Effektifitas metode dakwah mauidzon hasanah dalam pembinaan akhlak santri at-taqwa putra bekasi

(1)

EFEKTIFITAS METODE DAKWAH MAUIDZOH HASANAH DALAM PEMBINAAN AKHLAK SANTRI AT-TAQWA PUTRA BEKASI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos.I)

Oleh: Dedeh Mahmudah

104051001858

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

EFEKTIFITAS METODE DAKWAH MAUIDZOH HASANAH

DALAM PEMBINAAN AKHLAK SANTRI

AT-TAQWA PUTRA BEKASI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos.I)

Oleh: Dedeh Mahmudah NIM : 104051001858

Pembimbing

,

Drs. HASANUDDIN, MA NIP: 150270815

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 17 Juni 2008


(4)

ABSTRAK

Efektifitas Metode Dakwah Mauidzoh Hasanah Dalam Pembinaan Akhlak Santri

Islam adalah agama dakwah. Artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah, bahkan maju mundurnya ummat Islam sangat bergantungan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya. Dakwah dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu dengan dakwah bil-lisan dakwah bil-qalam dan dakwah bil-hal asalkan tujuannya sama, sehingga makna dakwah kepada Allah adalah mengajak dan menyeru manusia untuk melaksanakan perintah Alah berupa iman kepada-Nya dan seluruh ajaran para Rasul-Nya.

Untuk mengetahui apakah metode dakwah mauidzoh hasanah yang diterapkan pondok pesantren At-Taqwa efektif terhadap pembentukan akhlak santri? Untuk mengetahui bagaimana metode dakwah mauidzoh hasanah diterapkan oleh Pondok Pesantren At-Taqwa Bekasi?

Dalam penelitian ini di harapkan dapat berguna secara akademis untuk menambah pengetahuan dalam dunia dakwah mauidzoh hasanah dan sebagai masukan untuk para aktivis dakwah.

Penulisan skripsi ini menggunakan teori efektifitas dan dakwah tujuannya untuk melihat seberapa besar pengaruh metode dakwah mauidzoh hasanah dalam pembinaan akhlak santri At-Taqwa Putra Bekasi

Teknik olah data yang digunakan peneliti yaitu dengan dokumentasi atau pengumpulan bahan dari buku, internet dan sebagainya. Selain itu observasi yang didalamnya wawancara dengan nara sumber para mad’u peneliti pun menyebar angket yang berisi pertanyaan guna mengetahui seberapa besar pengaruh metode dakwah mauidzoh hasanah pada santri dalam pembinaan akhlak.

Kegiatan dakwah tersebut secara keseluruhan mampu meningkatkan pengalaman keagamaan para santri, seperti : Bersikap amanah, bijak, rasa syukur serta mempunyai budi pekerti yang baik.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa metode dakwah mauidzoh hasanah efektif dalam pembinaan akhlak santri di daerah Ujung Harapan Bahagia Bekasi.


(5)

Wawancara dengan Drs. Mawardi MH. Mp.d

(Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah At-Taqwa Putra Bekasi)

Tempat : Kantor Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah Tanggal : 16 Juni 2008

Pukul : 10. 00 WIB

Pertanyaan dan Jawaban

1. P : Apa yang melatar belakangi berdirinya Pondok Pesantren At-Taqwa Putra Bekasi?

J : 1. Amanah yang harus dijalankan sebagai seorang ulama yang punya tanggung jawab langsung kepada Allah

2. Keadaan masyarakat yang masih minim dengan pengetahuan Agama 3. Sebagai benteng pertahanan, sebab di pesantrenlah satu-satunya

tempat untuk mencetak kader-kader ulama yang mutafaqqih fiddin. Jadi tiga hal inilah yang melatar belakangi berdirinya Pondok Pesantren At-Taqwa Putra Bekasi.

2. P : Materi atau kitab Akhlak apa saja yang diajarkan di Pondok Pesantren At- Taqwa Putra?

J : Materi atau kitab yang diajarkan pada Pondok Pesantren ada 4 yaitu: Ta’lim Muta’lim

Nasaihul Ibad

Risalatul Muawwanah Fathul Majid


(6)

3. P : Media apa yang dipakai ketika proses belajar? J : a. Alat-alat tulis manual

b. Alat Praga

c..Perangkat Lainnya seperti: Komputer, OHP, Laboratorium, Ruang Perpustakaan dll.

4. P : Metode dakwah mauidzoh hasanah bagaimana yang diterapkan oleh Pondok Pesantren At-Taqwa Putra?

J : 1. CBSA yaitu cara belajar siswa aktif yang dilaksanakan di ruang belajar mereka masing-masing dengan bimbingan seorang guru.

2. Diskusi: seluruh santri diajarkan untuk berdiskusi dengan baik. yaitu mencari solusi/ kebenaran dari permasalahan

3. Ceramah: metode ini dilakukan oleh segenap guru/ ustadz, seorang guru memberikan penyampaian pesan dakwah terhadap santri, penyampaian ini biasanya dilakukan diatas mimbar. Selain itu metode ceramah ini kerap diikuti oleh seluruh santri dalam sebuah acara yang bernama muhadhoroh

5. P : Kapan metode dakwah mauidzoh hasanah dilaksanakan?

J : Kapan saja bisa dilakukan bukan hanya di atas mimbar. mauidzoh hasanah itu kan merupakan dakwah bil-lisan, artinya dakwah dapat dilakukan di dalam kelas baik dengan cara belajar mengajar maupun diskusi keagamaan. Dapat juga dilakukan diluar kelas dengan cara memberikan nasihat yang baik kepada santri.


(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, selalu mendengarkan do’a hamba-Nya, serta tidak pernah berhenti untuk membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir akademis sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Rosulullah SAW yang telah membawa ummatnya dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Syukur alhamdulillah dengan usaha maksimal dan tekad yang bulat serta dorongan yang kuat dari berbagai pihak, akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, selayaknyalah penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai dan sayangi. Teruntuk ayahanda H. Abdurrahman yang banyak memberikan ruang kedewasaan penulis untuk selalu berfikir akan sesuatu hal, dan memberikan rasa optimis yang tinggi, dan selalu mengajarkan untuk berbuat baik sesamanya. Ibunda Hj. Ilah Rosilah, Sosok yang menawarkan kesabaran dalam hidup, bijak dalam bertindak, dan selalu memahami penulis dalam keadaan apapun sejak kecil sampai saat ini. Serta kakak dan adik-adikku tersayang, Husni, Cut Mutia, A.Rifa’i, Dewi


(8)

sartika, Yuliana & Ricky Devis Sugiarto, yang selalu mendo’akan penulis dan memotivasi penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA, Penulis haturkan terima kasih atas segala tuntunanya dalam menunjukan penulis akan keberhasilan ilmu pengetahuan.

3. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Bapak Dr. H. Murodi, MA., yang telah mendidik penulis selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga beliau mendapat pahala yang besar atas ilmu yang telah diberikannya kepada penulis.

4. Drs Wahidin Saputra, MA. Sebagai Ketua Jurusan dan Ibu Umi Musyarofah, MA., sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam yang telah memberikan penulis masukan, dukungan, nasehat serta do’a.,

5. Dosen Pembimbing skripsi, Drs. Hasanuddin MA., tiada kata yang pantas terucap selain terima kasih yang mendalam atas kesediaannya untuk meluangkan waktu di tengah kesibukannya guna memberi masukan, diskusi dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan batas waktunya.

6. Kakanda Achmad Marsaidi S.Sos.I yang melimpahkan kasih sayang dan do’anya. Mendampingi penulis dalam suka maupun duka mengorbankan waktunya dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Mudah-mudahan sukses selalu amiiiiien.

7. Bapak Drs. KH. Mawardi HM, M.Pd dan Stap Pengurus Pondok Pesantren At-Taqwa yang telah rela meluangkan waktunya untuk memberikan suatu


(9)

penjelasan mengenai data-data yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis.

8. Para Santri At-Taqwa Putra yang telah rela meluangkan waktunya untuk mengisi angket yang diberikan oleh penulis, sehingga penelitian dapat berlangsung dengan lancar.

9. Teman-teman KPI D angkatan 2004 yang bersama-sama melewati samudera dan rutinitas perkuliahan di kampus pembaharu ini, semoga persahabatan ini akan terjalin selamanya. Serta kenangan manis KKN 2007 di Cianjur Ds. Cilubang yang tak akan pernah terlupakan.

10.Teman-teman seluruh angkatan 2004 Fakultas Dakwah dan Komunikasi atas segala dukungannya, tetep semangat ya….kawan-kawan HMI Komfakda, KOHATI Ciputat, HIQMA, FKMA, JJF, LSI, Al-Adzkar….Semoga Silaturrahmi ini semakin erat sampe kakek nenek.

Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Walaupun demikian, skripsi ini merupakan tanggung jawab penulis.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Jakarta, 17 Juni 2008


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metodologi Penelitian ... 6

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG METODE DAKWAH MAUIDZOH HASANAH DAN AKHLAK SANTRI A. Metode Dakwah Mauidzhoh Hasanah ... 15

1. Pengertian Efektifitas ... 15

2. Pengertian Metode Dakwah ... 17

3. Macam-Macam Metode Dakwah ... 19

4. Pengertian Mauidzoh Hasanah ... 23

5. Ruang Lingkup Mauidzoh Hasanah ... 25

B. Akhlak Santri ... 35

1. Pengertian Akhlak Santri ... 35

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akhlak Santri ... 36

3. Cakupan Akhlak santri ... 40

a. Akhlak terhadap Allah ... 40

b. Akhlak terhadap manusia ... 41

c. Akhlak terhadap lingkungan ... 45

BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AT-TAQWA BEKASI A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren At-Taqwa ... 49


(11)

B. Visi Dan Misi dan Tujuan Pondok Pesantren At-Taqwa ... 53

C. Stuktur Organisasi Pondok Pesantren At-Taqwa ... 55

D. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren At-Taqwa ... 57

BAB IV EFEKTIFITAS MAUIDZOTULHASANAH PONDOK PESANTREN AT-TAQWA TERHADAP PERILAKU SANTRI A. Implementasi Metode Dakwah Mauidzoh Hasanah 1. Nasihat ... 62

2. Tabsyir wa Tandzir ... 63

3. Wasiat ... 64

4. Kisah ... 65

B. Temuan dan Analisis ... 65

1. Identitas Responden ... 65

2. Pembahasan hasil penelitian ... 66

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 85

B. Saran-saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Responden berdasarkan jenis kelamin ... 66 Tabel 2 Responden berdasarkan umur ... 66 Tabel 3 Dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjarkan kebaikan

dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mandapat

kebahagiaan di dunia dan akhirat ... 67 Tabel 4 Dakwah bisa dilakukan oleh siapa saja, tidak harus orang tua

atau pun guru/ustadz. ... 67 Tabel 5 Syariat Islam menganjurkan kepada setiap umatnya untuk

berdakwah sesuai dengan kadar kemampunannya ... 68 Tabel 6 Dakwah bisa dilakukan dengan berbagai metode, tidak hanya

dilakukan di atas mimbar ... 68 Tabel 7 Mauidzoh hasanah adalah salah satu dakwah dengan cara

memberikan nasihat, bimbingan dan petuah yang baik ... 69 Tabel 8 Mauidzoh hasanah adalah salah satu metode dakwah yang

dilakukan di berbagai pondok pesantren ... 70 Tabel 9 Metode dakwah mauidzoh hasanah dapat dilakukan oleh siapa

saja ... 70 Tabel 10 Metode dakwah mauidzoh hasanah selain dapat memberikan

siraman rohani juga dapat memberikan wawasan terhadap santri .... 71 Tabel 11 Metode dakwah mauidzoh hasanah dapat mendorong santri

untuk merubah prilaku yang baik ... 71 Tabel 12 Mauidzoh hasanah adalah metode dakwah yang efektif dalam

menyerukan ajaran agama di pondok pesantren ... 72 Tabel 13 Akhlak adalah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang

menimbulkan segala perbuatan dengan gampang dan mudah

tanpa memerlukan pikiran dan pertumbuhan ... 73 Tabel 14 Ajaran Islam menuju kepada satu tujuan, yakni

menyempurnakan akhlak agar lebih baik di dalam kehidupan

sehari-hari ... 73 Tabel 15 Akhlak seseorang merupakan bawaan sejak lahir ... 74 Tabel 16 Akhlak dapat dibentuk melalui bimbingan orang tua, guru serta

tokoh-tokoh ... 74 Tabel 17 Islam mengajarkan kepada umatnya agar berakhlak yang baik

sesama umatnya ... 75 Tabel 18 Islam mengajarkan kepada umatnya agar berprilaku bijaksana

terhadap sesama muslim ... 76 Tabel 19 Islam mengajarkan kepada umatnya agar berprilaku amanah

terhadap sesama muslim ... 76 Tabel 20 Islam mengajarkan kepada umatnya agar berprilaku atau

berpandangan masa depan ... 77 Tabel 21 Islam mengajarkan kepada umatnya agar berakhlak mulia


(13)

Tabel 22 Islam pengajarkan kepada seluruh umatnya agar bersyukur

terhadap Allah atas nikmat yang diberikannya ... 78 Tabel 23 Islam mengajarkan kepada seluruh umatnya agar taat dan patuh

terhadap perintah Allah ... 78 Tabel 24 Islam mengajarkan kepada umatnya agar berakhlak baik terhadap

lingkungan ... 79 Tabel 25 Islam mengajarkan kepada umatnya agar berprilaku bijaksana

terhadap sesama muslim ... 80 Tabel 26 Islam mengajarkan kepada umatnya agar berprilaku amanah

terhadap sesama muslim ... 80 Tabel 27 Islam mengajarkan seluruh umatnya agar menjaga dan

memelihara lingkungan ... 81 Tabel 28 Setiap kerusakan terhadap lingkunagan manusia harus

mempertanggung jawabkannya ... 81 Tabel 29 Islam melarang umatnya agar tidak mencabut dan menebang

pohon sembarangan ... 82 Tabel 30 Tidak ada sesuatu yang melebihi berat dalam timbangan (amal)

seorang mukmin pada hari kiamat, melebihi akhlak yang luhur ... 83 Tabel 31 Seluruh umat Islam wajib mempertanggungjawabkan di akhirat


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama dakwah.1 Artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah, bahkan maju mundurnya ummat islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya.2 Karena itu al-Qur’an dalam menyebut kegiatan dakwah dengan Ahsanu Qaula.3 Dengan kata lain bisa kita simpulkan bahwa dakwah menepati posisi yang tinggi dan mulia dalam kemajuan agama Islam.

Implikasi dari pernyataan Islam sebagai agama dakwah menuntut ummatnya agar selalu menyampaikan dakwah, karena kegiatan ini merupakan aktivitas yang tidak pernah usai selama kehidupan dunia masih berlangsung dan akan terus melekat dalam situasi dan kondisi apapun bentuk dan coraknya.

Dakwah dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu dengan dakwah bil-lisan dakwah bil-qolam dan dakwah bil-hal asalkan tujuannya sama, sehingga makna dakwah kepada Allah adalah mengajak dan menyeru manusia untuk melaksanakan perintah Alah berupa iman kepada-Nya dan seluruh ajaran para Rasul-Nya.4

1

M. Mansyur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, Jakarta: Al-Amin Press, 1997, h. 8

2

Didin Hafiduddin,, Dakwah Aktual, Jakarta : Gema Insani Press. Cet. 3, 1998 h. 76.

3

Surat fushilat: 33

4 Fawaaz bin Hulail Al Suhaimi,

Usus Manhaj Salaf fi Dakwah Ila Allah, Jakarta : Gema insani Press, 1999, h. 31


(15)

Dakwah bil-lisan yaitu ajakan atau seruan dengan menggunakan ucapan, dakwah semacam ini sering kita lihat pada seseorang yang sering ceramah ataupun berbicara dengan tujuan ke arah kebaikan. Dakwah bil-qolam yaitu ajakan atau seruan dengan menggunakan pena yang dituliskan di atas kertas dengan maksud tujuan yang positif, hal ini bisa kita lihat di berbagai media cetak atau buku-buku islami, sedangkan dakwah bil-hal yaitu ajakan atau seruan dengan tingkah laku kita, tentunya mengarah ke jalan Allah SWT

Efektifitas Dakwah dengan segala kegiatannya yang akurat dapat berjalan dengan efisien dan bahkan menjadi pendorong bagi perubahan umat ke arah yang lebih baik, bila dikemas dengan cara dan metode yang tepat dan sistematis.

Oleh karena itu untuk melakukan kegiatan berdakwah maka diperlukan metode-metode yang representatif dengan menggunakan bahasa yang lugas, menarik, bijaksana sehingga komunikasi menjadi menarik.

Dalam surat an-nahl ayat 125, allah berfirman:

!

#$

%

&

'()

*

+- %

./

0 &

1234%

5

6

7()89&:

;<

=

$>6

?+ @8&:

7

; (A

7 

B

:

*

$>6 &

?+ @8&:

CD

. E8-

%

FAG

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih


(16)

mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. an-nahl:125).

Dari ayat di atas dapat mengambil kesimpulan bahwa secara garis besar metode-metode yang terdapat dalam al-Quran ada tiga, yaitu:

1. Al-hikmah.

2. Al-mau’idzoh al-hasanah.

3. Al-mujadalah bi-al-lati hiya ahsan

Dari ketiga metode di atas salah satunya yaitu metode dakwah bil-lisan yaitu al-mau’idzoh al-hasanah. Al-mau’idzoh hasanah yang berarti tutur kata yang baik, nasehat yang baik dan harus dapat dirasakan oleh sasaran dakwah sebagai suatu bimbingan ajakan dan pengarahan penuh perhitungan.

Sarana dakwah mempunyai peranan dan kedudukan yang sama jika dibandingkan dengan komponen atau unsur dakwah yang lainnya oleh karena itu, pentingnya sarana dakwah sebagai salah satu unsur dakwah, maka sudah seharusnya dalam proses dakwah, unsur dakwah tersebut harus digunakan dan dimanfaatkan secara baik, tepat dan benar.

Pesantren atau Pondok Pesantren (biasanya juga disebut pondok saja) adalah sekolah Islam berasrama (Islamic boarding school). Para pelajar pesantren (disebut sebagai santri) belajar pada sekolah ini, sekaligus tinggal pada asrama yang disediakan oleh pesantren. Dakwah yang berada di pondok pesantren bukan hanya belajar mengajar semata, akan tetapi di dalamnya terdapat berbagai macam metode dakwah, salah satunya yaitu dakwah dengan menggunakan metode mauidzoh hasanah.


(17)

Mauidzoh al-Hasanah secara bahasa berarti nasehat, bimbingan, pendidikan dan peringatan. Kata hasanah merupakan akronim dari kata sayyi’ah (keburukan), hasanah berarti kebaikan atau baik.5

Mau’izatul hasanah wa mujahadah billati hiya ahsan.” Metode ini biasa digunakan untuk tokoh-tokoh khusus (pemimpin), misalnya para bupati, adipati, para raja, maupun para tokoh-tokoh masyarakat setempat. Dasar metode ini adalah QS An-Nahl (16): 125, yang artinya:

”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Orang muslim meyakini bahwa sesama muslim adalah saudara seagamanya, mempunyai hak-hak dan etika-etika yang harus diterapkan

terhadapnya, kemudian ia melaksanakannya kepada saudara seagamanya, karena ia berkeyakinan bahwa itu adalah ibadah kepada Allah SWT. Dan sebagai upaya pendekatan kepadanya. Hak-hak dan etika-etika ini diwajibkan Allah SWT kepada orang muslim agar ia mengerjakannya kepada saudara seagamanya. Jadi, menunaikan hak-hak tersebut adalah bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan sebagai upaya pendekatan kepadanya tanpa diragukan sedikit pun.

Diantara hak-hak dan etika-etika tersebut adalah sebagai berikut: a. Berprilaku bijaksana terhadap saudara sesama muslim.

b. Berprilaku amanah terhadap saudara sesama muslim. c. Berperilaku atau berpandangan masa depan.

5


(18)

Berdasarkan masalah diatas maka penulis berusaha membahas mengenai :"Efektifitas Metode Dakwah Mauidzoh Hasanah Dalam pembinaan Akhlak Santri Pondok Pesantren At-Taqwa Putra Bekasi". Adapun pertimbangannya bahwa metode dakwah mauidzotul hasanah di pondok pesantren sangat memberi pengaruh terhadap prilaku santri ke arah yang positif.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan diatas, Ada tiga metode dakwah yang disebutkan dalam al-Qur’an, yaitu : hikmah, mauidzoh hasanah, Al-mujadalah, dari ketiga metode ini tidak semua dikaji, peneliti hanya mengkaji satu metode saja yaitu : Metode dakwah mauidzoh hasanah maka masalah yang akan diteliti hanya dibatasai pada metode dakwah mauidzoh hasanah dalam pembinaan akhlak santri Pondok Pesantren At-Taqwa Putra Bekasi.

Berdasarkan batasan masalah diatas, maka penulisan merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana metode dakwah mauidzoh hasanah yang diterapkan oleh Pondok pesantren at-Taqwa Bekasi?

2. Apakah metode dakwah mauidzoh hasanah yang diterapkan pondok pesantren at-Taqwa efektif terhadap pembentukan akhlak santri?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian


(19)

a. Untuk mengetahui apakah metode dakwah mauidzoh hasanah yang diterapkan pondok pesantren at-Taqwa efektif terhadap pembentukan akhlak santri?

b. Untuk mengetahui bagaimana metode dakwah mauidzoh hasanah diterapkan oleh pondok pesantren at-Taqwa Bekasi?

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : a. Manfaat Akademis

Dalam penelitian ini diharapkan dapat berguna secara akademis, yaitu untuk menambah pengetahuan dalam dunia dakwah mauidzah hasanah di Pondok Pesantren At-Taqwa Bekasi.

b. Kegunaan Praktis

Sebagai masukan untuk para aktifis Dakwah.

D. Metodelogi Penelitian

1. Model dan Desain Penelitian

Model penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, karna pendekatan kuantitatif dapat mengahasilkan data yang akurat setelah setelah perhitungan yang tepat. Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu pendekatan dalam penelitian yang lebih ditekankan pada data yang dapat dihitung untuk menghasilkan penafsiran kuantitatif yang kokoh.6

Penelitian Kuantitatif sifatnya objektif, sehingga kita dapat melihat

6

Syamsir Salam dan Jainal Arifin, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 36


(20)

langsung sebuah keadaan. Sedangkan desain penelitian ini adalah survey yaitu dengan mensurvey dan mengetahui efektifitas metode dakwah mauidzoh hasanah dalam pembinaan akhlak santri At-Taqwa Putra Bekasi.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah Pondok Pesantren At-Taqwa Putra Bekasi. Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah Efektifitas Metode Dakwah Mauidzoh Hasanah Dalam Pembinaan Akhlak Santrinya.

3. Populasi dan Sample

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, untuk keperluan penelitian diambil populasi dengan berpedoman pada pendapat Suharmini Arikunto: “Apabila subjek kurang kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15 % atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana”.7 Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah santri at-Taqwa bekasi yang berjumlah 1000 orang.

Sample adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang dianggap bisa mewakili populasi.8 Dalam penelitian ini populasi 1000

7

Suharmini Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 106

8

M. Iqbal Hasan, MM, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), h. 58


(21)

orang, penulis mengambil sample 10 % dari populasi yang ada yaitu 100 orang.

4. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang objektif maka dalam penelitian lapangan ini menggunakan teknik sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara adalah pengumpulan data dengan pengajuan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada informan, dan jawaban-jawaban informan, dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape recorder).9 Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah Mts At-Taqwa Putra Bekasi untuk memperoleh data mengenai Pondok Pesantren At-Taqwa Putra Bekasi.

b. Angket

Angket adalah teknik pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirimkan daftar pertanyaan untuk diisi sendiri oleh responden.10 Dalam penelitian ini, penulis menyebarkan angket kepada Para Santri Pondok Pesantren At-Taqwa Putra Bekasi.

c. Observasi

Observasi menurut Karl Weeick mendefinisikan observasi sebagai “Pemilihan, Pengubahan, Pencatatan dan pengodean serangkaian prilaku dan suasana yang berkenaan dengan Organisme in Situ, sesuai

9

Irawan Soehartono, Metodologi Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), cet. Ke-VI, h. 68

10


(22)

dengan tujuan-tujuan empiris.11 Metode yang digunakan oleh penulis dalam observasi yaitu partisipatoris, yakni dengan cara terlibat dalam metode dakwah mauidzoh hasanah dalam pembinaan akhlak santri at-Taqwa Bekasi.

d. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mengumpulkan data-data mengenai hal-hal yang akan diteliti dan juga berhubungan dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data dari Buku, majalah, CD, foto dan lain sebagainya.

5. Tehnik Pengumpulan Data

a. Editing yaitu mempelajari kembali berkas-berkas data yang telah terkumpul, sehingga keseluruhan berkas itu dapat diketahui dan dapat dinyatakan, sehingga dapat disiapkan untuk proses selanjutnya. b. Tabulating yaitu memudahkan jawaban-jawaban responden ke dalam

tabel kemudian dicari presentasenya untuk dianalisis.

c. Analisa dan interpretasi, yaitu membunyikan data kuantitatif dalam bentuk verbal (kata-kata), sehingga persentase jadi bermakna.

d. Kesimpulan yaitu penulis memberikan kesimpulan dari hasil analisis dan interpretasi data.

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan rumus : P = f x 100 %

N

P = besarnya persentase

11

Jalaluddin Rahmat, M. SC, Metodologi Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), cet. Ke-XII, h. 83


(23)

F = frekuensi yang sedang dicari persentasenya N = jumlah frekuensi

Kemudian dimasukan ke dalam tabel distribusi frekuensi relatif.12

Adapun pedoman penulisan skripsi ini penulis menggunakan buku “Pedoman Penuliasan Skripsi, Tesis, Dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.” 13

E. Tinjauan Pustaka

Dari penelitian awal ditemukan beberapa karya ilmiah baik dalam bentuk buku maupun skripsi yang membahas objek yang hampir sama yaitu: 1. Buku Metode Dakwah berbicara secara umum tentang metode dakwah.

Menurut Al-Qur’an dalam surat an- Nahl:125

!

#$

%

&

'()

*

+- %

./

0 &

1234%

5

6

7()89&:

;<

=

$>6

?+ @8&:

7

; (A

7 

B

:

*

$>6 &

?+ @8&:

CD

. E8-

%

FAG

Artinya :

“Serulah manusia kepda jalan tuhanmu dengn hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dijalannya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (An-Nahl : 125)

Dari ayat tersebut menunjukan bahwa metode dakwah itu meliputi tiga

12

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2008), h. 43

13

Hamid Nasuhi dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi), (UIN Jakarta: Ceqda, 2007), cet. Ke-2


(24)

cakupan, yaitu : a. Al-Hikmah

Sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan.

Al-Hikmah juga berarti pengetahuan yang dikembangkan dengan tepat hingga menjadi sempurna. Menurut pendapat ini, al-hikmah termanifestasikan ke dalam empat hal: Kecakapan manajerial, kecermatan, kejernihan pikiran pikiran dan ketajaman pikiran.

b. Al-Mauidzoh Hasanah

Mauidzhoh hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif (wasiat) yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia akhirat. c. Al-mujadalah Bi-al-Lati Hiya Ahsan

Al-mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan dua belah pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawn menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.

2. Masykur Kadir

Judul Skripsi: Manajemen pondok pesantren Miftahuddin Oe-ekam dalam kegitan dakwah dan sosial pada masyarakat.


(25)

dakwah dan sosial pada masyarakat dan tinjauan empiris manajemen pondok pesantren Miftahuddin Oe-ekam.

3. Zubaedah

Judul Skripsi : Pondok Pesantren Sebagai lembaga dakwah (study kasus pondok pesantren Nurul Huda Assuriyah Bojong Sari Sawangan Depok. Secara garis besar berisi tentang : “Pesantren sebagai lembaga dakwah dan analisis terhadap Pondok Pesantren Nurul Huda Assuriyah sebagai lembaga dakwah.

4. Syaiful Alawi

Judul Skripsi : Manajemen Strategi Pondok Pesantren At-Taqwa Putra Bekasi dalam meningkatkan kualitas santri.

Secara garis besar berisi tentang : “Manajemen Strategi perumusan upaya At-Taqwa lebih kepada kualitas santri dan evaluasi strategi.

5. Jojoh Nurendah

Judul Skripsi : Metode Dakwah Hj. Ijjah Sathari dalam pembinaan akhlak santri bapenpori Babakan Caringin Cirebon.

Secara garis besar berisi tentang : Metode dakwah menurut Hj. Ijjah Sathari dalam pembinan akhlak santri Bapenpori Babakan Caringin Cirebon.

Sekilas judul-judul diatas memiliki kemiripan dengan penelitian ini tetapi bila ditelusuri lebih jauh akan tampak perbedaanya yaitu:

1. Buku Metode Dakwah Bicara Secara Umum, mengenai ketiga metode dakwah


(26)

2. Masykur Kadir, meneliti tentang manajemen pondok pesantren 3. Zubbaedah, meneliti tentang pondok pesantrwen sebagai lembaga

dakwah

4. Syaiful Alawi, meneliti tentang Manajemen strategi pondok pesanten

5. Jojoh Nurendah meneliti lebih melihat kepada metode dakwah menurut Al-Qur’an yang diterapkan Hj. Ijjah Sathari.

Sementara penelitian ini lebih terfokus pada metode dakwah mauidzoh hasanah yang diterapkan pada pondok pesantren At-Taqwa putra bekasi.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang diuraikan dalam penulisan ini, maka penulis membagi sistematika penyusunan ke dalam lima bab. Masing-masing bab dibagi ke dalam sub-sub dengan pewnulisan sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, Meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian dan Analisis data, Tinjauan Pustaka, serta sistematika penulisan. BAB II : Metode Dakwah Mauidzoh Hasanah dan Akhlak Santri (Kerangka teori), Meliputi pengertian metode dakwah mauidzoh hasnah, ruang lingkup mauidzoh hasanah, pengertian akhlak santri, Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak dan cakupan khlak santri.


(27)

BAB III : Gambaran Umum Pondok Pesantren At-Taqwa Putri Bekasi, Meliputi Sejarah Berdirinya pondok pesantren, visi dan misi, Latar Belakang Berdirinya pondok pesantren, struktur organisasi serta sistem pendidikan pondok pesantren .

BAB VI : Temuan Lapangan dan Analisis, Meliputi : Metode dakwah mauidzoh hasanah pada pondok pesantren at-taqwa putra bekasi, faktor pendorong dan penghambat dalam menjalankan kegiatan metode dakwah mauidzoh hasanah, respon santri terhadap kegiatan-kegiatan metode dakwah mauidzoh hasanah.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

TENTANG EFEKTIFITAS METODE DAKWAH MAUIDZOH HASANAH DAN AKHLAK SANTRI

C. Efektifitas Metode Dakwah Mauidzoh Hasanah 1. Pengertian Efektifitas

Kata efektivitas mempunyai beberapa arti. Dalam Kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan tiga arti efektifitas, arti pertama adalah adanya suatu efek, akibatnya, pengaruhnya dan kesannya. Arti kedua manjur atau mujarab dan arti ketiga dapat membawa hasil atau hasil guna.

Kata efektif juga diambil dari kata efek yang artinya akibat atau pengaruh, dan kata efektif yang berarti adanya pengaruh atau akibat dari sesuatu. Jadi efektivitas ialah keberpengaruhan atau keberhasilan setelah melakukan sesuatu.14

Secara bahasa efektifitas diambil dari kata “efek” yang berarti akibat atau pengaruh, sedangkan “efektif” berarti adanya pengaruh atau adanya akibat serta penekanannya, jadi sesuatu. Jadi “efektifitas” berarti keberpengaruhan atau keadaan berpengaruh (keberhasilan setelah melakukan sesuatu)15. Sedangkan menurut ensiklopedi umum, efektifitas

14

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P3B),

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Cet. Ke-7, edisi ke-2, h. 250

15

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa (P3B),

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka Depdikbud. 1995, cet. Ke-7, edisi 3, h. 250


(29)

menunjukan taraf tercapainya turut usaha dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuannya secara ideal ke efektifan adalah pencapaian prestasi dari tujuan taraf efektifitas dinyatakan dengan ukuran yang agak pasti.16

Menurut John. M. Echols dan Hasan Shadily dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia secara etimologi efektivitas berasal dari kata efektif yang artinya berhasil guna.17

The Oxford English Dictonary mengartikan efektivitas sebagai The Quality of being effective. In various sebse. Efectivity the quality or state being effective and power to be effective. Secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu kualitas yang menjadi efektif dalam berbagai hal atau bidang. Efektifitas ialah status mutu menjadi efektif dan menggerakan untuk bisa efektif.18

Dalam kamus umum bahasa Indonesia efektivitas merupakan keterangan yang artinya ukuran hasil tugas atau keberhasilan dalam pencapaian tujuan.19

Menurut Dennis Mc Quail efektivitas secara teori komunikasi berasal dari kata efektif. Artinya terjadinya suatu perubahan atau tindakan, sebagai akibat diterimanya suatu pesan. Dan perubahan terjadinya dalam

16

A. b. pridodgdo, Hasan Shadily, ensiklopedi umum, (yogyakarta: kanisius, 1990) cet ke-8, h. 296

17

John. M. Echols dan Hasan Syadily, kamus inggris-indonesia, (Jakarta: PT Gramedia. Pustaka Utama, 1990), Cet. Ke-8, h. 207

18

Eric Buckley, The Oxford English Dictionary, (Oxford: The Clarendom Press, 1978), Vol. III, P. 49

19

Suharto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Surabaya: PT. Indah 1995), Cet. Ke-1, h. 742


(30)

segi hubungan antara keduanya, yakni pesan yang diterima dan tindakan tersebut.20

Peter. F. Drucker merupakan salah satu tokoh yang memberikan perhatian besar terhadap efektivitas. Menurutnya bahwa efektivitas itu dapat dan harus dipelajari secara sistematis, sebab ia bukanlah bentuk sebuah keahlian yang lahir secara ilmiah. Efektifitas kerja dapat diwujudkan melalui sebuah rangkaian kerja, latihan yang intens, terarah dan sistematis, bekerja dengan cepat sehingga menghasilkan kreativitas.21

Efektivitas juga merupakan teknologi pekerja ilmu yang bersifat khusus dalam sebuah organisasi untuk itu diperlukan kecakapan, kemauan bekerja, dan yang terpenting bukan sekedar memastikan apakah suatu pekerjan dan pelaksanaan tugasterselesaikan sebagaimana mestinya. Kecakapan kerja dapat diukur dengan meningkatkan output dalam sektor pekerjaan. Dan pengukuran kerja sesuai dengan maksud dan tujuan merupakan faktor besar dalam membentuk lingkungan kerja yang mampu melahirkan efektivitas secara keseluruhan.22

Menurut F.X. Suwarto, keefektifan berasal dari kata dasar efektif yang artinya ada efek, pengaruh, akibat dan kesan seperti manjur, mujarab dan mempan dan juga mempunyai arti dalam penggunaan metode atau

20

Dennis Mc. Quail, Teori Komunikasi Suatu Pengantar, (Jakarta : Erlangga Pratama, 1992), h. 281

21

Peter. F. Drucker, Bagaimana Menjadi Eksekutip Yang Efektif, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1986), h. 5.

22


(31)

cara, sarana atau alat dalam melaksanakan aktivitas sehingga berhasil guna atau mencapai hasil yang optimal.23

Menurut Gibson, James L, Wancevich, John M, Donelly Pengertian efektifitas adalah penilaian yang dibuat sehubungan dengan prestasi individu, kelompok dan organisasi. Makin dekat prestasi mereka yang diharapkan atau prestasi yang standar. Maka akan makin efektif dalam menilai mereka.24

Sementara itu efektifitas juga menunjukan taraf tercapainya tujuan. Usaha dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuannya. Secara ideal efektifitas dapat dinyatakan dengan ukuran-ukuran yang agak pasti misalnya: Usaha X, 60% dalam mencapai tujuan Y.25

Dari pengertian-pengertian efektivitas dapat disimpulkan menurut beberapa sumber di atas, bahwa secara umum efektifitas diartikan sebagai adanya suatu pengaruh, akibat, kesan. Efektifitas tidak hanya sekedar memberi pengaruh atau pesan akan tetapi berkaitan juga dengan keberhasilan tujuan, penetapan standar, profesionalitas, penetapan sasaran, keberadaan program, materi, berkaitan dengan metode atau cara, sarana atau fasilitas dan juga dapat memberikan pengaruh.

23

F. X. Suwarto. Prilaku Organisasi, (Yogyakarta, 1999), Cet. Ke-1

24

F.X. Suwarto, Enslikopedia Nasional, Jilid II, (CES-HAM), (Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve, 1980), Jilid II, (CES-HAM), h..134

25

F.X. Suwarto, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1989), Jilid V, E, FX, h. 12


(32)

2. Pengertian Metode Dakwah

Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara).26 Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa jerman methodica artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa arab disebut thariq.27 Apabila kita artikan secara bebas metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.

Sarana dakwah sebagai salah satu komponen dakwah banyak macamnya. Salah satu diantaranya adalah pondok pesantren. Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang al-Qur'an dan Sunnah Rasul, dengan mempelajari bahasa Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa bahasa Arab. Istilah Pondok sendiri berasal dari Bahasa Arab ( , funduuq), sementara istilah Pesantren berasal dari kata pe-santri-an.28

Sedangkan arti dakwah menurut pandangan beberapa pakar ilmuan adalah sebagai berikut:

26

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi aksara, 1991), Cet. I, h. 61

27

Drs. H. Hasanudin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya), 1996, Cet. Ke-1, h. 35.

28


(33)

1. Pendapat Bakhial Khauli, dakwah adalah suatu proses Menghidupkan suatu peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain.29

2. Pendapat Syekh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mandapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.30 Pendapat ini juga selaras dengan pendapat al-Gazali.31 Bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah inti gerakan dakwah dan penggerak dalam dinamika masyarakat Islam. Dari pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa, metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’I (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.32 Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.

3. Macam-Macam Metode Dakwah

Allah SWT Berfirman dalam Q.S. An-nahl :125

! #$ % &

'() *

+- % ./ 0 &

1234% 5 6 7()89&: ;< = $>6 ?+ @8&: 7 ; (A 7  29

Ghazali Darussalam, Dinamika Ilmu Dakwah Islamiyah, (Malaysia; Nur Niaga SDN. BHD. 1996), Cet. I, h. 5

30

Abdul Kadir Syaid Abd. Rauf, Dirasah Fid dakwah al-Islamiyah, (Kairo; Dar El-Tiba’ah al-mahmadiyah, 1987), Cet. I, h. 10.

31

Beliau adalah seorang ulama besar, pemikir muslim zaman klasik, hidup sampai awal abad ke-12, pendapatnya dalam kitabnya yang sangat terkenal yaitu Ihya Ulumuddin

32


(34)

B : *

$>6 & ?+ @8&:

CD . E8- %

FAG

Artinya : “Serulah manusia kepada jalan tuhanmu yang hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya tuhanmu dialah yang ledih mengetahui tentang siapa yang tersesat di jalanya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (an-Nahl;125)

Dari Ayat tersebut menunjukan bahwa metode dakwah itu meliputi tiga cakupan, yaitu:

1. Al-Hikmah

Kata “Hikmah” dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 20 kali baik dalam bentuk nakiroh maupun ma’rifat. Bentuk masdarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna aslinya adalah mencegah dari kedzoliman, dan jika dikaitkan dengan dakwah maka berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan dalam melaksanakan tugas dakwah.

Menurut al- Ashma’i asal mula didirikan hukumah (pemerintahan) ialah untuk mencegah manusia dari perbuatan dzalim. Maka digunakan istilah Hikmatul Lijam, karena Lijam (cambuk atau kekang kuda) itu digunakan untuk mencegah tindakan hewan.33

Al- Hikmah juga berarti tali kekang pada binatang sebagaimana dijelaskan dalam kitab Misbahul Munir. Diartikan demikian karena tali kekang itu membuat penunggang kudanya dapat mengendalikan kudanya sehingga si penunggang kuda dapat mengaturnya baik baik untuk perintah lari atau berhenti. Dari kiasan ini maka orang yang

33


(35)

memiliki hikmah berarti orang yang mempunyai kendali diri yang dapat mencegah diri dari hal-hal yang kurang bernilai atau menurut Ahmad bin munir al-Muqri’ al-fayumi berarti dapat mencegah dari perbuatan yang hina.34

Orang yang mempunyai hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu. Kata hikmah juga sering dikaitkan dengan filsafat. Karna filsafat juga mencari pengetahuan hakikat segala sesuatu.

Prof. DR. Toha Yahya Umar, M.A., mengartikan meletakan sesuatu pada tempatnya dengan berfikir, berusaha menyusun dan mengatur dengan cara sesuai keadaan zaman dengan tidak bertentangan dengan larangan Tuhan.35

Sebagai metode dakwah, al-hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan.

Ibnu Qoyim berpendapat bahwa pengertian hikmah yang paling tepat adalah seperti yang dikatakan oleh Mujahid dan Malik yang mendefinisikan bahwa hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran dan pengalamannya, ketepatan dalam perkataan dan pengalamannya. Hal ini tidak bisa dicapai kecuali dengan memahami al-Qur’an, mendalami syariat serta hakikat iman.36

34

Ahmad bin Muhammad al-Muqrib’al al-fayumi, al-Misbahul munir, h.120.

35

Hasanudin, Hukum Dakwah, (Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 35.

36


(36)

Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud An-Nasafi, arti hikmah, yaitu dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.37

Dari beberapa pegertian di atas, dapat difahami bahwa al-hikmah adalah merupakan kemampuan da’i dalam memilih,memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u. Di samping itu juga al-hikmah merupakan kemampuan da,I dalam menjelaskan dokrin-dokrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu, al-hikmah adalah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam dakwah.

2. Al-Mauidzoh Al-Hasanah

Terminologi mauidzoh hasanah dalam persfektif dakwah sangat popular, bahkan dalam acara-acara seremonial keagamaan (baca dakwah atau tablig) seperti maulid Nabi dan Isra’Mi’roj, istilah mauidzoh hasanah mendapat porsi khusus dengan sebutan-sebutan ”acara yang ditunggu-tunggu” yang merupakan inti acara. Namun demikian supaya tidak menjadi kesalahfahaman, maka akan dijelaskan pengertian mauidzoh hasanah.

Secara bahasa, mauidzoh hasanah terdiri dari dua kata, mauidzoh dan hasanah. Kata mauidzhoh berasal dari kata wa’adza-ya’idzu,


(37)

wa’dzan-idzatan yang berarti; Nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan.38, sementara hasanah merupakan kebaikan dari sayyiah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan.

3. Al-Mujadalah Bi-Al-Lati Hiya Ahsan.

Dari segi etimologi (Bahasa) lafazh mujadalah terambil dari kata “jadala” yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif pada huruf jim yang mengikuti wajan Faa’ala, “jaa dala” dapat bermakna berdebat, dan “mujadalah” perdebatan.39

Kata “jadala” dapat bermakna menarik tali dan mengingatnya guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk menyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya melalui argumantasi yang disampaikan.40

Dari segi istilah (Terminologi) terdapat beberapa pengertian al-Mujadalah (al-Hiwar) dari segi istilah. (al-Hiwar) berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan diantara keduanya.41. Sedangkan menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi

38

Lois Ma’luf, Munjid fi al-Lugah wa A’lam (Beirut: Dar Fikr.1986) h. 907, Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, Jilid VI (Beirud: Dar Fikr, 1990) h. 466.

39

Ahmad Warson al-Munawwir, KamusBesarBahasaArab, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), Cet. Ke-14, h.175.

40

Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, Lentera Hati, 2000, Cet. Ke-1, h.553.

41

World Assembly of Muslim Youth (WAMY), Fii Ushulil Hiwar, M aktabah Wahbah Cairo, mesir, diterjemahkan oleh Abdus Salam M. dan Muhil Dhafir, dengan judul terjemahan “Etika Diskusi, Era Inter Media, 2001, Cet. Ke-2, h. 21.


(38)

ialah, suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.42

Dari pengertian di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa, al-Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.

B. Metode Dakwah Mauidzoh Hasanah Pengertian Mauidzoh hasanah

Terminologi mauidzoh hasanah dalam perspektif dakwah sangat popular, bahkan dalam acara-acara seremonial keagamaan (baca dakwah atau tablig) seperti maulid Nabi dan Isra’Mi’roj.

Secara bahasa, mauidzoh hasanah terdiri dari dua kata, mauidzoh dan hasanah. Kata mauidzhoh berasal dari kata wa’adza-ya’idzu, wa’dzan-idzatan yang berarti; Nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan.43, sementara hasanah merupakan kebaikan dari sayyiah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan.

Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara lain: Menurut Imam Abdullah bin Ahmad An-Nasafi yang dikutif oleh H. Hasanuddin adalah sebagai berikut:

42

Sayyid. Muhammad Thantawi, Adab al-Hiwar Fil Islam, Dar al-Nahdhah, Mesir, diterjemahkan oleh zuhaeri misrawi dan zamroni kamal. (jakarta: azan, 2001), cet. Ke-1. Pada kata pengantar.

43

Lois Ma’luf, Munjid fi al-Lugah wa A’lam (Beirut: Dar Fikr.1986) h. 907, Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, Jilid VI (Beirud: Dar Fikr, 1990) h. 466.


(39)

Al-Mauidzhoh Al-Hasanah adalah (perkataan-perkataan) yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa enkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Qur’an.44

Menurut Abd. Hamid al-Bilali al-mauidzhah al-hasanah merupakan salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak kejalan Allah dengan memberi nasihat atau bimbingan dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.45

Mauidzhoh hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsure bimbingan, pendidikan, pengajaran, kosah-kisah, berita gembira, peringatan, persan-pesan positif (wasiyat) yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.

Dari beberapa definisi di atas, Mauidzhoh hasanah tersebut bisa diklasifikasikan dalam beberapa bentuk:

a. Nasihat atau petuah.46

b. Bimbingan, pengajaran (pendidikan)47 c. Kisah-kisah

d. Kabar gembira dan peringatan (al-Basyir dan al-Nadzir)

44

Hasanuddin, SH., Hukum Dakwah (Jakarta: pedoman Ilmu Jaya, 1996) h. 37.

45

Abd. Hamid al-Bilali, Fiqh al-Dakwah FI ingkar al-Mungkar (Kuwait: Dar al-Dakwah,1989) h. 260.

46

Nasihat bisaanya dilakukan oleh orang yang levelnya lebih tinggi kepada yang lebih rendah, baik tingkatan umur, maupun pengaruh, misalnya nasihat orang tua kepada anaknya, Perhatikan QS. Lukman:13 yang artinya: “dan ingatlah ketika luqman berkatakepada anaknya,

yaitu memberikan mauidzhoh (nasihat) kepadanya: hai anakku, janganlah kamu

mempersekutukan Allah, sesungguhnya mewmpersekutukan Allah adalah kedzaliman yang amat besar”.

47

Mauidzhoh hasanah dalam bentuk bimbingan, pendidikan dan pengajaran iniseringkali digunakan dalam bentuk kelembagaan (institusi) formal dan non formal, misalnya; mauidzhoh Nabi kepada umatnya, guru kepada muridnya, Kyai kepada santrinya, mursyid kepada pengikutnya, dll.


(40)

e. Wasiat (pesan-pesan positif)

Menurut K. H. Mahfudz kata tersebut mengandung arti: 1. Didengar orang, lebih banyak lebih baik suara panggilannya.

2. Diturut orang, lebih banyak lebih baik maksud tujuannya sehingga menjadi lebih besar kuantitas manusia yang kembali kejalan Tuhannya yaitu jalan Allah SWT.

Sedangkan menurut pendapat Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi, kata tersebut mengandung arti al-Mauidzhoh al-hasanah adalah (perkataan-perkataan) yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa enkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Qur’an.

Jadi kalo kita telusuri kesimpulan dari mauidzhoh hasanah, akan mengandung arti kata-kata yang masuk kedalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakan kalbu yang liar, dan lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada larangan dan ancaman.

4. Ruang Lingkup Mauidzoh Hasanah

Diantara ruang lingkup metode mauidzhoh hasanah ialah: 1) Nasihat

2) Tabsyir Wa Tandzir 3) Wasiat


(41)

4) Kisah

1. Pengertian Nasihat

Kata nasihat berasal dari bahasa arab, dari kata kerja “Nashaha” yang berarti khalasha yaitu murni dan bersih dari segala kotoran, juga berarti “khata” yaitu penjahit. Dan dikatakan bahwa kta nasihat berasal dari kata Nashaha arjulahu tsaubahu (Orang itu menjahit pakaianya) apabila dia menjahitnya, maka mereka mengumpamakan perbuatan penasehat yang selalu menginginkan kebaikan orang yang dinasehatinya dengan jalan memperebaiki pakaiannya yang robek.

Sebagian ahli ilmu berkata nasihat adalah perhatian hati terhadap yang dinasehati siapapun dia. Nasihat adalah saru cara dari al-mauidzhah al-hasanah yang bertujuan mengingatkan bahwa segala perbuatan pasti ada sangsi dan akibat. Al-Asfahani memberikan pemahaman terhadap term tersebut dengan makna al-mauidzhoh merupakan tindakan mengingatkan seseorang dengan baik dan lemah lembut agar dapat melunakan hatinya. Dan apabila ditarik suatu pemahaman bahwa al-mauidzhoh hasanah merupakan salah satu manhaj dalam dakwah untuk mengajak kejalan Allah dengan cara menggunakan nasihat.

Secara terminology Nasihat adalah memerintah atau melarang atau menganjurkan yang dibarengi dengan motivasi dan ancaman. Pengertian nasihat dalam Kamus Bahasa Indonesia Balai Pustaka adalah memberikan


(42)

petunjuk kepada jalan yang benar. Juga berarti mengatakan sesuatu yang benar dengan cara melunakan hati. Nasihat harus berkesan dalam jiwa atau mengikat jiwa dengan keoimanan dan petunjuk. Allah berfirman: (QS. Annisa: 66).

#

$ % & HI&: JK#L MNO #PR#S @ 

<&: * T$>@M V #P ()!WI&:

&&: * $0X Y 7 Z P O[X/ \

;Z  $>@ > ] ^_  @ V #PaR b cZ

* #$ % & #PaR;d&: * $>@ > ] Z

<$e! $\ B 9 <V % 'S#X Y

#PfgL h.N4&: & iEj k  F

Artinya: “Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pengajaran yang diberikan kepada mereka tentulah hal yang demikian itu lebih baik bgi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka)”. (QS.an-Nisa:66)

A. Nasihat Dalam Perspektif Al-Qur’an

Perintah saling menasehati ini dapat kita lihat pada beberapa ayat al-Qur’an diantaranya:

Dalam Surah al-Ashr ayat 1-3

m

SF

> %

&

FA

;<

Y7/()op5

qr %

sS8h Y

FG

^_

CD

V4t

*

$' Z

*

$>@

&

p/

@/uv%

*

#$(w

$  &

6x

%

*

#$(w

$  &

S#%uv%

F[

“Demi masa sesungguhnya manusia itu dalam kerugian

kecuali orang-orang yang beriman yang mengerjakan amal soleh dan saling menasehati tentang kesabaran”. (Q.S. al-Ashr ayat 1-3)

Dalam ayat ini ada dua hal yang diminta untuk diwasiatkan yaitu al-haq dan as-shobru.


(43)

Al-haq dari segi bahasa berarti sesuatu yang mantap tidak berubah apapun yang terjadi. Allah adalah al-haq karena tidak mengalami perubahan. Nilai-nilai agma juga adalah al-haq. Seperti Nabi Mengatakan : agama itu adalah nasihat. Allah SWT. Adalah al-haq, karena itu sebagian para pakar tafsir, memahami kata al-haq dalam ayat ini dengan arti yakni bahwa manusia hendaknya saling ingat mengingatkan tentang keberadaan, kekuasaan, keesaan Allah serta sifat-sifat lain-Nya. Hal-hal yang diwasiatkan dalam al-Qur’an antara lain adalah :

a) Pelaksanaan agama, bersatu padu, tidak bercerai berai. b) Bertaqwa kepada-Nya. (Q.S. An-Nisa : 13)

c) Berbuat baik kepada orang tua, khususnya kepada ibu. (Q.S. Luqman : 1 d) Beberapa perincian ajaran agama seperti : pembagian harta warisan (Q.S.

An-Nisa : 11), Sholat dan zakat.

e) Sepuluh hal yang disebutkan dalam surah al-An’am ayat 151-153 yaitu : 1. Jangan mempersekutukan-Nya 2. Berbuat baik kepada ibu-bapak, 3. Jangan membunuh anak, 4. Jangan mendekati zinah. 5 Jangan membunuh kecuali dengan cara yang syah dan dibenarkan, 6. Jangan menyalah gunakan harta anak yatim, 7-8. Menyempurnakan timbangan dan takaran, 9. Percakapan atau sikap hendaklah secara benar dan adil, 10. Memenuhi perjanjian yang dikuatkan atas nama Allah.


(44)

Adapun tabsyir dalam istilah dakwah adalah penyampaian dakwah yang berisi kabar-kabar yang menggembirakan bagi orang-orang yang mengikuti dakwah.48

Di dalam al-Qur’an, kata tabsyir banyak disebutkan, menurut Muhammad Abdul Baqi’ kata tabsyir atau mubasyir disebutkan selama 18 kali.49 Dari sekian banyak tabsyir, semuanya diartikan dengan “kabar gembira atau berita pahala”, hanya saja bentuk berita gembiranya beragam, antara lain kabar gembira dengan syariat Islam, kabar gembira dengan datangnya Rasul, kabar gembira tentang akan turunya al-Qur’an dan kabar gembira tentang syurga. Dalam kontek dakwah, sesungguhnya bentuk kabar gembira tidak harus menggunakan kata tabsyir, tetapi apa saja yang bisa membawa rasa gembira bagi orang yang mendengarnya sehingga bisa dijadikan motivasi untuk meningkatkan beribadah dan amal shaleh.

Kata tandzir atau indzar secara bahasa berasal dari kata na-dza-ra menurut Ahmad bin faris adalah suatu kata yang menunjukan untuk penakutan (takhwif)50.

Adapun tandzir menurut istilah dakwah adalah penyampaian dakwah di mana isinya berupa peringatan terhadap manusia tentang adanyakehidupan akhirat dengan segala konsekuensinya.51

48

Ali Mustafa Ya’kub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997), h. 50

49

Abdul Baqi’ Muhammad Fuad, al-mu;jam al-mufahras li alfadz al-Qur’an al-karim

(Cairo : Dar al-Kutub al-Misriyah) h. 120.

50

Ahmad bin Faris bin Zakaria, Mu’jam al maqayis fi al-lugah, (Beirut : Dar Fikr, 1994), h. 1021

51

Ali Mustafaa Ya’kub, Sejarah dan Metoda Dakwah Nabi, (Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 1997), h. 49


(45)

Menurut pemakalah tandzir adalah ungkapan yanga mengandung unsur peringatan kepada orang yang tidak beriman atau kepada orang yang melakukan perbuatan dosa atau hanya untuk tindakan preventif agar tidak terjerumus pada perbuatan dosa dengan dengan bentuk ancaman berupa siksaan di hari kiamat.

Di dalam al-Qur’an istilah tandzir biasanya dilawankan dengan kata tabsyir (QS. AL-Baqarah : 19, al-Maidah : 19)

&&:

y@z (vNO

Y7

cZ

t

))%

9

]

p/ {>@!

1.8

&

|#X

&

<$>@

> - }

3!c

>

/(w&:

T

C

PRd

~

Y7

cZ

x  $uv%

N

P#$

%

€t

&

•e

>‚

CD[X W/

%

FAƒ

FAƒ

“Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tewntang penghuni-penghuni neraka.

6&…H/ \

2@/ Eq

%

8. V

#P O

tV

7

' %$

C

c†

\

#P

%

 

LJ S ‡ ]

Y7 cZ

 ˆX%

<&:

*

$ %$! 

Z

I

tV

7

O7

Z

%SX

‰JŠ

„_ &

%X\2

I

*

8. ]

P O

tV

7

SX

‰JŠ

‹X\2

I &

€t

&

 

Œ

O

: 1N•

‹X\

. V


(46)

“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah dating kepada kamu Rasul kami, menjelaskan (Syari’at Kami) kepadamu ketika terputus (Pengiriman) rasul-rasul, agar kamu tidak ,mengatakan : “Tidak dating kepad kami bauk seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan”. Sesumgguhnya telah dating kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

3. Wasiat

Pengertian wasiat secara etimologi berasal dari bahasa arab, terambil dari kata Washa-Washiya-Wasihiatan, yang berarti “pesan penting berhubungan dengan sesuatu hal.52

Pendapat lain mengatakan kata wasiat terambil dari kata Washa-Washiayyatan, yang berarti : berpesan kepada seseoang yang bermuatan pesan moral.53

Secara terminology ada beberapa yang akan dikemukakan berikut ini : - Wasiat : Sekumpulan kata-kata yang berupa peringatan, support dan

perbaikan”.54.

- Wasiat : Pelajaran tentang amar ma’ruf nahi mungkar atau berisi anjuran berbuat baik dan ancaman berbuat jahat.55

- Wasiat : Pesan kepada seseorang untuk melaksanakan sesuatu sesudah orang berwasiat meninggal disampaikan kepada seseorang.56 - Wasiat : Ucapan yang mengandung perintah tentang sesuatu yang

bermanfaat dan mencakup kebaikan yang banyak.57

52

Lois Ma’luf, Kamus Munjid, Fi lughah Wa al-A’lam, (Beirut : Dar al- Masyriq, 1986), h. 9091

53

Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-munawwir, (Yogyakarta : Pustaka Progresif, 1984), h.1563

54

Selin bin Ie’d al-Hilali, Min Washaya al-Salafi, (Edisi Indinesia), (Jakarta : Pustaka Azzam, 1999), h. 14.

55

Madji al-Syayid Ibrahim, 50 Washiyyat min Washaya al-Rasulullah li al-Nisa’ (Edisi Indonesia). (Semarang : Cahaya Indah, 1994), h. ix-x.

56

Dewan Redaksi, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1990), h. 584


(47)

Berdasarkan definisi di atas maka wasiat dapat dibagi pada dua katagori, yaitu : 1) Wasiat orang masih hidup kepada orang hidup, yaitu berupa ucapan, pelajaran, arahan tentang sesuatu.58 2) Wasiat orang yang telah meninggal (ketika menjelang ajalnya tiba) kepada orang masih hidup berupa ucapan atau berupa harta benda atau warisan.

Oleh karena itu, pengertian wasiat dalam konteks dakwah adalah : Ucapan berupa arahan.(taujih) kepada orang lain (mad’u) terhadap sesuatu yang belum dan akan terjadi (amran sayaqa Mua’yan).

Materi Wasiat

Ketepatan memberikan materi wasiat juga tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan. Materi wasiat yang diberikan kepada objek dakwah adalah materi wasiat berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits, maka materi wasiat dapat dikatagorikan sebagai berikut :

a. Materi secara umum

Materi secara umum adalah materi yang berupaya menggiring mad’u menuju ketakwaan, yang pada giliranya mampu berorientasi hidup bersih. Hal ini berdasarkan pada QS. : an-Nisa : 1 dan 131 dan al-ahzab : 1.

b. Materi secara khusus

57

M. Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid II, (Jakarta : Lentera Hati, 2000), h. 584

58

Abu Abdullah bin Furaihan al-Harits, Al-Ajwibah al-mufidat ‘an-al-asillah al-Manahij al-jadidah, (Edisi Indinesia), (Surakarta : Yayasan Madinah, 1997), h. 31.


(48)

Materi secara khusus wasiat berdasarkan QS. Al-hasr : 3. Wasiat ini menurut para musafir diperuntukan bagi umat masa lalu dan umat masa sekarang.59 Diantara Materi wasiat itu adalah:

1. Larangan menyekutukan Allah 2. Berbuat baik kepada kedua orang tua 3. Larangan menghilangkan nyawa orang lain

4. Larangan berbuat keji baik terang-terangan maupun tersembunyi 5. Larangan menggunakan harta anak yatim dengan jalan yang tidak

benar

6. Perintah menepati janji 7. Perintah berkata dengan baik 8. Perintah bersabar

9. Perintah menegakkan kebenaran 10.Perintah saling menyayangi

Perlu diperhatikan dalam penyampaikan materi tersebut harus menyentuh akal dan perasaan. Seorang da’i harus menggugah daya nalar mad’u dan menggugah daya ingat untuk selalu berbuat kebaikan. Begitu juga seorang da’i harus mampu menajamkan perasaan mad’u untuk selalu istiqomah dalam menjalani perintah Allah.

4. Kisah

A. Pengertian Qashash

59


(49)

Secara epistimologis lafadz qashash merupakan bentuk jamak dari kata Qishah, lafazh ini merupakan bentuk masdar dari dari kata qassa ya qussu.60

Dari lafazh qashash berarti menceritakan 2. lafazh qashash mengandung arti menelusuri/mengikuti jejak.

Makna qashash dalam sebagian besar ayat-ayat berartikan kisah atau cerita,61 sedangkan ayat-ayat yang berbicara menggunakan lafazh qashash ternyata juga muncul dalam konteks cerita atau kisah tentang nabi musa as.

Secara terminologis qashash berarti :

1. Menurut Abdul Karim al-Khatib, kisah-kisah al-Qur’an adalah berita al-Qur’an tentang umat terdahulu.62

2. Kisah-kisah dalam al-Qur’an yang menceritakan ihwal umat-umat terdahulu dan nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang.63

B. Macam-macam kisah

Al- Qur’an bagi umat Islam merupakan petunjuk untuk orang-orang yang bertakwa dan juga sebagai sebuah pedoman hidup, ajaran-ajaran yang dikemukakan dalam berbagai bentuk seperti perintah, larangan

60

Ibnu Mandzur Lisanul Arab 12/148

61

DR. Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori pendidikan berdasarkan Al-qur’an, (Jakarta : Rineka Cipta 1994, Cet II), H. 205.

62

Mustafa Muhammad Sulaiman, Al-Qishash fi al-Qur’an al-Karim, (Mesir: Mathbah al- Amanah, 1994) h. 4.

63


(50)

dan lain-lain dikemukakan secara langsung maupun tidak langsung.64 Bentuk ajaran langsung dapat dilihat dari ayat-ayat perintah atau larangan sedang yang tidak langsung dapat dilihat dari besarnya bagian al-Qur’an yang dikemukakan dalam bentuk kisah.65

Dalam bentuk kisah yang bermacam-macam maka para ahli mewngklasifikasikan muatan kisah-kisah dalam al-Qur’an.

Manna Khalil al-Qatthan membagi kisah-kisah al-Qur’an ke dalam tiga bentuk :

1. Kisah para nabi menyangkut dakwah mereka dan tahapan-tahapan serta perkembangannya, mukjizat mereka, posisi para penentang, akibat orang-orang yang percaya dan yang mendustakan mereka dan lain-lain.

2. Kisah peristiwa-peristiwa masa lalu dan pribadi-pribadi yang tidak diketahui secara pasti apakah mereka nabi atau bukan, misalnya kisah Thalut vs jalut.

3. Kisah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Seperti perang badar, uhud khandak dan lain-lain.66

Dalam hal serupa dikemukakan oleh Abd. Djalil tentang pembagian kisah sebagai berikut:

a. Qashash jika ditinjau dari segi waktu

64

M. Quraish Shihab, Secerca Cahaya Ilahi, (Jakarta: Mizan, 2000, Cet. I), h. 13

65

A. Hanafi MA, Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah-kisah Al-Qur’an, (Jakarta : Pustaka al-Husna 1984), h. 317

66

Mustafa Muhammad Sulaiman Al-Qishas fi Qur’an Karim (Mesir :Maktabah al-Amanah, 1994), h. 21


(51)

Ditinjau dari segi waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam al-Qur’an ada tiga macam :

Kisah hal-hal gaib pada masa lalu, yaitu kisah yang menceritakan kejadian-kejadian gaib yang sudah tidak bisa ditangkap panca indra, dan terjadi dimasa lampau, seperti kisah-kisah para nabi.67

Kisah hal-hal yang gaib pada masa kini, yaitu kisah yang menerangkan hal-hal yang gaib pada masa sekarang (meski sudah ada sejak dahulu dan masih akan tetap ada sampai pada masa yang akan datang), dan yang mengingkap rahasia orang-orang munafik.68

Kisah hal-hal yang gaib pada masa yang akan datang yang belum pernah terjadi pada waktu turunya al-Qur’an, kemudian peristiwa itu betul-betul terjadi.69

b. Qashash ditinjau dari segi materi

Kisah para nabi, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka dan pemenang serta pengikut mereka.

Kisah orang-orang yang belum tentu nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu, seperti kisah Lukmanul Hakim, Ashabul Kahfi dan lain-lain.

C. Akhlak Santri

67

Kisah Nabi Adam al-Baqarah : 30-39., Saleh, Luth, Musa : al-A’raf : 59-171.

68

Kisah-kisah ini mencakup kisah yang mewnceritakan tentang Allah dan segala sifat-Nya (Surah al-Mu’minun : 91 dan al-Baqarah : 156) dan sebagainya.

69


(52)

1. Pengertian Akhlak Santri

Secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari “khuluq” yang bermakna budipekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at.70

Istilah tersebut juga memiliki segi-segi persesuaian dengan istilah “khuluq” sebagai masdar yang berkaitan dengan isim fa’ilnya yakni juga berhubungan dengan isim maf’ulnya ”makhluqun” ditinjau dari vertikal dan horizontal.71

Menurut Syekh Saleh Syadi, akhlak adalah agama, karena siapa-siapa yang yang akan memberi bekal tentang akhlak berarti ia telah memberi bekal dengan agama.

Menurut Baginda Rosulullah SAW.” Bahwa akhlaknya adalah al-Qur’an. Sebagaimana Allah Berfirman dalam surah al-Qolam ayat 4 yang artinya: ”Dan sesungguhnya kamu benar-benar budi pekerti yang Agung”. (QS. Al-Qolam: 4).

Sedangkan menurut Zakiyah Dradjat. Akhlak adalah kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebisaaan yang menyatu bentuk satu kesatuan tindak akhlak yang ditaati dalam kenyataan hidup sehingga dapat membedakan mana yang bik dan mana yang buruk.72

70

Louis Ma’luf, al-Mnjid fial-lughah Waal-i’lam, (Beirut: Dar i-masyiriq, 1989), Cet. Ke-28, h. 164

71

Sudarsino, Etika Islam Tentang KenakalanRemaja, (Jakrta: Bina Aksara, 1989), Cet. Ke—I, h. 125

72 Zakiyah Dradjat, Pendidikan Islam dalam keluarga dan sekolah, (Jakarta: CV Ruhama, 1995), Cet. Ke-2, h.10.


(53)

Menurut Al-Ghazali dalam bukunya “Ihya Ulum Ad-Din” mengatakan: “Akhlak ialah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan segala perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pikiran dan pertumbuhan”.73

Dan menurut Aris Ibrahim dalam bukunya “Al-Akhlaq” merumuskan penertian akhlak sebagai berikut: Akhlak adalah kebisaaan kehendak yang dibisaakan, yakni bahwa kehendak itu juga dibisakan akan sesuatu, maka kebisaan itu disebut akhlak.74

Akan tetapi, pada dasarnya tidak ada perbedaan sama sekali antara beberapa definisi yang dikemukakan di atas, bahwa akhlak diartikan dengan penilaian baik atau buruknya terhadap perbuatan manusia. Dan akhlak dan budi pekerti dsapat dikatakan sebagai kondisi-kondisi sifat yang telah meresap dalam jiwa yag menjadi kepribadian. Apabila dari kondisi ini menimbulkan. Perbuatan baik dan terpuji, maka ia akan dinamakan budi pekerti yang mulia (akhlakul karimah), apabila dari kondisi menimbulkan perbuatan buruk maka dinamakan budi pekerti yang jahat dan tercela (akhlakul-karimah).

Sedangkan keutamaan akhlak yaitu didalam keseluruhan ajaran Islam akhlak menepati kedudukan yang paling istimewa dan sangat penting. Dan ini menjadi ciri utama bagi seorang muslim didalam kehidupannya. Seperti keutamaan Nabi yang diutus untuk menyempurnakan akhlak umatnya. Dimuka bumi ini sabda Rasulullah

73

Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din, (Beirut: Daar al-Fikr, 1989), Jilid III, h.58.

74


(54)

dalam sebuah hadist yang artinya “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”.75

Apabila mempelajari seluruh ajaran Islam, tentu akan memperoleh hikmah. Hikamah yang terkandung didalamnya, dan akan mendapatkan kesimpulan bahwa seluruh ajaran Islam menuju kepada satu tujuan, yakni menyempurnakan akhlak agar lebih baik didalam kehidupan sehari-hari.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak

Menurut H.M Arifin dalam bukunya filsfat pendidikan Islam berpendapat bahwa: “faktor yang mempengaruhi akhlak anak ada dua fisik yang meliputi faktor dalam yaitu intelektual dalam hati (rohaniyah) yang dibawa anak sejak lahir dan faktor dari luar adalah kedua orang tua dirumah, guru disekolah serta tokoh-tokoh, serta kerja sama yang baik antara tiga lembaga pendidikan tersebut. Maka aspek kognotif (pengetahun) dan psikomotorik (pengalaman) ajaran yang diajarkan akan terbentuk pada diri anak. Dan inilah yang selanjutnya dikenal dengan istilah manusia seutuhnya.76

Menurut Abudin Nata, bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan akhlak dapa khususnya dan pendidikan pada umumnya, terdapat tiga aliran. Pertama aliran Nativisme, kedua empirisme, dan ketiga konvergensi.

75

M. Ali Ustman, Hadist qudsi, (bandung: CV diponegoro. 1975), cet. Ke-20, h. 357

76

H. M. Arifin, filsafat pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), Cet. Ke-IV, h. 60


(55)

a. Menurut aliran Nativisme, bahwa faktor-faktor yang paling mempengaruhi terhadap diri seseorang itu adalah faktor pembawaan dari dalam, berupa kecenderungan, bakat, akal dan lain-lain. Jika seseorang sejak lahir memiliki kecenderungan terhadap yang baik, maka dengan sendirinya orang tersebut akan baik.

b. Aliran Empirisme, mengatakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor luar, yakni lingkungan sosial, meliputi pembinaan dan pendidikan. Jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan pada anak itui baik, maka akan baiklah anak tersebut dan demikian juga sebaliknya.

c. Aliran konvergensi, mengatakan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan akhlak yakni faktor internal yaitu pembawaan si anak dan faktor dari luar yaitu pendidikan yang diadakan secara khusus.77

Dari ketiga aliran diatas, dapat disimpulkan bahwa aliran Nativisme, kurang memperhitungkan peranan pembinaan dan pendidikan, karena cukup menyakini potensi batin yang ada dalam dirinya. Dan aliran Empirisme tampak percaya terhadap peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran. Sedangkan aliran konvergensi tampak sesuai dengan ajaran Islam dan dapat difahami dari ayat (QS. An-Nahl:16:78), bahwasanya Allah SWT memberi petunjuk kepada umatnya yang memiliki potensi untuk dididik dengan baik, yaitu penglihatan,

77


(56)

pendengaran, dan hati sanubari, dengan ajaran-ajarannya dan pendidikannya.

Perasaan akhlak atau budi pekerti sesungguhnya sudah dimiliki pada manusia sejak lahir yang disebut dengan fitrah.

Ada beberapa fitrah yang dibawa oleh manusia ketika lahir didunia ini yaitu:

a. Perasaan Agama b. Perasaan Intelektual c. Perasaan Akhlak d. Perasaan Keindahan78

Pada dasarnya potensi akhlak yang dibawa oleh seorang anak itu ada baik, namun tergantung, kepada orang tuanya di dalam memelihara dan mendidik mereka menjadi orang yang berbudi pekerti luhur. Sebagaimana dalam hadist Rosulullah SAW yang artinya “Setiap anak dilahirkan atas fitrah, maka kedua ibu bapaknyalah yang menyahudikan atau menasranikan memajusikannya.” (H.R. Muslim).79

Sedangkan menurut Rahmat Djatmika ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam prilakunya berakhlak, yakni:

1. Faktor yang berasal dari dirinya sendiri, yakni: - Instink dan akalnya - Keinginan-keinginan - Adat - Hawa Nafsu

78

Aisya, Dachlan Dekadensi moral dan penanggulangannya. (Jakarta: Pusat dakwah Islam Indonesia), h. 100

79

Mahyidin al-Nawawi, sahih muslim bi syarh al-Nawawi, (Kairo: al-Sya’btt), Jilid XVI, h. 209


(57)

- Kepercayaan - Hati Nurani 2. Faktor dari luar dirinya yang meliputi:

- Keturunan - Lingkungan - Keluarga - Sekolah - Pergaulan

- Dan Penguasa/ Pemimpin80

Semua faktor-faktor diatas, dapat membentuk dan mempengaruhi nilai-nilai akhlak yang dimiliki seseorang. Yang kuat akan lebih banyak memberi corak pada mentalnya. Misalnya antara faktor yang akan mewarnai perasaan akhlak, dengan pendidikan dan pergaulan dan jika berbeda caranya, maka yang lebih kuat membentuk akhlak yang baik itu tidak mudah, maka diperlukan upaya yang maksimal.

3. CAKUPAN AKHLAK SANTRI A. AKHLAK TERHADAP ALLAH SWT

Orang muslim melihat dalam dirinya nikmat-nikmat Allah SWT. Yang tidak bisa dikalkulasikan sejak ia masih berupa sperma di perut ibunya hingga ia menghadap Allah SWT Oleh karena itu, ia wajib bersyukur kepandanya atas nikmat-nikmat tersebut dengan lisannya dengan mengujinya dan menyanjungnya, karena dia berhak mendapatkan sanjungan dan ia wajib bersyukur dengan anggota badannya dengan menggunakannya dalam ketaatan kepadanya. Ini etikanya

80

Rahmat Djatmika, Sistem Etika Islam, (Jakarta: pustaka. Panjimas, 1992), Cet. Ke-I, h. 73.


(1)

B. PERTANYAAN DAN JAWABAN ± Dakwah Mauidzoh Hasanah

1. Dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjarkan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mandapat kebahagiaan di dunia dan akhirat?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

2. Dakwah bisa dilakukan oleh siapa saja, tidak harus orang tua atau pun guru/ustadz.

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

3. Syariat Islam menganjurkan kepada setiap umatnya untuk berdakwah sesuai dengan kadar kemampunannya?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

4. Dakwah bisa dilakukan dengan berbagai metode, tidak hanya dilakukan di atas mimbar?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

5. Mauidzoh hasanah adalah salah satu dakwah dengan cara memberikan nasihat, bimbingan dan petuah yang baik?


(2)

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

6. Mauidzoh hasanah adalah salah satu metode dakwah yang dilakukan di berbagai pondok pesantren?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

7. Metode dakwah mauidzoh hasanah dapat dilakukan oleh siapa saja?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

8. Metode dakwah mauidzoh hasanah selain dapat memberikan siraman rohani juga dapat memberikan wawasan terhadap santri?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

9. Metode dakwah mauidzoh hasanah dapat mendorong santri untuk merubah prilaku yang baik?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

10. Mauidzoh hasanah adalah metode dakwah yang efektif dalam menyerukan ajaran agama di pondok pesantren?

A. Setuju B. Sangat setuju


(3)

± Akhlak

11. Akhlak adalah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan segala perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pikiran dan pertumbuhan?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

12. Ajaran Islam menuju kepada satu tujuan, yakni menyempurnakan akhlak agar lebih baik di dalam kehidupan sehari-hari?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

13. Akhlak seseorang merupakan bawaan sejak lahir?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

14. Akhlak dapat dibentuk melalui bimbingan orang tua, guru serta tokoh-tokoh?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

± Akhlak Terhadap Manusia

15. Islam mengajarkan kepada umatnya agar berakhlak yang baik sesama umatnya?

A. Setuju B. Sangat setuju


(4)

16. Islam mengajarkan kepada umatnya agar berprilaku bijaksana terhadap sesama muslim?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

17. Islam mengajarkan kepada umatnya agar berprilaku amanah terhadap sesama muslim?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

18. Islam mengajarkan kepada umatnya agar berprilaku atau berpandangan masa depan?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

± Akhlak Terhadap Allah

19. Islam mengajarkan kepada umatnya agar berakhlak mulia terhadap Allah?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

20. Islam pengajarkan kepada seluruh umatnya agar bersyukur terhadap Allah atas nikmat yang diberikannya?

A. Setuju B. Sangat setuju


(5)

21. Islam mengajarkan kepada seluruh umatnya agar taat dan patuh terhadap perintah Allah?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

22. Islam mengajarkan kepada umatnya agar berakhlak baik terhadap lingkungan?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

23. Islam mengajarkan kepada umatnya agar berprilaku bijaksana terhadap sesama muslim?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

24. Islam mengajarkan kepada umatnya agar berprilaku amanah terhadap sesama muslim?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

± Akhlak terhadap Lingkungan

25. Islam mengajarkan seluruh umatnya agar menjaga dan memelihara lingkungan?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

26. Setiap kerusakan terhadap lingkunagan manusia harus mempertanggung jawabkannya?


(6)

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

27. Islam melarang umatnya agar tidak mencabut dan menebang pohon sembarangan?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

28. Tidak ada sesuatu yang melebihi berat dalam timbangan (amal) seorang mukmin pada hari kiamat, melebihi akhlak yang luhur?

A. Setuju B. Sangat setuju

C. Tidak setuju D. Sangat tidak setuju

29. Seluruh umat Islam wajib mempertanggungjawabkan di akhirat terhadap semua prilaku yang diperbuat di muka bumi?

A. Setuju B. Sangat setuju