are general condition of research site and bio-ecology of Sumatran Orangutan.

During the research found 154 nesting trees, it’s content 20 tree species. 33,74% (52 trees) of it is Hoting (Lithocarpus spp.). The tree height of nesting tree is about 16-20 m (34%) with average tree height from all trees is 20,35 m and average nest height in 17,24 m. In such as low nest and tree height the Orangutan's nest is covered by the taller crown of other trees from rain and wind. Orangutan tend to build their nest at tree with diameter 10-19 cm and average diameter from all the trees is 23,71 cm. The crown width less than 11 m2 with average from all the trees 15,64 m2. Orangutan's nest near the river indicated that nest location preferention caused by the location near the river is lower (the slope area). In the research location, potential competitor animal are Siamang (Symphalangus syndactilus), Gibbon (Hylobates agilis ungko), Pig-tailed monkey (Macaca nemestrina), Binturong (Arctictis binturong), squirrel (Callosciurus notatus) and Hornbill.

The concultion of nesting tree characteristics are total height 16-20 m, diameter 10-19 cm, crown width less then 11 m2, and ball shape crown. Hoting (Lithocarpus spp.) is tree species that qualify with that tree characteristics, for that reason Orangutan in Batang Toru Forest prefer to use this tree species than other tree. The location preferention is location which is covered from rain and wind.


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara – Sumatera Utara adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

Hendri Pujiyani NIM E34104086


(6)

Judul Skripsi : Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara – Sumatera Utara

Nama : Hendri Pujiyani

NIM : E34104086

Menyetujui: Komisi Pembimbing

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Tanggal :

Ketua,

Ir. Haryanto R. Putro, MS NIP.131 476 551

Anggota,

Ir. Dones Rinaldi, MSc.F NIP.131 781 160

Dr. Hendrayanto, M.Agr. NIP. 131 578 788


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ngawi, Jawa Timur pada tanggal 7 Agustus 1985. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Sugiyanto dan Sukarti.

Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Ciputat, Tangerang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai anggota Biro Logistik Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) tahun 2004-2005, Ketua Departemen Kesekretariatan RIMPALA tahun 2005-2006, panitia Gebyar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE) tahun 2005-2006, anggota Tim Kelompok Pemerhati Kupu-kupu Himpunan Mahasiswa Konservasi dan Ekowisata (KPK-HIMAKOVA) dalam Studi Konservasi Lingkungan (Surili) di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, Sulawesi Selatan tahun 2007, anggota Komisi Disiplin RIMPALA tahun 2007-2008. Selain itu penulis juga mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (PPPH) di Getas. Cilacap dan Baturaden pada tahun 2007. Penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Jawa Tengah-Yogyakarta.

Penulis menyelesaikan skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB dengan judul skripsi Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara – Sumatera Utara. Penyelesaian skripsi ini dibimbing oleh Ir. Haryanto R. Putro, MS. dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F.


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi ini merupakan wujud keberhasilan yang bukan saja milik penulis namun juga milik semua pihak yang dengan segala upaya baik itu doa maupun tenaga telah membantu selama proses skripsi ini tercipta. Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Orang tua dan kakak tercinta, yang dengan do'a dan air mata telah menciptakan semangat serta kekuatan kepada.

2. Ir. Haryanto R. Putro, MS. dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F selaku dosen pembimbing yang begitu sabar menghadapi segala ketidakpahaman penulis selama menjalani proses bimbingan.

3. Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS. dosen wakil dari Departemen Hasil Hutan dan Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS. dosen wakil dari Depertemen Silvikultur yang telah membantu selama proses ujian komprehensif.

4. Yayasan Ekosistem Lestari, Gabriella Fredriksson, Mirza Indra, Helga Peters, Gregorio Bruno, Khaerul Effendi, Imam Siswanto, dan keluarga Haerullah Ritonga yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menginjakkan kaki di tanah Sumatera dan telah memberikan arahan selama penelitian.

5. Kak Renita, Bang Con, Kak Pipit, dan Kak Ade yang telah sangat baik dan tulus memberikan bantuan serta perhatian selama berada di Pandan.

6. Bapak Amri dan Ibu Masniari yang senantiasa memotifasi penulis.

7. Persahabatan yang menjelma menjadi sebuah keluarga besar KSH 41 yang selama lebih dari 4 tahun menjadi sumber keceriaan dan inspirasi bagi penulis. 8. Nisa Syachera, Azhari Purbatrapsila, Priska Rini, Alamanda SP, Dwi Suryana,Yogi Prasetyo, teman-teman IC dan Asrama Sylva Sari terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

9. Lanjar Wijiarti terima kasih atas kebersamaan dan persahabatan selama ini. 10.Keluarga besar Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) yang menjadi pintu

masuk mengenal dunia kehutanan.

11.Slamet Fatchul Hidayat yang dengan sabar dan penuh perhatian menghadapi keluh kesah dari penulis.


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2008 adalah karakteristik pohon tempat bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara - Sumatera Utara. Lama pelaksanaan tugas akhir ini mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan karya ilmiah adalah tujuh bulan. Sumber dana pelaksanaan penelitian ini adalah dari Yayasan Ekosistem Lestari.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Haryanto R. Putro, MS. dan Bapak Ir. Dones Rinaldi, MSc.F. selaku dosen pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis disampaikan pula kepada Ibu Gabriella Frediriksson dari Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) yang telah memberikan bantuan dana penelitian, dan kepada Bapak Ir. Mirza Indra, Bapak Ir. Chaerullah Ritonga, Bapak Iman Siswanto, Bapak Chairul Effendi Silitonga, serta Ibu Helga Peter dan Gregorio Bruno yang telah membantu selama pengambilan data di lokasi penelitian serta semua pihak yang telah ikut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2009 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan... 3

C. Manfaat... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi Orangutan Sumatera... 4

1. Taksonomi Orangutan Sumatera... 4

2. Morfologi... 4

3. Habitat dan Penyebaran... 5

4. Aktifitas dan Prilaku Harian... 8

B. Konsep Bersarang... 9

C. Keterancaman Orangutan... 11

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian... 12

B. Alat dan Bahan... 12

C. Jenis Data yang Dikumpulkan... 13

D. Metode Pengambilan Data... 14

1. Nest Survey... 14

2. Analisis Vegetasi... 15

3. Studi Literatur... 16

E. Analisis Data... 16

1. Indeks Nilai Penting (INP)... 16

2. Analisis Deskriptif... 17

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas... 18

B. Kondisi Fisik... 19

C. Kondisi Biologi... 19

D. Kondisi Sosial Budaya... 21

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pohon Sarang... 22

1. Jenis Pohon Sarang... 23

2. Tinggi Pohon Sarang... 28

3. Diameter Pohon Sarang... 31

4. Luas Tajuk Pohon Sarang... 32

B. Hubungan Antara Tinggi Sarang dengan Karakter Pohon Sarang... 34


(11)

KARAKTERISTIK POHON TEMPAT BERSARANG

ORANGUTAN SUMATERA (

Pongo abelii

Lesson, 1827)

DI KAWASAN HUTAN BATANG TORU,

KABUPATEN TAPANULI UTARA - SUMATERA UTARA

HENDRI PUJIYANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(12)

KARAKTERISTIK POHON TEMPAT BERSARANG

ORANGUTAN SUMATERA (

Pongo abelii

Lesson, 1827)

DI KAWASAN HUTAN BATANG TORU,

KABUPATEN TAPANULI UTARA - SUMATERA UTARA

HENDRI PUJIYANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(13)

RINGKASAN

HENDRI PUJIYANI. Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara - Sumatera Utara. Dibawah bimbingan Ir. Haryanto R. Putro, MS. dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F.

Habitat alami Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) yang semakin berkurang dan perburuan menyebabkan semakin menurunnya jumlah populasi satwa primata tersebut. Kawasan Hutan Batang Toru memiliki nilai penting karena kawasan tersebut merupakan habitat bagi Orangutan Sumatera yang terpisah dari habitat utamanya di Ekosistem Leuser di Aceh. Orangutan merupakan satwa langka yang memiliki preferensi dalam memilih pohon tempat bersarang, mulai dari pemilihan lokasi sampai penentuan jenis pohon yang sesuai untuk membangun sarang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakter pohon tempat bersarang Orangutan di Kawasan Hutan Batang Toru.

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 23 Oktober sampai dengan 22 Desember 2008 yang berlokasi di Stasiun Penelitian Yayasan Ekosistem Lestari – Sumatran Orangutan Conservation Program (YEL-SOCP) dengan luas lokasi 12,75 km2 di Kawasan Hutan Batang Toru blok barat, Kabupaten Tapanuli Utara-Sumatera Utara. Alat yang digunakan selama penelitian adalah pita ukur keliling, pita ukur 30 meter, tambang plastik 20 meter, golok, kompas, flagging tape, kamera digital, camera trap, thermo-hygrometer, jam tangan, dan alat tulis. Data primer yang diambil adalah struktur dan komposisi vegetasi, suhu dan kelembaban, ketersediaan air, profil pohon sarang (jenis pohon, tinggi total, diameter, luas tajuk, dan bentuk tajuk), tinggi sarang, posisi sarang pada pohon, dan keberadaan satwa lain. Data sekunder yang diambil adalah data mengenai kondisi umum lokasi penelitian dan bio-ekologi Orangutan Sumatera. Pengambilan data mengenai sarang dilakukan dengan Nest Survey yaitu dengan metode jalur.

Selama penelitian berhasil dijumpai sebanyak 154 pohon sarang yang terdiri dari 20 jenis pohon. Jenis pohon yang paling banyak digunakan sebagai tempat bersarang Orangutan adalah jenis Hoting (Lithocarpus spp.) yaitu dengan persentase 33,77% (52 pohon). Pohon yang paling banyak digunakan sebagai tempat bersarang adalah pohon dengan tinggi antara 16-20 meter (34%) dan rata-rata tinggi dari semua pohon sarang adalah 20,35 meter. Rata-rata Orangutan membangun sarang pada ketinggian 17,24 meter. Pada ketinggian pohon dan sarang tersebut dapat diketahui bahwa Orangutan lebih banyak menggunakan strata C (4-20 m) sehingga sarang masih mendapat naungan dari pohon lain yang lebih tinggi. Orangutan cenderung menggunakan pohon dengan diameter antara 10-19 cm dan rata-rata diameter dari semua pohon adalah 23,71 cm. Pohon yang paling banyak digunakan adalah pohon dengan luas tajuk kurang dari 11 m2 dan rara-rata luas tajuk dari semua pohon adalah 15,64 m2. Sarang Orangutan banyak yang dibangun pada tajuk yang berbentuk bola yaitu sebanyak 28%. Sarang yang berada di dekat sungai mengindikasikan pemilihan lokasi sarang tersebut dikarenakan fisik lokasi di dekat sungai yang lebih rendah (lereng atau lembah). Di lokasi penelitian satwa yang berpotensi sebagai kompetitor adalah Siamang (Symphalangus syndactilus), Ungko (Hylobates agilis ungko), Beruk (Macaca nemestrina), Binturong (Arctictis binturong), Bajing kelapa (Callosciurus notatus) dan burung Rangkong.

Kesimpulannya adalah karakter pohon tempat Orangutan bersarang di Hutan Batang Toru memiliki tinggi 16-20 meter, diameter 10-19 cm, luas tajuk kurang dari 11 m2, dan pohon dengan bentuk tajuk bola. Hoting (Lithocarpus spp.) merupakan jenis pohon yang memenuhi karakter pohon sarang tersebut, sehingga penggunaan jenis ini oleh Orangutan di Hutan Batang Toru lebih banyak digunakan sebagai tempat membangun sarang dibandingkan dengan jenis pohon lain. Lokasi pohon sarang yang disukai adalah lokasi yang terlindung dari terpaan angin dan hujan.


(14)

SUMMARY

HENDRI PUJIYANI. The Nesting Tree Characteristics of Sumatran Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827) in Batang Toru Forest, North Tapanuli of North Sumatera. Under supervision of Ir. Haryanto R. Putro, MS. and Ir. Dones Rinaldi, MSc.F.

The decline of natural habitat of Sumatran Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827) and persecution causing it's population decline. Batang Toru Forest has an important value as a habitat of Sumatran Orangutan which is separated from it's main habitat in Leuser Ecosystem (Aceh). Orangutan is rare species and it has preferention of choosing the nest location and the species of nesting tree with spesific characteristics. The objective of this research is to discover the characteristics of Sumatran Orangutan's nesting tree in Batang Toru Forest.

The research conducted at October 23th until December 22th 2008 in Research Station Yayasan Ekosistem Lestari – Sumatran Orangutan Conservation Program (YEL-SOCP) in the 12,75 km2 area of West Block of Batang Toru Forest, in North Tapanuli of North Sumatera. Equipment that used are girth measuring tape, 30 m measuring tape, 20 m rope, machete, compas, flagging tape, digital camera, camera trap, thermo-hygrometer, watch, and stationary. Primary data are vegetation structure and composition, temperature and humidity, water availability, and profil of nesting tree (species of tree, total height, diameter, crown width, and crown shape), nest height, nest position, and the existence of other animals. This primary data are colected by nest survey method and vegetation analysis. Secondary data are general condition of research site and bio-ecology of Sumatran Orangutan.

During the research found 154 nesting trees, it’s content 20 tree species. 33,74% (52 trees) of it is Hoting (Lithocarpus spp.). The tree height of nesting tree is about 16-20 m (34%) with average tree height from all trees is 20,35 m and average nest height in 17,24 m. In such as low nest and tree height the Orangutan's nest is covered by the taller crown of other trees from rain and wind. Orangutan tend to build their nest at tree with diameter 10-19 cm and average diameter from all the trees is 23,71 cm. The crown width less than 11 m2 with average from all the trees 15,64 m2. Orangutan's nest near the river indicated that nest location preferention caused by the location near the river is lower (the slope area). In the research location, potential competitor animal are Siamang (Symphalangus syndactilus), Gibbon (Hylobates agilis ungko), Pig-tailed monkey (Macaca nemestrina), Binturong (Arctictis binturong), squirrel (Callosciurus notatus) and Hornbill.

The concultion of nesting tree characteristics are total height 16-20 m, diameter 10-19 cm, crown width less then 11 m2, and ball shape crown. Hoting (Lithocarpus spp.) is tree species that qualify with that tree characteristics, for that reason Orangutan in Batang Toru Forest prefer to use this tree species than other tree. The location preferention is location which is covered from rain and wind.


(15)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara – Sumatera Utara adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

Hendri Pujiyani NIM E34104086


(16)

Judul Skripsi : Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara – Sumatera Utara

Nama : Hendri Pujiyani

NIM : E34104086

Menyetujui: Komisi Pembimbing

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Tanggal :

Ketua,

Ir. Haryanto R. Putro, MS NIP.131 476 551

Anggota,

Ir. Dones Rinaldi, MSc.F NIP.131 781 160

Dr. Hendrayanto, M.Agr. NIP. 131 578 788


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ngawi, Jawa Timur pada tanggal 7 Agustus 1985. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Sugiyanto dan Sukarti.

Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Ciputat, Tangerang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai anggota Biro Logistik Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) tahun 2004-2005, Ketua Departemen Kesekretariatan RIMPALA tahun 2005-2006, panitia Gebyar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE) tahun 2005-2006, anggota Tim Kelompok Pemerhati Kupu-kupu Himpunan Mahasiswa Konservasi dan Ekowisata (KPK-HIMAKOVA) dalam Studi Konservasi Lingkungan (Surili) di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, Sulawesi Selatan tahun 2007, anggota Komisi Disiplin RIMPALA tahun 2007-2008. Selain itu penulis juga mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (PPPH) di Getas. Cilacap dan Baturaden pada tahun 2007. Penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Jawa Tengah-Yogyakarta.

Penulis menyelesaikan skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB dengan judul skripsi Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara – Sumatera Utara. Penyelesaian skripsi ini dibimbing oleh Ir. Haryanto R. Putro, MS. dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F.


(18)

UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi ini merupakan wujud keberhasilan yang bukan saja milik penulis namun juga milik semua pihak yang dengan segala upaya baik itu doa maupun tenaga telah membantu selama proses skripsi ini tercipta. Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Orang tua dan kakak tercinta, yang dengan do'a dan air mata telah menciptakan semangat serta kekuatan kepada.

2. Ir. Haryanto R. Putro, MS. dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F selaku dosen pembimbing yang begitu sabar menghadapi segala ketidakpahaman penulis selama menjalani proses bimbingan.

3. Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS. dosen wakil dari Departemen Hasil Hutan dan Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS. dosen wakil dari Depertemen Silvikultur yang telah membantu selama proses ujian komprehensif.

4. Yayasan Ekosistem Lestari, Gabriella Fredriksson, Mirza Indra, Helga Peters, Gregorio Bruno, Khaerul Effendi, Imam Siswanto, dan keluarga Haerullah Ritonga yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menginjakkan kaki di tanah Sumatera dan telah memberikan arahan selama penelitian.

5. Kak Renita, Bang Con, Kak Pipit, dan Kak Ade yang telah sangat baik dan tulus memberikan bantuan serta perhatian selama berada di Pandan.

6. Bapak Amri dan Ibu Masniari yang senantiasa memotifasi penulis.

7. Persahabatan yang menjelma menjadi sebuah keluarga besar KSH 41 yang selama lebih dari 4 tahun menjadi sumber keceriaan dan inspirasi bagi penulis. 8. Nisa Syachera, Azhari Purbatrapsila, Priska Rini, Alamanda SP, Dwi Suryana,Yogi Prasetyo, teman-teman IC dan Asrama Sylva Sari terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

9. Lanjar Wijiarti terima kasih atas kebersamaan dan persahabatan selama ini. 10.Keluarga besar Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) yang menjadi pintu

masuk mengenal dunia kehutanan.

11.Slamet Fatchul Hidayat yang dengan sabar dan penuh perhatian menghadapi keluh kesah dari penulis.


(19)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2008 adalah karakteristik pohon tempat bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara - Sumatera Utara. Lama pelaksanaan tugas akhir ini mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan karya ilmiah adalah tujuh bulan. Sumber dana pelaksanaan penelitian ini adalah dari Yayasan Ekosistem Lestari.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Haryanto R. Putro, MS. dan Bapak Ir. Dones Rinaldi, MSc.F. selaku dosen pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis disampaikan pula kepada Ibu Gabriella Frediriksson dari Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) yang telah memberikan bantuan dana penelitian, dan kepada Bapak Ir. Mirza Indra, Bapak Ir. Chaerullah Ritonga, Bapak Iman Siswanto, Bapak Chairul Effendi Silitonga, serta Ibu Helga Peter dan Gregorio Bruno yang telah membantu selama pengambilan data di lokasi penelitian serta semua pihak yang telah ikut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2009 Penulis


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan... 3

C. Manfaat... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi Orangutan Sumatera... 4

1. Taksonomi Orangutan Sumatera... 4

2. Morfologi... 4

3. Habitat dan Penyebaran... 5

4. Aktifitas dan Prilaku Harian... 8

B. Konsep Bersarang... 9

C. Keterancaman Orangutan... 11

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian... 12

B. Alat dan Bahan... 12

C. Jenis Data yang Dikumpulkan... 13

D. Metode Pengambilan Data... 14

1. Nest Survey... 14

2. Analisis Vegetasi... 15

3. Studi Literatur... 16

E. Analisis Data... 16

1. Indeks Nilai Penting (INP)... 16

2. Analisis Deskriptif... 17

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas... 18

B. Kondisi Fisik... 19

C. Kondisi Biologi... 19

D. Kondisi Sosial Budaya... 21

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pohon Sarang... 22

1. Jenis Pohon Sarang... 23

2. Tinggi Pohon Sarang... 28

3. Diameter Pohon Sarang... 31

4. Luas Tajuk Pohon Sarang... 32

B. Hubungan Antara Tinggi Sarang dengan Karakter Pohon Sarang... 34


(21)

2. Tinggi Sarang dengan Diameter Pohon... 36

3. Tinggi Sarang dengan Luas Tajuk... 37

C. Bio-fisik di Sekitar Pohon Sarang... 37

1. Suhu, Kelembaban dan Curah Hujan... 38

2. Ketersediaan Air... 39

3. Struktur Vegetasi... 39

4. Keberadaan Satwa Lain... 40

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 44

B. Saran... 44

DAFTAR PUSTAKA... 45


(22)

DAFTAR TABEL

No.

Halaman 1. Variasi posisi sarang Orangutan... 24 2. Jenis pohon yang paling banyak digunakan sebagai pohon sarang oleh

Orangutan di Kawasan Hutan Batang Toru... 26 3. Rata-rata suhu, kelembaban dan curah hujan di stasiun penelitian

YEL-SOCP Batang Toru pada bulan Oktober-November 2008... 38 4. Indeks Nilai Penting (INP) pada setiap formasi hutan... 39 5. Beberapa jenis satwa liar yang dijumpai pada lokasi penelitian Hutan

Batang Toru... 41 6. INP tingkat vegetasi semai pada hutan gambut... 63 7. INP tingkat vegetasi pancang pada hutan gambut... 64 8. INP tingkat vegetasi tiang pada hutan gambut... 64 9. INP tingkat vegetasi pohon pada hutan gambut... 65 10. INP tingkat vegetasi semai pada hutan daerah ecoton... 66 11. INP tingkat vegetasi pancang pada hutan daerah ecoton... 66 12. INP tingkat vegetasi tiang pada hutan daerah ecoton... 67 13. INP tingkat vegetasi pohon pada hutan daerah ecoton... 68 14. INP tingkat vegetasi semai pada hutan Dipterocarpaceae atas... 68 15. INP tingkat vegetasi pancang pada hutan Dipterocarpaceae atas... 69 16. INP tingkat vegetasi tiang pada hutan Dipterocarpaceae atas... 69 17. INP tingkat vegetasi pohon pada hutan Dipterocarpaceae atas... 70


(23)

DAFTAR GAMBAR

No.

Halaman 1. Peta penyebaran Orangutan di Sumatera... 7 2. Lokasi penelitian di Hutan Batang Toru blok barat... 12 3. Bentuk tajuk pohon. (a) tajuk bola, (b) tajuk silinder, (c) tajuk kerucut,

(d) tajuk payung, (e) tajuk kosong pada satu sisi, dan (f) tajuk tidak

beraturan... 13 4. Posisi sarang Orangutan pada percabangan pohon... 14 5. Perencanaan analisis vegetasi dengan metode jalur berpetak... 15 6. Peta hutan Batang Toru blok barat dan blok timur (Sarulla). Sumber:

YEL-SOCP... 18 7. Beberapa jenis Nepenthes spp. yang ada di Hutan Batang Toru... 20 8. Sarang Orangutan di lokasi penelitian Hutan Batang Toru... 21 9. Jenis pohon sarang Orangutan di Hutan Batang Toru... 22 10. Jumlah pohon pada setiap posisi sarang... 23 11. Jenis pohon dan jumlah sarang sesuai posisi sarang... 25 12. Sarang Orangutan pada pohon Hoting... 28 13. Persentase tinggi pohon sarang Orangutan di Hutan Batang Toru... 29 14. Ilustrasi letak sarang pada pohon dengan naungan dari pohon lain... 30 15. Persentase tinggi sarang Orangutan di Hutan Batang Toru... 30 16. Diagram diameter pohon sarang Orangutan di Hutan Batang Toru... 31 17. Persentase luas tajuk pohon sarang di Hutan Batang Toru... 32 18. Persentase bentuk tajuk pohon sarang di Hutan Batang Toru... 33 19. Model arsitektur pohon Leeuwenberg (a) menurut Halle (1975)

dalam Samingan (1989) dan (b) menurut Bell (1991)... 34 20. Hubungan antara tinggi sarang dengan tinggi pohon... 35 21. Jumlah sarang berdasarkan tinggi sarang... 35 22. Hubungan antara tinggi sarang Orangutan dengan diameter pohon... 36 23. Hubungan antara tinggi sarang dengan luas tajuk pohon sarang... 37 24. Pohon ficus raksasa. (a) tajuk pohon, (b) akar pohon yang menjuntai. 42


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Halaman 1. Data kondisi lingkungan di sekitar pohon sarang... 49 2. Peta jalur pengamatan di lokasi penelitian Hutan Batang Toru... 53 3. Data pohon sarang yang ditemukan di lokasi penelitian Hutan

Batang Toru... 54 4. Suhu, kelembaban dan curah hujan harian di lokasi penelitian Hutan

Batang Toru pada bulan Oktober-November 2008... 61 5. Indeks Nilai Penting (INP) pada setiap formasi hutan... 63


(25)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kawasan Hutan Batang Toru (KHBT) merupakan kawasan hutan di Sumatera Utara yang bernilai tinggi, baik dalam aspek keanekaragaman hayati maupun aspek ekonomi serta memiliki fungsi hidrologi yang penting. KHBT terdiri dari Hutan Batang Toru Blok Barat dan Hutan Batang Toru Blok Timur (Sarulla). Pada kawasan hutan ini terdapat hutan primer seluas 136.284 ha. Di kawasan Hutan Batang Toru terdapat daerah tangkapan air untuk 10 DAS (Daerah Aliran Sungai). Sepuluh DAS tersebut adalah : Sipansipahoras, Aek Raisan, Batang Toru Ulu, Sarulla Timur, Aek Situmandi, Batang Toru Ilir (Barat dan Selatan), Aek Garoga, Aek Tapus, dan Sungai Pandan. Nilai penting keberadaan KHBT lainnya adalah pemanfaatan panas bumi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Sarulla yang akan menyediakan pasokan listrik sebesar 300 MW untuk keperluan listrik Sumatera Utara (Fredriksson & Indra, 2007).

Kekayaan bahan tambang di KHBT sangat berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sampai saat ini telah ada perusahaan pertambangan emas yang sedang beroperasi yaitu PT. Agincourt Oxiana. Kebaradaan KHBT juga bernilai penting dalam hal penyedia jasa lingkungan sangat penting. Jasa lingkungan yang merupakan potensi dari KHBT adalah berupa penyedia air baik bagi kebutuhan masyarakat di bagian hilir sampai hulu maupun sebagai penyedia energi bagi PLTP. Keindahan alam Hutan Batang Toru yang masih alami dapat menjadi modal bagi pengembangan ekowisata di daerah Sumatera Utara.

Kondisi hutan alam Batang Toru yang masih alami sangat penting bagi kehidupan masyarakat, karena dari dalam hutan inilah aliran Sungai Batang Toru berasal. Selain itu nilai penting Hutan Batang Toru adalah kekayaan jenis flora dan fauna yang dimilikinya. Hutan Batang Toru juga menjadi salah satu lokasi yang merupakan habitat dari Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827), sehingga kelestarian hutan ini akan sangat berpengaruh terhadap keberadaan Orangutan Sumatera yang terancam punah. Berdasarkan hasil


(26)

penelitian van Schaik pada tahun 2004 Orangutan Sumatera pertama kali diketahui terdapat habitat Orangutan Sumatera di KHBT. Diperkirakan ada 400 ekor Orangutan Sumatera yang kini mendiami KHBT Blok Barat, dan sekitar 150 ekor di kawasan hutan Batang Toru Blok Timur (Sarulla) (Witch, Meijaard, Marshall, Husson, Ancrenaz, Lacy, van Schaik, Sugartjito, Simorangkir, Treylor-Hozler, Doughty, Supriatna, Dennis, Gumal, Knott, Singelton 2008). Ancaman kepunahan Orangutan Sumatera merupakan dampak negatif dari semakin besarnya laju kerusakan hutan dataran rendah Sumatera yang merupakan habitat bagi kehidupan Orangutan, selain itu maraknya perburuan terhadap satwa ini juga memperparah kondisi populasi Orangutan di habitat alaminya.

Berdasarkan Red List of Threatened Species IUCN (International Union for Conservation of Nature) tahun 2007, Orangutan Sumatera merupakan satwa yang tergolong sebagai critical endangered species, sedangkan menurut CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Flora and Fauna) Orangutan Sumatera masuk ke dalam kategori Appendix I. Orangutan juga merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 (Maryanto; Achamadi dan Kartono, 2008). Orangutan adalah satu-satunya primata yang termasuk jenis kera besar yang ada di Asia dan hidup secara arboreal. Sama seperti jenis kera basar lainnya di Afrika, Orangutan juga membuat sarang di atas pohon sebagai tempat tidur. Fungsi lain sarang Orangutan adalah untuk digunakan sebagai tempat istirahat pada siang hari, namun dalam beberapa kasus lain dijumpai sarang yang digunakan sebagai tempat bermain dan perkawinan (van Schaik, 2006). Keberadaan Orangutan Sumatera di Hutan Batang Toru dapat diketahui dengan banyak ditemukannya sarang Orangutan di lokasi tersebut.

Prilaku bersarang Orangutan sangat unik, sehingga perlu dilakukan studi untuk mempelajari hal tersebut. Orangutan memiliki preferensi dalam membuat sarangnya, mulai dari pemilihan lokasi sampai dengan penentuan jenis pohon yang sesuai untuk dibangun sarang di atasnya. Pemilihan pohon tempat bersarang diketahui melalui pengamatan terhadap pohon-pohon yang digunakan sebagai pohon tempat bersarang. Melalui pengamatan tersebut akan dapat


(27)

diketahui karakter pohon sarang Orangutan yang ada di kawasan hutan Batang Toru. Studi mengenai karakteristik pohon sarang Orangutan ini dapat menjadi salah satu tindakan yang merupakan suatu upaya dalam konservasi Orangutan Sumatera di Indonesia.

B. Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik pohon tempat bersarang Orangutan Sumatera (P. abelii).

C. Manfaat

Manfaat penelitian adalah memberikan kontribusi data dan informasi mengenai karakteristik pohon tempat bersarang Orangutan Sumatera di kawasan Hutan Batang Toru. Penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan pengelolaan kawasan Hutan Batang Toru sebagai kawasan konservasi.


(28)

II . TINJAUAN PUSTAKA

A. Bio-ekologi Orangutan Sumatera 1. Taksonomi Orangutan Sumatera

Menurut Poirier (1964) dalam Groves (1972) klasifikasi dari Orangutan Sumatera adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Subkingdom : Metazoa

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Primata

Subordo : Anthropoidea

Superfamili : Homoidea

Famili : Pongoidea

Genus : Pongo

Spesies : Pongo abelii Lesson, 1827

Perbedaan genetik, geografi, morfologi muka, badan, dan perbedaan karakter rambut pada Orangutan Kalimantan dengan Orangutan Sumatera berdasarkan hal tersebut maka dibedakan menjadi dua spesies yang berbeda. Spesies Orangutan di Kalimantan terdiri dari 3 subspesies yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus, Pongo pygmaeus warumbii dan Pongo pygmaeus morio sedangkan spesies Orangutan di Sumatera adalah Pongo abelii (Suhartono et. al. 2007). Kedua subspesies ini memiliki perbedaan genetik yang cukup tinggi, menurut Reyder and Chemnick (1993), dalam Dolhinow and Fuetes (1999) kedua subspesies ini merupakan dua spesies yang terpisah.

2. Morfologi

Ciri fisik famili Pongoidea adalah lengannya 200% dari panjang tubuh, kaki pendek hanya 116% dari panjang tubuh. Jari telunjuk lebih kecil daripada ibu jari. Ukuran rata-rata kepala dan tubuh jantan 956 mm serta betina 776 mm. Tinggi saat berdiri tegak adalah 1.366 mm pada jantan dan


(29)

1.149 mm pada betina. Berat badan rata-rata adalah 75 kg pada jantan dan 37 kg pada betina (Groves, 1971 dalam Maple, 1980).

Menurut Supriatna dan Edy (2000), jika dibandingkan dengan Orangutan di Kalimantan, rambut Orangutan Sumatera lebih terang yaitu berwarna coklat kekuningan serta lebih tebal dan panjang. Ukuran tubuh rata-rata Orangutan jantan dewasa yaitu berkisar antara 125-150 cm, dua kali lebih besar daripada Orangutan betina. Berat badan rata-rata Orangutan jantan di alam yaitu berkisar antara 50-90 kg. Orangutan jantan memiliki kantung suara untuk mengeluarkan suara yang berupa seruan panjang.

Menurut Rijksen (1978) perbedaan morfologi Orangutan berdasarkan kelas umur dan jenis kalamin adalah sebagai berikut :

a. Bayi berumur 0-2,5 tahun dengan berat badan 2-6 kg memiliki rambut berwarna lebih terang pada bagian mulut dan lebih gelap pada bagian muka.

b. Anak berumur 2,5-5 tahun dengan berat badan 6-15 kg memiliki warna rambut yang tidak jauh berbeda dengan bayi Orangutan, namun pada kelas umur anak, Orangutan sudah mampu mancari makan sendiri walaupun masih bergantung pada induknya.

c. Remaja berumur 5-8 tahun dengan berat badan 15-30 kg memiliki rambut yang panjang disekitar muka.

d. Jantan setengah dewasa berumur 8-13/15 tahun dengan barat badan 30-50 kg memiliki rambut berwarna lebih gelap dan rambut janggut sudah mulai tumbuh serta rambut di sekitar wajah sudah lebih pendek.

e. Betina dewasa 8+ tahun dengan berat badan 30-50 kg sudah memiliki janggut dan sangat sulit dibedakan dengan betina setengah dewasa. f. Jantan dewasa berumur 13/15+ tahun dengan berat badan 50-90 kg.

Jantan dewasa memiliki kantung suara, bantalan pipi dan berjanggut serta berambut panjang.

3. Habitat dan Penyebaran

Hutan hujan tropis di Sumatera memiliki sejarah, iklim dan ekologi yang unik. Kekayaan spesies tertinggi adalah di hutan dataran rendah Dipterocarpaceae yang memang didominasi oleh pohon-pohon dari keluarga Dipterocarpaceae (Ashton; Givinish; Appanah, 1998 dalam Dolhinow & Fuentes, 1999). Pohon-pohon Dipterocarpaceae menyediakan buah yang secara bersamaan pada setiap dua atau lima tahun sekali. Hal tersebut mengakibatkan pada masa tertentu buah tersedia sangat banyak namun pada waktu yang lainnya buah tersebut sama sekali tidak tersedia. Hal yang


(30)

berbeda terjadi pada hutan gambut Sumatera yang memiliki sedikit jenis tumbuhan endemik namun memiliki kepadatan yang tinggi, sehingga buah akan tersedia setiap tahun. Orangutan berperan penting dalam ekosistem, baik pada hutan dataran rendah Dipterocarpaceae ataupun di hutan gambut. Kebiasaan Orangutan dalam makan dan pola pergerakannya menyebabkan Orangutan merupakan penyebar biji/benih tumbuhan hutan yang sangat baik (Nellemann et. al., 2007).

Orangutan di Sumatera hidup di dalam hutan yang daunnya lebih rindang daripada Orangutan yang hidup di hutan Kalimantan (van Schaik, 2006). Orangutan mampu beradaptasi pada berbagai tipe hutan primer, mulai dari hutan rawa, hutan dataran rendah/hutan Dipterocarpaceae sampai pada tipe hutan pegunungan dengan batas ketinggian 1.800 m dpl. (Rijksen, 1978). Namun ada pendapat lain yang menyatakan bahwa Orangutan Sumatera hidup di dataran rendah aluvial (lowland aluvial plains), daerah rawa dan daerah lereng perbukitan (Singleton et. al., 2006). Kepadatan Orangutan yang ada di daerah pada ketinggian 1.000 sampai 1.200 m dpl terus menurun.

Rijksen (1978) mengungkapkan bahwa konsentrasi utama populasi Orangutan di Sumatera adalah pada habitat hutan dataran rendah dan hutan rawa yaitu terletak diantara Sungai Simpang Kiri (sebelah selatan Sungai Atlas) dan daerah pesisir Samudera Hindia memanjang sampai bagian utara daerah Benkung dan Kluet yang merupakan bagian selatan Gunung Leuser. Konsentrasi populasi Orangutan juga terdapat di habitat yang merupakan hutan pegunungan api Dataran Tinggi Kappi hingga bagian utara hutan Pegunungan Serbojadi dan hutan dataran rendah anak sungai Jambu Aye. Secara lebih jelas penyebaran Orangutan Sumaetra dapat dilihat pada Gambar 1.


(31)

Gambar 1. Peta penyebaran Orangutan di Sumatera

Menurut Supriatna dan Edy (2000), Orangutan Sumatera tersebar di bagian utara Sumatera, Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Daerah rawa menggambarkan habitat yang optimal bagi Orangutan, seperti di Kluet yang merupakan daerah rawa tercatat ada lebih dari 8 individu Orangutan setiap km2. Di Sungai Ketambe dan Atlas (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam) yang merupakan hutan dataran yang kering (bukan rawa) kepadatan populasi Orangutan lebih rendah yaitu sekitar 4 atau 5 individu/km2 (Singleton et al. 2005). Di bagian utara danau Toba telah dilaporkan oleh van Schaik et al. (2004) dalam Singelton et. al. (2005) terdapat habitat yang terpisah dari habitat utama Orangutan di bagian Barat dan Timur Leuser. Antara habitat utama di Barat dan Timur Leuser dengan habitat yang terpisah di selatan danau Toba tidak memiliki koridor penghubung.


(32)

4. Aktifitas dan Prilaku Harian

Kera besar memiliki otak yang lebih besar daripada primata lain. Pada umumnya kera besar lebih banyak yang hidup secara terestrial namun pada Orangutan hidupnya arboreal (Rowe, 1996). Kehidupan Orangutan dihabiskan diatas pohon dan jarang sekali turun ke lantai hutan, kecuali untuk memakan rayap. Orangutan berpindah dengan menggunakan keempat anggota tubuhnya, berpindah dari cabang ke cabang lain. Daerah jelajah Orangutan adalah berkisar antara 2-10 km dengan luas wilayah jelajah hariannya berkisar antara 800-1200 m2 (Supriatna & Edy, 2000). Rijksen (1978) menyatakan bahwa ada 13 vokalisasi Orangutan sedangkan MacKinnon (1971) dalam Nowak (1999) vokalisasi Orangutan terdiri dari 15 suara. Orangutan relatif lebih pendiam dibandingkan dengan primata besar lainnya. Suara yang paling banyak tercatat adalah berupa panggilan panjang (long call) dari jantan dewasa yang mungkin terdengar dari jarak lebih dari 1 km, hal ini mungkin merupakan mekanisme dalam mengatur jarak bagi antar individunya (Nowak, 1999).

Aktifitas Orangutan dipengaruhi oleh faktor musim berbuah dan cuaca. MacKinnon (1974) telah menjumpai saat buah sedang sulit didapat di hutan, Orangutan akan menghabiskan waktu menjelajah lebih banyak daripada waktu untuk makan. Demikian pula saat hari sedang kering (panas) Orangutan akan lebih banyak beristirahat pada siang hari. Pembagian penggunaan waktu oleh Orangutan adalah pada pagi hari digunakan untuk makan, siang hari untuk menjelajah dengan diselingi waktu istirahat siang (Rijksen, 1978). Orangutan akan mulai istirahat malam antara pukul 15.00-18.00 dengan aktivitas malam hari yang sangat sedikit. Persentase aktivitas harian Orangutan menurut Rijksen (1978) adalah 47 % untuk makan, 40% untuk istirahat, 12 % untuk menjelajah dan sisa waktunya untuk aktivitas sosial.

Penggunaan ruang bagi aktivitas Orangutan yaitu pada lapisan antara 15-25 m diatas permukaan tanah hampir 70% dari waktu aktivitas hariannya, Orangutan menggunakan 20% waktu aktivitas hariannya pada lapisan lebih dari 25 m dan pada lapisan dibawah 15 m Orangutan hanya menggunakan


(33)

kurang dari 10 % waktu aktivitas hariannya. Orangutan biasanya selalu membuat sarang tidur di tepi sungai pada ketinggian 20-40 m diatas tanah (Pardede, 2000 dalam Ginting, 2006).

Orangutan Sumatera sangat bervariasi dalam pemilihan jenis makanan. Secara alami Orangutan adalah pemakan buah, tetapi juga memakan berbagai jenis makanan lain seperti daun, tunas, bunga, epifit, liana, zat pati kayu, dan kulit kayu (MacKinnon, 1974). Sebagai sumber protein Orangutan juga mengkonsumsi serangga dan telur burung (Supriatna & Edy, 2000). Orangutan memiliki kebiasaan mencoba memakan segala sesuatu yang ia temui untuk dirasakan dan kemudian menentukan benda tersebut dapat dijadikan makanan atau tidak (Maple, 1980). Persentase jenis makanan Orangutan menurut Rodman (1977) dalam Maple (1980) adalah 53,8% berupa buah, 29% berupa daun, 14,2% kulit kayu, 2,2% bunga, dan 0,8% adalah serangga.

B. Konsep Bersarang

Sarang merupakan sesuatu yang sengaja atau tidak disengaja dibangun untuk digunakan sebagai tempat berkembang biak dan atau sebagai tempat istirahat atau tidur. Pada setiap sarang memiliki letak yang berbeda untuk setiap jenis satwa, misalnya (1) sarang yang letaknya di atas pohon pada bagian batang, ranting atau cabang pohon; (2) sarang juga ada yang terletak di pohon yang dibuat lubang-lubang; dan (3) sarang yang terletak pada tanah, baik yang dipermukaan tanah, lubang di dalam tanah ataupun di dalam gua (Alikodra, 1990).

Prilaku membangun sarang pada Orangutan diindikasikan sebagai suatu prilaku yang menunjukan kecerdasan kera besar (Grzimerk, 1972). Orangutan membangun sarang harian untuk tempat tidur malam dan untuk waktu tidur tambahan di siang hari. Jumlah sarang dapat dijadikan dasar perhitungan untuk mengetahui jumlah Orangutan di habitatnya. Sekurang-kurangnya Orangutan membangun 1 sarang dalam satu hari. Menurut MacKinnon (1974), Orangutan membangun sarangnya akan memilih tempat yang berdekatan dengan pohon buah sumber pakannya, selain itu juga topografi daerah di sekitarnya.


(34)

Menurut MacKinnon (1974), kegiatan pembutan sarang Orangutan terdiri dari beberapa tahap yaitu :

1. Rimming (melingkarkan) yaitu melekukkan dahan secara horizontal sampai membentuk lingkaran sarang kemudian ditahan dengan melekukkan dahan lainnya sehingga membentuk kuncian jalinan dahan.

2. Hanging (menggantung) yaitu melekukkan dahan ke dalam lingkaran sarang sehingga membentuk kantung sarang.

3. Pillaring (menopang) yaitu melekukkan dahan ke bawah sarang sebagai penopang sarang.

4. Loose (melepaskan) yaitu memutus beberapa dahan dari pohon dan diletakkan ke dalam sarang sebagai alas atau di bagaian atas sebagai atap.

Keawetan sarang tergantung pada teknik konstruksi, berat dan ukuran Orangutan, suasana hati saat membangun sarang, lokasi dan karakteristik pohon, cuaca serta keberadaan satwa lain yang mungkin akan merusak sarang Orangutan tersebut, dalam waktu 2,5 bulan sarang Orangutan akan tetap terlihat sebelum pada akhirnya akan hancur dan tinggal ranting-rantingnya saja (Rijksen, 1978). Sarang terdistribusi secara acak dan letaknya tergantung pada beberapa pertimbangan seperti jaraknya dengan sungai, dengan pohon buah/feeding tree, keterlindungan dari matahari siang hari, angin malam hari, dan keterjangkauan pandangannya terhadap areal hutan (MacKinnon, 1974 dan Rijksen, 1978).

Menurut Maple (1980), Orangutan muda akan membangun sarang (untuk bermain) lebih dari satu sarang setiap hari. Beberapa sarang dapat digunakan kembali dan dalam beberapa kasus ada sarang lama yang dibangun kembali oleh Orangutan yang berbeda. MacKinnon (1974) menungkapkan bahwa konsentrasi sarang Orangutan berada di lokasi yang banyak tersedia makanan, tempat mengasin dan pada pertemuan punggungan bukit atau pada lereng yang mungkin mendapat hangat sinar matahari, pandangan yang luas namun terlindung dari terpaan angin. Faktor lainnya yang mempengaruhi letak sarang Orangutan adalah keberadaan sarang lain di lokasi tersebut. Apabila terdapat pohon yang sedang berbuah (terutama buah yang menarik dan disukai Orangutan) maka Orangutan tersebut mungkin akan kembali pada sarangnya yang lama dan akan menggunakannya beberapa hari berturut-turut. Orangutan pada umumnya akan kembali ke lokasi sarang lamanya setiap 2-8 bulan berikutnya (Maple, 1980). Saat sedang hujan deras Orangutan akan membangun


(35)

sarang perlindungan dengan kualitas yang sama bagusnya seperti sarang tidur di malam hari (Harrisson, 1969 dalam Maple, 1980). MacKinnon (1974) menyatakan bahwa atap pelindung seringkali dibuat oleh Orangutan, yang teridentifikasi berfungsi sebagai pelindung dari hujan, naungan sinar matahari dan alat penyamaran (kamunflase). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Galdikas (1984) pernah ditemui dua buah sarang Orangutan yang berada di permukaan tanah. Sarang permukaan tanah yang pernah dilihat adalah sarang untuk istirahat siang yang disusun dari beberapa pohon tumbang dan pada sarang tersebut terlihat seekor jantan dewasa sedang tidur siang selama 3/4 jam. C. Keterancaman Orangutan

Kerusakan hutan dataran rendah Sumatera berpengaruh besar terhadap penurunan kualitas habitat Orangutan Sumatera, sehingga populasi Orangutan pun semakin berkurang. Kerusakan hutan yang terjadi di Sumatera disebabkan adanya penebangan hutan, pertambangan, kebakaran hutan, perubahan tata guna lahan serta tekanan populasi penduduk (Soehartono; Susilo; Andayani; Atmoko; Sihite; Saleh; dan Sutrisno, 2007). Selain itu menurut Nellemann (2007) kerusakan tersebut juga dikarenakan adanya perburuan ilegal, pembangunan infrastruktur dan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Antara tahun 1985-1997 hutan di Sumatera berkurang sampai 61%, dengan berkurangnya jumlah hutan tersebut populasi Orangutan Sumatera semakin berkurang terutama jika habitat utama di Gunung Leuser terfragmentasi. Di beberapa daerah di Sumatera Orangutan diburu dan dibunuh untuk dikonsumsi sebagai bahan makanan.


(36)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian adalah pada 23 Oktober 2008 sampai dengan 22 Desember 2008. Luas areal penelitian adalah 12,75 km2 yang berlokasi di Stasiun Penelitian Yayasan Ekosistem Lestari - Sumatran Orangutan Conservation Program (YEL-SOCP) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Ganbar 2.

Gambar 2. Lokasi penelitian di Hutan Batang Toru blok barat B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah GPS Garmin Etrex, kamera digital, camera trap, binokuler, kompas, termo-hygrometer, tambang 20 m, pita ukur 30 m, pita ukur keliling, plot marker (flagging tape), pengukur waktu, golok, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tally sheet dan peta lokasi penelitian.


(37)

C. Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang diambil adalah sebagai berikut :

1. Struktur dan komposisi jenis vegetasi (semai, pancang, tiang dan pohon). 2. Suhu dan kelembaban udara diukur dengan menggunakan alat

thermo-hygrometer dengan pencatatan setiap pagi hari pukul 06.00-06.30 dan sore hari pukul 18.00-18.30 di lokasi penelitian.

3. Ketersediaan air di sekitar pohon sarang. Pencatatan sumber air yang ditemukan selama pengamatan, sumber air dapat berupa sungai atau anak sungai, danau, ataupun genangan air seperti dapat dilihat pada Lampiran 1. 4. Profil pohon sarang (jenis pohon, diameter pohon, tinggi total, luas tajuk,

bentuk tajuk pohon sarang). Bentuk tajuk menurut Suwandi (2000) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bentuk tajuk pohon. (a) tajuk bola, (b) tajuk silinder, (c) tajuk kerucut, (d) tajuk payung, (e) tajuk kosong pada satu sisi, dan (f) tajuk tidak beraturan 5. Ketinggian sarang dari permukaan tanah.

6. Kondisi tajuk di sekitar pohon sarang, juga dilakukan identifikasi fungsi pohon lain bagi Orangutan di sekitar pohon sarang.

7. Kelerengan lokasi pohon sarang secara kualitatif seperti pada Lampiran 1. 8. Bagian pohon tempat bersarang (puncak pohon, ujung cabang, pangkal

cabang, penggunaan lebih dari satu pohon). Posisi sarang pada pohon dengan klasifikasi seperti pada Gambar 4.


(38)

Gambar 4. Posisi sarang Orangutan pada percabangan pohon

9. Keberadaan satwa lain dicatat berdasarkan perjumpaan langsung maupun tidak langsung melalui jejak dan camera trap.

Data sekunder yang dikumpulkan adalah kondisi umum lokasi yang meliputi letak dan luas kawasan, topografi, geologi, iklim (curah hujan dan temperatur), potensi flora dan fauna serta kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Selain data mengenai kondisi umum lokasi penelitian juga diperlukan data mengenai bio-ekologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827).

D. Metode Pengambilan Data 1.Nest Survey

Pengambilan data primer untuk mengetahui karakteristik pohon tempat bersarang Orangutan adalah dengan metode jalur, dimana jalur yang digunakan merupakan jalur yang telah ada di lokasi penelitian. Jumlah jalur yang digunakan dalam nest survey adalah 8 jalur dengan total panjang jalur pengamatan adalah 9,47 km. Peta jalur pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Pengamatan dan pengambilan data dilakukan terhadap semua pohon sarang yang ditemukan saat nest survey.

Pengambilan data untuk menemukan sarang Orangutan dilakukan dengan cara berjalan pada jalur secara perlahan-lahan dengan memperhatikan tajuk pada sudut pandang 180o, dengan cara yang sama setiap jalur dilakukan pengulangan pengambilan data pada arah sebaliknya. Pengulangan tersebut


(39)

dilakukan untuk menghindari kemungkinan suatu sarang tidak tercatat akibat tidak terlihat saat pengamatan. Hal tersebut mungkin saja terjadi karena beberapa sarang Orangutan tidak terlihat dari satu sudut pandang, namun dari sudut pandang yang lain sarang tersebut sangat jelas terlihat. Sarang Orangutan berupa jalinan ranting yang dibengkokan atau dipatahkan dilengkapi dengan tumpukan daun yang disusun sedemikian rupa sehingga berbentuk bulat atau lonjong. Pengambilan data ini dilakukan dengan bantuan binokuler sehingga memungkinkan untuk menemukan sarang yang sulit terlihat karena letaknya jauh dari jalur atau sarang tersebut sedikit tersembunyi. Setiap sarang yang terlihat selama pengamatan akan dilakukan pencatatan terhadap semua karakter pohon sarang sesuai parameter pengamatan.

2.Analisis Vegetasi

Pengumpulan data primer kondisi habitat di sekitar pohon sarang adalah dengan melakukan inventarisasi vegetasi dengan metode jalur berpetak pada tiga formasi hutan yaitu hutan gambut, hutan peralihan (ecoton) dan hutan Dipterocarpaceae atas. Pada setiap formasi hutan dibuat jalur dengan luas 0,2 ha, yaitu lebar 20 m dan panjang 100 m seperti terlihat pada Gambar 5 (Soerianegara & Indrawan, 1988). Jumlah plot yang dibuat adalah lima plot untuk setiap jalur analisis vegetasi. Inventarisasi vegetasi dilakukan untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi habitat Orangutan Sumatera.

Gambar 5. Perencanaan analisis vegetasi dengan metode jalur berpetak Arah jalur 20 m

10 m a a

b b

c

c d

d

Keterangan :

a :Petak tingkat semai dan tumbuhan bawah (2 m x 2 m)

b :Petak tingkat pancang (5 m x 5 m) c :Petak tingkat tiang (10 m x 10 m) d :Petak tingkat pohon (20 m x 20 m)


(40)

Data dari analisis vegetasi tersebut digunakan untuk mengetahui struktur dan komposisi setiap asosiasi vegetasi yang merupakan habitat Orangutan. Dari data analisis vegetasi ini akan dihasilkan Nilai Indeks Panting (INP) suatu jenis yang menujukan dominasi jenis dari masing-masing asosiasi vegetasi.

3.Studi Literatur

Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi literatur yang diambil dari berbagai sumber bacaan. Data sekunder juga diperoleh dari instansi yang terkait dengan Kawasan Hutan Batang Toru. Data sekunder ini digunakan sebagai data pendukung, landasan teori dan dasar penulisan hasil penelitian.

E. Analisis Data

1.Indeks Nilai Penting (INP)

Analisis vegetasi adalah suatu cara untuk mempelajari komposisi jenis dan struktur vegetasi yang hasilnya dihitung untuk didapatkan Indeks Nilai Penting (INP) dengan rumus berikut :

Jumlah individu suatu jenis

Kerapatan (K) =

Luas unit contoh Kerapatan suatu jenis

Kerapatan Relatif (KR) = 100%

Kerapatan seluruh jenis

Jumlah plot ditemukan suatu jenis

Frekuensi (F) =

Jumlah seluruh jenis Frekuensi suatu jenis

Frekuensi Relatif (FR) = 100%

Frekuensi seluruh jenis Jumlah bidang dasar

Dominansi (D) =

Luas petak contoh Dominansi suatu jenis

Dominansi Relatif (DR) = 100%

Dominansi seluruh jenis Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR

Luas bidang dasar ke-i

× × × 2 . . 4 1 i d π =


(41)

2.Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan untuk data-data kualitatif yang tidak dilakukan pengukuran secara kuantitatif. Data mengenai karakter pohon sarang akan disajikan dalam bentuk diagram dan grafik yang akan dibahas secara deskriptif. Selain data karakter pohon tersebut data mengenai kondisi penutupan tajuk di sekitar pohon sarang, kelerengan lokasi tempat ditemukannya pohon sarang, serta data lainnya yang merupakan data penunjang bagi data primer mengenai karakteristik pohon sarang juga akan dibahas secara deskriptif berdasarkan fakta yang dijumpai di lapangan.


(42)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak dan Luas

Kawasan Hutan Batang Toru (KHBT) secara administratif adalah terletak di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Tapanili Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan, sedangkan secara geografis terletak antara 98o 53’ – 99o 26’ Bujur Timur dan 02o 03’ – 01o 27’ Lintang Utara. KHBT terdiri dari Hutan Batang Toru Blok Barat dan Hutan Batang Toru Blok Timur (Sarulla) seperti terlihat pada Gambar 6. Pada kawasan hutan ini terdapat hutan primer seluas 136.284 ha. Seluas 89.236 ha (65,5%) terletak di kabupaten Tapanuli Utara, 15.492 ha (11,4%) terletak di Kabupaten Tapanuli Tengah dan hutan seluas 31.556 ha (23,1%) terletak di kabupaten Tapanuli Selatan (Fredriksson & Indra, 2007).

Gambar 6. Peta hutan Batang Toru blok barat dan blok timur (Sarulla). Sumber: YEL-SOCP


(43)

B. Kondisi Fisik

Kawasan hutan alam di dalam kawasan Hutan Batang Toru memiliki ketinggian mulai dari 400-1.803 m dpl, dimana titik terendahnya berada di Sungai Sipansihaporas (dekat Kota Sibolga) dan titik tertingginya berada pada Dolok Lubuk Raya di bagian selatan kawasan. Kelerengan antara lebih dari 40%, di wilayah ini didominasi dengan bentuk topografi yang berbukit dan bergunung. Curah hujan di kawasan Hutan Batang Toru cukup tinggi yaitu berkisar antara 4.500-5.000 mm per tahun. Kawasan ini terletak di pegunungan maka suhu udara pada malam hari dapat turun sampai 14 oC.

Di kawasan Hutan Batang toru terdapat daerah tangkapan air untuk 10 DAS (Daerah Aliran Sungai). Kawasan DAS di Hutan Batang Toru memiliki fungsi hidrologi penting dan daerah hulunya masih memiliki tutupan hutan yang utuh. Kawasan DAS ini berfungsi sebagai penyangga dan pengatur tata air serta pencegah bencana banjir. Sepuluh DAS tersebut adalah : Sipansihaporas, Aek Raisan, Batang Toru Ulu, Sarulla Timur, Aek Situmandi, Batang Toru Ilir (Barat dan Selatan), Aek Garoga, Aek Tapus, dan Sungai Pandan.

C. Kondisi Biologi

Kawasan Hutan Batang Toru merupakan kawasan transisi biogeografis antara kawasan biogeografis Danau Toba bagian utara dan Danau Toba bagian selatan. Kondisi transisi ini mengakibatkan kawasan memiliki keunikan dan keragaman hayati yang tinggi. Keunikan Hutan Batang Toru juga dikarenakan kondisi topografinya yang berbukit-bukit dan bergelombang, sehingga Hutan Batang Toru memiliki tipe vegetasi yang beragam dan khas. Terdapat hutan gambut pada ketinggian 900-1.000 m dpl., hutan batu kapur dan terdapat beberapa rawa yang terletak pada ketinggian 800 m dpl. Banyaknya areal berawa dan gambut, maka tingkat keasaman (pH) tanah di kawasan Hutan Batang Toru cukup tinggi yaitu berkisar antara 4-5 (Indra dan Fredriksson, 2007).

Dominasi vegetasi di Hutan Batang Toru terdiri dari jenis Cemara gunung (Casuarina sp.), Sampinur tali (Dacrydium spp.) dan jenis Mayang (Palaquium spp.). Pada umumnya kawasan hutan ini memiliki kerapan vegetasi yang tinggi, namun dengan diameter pohon yang relatif kecil. Jenis tumbuhan lain yang


(44)

dapat ditemui adalah dari jenis-jenis epifit, lumut serta dapat ditemukan juga beberapa jenis anggrek dan Kantong semar (Nephentes spp.) seperti terlihat pada Gambar 7 (Indra & Fredriksson, 2007).

Gambar 7. Beberapa jenis Nepenthes spp. yang ada di Hutan Batang Toru Di kawasan Hutan Batang Toru terdapat 67 jenis mamalia, 265 jenis burung, 110 jenis herpetofauna dan 688 jenis tumbuhan. Di samping Orangutan Sumatera (Pongo abelii), kawasan ini juga menyimpan populasi flora dan fauna lainnya yang secara global terancam punah, seperti: Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Tapir atau Sipan (Tapirus indicus), Kambing hutan (Naemorhedus sumatraensis), Elang Wallacea (Spizaetus nanus), Rangkong gading (Buceros vigil), bunga terbesar dan terpanjang di dunia, yaitu Raflesia gadutnensis, Amorphophalus baccari dan Amorphophalus giga.

Kawasan hutan alam dalam cakupan ekosistem Batang Toru terbagi menjadi dua blok utama, yaitu blok bagian barat dan bagian timur. Dimana, dapat ditemukan tipe-tipe habitat hutan Dipterocarpus pada elevasi menengah dan tinggi pada blok hutan Batang Toru Barat, hutan tegakan murni Pinus merkusii strain Tapanuli pada blok hutan Batang Toru Timur dan hutan pegunungan pada elevasi rendah pada blok hutan Batang Toru Barat.


(45)

Berdasarkan analisa penginderaan citra satelit oleh Conservation International pada tahun 2004 (Indra & Fredriksson, 2007).

D. Kondisi Sosial Budaya

Pada tahun 2003, diperkirakan jumlah penduduk yang berdomisili di sekitar kawasan hutan Batang Toru mencapai 38.622 jiwa atau 10.316 kapala keluarga, yang masuk ke dalam 53 desa pada 10 kecamatan di tiga kabupaten. Dimana, 21 desa masuk ke Kabupaten Tapanuli Selatan, 28 desa masuk ke Kabupaten Tapanuli Utara dan yang berada di Kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 4 desa. Penduduk yang mendiami kawasan di sekitar hutan Batang Toru umumnya berasal dari kawasan dataran tinggi sekitar Danau Toba dan wilayah Tapanuli Selatan, serta pendatang dari Pulau Nias. Diperkirakan sejak awal abad ke-19, hutan Batang Toru telah dimanfaatkan oleh penduduk di sekitarnya untuk menyokong penghidupan mereka, seperti: agroforestri yang berbasis pada komoditas kemenyan, kopi dan karet. Intensitas pemanfaatan lahan sangat beragam mulai dari sawah, kebun campur dan hutan kemasyarakatan. Di beberapa lokasi, dirasakan masih cukup kuat sistem kepemilikan secara adat. Banyak kebun campur tua yang kurang terkelola, namun menjadi habitat Orangutan Sumatera. Pertanian berbasis pohon tersebut memiliki implikasi selain menjadi sumber penghidupan masyarakat, juga mempunyai fungsi jasa lingkungan konservasi tanah dan air serta menjaga keanekaragaman hayati.


(46)

V

.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Pohon Sarang

Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1872) adalah satu-satunya kera besar di Asia yang hidup secara arboreal yang membuat sarang di atas pohon dan 44% dari waktu harian Orangutan digunakan untuk beristirahat (MacKinnon, 1971; Rodman, 1979 & Mitani, 1989 dalam Dolhinow and Fuentes, 1999). Sarang Orangutan dibuat setiap hari sebagai tempat beristirahat, terutama saat tidur di malam hari. Sarang yang dibuat pada malam hari lebih kokoh dan nyaman bila dibandingkan dengan sarang yang dibuat saat siang hari (van Schaik, 2006). Kegiatan bersarang Orangutan meliputi pematahan dan perlakuan pada cabang-cabang dan atau tanaman untuk menyusun sarang yang akan digunakan untuk istirahat (tidur), bangunan alas untuk tempat makan, dan atau melindungi tubuh untuk menahan hujan (Galdikas, 1978 dalam Muin, 2007). Seperti terlihat pada Gambar 8 sarang Orangutan berbentuk lingkaran yang terbuat dari rangkaian daun dan ranting yang dipatahkan atau hanya dibengkokkan sedemikian rupa, rangkaian daun dan ranting tersebut dijalin sangat kuat sehingga aman dan nyaman digunakan.


(47)

Pemilihan pohon yang digunakan oleh Orangutan untuk membangun sarang dapat diketahui dengan melakukan identifikasi terhadap : (1) jenis pohon sarang; (2) tinggi pohon sarang dan tinggi sarang; (3) diameter pohon sarang; dan (4) kondisi tajuk pohon yang merupakan pohon sarang Orangutan serta (5) lokasi pohon sarang (Lampiran 3).

1. Jenis Pohon Sarang

Jumlah pohon tempat bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii) yang dijumpai selama pengamatan adalah sebanyak 154 pohon, yang terdiri dari 20 jenis pohon Jenis pohon yang paling banyak digunakan sebagai tempat membangun sarang adalah jenis Lithocarpus spp. yang dalam bahasa lokal disebut sebagai pohon Hoting yaitu sebanyak 52 pohon. Pada Gambar 9 terlihat perbedaan yang jelas antara jumlah sarang pada pohon Hoting dengan jumlah sarang pada pohon jenis lainnya. Pada jenis Medang batu terdapat 11 pohon, Medang kunyit 11 pohon, Jambu-jambu 8 pohon, Mayang putih dan Akar tiga terdapat 7 pohon, sedangkan 14 jenis pohon lainnya hanya ditemukan pohon sarang pada kisaran 2-6 pohon saja. Hal ini menunjukan kecenderungan Orangutan di Hutan Batang Toru untuk memilih jenis pohon Hoting (Lithocarpus spp).

52

11 16

7

4 8 7 6 5 4 4 3 4 3 2 3 4 3 3 2

0 10 20 30 40 50 60

1

Jenis Pohon

J

u

m

la

h

Hoting Medang kunyit Medang Batu Mayang Putih Medang Sengit

Jambu-jambu Akar Tiga Terentang Sampinur Tali Rambutan

Bintangur Mayang Susu Damar Suri Baja-baja Malu Tua

Handolok Dara-dara Mayang Merah Puspa Casuarina


(1)

Tabel 9. INP tingkat vegetasi pohon di hutan gambut

Nama

Lokal Nama Latin Ind K KR F FR D DR INP

Mayang Merah

Palaquium spp 22 110 17,46 1 10,20 25348,33 9,28 36,94 Malu Tua Tristania spp. 12 60 9,52 0,8 8,16 35986,86 13,17 30,85 Mayang

Susu

Ganua spp. 30 150 23,81 1 10,20 72829,82 26,65 60,66 Rengas Gluta spp 13 65 10,32 0,8 8,16 33298,17 12,18 30,66

Jambu-jambu

Eugenia spp. 8 40 6,35 0,8 8,16 12235,67 4,48 18,99 Bintangur Callophyllum

spp.

1 5 0,79 0,2 2,04 917,20 0,34 3,17 Atur

mangan

Casuarina Sumatrana

8 40 6,35 0,6 6,12 24994,82 9,15 21,62 Sampinur

Tali

Dycradium junghuhnii

6 30 4,76 0,6 6,12 25945,06 9,49 20,38 Baja-baja - 2 10 1,59 0,4 4,08 1509,95 0,55 6,22 Hoting Lithocarpus

spp.

4 20 3,17 0,8 8,16 2577,23 0,94 12,28 Terentang Campnosperma

spp.

3 15 2,38 0,6 6,12 6828,82 2,50 11,00 Mayang

Putih

- 5 25 3,97 0,8 8,16 10698,65 3,91 16,05 Malaka Tetramerista

spp.

1 5 0,79 0,2 2,04 7471,74 2,73 5,57 Medang

Kunyit

Alseodaphne spp.

2 10 1,59 0,4 4,08 1766,32 0,65 6,32 Handolok Eugenia spp. 2 10 1,59 0,2 2,04 2169,19 0,79 4,42 Medang

Batu

Adinandra spp. 7 35 5,56 0,6 6,12 8718,55 3,19 14,87 TOTAL 126 630 100 9,8 100 273296,40 100,00 300,00 Keterangan: (Ind) Individu; (K) Kerapatan; (KR) Kerapatan Relatif; (F) Frekuensi; (FR) Frekuensi Relatif;


(2)

Lampiran 5 (Lanjutan)

Tabel 10. INP tingkat vegetasi semai di daerah ecoton

Nama Lokal Nama Latin Ind K KR F FR INP

Mayang Susu Ganua spp. 21 105 17,21 1 15,15 32,36 Jambu-jambu Eugenia spp. 45 225 36,89 0,8 12,12 49,01

Akar Tiga - 2 10 1,64 0,4 6,06 7,70

Medang Kunyit Alseodaphne spp. 15 75 12,30 0,8 12,12 24,42

Baja-baja - 6 30 4,92 0,6 9,09 14,01

Puspa Schima walichii 2 10 1,64 0,4 6,06 7,70 Bintangur Callophyllum spp. 10 50 8,20 0,8 12,12 20,32 Handolok Eugenia spp. 2 10 1,64 0,2 3,03 4,67

Rengas Gluta spp 2 10 1,64 0,4 6,06 7,70

Hoting Lithocarpus spp. 13 65 10,66 0,6 9,09 19,75 Medang Sengit Litsea sp 2 10 1,64 0,2 3,03 4,67 Sampinur Bunga Podocarpus spp. 1 5 0,82 0,2 3,03 3,85 Medang Batu Adinandra spp. 1 5 0,82 0,2 3,03 3,85

TOTAL 122 610 100 6,6 100 200

Tabel 11. INP tingkat vegetasi pancang di daerah ecoton

Nama Lokal Nama Latin Ind K KR F FR INP

Mayang Susu Ganua spp. 25 125 22,12 0,8 10,26 32,38 Jambu-jambu Eugenia spp. 21 105 18,58 1 12,82 31,40

Akar Tiga - 5 25 4,42 0,4 5,13 9,55

Medang Sengit Litsea sp 2 10 1,77 0,2 2,56 4,33

Baja-baja - 12 60 10,62 0,8 10,26 20,88

Medang Batu Adinandra spp. 10 50 8,85 0,8 10,26 19,11 Medang Kunyit Alseodaphne spp. 14 70 12,39 1 12,82 25,21 Hoting Lithocarpus spp. 9 45 7,96 1 12,82 20,79 Cempedak Arthocarpus rigidus 1 5 0,88 0,2 2,56 3,45 Atur mangan Casuarina Sumatrana 1 5 0,88 0,2 2,56 3,45 Puspa Schima walichii 9 45 7,96 0,6 7,69 15,66

Rengas Gluta spp 1 5 0,88 0,2 2,56 3,45

Medang Losa - 1 5 0,88 0,2 2,56 3,45

Handis - 1 5 0,88 0,2 2,56 3,45

Balik Angin - 1 5 0,88 0,2 2,56 3,45

TOTAL 113 565 100 7,8 100 200

Keterangan: (Ind) Individu; (K) Kerapatan; (KR) Kerapatan Relatif; (F) Frekuensi; (FR) Frekuensi Relatif; (INP) Indeks Nilai Penting

Keterangan: (Ind) Individu; (K) Kerapatan; (KR) Kerapatan Relatif; (F) Frekuensi; (FR) Frekuensi Relatif; (INP) Indeks Nilai Penting


(3)

Lampiran 5 (Lanjutan)

Tabel 12. INP tingkat vegetasi tiang di daerah ecoton

Nama Lokal Nama Latin Ind F FR K KR D DR INP

Mayang Susu

Ganua Spp. 44 1 13,16 220 36,97 4799,76 29,73 79,86 Baja-baja - 13 0,8 10,53 65 10,92 1713,77 10,61 32,06 Jambu-jambu Eugenia Spp. 8 0,6 7,89 40 6,72 886,54 5,49 20,11 Medang Batu Adinandra Spp. 6 0,6 7,89 30 5,04 1048,57 6,49 19,43

Hotang - 1 0,2 2,63 5 0,84 334,79 2,07 5,55

Medang Sengit

Litsea sp 2 0,4 5,26 10 1,68 237,26 1,47 8,41 Medang

Kunyit

Alseodaphne

Spp.

19 1 13,16 95 15,97 2805,73 17,38 46,50 Hoting Lithocarpus

Spp.

12 0,8 10,53 60 10,08 2221,74 13,76 34,37 Terentang Campnosperma

Spp.

1 0,2 2,63 5 0,84 57,32 0,36 3,83 Dara-dara Myristica Spp. 3 0,4 5,26 15 2,52 397,29 2,46 10,24 Balik Angin - 1 0,2 2,63 5 0,84 175,56 1,09 4,56 Sampinur

Tali

Dycradium junghuhnii

1 0,2 2,63 5 0,84 175,56 1,09 4,56 Puspa Schima

walichii

1 0,2 2,63 5 0,84 334,79 2,07 5,55 Bintangur Callophyllum

Spp.

3 0,2 2,63 15 2,52 440,68 2,73 7,88 Kemenyan Styrax Spp. 1 0,2 2,63 5 0,84 115,05 0,71 4,18 Handolok Eugenia Spp. 1 0,2 2,63 5 0,84 210,59 1,30 4,78

Handis - 1 0,2 2,63 5 0,84 101,91 0,63 4,10

Sampinur Bunga

Podocarpus

Spp.

1 0,2 2,63 5 0,84 89,57 0,55 4,03

TOTAL 119 7,6 100,00 595 100 16146 100 300

Keterangan: (Ind) Individu; (K) Kerapatan; (KR) Kerapatan Relatif; (F) Frekuensi; (FR) Frekuensi Relatif; (D) Dominansi; (DR) Dominansi relatif; (INP) Indeks Nilai Penting


(4)

Lampiran 5 (Lanjutan)

Tabel 13. INP tingkat vegetasi pohon di daerah ecoton

Nama

Lokal

Nama Latin Ind K KR F FR D DR INP

Dara-dara Myristica Spp. 1 5 0,81 0,2 1,96 433,52 0,14 2,92 Baja-baja - 7 35 5,69 0,8 7,84 6763,53 2,21 15,74 Puspa Schima walichii 10 50 8,13 1 9,80 23669,98 7,74 25,67 Terentang Campnosperma

Spp.

21 105 17,07 1 9,80 79313,30 25,92 52,80 Medang

Batu Adinandra Spp.

27 135 21,95 1 9,80 54323,65 17,75 49,51 Medang

Kunyit

Alseodaphne

Spp.

12 60 9,76 1 9,80 19422,77 6,35 25,91 Damar Suri Shorea Spp. 6 30 4,88 0,6 5,88 37841,96 12,37 23,13 Cempedak Arthocarpus rigidus 4 20 3,25 0,6 5,88 3732,09 1,22 10,35 Hoting Lithocarpus

Spp.

7 35 5,69 0,8 7,84 9715,37 3,18 16,71

Jambu-jambu Eugenia Spp.

3 15 2,44 0,2 1,96 3017,91 0,99 5,39 Sampinur

Tali

Dycradium junghuhnii

6 30 4,88 0,8 7,84 31856,29 10,41 23,13 Handolok Eugenia Spp. 6 30 4,88 0,6 5,88 8882,96 2,90 13,66 Mayang

Susu Ganua Spp.

6 30 4,88 0,6 5,88 6858,28 2,24 13,00

Hotang - 1 5 0,81 0,2 1,96 1734,08 0,57 3,34

Bintangur Callophyllum Spp.

3 15 2,44 0,4 3,92 8516,72 2,78 9,14 Atur

mangan

Casuarina Sumatrana

1 5 0,81 0,2 1,96 8485,67 2,77 5,55 Sampinur

Bunga

Podocarpus

Spp.

2 10 1,63 0,2 1,96 1404,86 0,46 4,05 TOTAL 123 615 100 10,2 100 305972,9 100 300,00

Tabel 14. INP tingkat vegetasi semai di hutan Dipterocarpaceae atas

Nama Lokal Nama Latin Ind K KR F FR INP

Jambu-Jambu Eugenia spp. 12 60 22,22 0,6 11,54 33,76

Hoting Lithocarpus spp. 13 65 24,07 1 19,23 43,30

Mayang Susu Ganua spp. 6 30 11,11 0,6 11,54 22,65 Medang Kunyit Alseodaphne spp. 7 35 12,96 0,8 15,38 28,35 Cempedak Arthocarpus rigidus 1 5 1,85 0,2 3,85 5,70

Akar Tiga - 3 15 5,56 0,4 7,69 13,25

Medang Sengit Litsea sp 4 20 7,41 0,8 15,38 22,79

Meranti Shorea spp. 5 25 9,26 0,2 3,85 13,11

Dara-dara Myristica spp. 1 5 1,85 0,2 3,85 5,70

Kemenyan Styrax spp. 1 5 1,85 0,2 3,85 5,70

Balik Angin - 1 5 1,85 0,2 3,85 5,70

TOTAL 54 270 100,00 5,2 100,00 200

Keterangan: (Ind) Individu; (K) Kerapatan; (KR) Kerapatan Relatif; (F) Frekuensi; (FR) Frekuensi Relatif; (D) Dominansi; (DR) Dominansi relatif; (INP) Indeks Nilai Penting

Keterangan: (Ind) Individu; (K) Kerapatan; (KR) Kerapatan Relatif; (F) Frekuensi; (FR) Frekuensi Relatif; (INP) Indeks Nilai Penting


(5)

Tabel 15. INP tingkat vegetasi pancang di hutan Dipterocarpaceae atas

Nama Lokal Nama Latin Ind K KR F FR INP

Jambu-jambu Eugenia spp. 12 60 21,05 0,8 17,39 38,44 Hoting Lithocarpus spp. 12 60 21,05 1 21,74 42,79 Medang Kunyit Alseodaphne spp. 18 90 31,58 1 21,74 53,32

Meranti Shorea spp. 4 20 7,02 0,6 13,04 20,06

Baja-baja - 3 15 5,26 0,2 4,35 9,61

Medang Sengit Litsea sp 2 10 3,51 0,2 4,35 7,86

Kemenyan Styrax spp. 1 5 1,75 0,2 4,35 6,10

Dara-dara Myristica spp. 3 15 5,26 0,2 4,35 9,61

Rengas Gluta spp 1 5 1,75 0,2 4,35 6,10

Rambutan Nephelium spp. 1 5 1,75 0,2 4,35 6,10

TOTAL 57 285,00 100,00 4,6 100,00 200,00

Tabel 16. INP tingkat vegetasi tiang di hutan Dipterocaerpaceae atas

Nama

Lokal Nama Latin Ind F FR K KR D DR INP

Simpur - 1 0,2 3,33 5 1,56 78,03 0,73 5,63

Hoting Lithocarpus

spp. 11 0,8 13,33 55 17,19 1855,10 17,35 47,87

Medang Kunyit

Alseodaphne

spp. 13 0,8 13,33 65 20,31 2151,67 20,12 53,77

Kemenyan Styrax spp. 1 0,2 3,33 5 1,56 78,03 0,73 5,63 Baja-baja - 13 1 16,67 65 20,31 1957,40 18,31 55,28

Jambu-jambu

Eugenia spp.

4 0,6 10,00 20 6,25 875 8,18 24,43 Medang

Sengit

Litsea sp

5 0,6 10,00 25 7,81 792,60 7,41 25,22 Dara-dara Myristica spp. 6 0,8 13,33 30 9,37 832,40 7,78 30,49 Mayang

Susu

Ganua spp.

8 0,6 10,00 40 12,50 1585,19 14,82 37,32 Medang

Batu

Adinandra

spp. 1 0,2 3,33 5 1,56 128,98 1,21 6,10

Bintangur Callophyllum

spp. 1 0,2 3,33 5 1,56 358,28 3,35 8,25

TOTAL 64 6 100,00 320 100,000 10692,68 100 300 Keterangan: (Ind) Individu; (K) Kerapatan; (KR) Kerapatan Relatif; (F) Frekuensi; (FR) Frekuensi

Relatif; (INP) Indeks Nilai Penting

Keterangan: (Ind) Individu; (K) Kerapatan; (KR) Kerapatan Relatif; (F) Frekuensi; (FR) Frekuensi Relatif; (D) Dominansi; (DR) Dominansi relatif; (INP) Indeks Nilai Penting


(6)

Lampiran 5 (Lanjutan)

Tabel 17. INP tingkat vegetasi pohon di hutan Dipterocarpaceae atas

Nama

Lokal Nama Latin Ind K KR F FR D DR INP

Medang Kunyit

Alseodaphne

spp. 26 130 18,44 1 11,36 72429,54 17,80 47,61

Jambu Eugenia spp. 11 55 7,80 1 11,36 29681,93 7,30 26,46 Hoting Lithocarpus

spp. 48 240 34,04 1 11,36 114647,29 28,18 73,58 Medang

Batu

Adinandra

spp. 2 10 1,42 0,4 4,54 5785,43 1,42 7,39

Dara-dara Myristica

spp. 17 85 12,06 1 11,36 33104,30 8,14 31,56

Jotik-jotik - 1 5 0,71 0,2 2,27 605,49 0,15 3,13 Medang

Sengit Litsea sp 3 15 2,13 0,6 6,82 23071,66 5,67 14,62 Baja-baja - 8 40 5,67 0,6 6,82 6305,33 1,55 14,04 Kandis Garcinia spp 4 20 2,84 0,4 4,54 24259,16 5,96 13,34 Rengas Gluta spp 3 15 2,13 0,4 4,54 6716,56 1,65 8,32 Bintangur Callophyllum spp. 3 15 2,13 0,4 4,54 6054,54 1,49 8,16 Mayang

Susu Ganua spp. 6 30 4,25 0,4 4,54 7853,10 1,93 10,73 Akar Tiga - 2 10 1,42 0,4 4,54 10479,70 2,58 8,54 Cempedak Arthocarpus

rigidus 1 5 0,71 0,2 2,27 8957,01 2,20 5,18

Rambutan Nephelium

spp. 3 15 2,13 0,2 2,27 5361,86 1,32 5,72

Meranti Shorea spp. 2 10 1,42 0,4 4,54 50199,04 12,34 18,30 Medang

landit - 1 5 0,71 0,2 2,27 1339,17 0,33 3,31

TOTAL 141 705 100,000 8,8 100,00 406851,11 100,00 300,00 Keterangan: (Ind) Individu; (K) Kerapatan; (KR) Kerapatan Relatif; (F) Frekuensi; (FR) Frekuensi