Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia mengakui enam agama sebagai agama yang resmi di Indonesia. Agama-agama tersebut ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Tiap pemeluk agama dilindungi oleh pemerintah dan Undang-Undang Dasar 1945 sehingga bebas melaksanakan ajaran agamanya masing-masing. Agama yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah Agama Kristen. Agama Kristen adalah agama yang mengakui dan menyembah Yesus Kristus sebagai Tuhan Ensiklopedi Alkitab, 2000: 237. Menurut Pater G. Van Schie, Agama Kristen sebenarnya sudah menyentuh Nusantara pada awal abad ke-7 Masehi, bersamaan dengan tumbuhnya Gereja Mar Thoma di Barus Sumatera. Disebutkan bahwa di Jawa Timur sudah pernah ada dua tempat Kristiani Chaldea, yaitu Gereja Nestorian yang induknya terdapat di Asia Barat dan telah bersatu kembali dengan Gereja Roma, akan tetapi di Jawa, gereja itu sudah lenyap tanpa meninggalkan bekas Pater G. Van Schie, 1994 : 104. Hal senada diungkapkan oleh Sukoco, bahwa jauh sebelum datangnya Portugis di Asia Tenggara pada awal abad ke-16, diduga gereja Kristen telah berkembang di Asia Tenggara sebagai bagian dari Gereja Kristen yang tumbuh di India. Agama Kristen yang dimaksud ini adalah Agama Kristen Katolik. Jemaat Kristen Katolik ini berkembang sebagai buah aktivitas para pedagang-pedagang Kristen dari Mesir dan Persia yang menetap di Arabia Tenggara, India Barat, dan Selatan serta Sri Lanka. Jemaat-jemaat Kristen Nestorian yang tumbuh di sana tetap bertahan sampai sekarang dengan nama Gereja Mar Thoma. Bukan tidak mungkin bahwa diantara pedagang Kristen itu ada yang sampai di Asia Tenggara dan Nusantara. Dalam beberapa sumber yang ditulis sekitar tahun 1050 Masehi dan tulisan salah seorang sejarawan Islam yang menulis pada tahun 800-an M, menyatakan bahwa terdapat banyak Gereja Nestorian yang berada di pantai barat Sumatera, di sebuah tempat yang bernama 1 commit to user 2 Fanshur, yang letaknya diduga di sebelah utara kota Sibolga sekarang Soekoco, 2010 : 14. Pada beberapa abad sesudah Masehi, pedagang-pedagang Kristen dari Mesir dan Persia menetap di Arabia Tenggara, di India barat dan Selatan, dan di Sri Lanka. Jemaat-jemaat mereka di India selatan bertahan terus sampai sekarang Gereja Mar Thoma. Bukan tidak mungkin bahwa dari sana pedagang-pedagang Kristen datang ke Nusantara juga. Diketahui bahwa pada abad ke-14 dua kali seorang misionaris dari Barat singgah di Sumatera, tetapi bagaimanapun juga kehadiran orang-orang Kristen dari luar itu tidak meninggalkan bekas di Indonesia Van Den End, 1980:19-20. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak sekitar 700 tahun sebelum datangnya Kristen Barat di Indonesia, sudah terdapat orang Kristen dan gereja Kristen Timur di wilayah Nusantara. Namun ketika Vasco da Gama dan pelaut Portugal yang lain mulai berlayar ke Indonesia lewat Afrika Selatan pada tahun 1498, gereja-gereja Nestorian itu telah lenyap. Diperkirakan karena adanya tekanan penganiayaan oleh penganut kepercayaan pribumi yang telah berlangsung lebih dahulu. Agama Kristen dibawa kembali ke Nusantara adalah ketika Portugis datang ke Indonesia mencari rempah-rempah, mereka juga membawa serta para misionaris Katolik. Misi diartikan sebagai organisasi-organisasi yang menyebarluaskan Agama Katolik kemana dan kapanpun juga Burhanuddin Daya, 2004:98. Kegiatan Misi ini didukung sepenuhnya oleh penguasa Portugal dan Spanyol. Raja Portugal dan Spanyol memiliki tiga tujuan pokok yang dikenal dengan semboyan 3G, yakni Gold kekayaan, Glory kejayaan, dan Gospel menyebarkan Agama Katolik. Misionaris yang terkenal adalah Fransiscus Xaverius, yang melancarkan usaha penginjilan yang cukup hebat di pulau rempah- rempah ini. Sekitar 200 misionaris Dominikan dan Fransiskan melayani di Indonesia Timur sepanjang abad ke-16 Sukoco, 2010 : 16. Namun ketika para misionaris sampai di Maluku, mereka harus menghadapi tantangan-tantangan seperti iklim yang buruk, kekurangan bahan pangan dan gangguan dari kaum Muslim. Maju mundurnya pekerjaan itu semata-mata bergantung pada kuasa commit to user 3 militer Portugis. Sampai tahun 1570, pengaruh Misi berkembang dengan memuaskan. Keadaan ini berubah sejak tahun 1600, sebab pada waktu itu Belanda dan Inggris telah merebut kuasa laut dari Spanyol dan Portugal. Dengan kandasnya kekuasaan Portugis, maka masuklah agama baru yakni Agama Kristen Protestan. Tidak seperti kedatangan Bangsa Portugis yang mempunyai tujuan pasti untuk menyebarkan Agama Katolik, kedatangan Belanda ke Indonesia lebih mengutamakan tujuan ekonomi dan mengesampingkan tujuan untuk menyebarkan Agama Kristen Protestan. Hal ini terkait erat dengan karakteristik orang Belanda yang datang ke Indonesia. Orang-orang Belanda tersebut datang ke Indonesia untuk berdagang. Sebagai pedagang, orang-orang Belanda tidak mengutamakan pekabaran Injil. Mereka lebih berkonsentrasi pada bidang ekonomi dan penguasaan daerah. Mereka mengakui kewajiban negara untuk mendukung kehidupan gereja pada umumnya dan usaha pekabaran Injil pada khususnya. Akan tetapi pemerintah koloni ini hanya memperhatikan penyiaran Agama Kristen ke luar apabila itu menguntungkan baginya, misalnya di Maluku. Di Maluku, penduduk pribumi berusaha dikristenkan dengan harapan bahwa orang Indonesia yang beragama Kristen akan lebih mudah diatur daripada orang Indonesia yang masih beragama Islam atau memeluk kepercayaan asli. Namun rupanya keyakinan mereka meleset, terbukti ketika rakyat Maluku yang beragama Kristen juga mengadakan perlawanan dengan sengit terhadap Belanda, dibawah pimpinan Pattimura dan pejuang lainnya Sukoco, 2010:17. Di daerah lain, khususnya di daerah-daerah Islam, VOC tidak mengusahakan pekabaran Injil karena mereka takut apabila hal itu terjadi maka akan menyebabkan pemberontakan orang-orang Islam sehingga akan mengganggu usaha dagang mereka. Pada intinya gereja dan aktivitasnya di wilayah benteng didukung dan dibiayai serta diawasi, sedangkan gereja dan aktivitas pekabaran Injil di luar benteng tidak diperhatikan apalagi didukung. Agama Kristen yang dibawa oleh Bangsa Belanda ke Indonesia baru dapat berkembang lebih pesat pada akhir abad XVIII. Secara umum penyebaran Agama Kristen bersumber dari commit to user 4 para Zending, meskipun ada beberapa orang Jawa pribumi yang menyebarkan agama tersebut. Berbeda dengan Misi, Zending diartikan sebagai pekabaran Injil, usaha- usaha kaum Protestan untuk menyebarkan agama Kristen Protestan dan menegakkan gereja-gereja Protestan Burhanuddin Daya, 2004: 99. Pada masa kekuasaan Belanda di Indonesia terdapat kerancuan terhadap penggunaan istilah gereja untuk menyebutkan sebuah perkumpulan agama. Karena tindakan pemerintah Hindia Belanda yang mengistimewakan gereja, maka ada beberapa perkumpulan agama yang menyebut diri sebagai gereja. Snouck Hurgronje menyatakan bahwa yang dimaksud dengan gereja adalah perkumpulan yang mendasarkan ajarannya dari Alkitab, baik Kitab perjanjian lama maupun perjanian baru Snouck Hurgronje, 1932:1146. Untuk dapat memahami aktivitas Zending, sebaiknya perlu dibahas dahulu mengenai beberapa lembaga pekabaran Injil yang berkembang pada masa itu. Minat baru terhadap Zending yang timbul di Inggris pada akhir abad ke XVIII yang kemudian diikuti oleh Belanda. Sebelum Belanda mengirimkan penginjil ke Indonesia, pada tahun 1813 Inggris telah mengutus Robinson, seorang pekabar Injil yang bertugas mengkristenkan penduduk bumiputra Indonesia. Tahun 1814 London Missionary Society LMS mengirim 3 missionaris lagi. Sejenis dengan LMS, di negeri Belanda pun dibentuk lembaga misonaris Nederlandsche Zendeling-Genootschap NZG pada tahun 1797 Guillot, 1985 : 5. Namun karena ada perselisihan dalam badan NZG di Belanda maka ada beberapa anggota yang keluar dari NZG, kemudian mendirikan badan pekabaran Injil yang baru bernama: Nederlandsche Zendelingvereniging NZV. Setelah itu mulai bermunculan lembaga-lembaga pekabaran Injil yang bermacam- macam aliran, yakni : Java Committee, Salatiga Zending, Het Genootschap voor In-en Uitwendige Zending GIUZ, Nederlandsche Gereformede Zendingsvereniging NGZV, dan Doopsgezinde Zendingvereniging DZV. Lembaga-lembaga Zending yang tertulis di atas memiliki perbedaan dalam hal aliran, prinsip-prinsip rohani, wilayah kerja, dan cara-cara Kristenisasi yang diterapkan Sukoco, 2009: 110. commit to user 5 Ketika Belanda menerima kembali Hindia Belanda dari tangan Inggris pada tahun 1816 mereka harus menata lagi hubungan antara Gereja dan Negara. Maka, Raja Wilhem I, yang memperhatikan nasib daerah jajahan, merasa prihatin dengan masalah penyebaran agama ini. Sebab itu, dengan alasan agar lebih berdaya guna, ia meminta kepada gereja-gereja yang terdapat pada waktu itu di daerah jajahan supaya lebih bersatu memusatkan usaha mereka secara bersama- sama daripada bergerak sendiri-sendiri pada wilayah masing-masing. Persatuan ini terwujud pada tahun 1835. Landasannya Kristen Protestan, organisasi ini terdiri dari berbagai aliran : Calvinisme, Lutherian, Remontran, dan Mennonite Guillot, 1985 : 5. Aliran-aliran ini kemudian menyebar ke beberapa daerah di Hindia Belanda, termasuk di Margorejo, Kecamatan Dukuh Seti, Kabupaten Pati. Zendeling yang menyebarkan agama Kristen, yang mengadakan baptisan pertama kemudian dilanjutkan dengan pembangunan Desa Kristen Margorejo bernama Pieter Jansz. Pieter Jansz, misionaris kelahiran 1820 ini tiba di Jawa tahun 1851, dikirim oleh DZV Doopsgezinde Vereeniging ter bevordering derEvangelieverbreiding in Nederlandsche bezittingen, yaitu masyarakat misionaris Mennonite yang baru terbentuk di Belanda. Tahun 1852 Jansz pindah tempat dari Semarang ke Jepara, kemudian menyebarkan agama di daerah sekitar Jepara dan Pati. Tiga tahun setelah itu, Jansz mengadakan baptisan pertama di Margorejo, Pati, dan mendirikan sekolah pemuridan agama Kristen. Dalam perkembangannya, pekerjaannya digantikan oleh putranya yang bernama Pieter Anthonie Jansz yang menjadi pendeta I di Margorejo pada tahun 1883 Guillot, 1985: 6. Margorejo adalah sebuah desa yang unik karena sebagian besar penduduknya beragama Kristen Protestan. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Kristen dengan desa-desa tetangganya, seperti Banyutowo, Tegalombo, Margokerto, dan lain-lain, maka Margorejo dapat dikatakan mempunyai jumlah penduduk Kristen yang banyak dengan pengaruh Agama Kristen yang paling kuat. Dari kenyataan di atas mendorong penulis untuk memaparkan bagaimana proses Kristenisasi yang dilakukan oleh Zending di Margorejo. Oleh karena itu penulis commit to user 6 mengangkat suatu pokok permasalahan “Zending : Kristenisasi di Margorejo Kecamatan Dukuh Seti, Kabupaten Pati Pada Tahun 1852- 1942” sebagai judul skripsi.

B. Perumusan Masalah