Analisis tataniaga komoditi kelapa kopyor studi kasus: di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah

(1)

Kabupaten Pati, Jawa Tengah)

Oleh : NILA VINIFERA

A08400032

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(2)

NILA VINIFERA. Analisis Tataniaga Komoditi Kelapa Kopyor (Studi Kasus di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah). Di bawah bimbingan YAYAH K. WAGIONO.

Kelapa kopyor merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi. The Delights of Indonesia Fruit adalah sebutan buah kelapa kopyor yang dicirikan oleh daging buah dengan tekstur gembur serta rasa yang gurih. Selain itu juga kelapa jenis ini mempunyai bentuk fisik berbalut sabut tebal dan berkulit batok keras. Rasanya yang khas mampu bersaing dengan komoditas buah-buahan lainnya, sehingga komoditas kelapa kopyor ini mampu menjadi komoditas ekspor yang bisa diandalkan.

Sistem pemasaran buah kelapa kopyor belum dapat memberikan porsi pendapatan secara proporsional terhadap pelaku ekonominya. Mekanisme kerjasama antar lembaga-lembaga pemasaran yang ada cenderung menempatkan petani pada posisi yang kurang menguntungkan, karena kurangnya informasi pasar yang menyebabkan lemahnya posisi petani dalam rantai pemasaran. Berdasarkan hal tersebut permasalahan yang akan dikemukan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah saluran tataniaga pada komoditi buah kelapa kopyor, (2) Bagaimanakah struktur pasar dan perilaku pasar yang terjadi di lokasi penelitian, (3) Apakah sistem tataniaga komoditi ini mampu meningkatkan pendapatan petani (farmer’s Share) berdasarkan saluran, fungsi- fungsi pemasaran, struktur dan perilaku pasar serta sebaran marginnya.

Penelitian dilaksanakan di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Te ngah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dan pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2004. Metode penelitian yang digunakan adalah penelusuran saluran pemasaran, dimulai dari petani, pedagang pengumpul I tingkat desa, pedagang pengumpul II tingkat kecamatan, pedagang besar tingkat kawedanan sampai dengan pedagang pengecer di kota Pati.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran pemasaran dan fungsi- fungsi pemasaran serta struktur dan perilaku pasar, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk analisis margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya.

Saluran pemasaran yang terdapat di Desa Ngagel terdiri dari tiga saluran pemasaran yaitu saluran pemasaran 1 (Petani -Pedagang Pengumpul I -Pedagang Besar -Pedagang Pengecer –Konsumen), saluran pemasaran 2 (Petani -Pedagang Pengumpul I -Pedagang Pengumpul II -Pedagang Besar -Pedagang Pengecer - konsumen), saluran pemasaran 3 (Petani -Pedagang Pengumpul II -Pedagang Besar -Pedagang Pengecer –konsumen).

Saluran pemasaran dua merupakan saluran pemasaran kelapa kopyor terpanjang dan paling banyak digunakan oleh petani yaitu sebanyak 11 orang petani (36,67 persen dari total petani responden). Alasan petani menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul I di tingkat desa karena petani tidak perlu melakukan kegiatan panen dan perbedaan keuntungan yang tidak terlalu besar dibandingkan jika petani menjual sendiri hasil panennya ke pasar. Pada saluran


(3)

pengumpul II berlangsung di pasar tradisional lokal, yaitu Pasar Ngagel dan Pasar Tayu.

Fungsi pemasaran yang dilakukan petani kelapa kopyor yaitu fungsi pertukaran berupa kegiatan penjualan baik kepada pedagang pengumpul I, maupun pedagang pengumpul II. Fungsi fisik dilakukan apabila petani menjual langsung ke pasar yaitu fungsi pengemasan, fungsi pengangkutan dan fungsi penyimpanan. Sedangkan fungsi fasilitas berupa kegiatan sortasi, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar, dengan memperhatikan perkembangan harga di setiap pasar.

Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul I antara lain fungsi pembelian, fungsi penjualan, fungsi sortasi, fungsi pengemasan, fungsi pengangkutan ke tempat pedagang besar atau pengumpul II, fungsi pembiayaan yaitu penyediaan modal untuk melakukan pembayaran tunai kepada petani, dan fungsi informasi pasar.

Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul II dan pedagang besar yaitu fungsi pembelian, fungsi penjualan, fungsi sortasi, fungsi pengemasan, fungsi pengangkutan, fungsi pembiayaan, fungsi penyimpanan, fungsi penanggungan resiko, dan fungsi informasi pasar. Sedangkan pengecer melakukan fungsi pembelian dari pedagang besar, fungsi penjualan, fungsi sortasi, fungsi pengemasan, fungsi pembiayaan, fungsi penyimpanan, fungsi penanggungan resiko seperti kerusakan produk, dan fungsi informasi pasar.

Struktur pasar yang dihadapi petani kelapa kopyor di Desa Ngagel cenderung mengarah ke pasar persaingan sempurna. Hal ini dilihat dari jumlah petani responden sebanyak 30 orang dengan jumlah pedagang sebanyak 11 orang yang terlibat sebagai lembaga pemasaran. Petani juga tidak dapat mempengaruhi harga yang berlaku di pasar, dan para lembaga pemasaran bebas keluar masuk pasar. Sumber informasi tentang harga berasal dari sesama petani dan pedagang. Penentuan harga dilakukan oleh pihak pedagang berdasarkan harga yang berlaku dipasar atau dengan kata lain mereka menjual berdasarkan harga pasar yang sudah diketahui dari pedagang lain.

Perilaku pasar dapat diketahui melalui pengamatan terhadap praktek penjualan dan pembelian antar lembaga pemasaran yang telah terjalin kerjasama yang cukup baik. Penentuan harga antara petani dengan pedagang pengumpul I dan pedagang pengumpul II berdasarkan tawar- menawar dan penentuan sepihak dari pedagang, petani sebagai penerima harga (price taker). Harga yang terjadi berdasarkan mekanisme pasar. Sistem pembayaran yang terjadi adalah sistem pembayaran tunai, sistem panjer, dan sistem pembayaran kemudian. Kerjasama antara petani dan lembaga pemasaran umumnya sudah berlangsung cukup lama, sehingga sudah terjalin hubungan baik dan rasa saling percaya.

Hasil perhitungan margin pemasaran, pola saluran pemasaran 3 memiliki margin paling kecil diantara ketiga saluran yang terbentuk pada komoditi ini, yaitu sebesar Rp 7.185,97 per butir, sekaligus memiliki total biaya pemasaran paling kecil sebesar Rp 3.766,12 per butir. Rasio keuntungan terhadap biaya tertinggi pada pemasaran kelapa kopyor ini terdapat pada saluran pemasaran 3 yaitu sebesar 1,20. Rasio 1,20 berarti untuk setiap Rp 100 per butir biaya


(4)

sebesar 45,49 persen.

Prioritas yang ingin dicapai adalah peningkatan pendapatan petani, maka alternatif saluran yang digunakan adalah saluran pemasaran 3. Farmer’s Share

atau bagian yang diterima petani pada saluran pemasaran 3 lebih tinggi dari ketiga saluran pemasaran yang terbentuk pada tataniaga komoditi kelapa kopyor ini. maka saluran pemasaran 3 dapat dijadikan alternatif pilihan saluran pemasaran bagi petani jika ingin me ningkatkan pendapatannya.


(5)

Kabupaten Pati, Jawa Tengah)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : NILA VINIFERA

A08400032

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(6)

Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah)

Nama : Nila Vinifera NRP : A08400032

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Yayah K. Wagiono, MEc. NIP. 130 350 044

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr. NIP. 130 422 698


(7)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS TATANIAGA KOMODITI KELAPA KOPYOR (STUDI KASUS: DI DESA NGAGEL, KECAMATAN DUKUHSETI, KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH) ” ADALAH HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI LAIN DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, September 2006

Nila Vinifera A08400032


(8)

Penulis lahir di Pati, Jawa Tengah, 3 Juli 1982 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan H. Ir. Pranowo Suyitno dan Hj. Endang Kusrini. Penulis mengawali pendidikan di Tk Pamardi Rahayu PG. Pakis Baru pada tahun 1987 dan pada tahun 1988 melanjutkan pendidikan ke SDN Ngemplak Lor. Pada tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri I Tayu dan tamat pada tahun 1997. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri I Tayu-Pati dan tamat pada tahun 2000.

Pada tahun 2000, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Fakultas Pertanian, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Semasa kuliah penulis menjadi anggota paduan suara Institut Pertanian Bogor “AgriaSwara”.


(9)

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Analisis Tataniaga Komoditi Kelapa Kopyor dengan Studi Kasus di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar yang terjadi pada tataniaga kelapa kopyor di Kecamatan Dukuhseti serta untuk menganalisis saluran pemasaran kelapa kopyor sehingga dapat diketahui saluran pemasaran yang dapat meningkatkan bagian yang diterima petani (farmer’s Share).

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing atas saran-saran dan masukannya, serta kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.

Bogor, September 2006


(10)

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih pada banyak pihak yang telah membantu penulis selama ini :

1. Ibuku yang dengan penuh kesabaran mendidik penulis dengan kasih sayang dan senantiasa mendukung penulis serta tak henti- hentinya selalu berdoa demi kesuksesan penulis dengan penuh ketulusan. Almarhum Bapak dengan segala kenangan, motivasi, serta semangatnya.

2. Ibu Ir. Yayah K Wagio no, M.Ec, selaku dosen pembimbing atas arahan, masukan dan bimbingannya demi kesempurnaan skripsi ini, serta sebagai moderator dalam seminar.

3. Bapak Amzul Rifin, SP, MA, selaku dosen penguji utama atas segala saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Bapak A. Faroby Falatehan, SP, ME, selaku dosen penguji komisi pendidikan atas berbagai perbaikan dalam penulisan skripsi.

5. Bapak Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku dosen pembimbing akademik atas arahannya selama penulis menuntut ilmu di IPB.

6. Teman-teman EPS 37 terima kasih atas kerjasamanya selama ini.

7. Semua sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dan semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian.


(11)

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ... vii

i I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 7

1.4. Kegunaan Penelitian... 7

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Kelapa Kopyor ... 8

2.2. Hasil Penelitian Tentang Pemasaran ... 10

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 15

Kerangka Pemikiran Teoritis ... 15

3.1.1. Sistem Tataniaga ... 15

3.1.2. Fungsi-Fungsi Tataniaga ... 16

3.1.3. Lembaga dan Saluran Pemasaran ... 18

3.1.4. Struktur dan Perilaku Pasar ... 20

3.1.4.a. Struktur Pasar ... 20

3.1.4.b. Perilaku Pasar ... 22

3.1.5. Margin Tataniaga ... 23

3.1.6. Farmer’s Share ... 26


(12)

Metode Pengumpulan Data ... 29

Metode Penarikan Contoh ... 29

Analisis Tataniaga Kelapa Kopyor ... 30

Analisis Saluran dan Lembaga Pemasaran... 30

Analisis Struktur dan Perilaku Pasar ... 31

Analisis Margin Tataniaga ... 31

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya ... 32

Analisis Farmer’s Share ... 33

4.5. Definisi Operasional... 33

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 35

Karakteristik Wilayah ... 35

Karakteristik Petani Responden ... 37

Karakteristik Pedagang Responden... 39

Gambaran Umum Usahatani Kelapa Kopyor... 40

VI. ANALISIS TATANIAGA KELAPA KOPYOR ... 45

Sistem Tataniaga ... 45

Saluran Pemasaran...48

Saluran Pemasaran 1 ... 48

Saluran Pemasaran 2 ... 49

Saluran Pemasaran 3 ... 50

Fungsi-Fungsi Pemasaran pada Setiap Lembaga Pemasaran ... 51

Petani ... 52

Pedagang Pengumpul I ... 53

Pedagang Pengumpul II ... 53

Pedagang Besar ... 54

Pedagang Pengecer ... 55

Analisis Struktur Pasar ... 56


(13)

Sumber Informasi ... 58

Analisis Perilaku Pasar ... 60

Praktek Pembelian dan Penjualan ... 60

Sistem Penentuan Harga dan Pembayaran ... 61

Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga ... 63

Analisis Margin Tataniaga ... 64

Farmer’s Share ... 67

Rasio Keuntungan dan Biaya ... 67

Alternatif Saluran Pemasaran ... 71

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

Kesimpulan... 72

Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(14)

Nomor Teks Halaman Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Kelapa di Indonesia Tahun

2000 – 2004...

2

Tabel 2. Luas Tanam dan Jumlah Produksi Kelapa Kopyor per Kecamatan di Kabupaten Pati Tahun 2001-2004...

3

Tabel 3. Karakteristik Struktur Pasar Menurut Schoell and Joseph, 1990...

21

Tabel 4. Luas Wilayah Menurut Penggunaan di Desa Ngagel Menurut Data Monografi Desa Ngagel Tahun 2003....

36

Tabel 5. Stuktur Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin di Desa Ngagel, Kecamatan Duk uhseti, Kabupaten Pati. ...

37

Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati...

37

Tabel 7. Karakteristik Petani Responden Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati...

38

Tabel 8. Karakteristik Pedagang Responden Kecamatan

Dukuhseti, Kabupaten Pati...

40

Tabel 9. Fungsi-Fungsi Pemasaran yang Dilaksanakan oleh Lembaga-Lembaga Pemasaran Kelapa Kopyor di Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati...

51

Tabel 10. Margin Pemasaran Kelapa Kopyor untuk Saluran Pemasaran 1, 2 dan 3 di Desa Ngagel………...

66

Tabel 11. Farmer’s Share pada Saluran Pemasaran Kelapa Kopyor di Desa Ngagel...

67

Tabel 12. Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Pemasaran Kelapa Kopyor di Desa Ngagel……...


(15)

Nomor Teks Halaman Gambar 1. Jalur Distribusi Pemasaran Komoditi Pertanian ... 19 Gambar 2. Hubungan antara Margin Tataniaga dan Nilai Margin

Tataniaga Menurut Dahl dan Hammond, 1977...

24

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian Efisiensi Tataniaga Komoditi Kelapa Kopyor ...

29

Gambar 4. Skema Saluran Tataniaga Kelapa Kopyor di Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati...


(16)

Nomor Teks Halaman

Lampiran 1. Laporan Harga Pasar Komoditas Kelapa Kopyor di Kabupaten Pati Tahun 2003/2004...

77

Lampiran 2. Biaya Pemasaran Kelapa Kopyor yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran Pemasaran 1...

79

Lampiran 3. Biaya Pemasaran Kelapa Kopyor yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran Pemasaran 2...

80

Lampiran 4. Biaya Pemasaran Kelapa Kopyor yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran Pemasaran 3...

81

Lampiran 5. Karakteristik Responden Petani ... 82 Lampiran 6. Peta Wilayah Kabupaten Pati, Jawa Tengah ... 86 Lampiran 7. Peta Wilayah Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti,

Kabupaten Pati, Jawa Tengah ……….


(17)

I.1. Latar Belakang

Komoditi kelapa merupakan salah satu tanaman perkebunan dan tanaman industri yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Tanaman ini berasal dari daerah beriklim tropis dan tumbuh di daerah pantai yang datar sampai daerah pegunungan. Kelapa terdapat di negara-negara Asia dan Pasifik yang menghasilkan 5.276.000 ton (sekitar 82 persen) produksi dunia dengan luas 8.875.000 ha (1984) yang meliputi 12 negara, termasuk Indonesia. Pada tahun 1990, Indonesia adalah negara perkelapaan terluas (3.334.000 ha) yang tersebar di Riau, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Jambi, Aceh, Sumatera Utara, Sulawesi, NTT, dan Maluku.1

Kelapa (Cocos nucifera) termasuk familia Palmae dibagi menjadi dua jenis, yaitu kelapa dalam dan kelapa hibrida. Menurut genotype-nya, tanaman kelapa dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu : kelapa dalam (tall variety), kelapa genjah (dwarf variety), kelapa hasil persilangan (kelapa hibrida), dan kelapa abnormal (kelapa kopyor). Produksi kelapa di Indonesia dihasilkan tiga tipe pengusahaan, yaitu perkebunan rakyat, Perkebunan Besar Negara (PBN), maupun Perkebunan Besar Swasta (PBS).2

Produksi kelapa dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, tetapi tidak diimbangi penambahan luas arealnya. Luas areal ini berkurang seiring dengan meningkatnya kebutuhan lahan untuk kebutuhan non pertanian, terutama di Jawa dan Bali. Tanaman kelapa lebih banyak ditanam di tanah tegalan atau tanah pekarangan, tetapi pada daerah transmigrasi, khususnya di luar Jawa ditanam secara monokultur perkebunan kelapa. Produk dari pengusahaan perkebunan kelapa ini berupa kopra. Produksi kopra tahun 2002 sebagian besar dihasilkan perkebunan rakyat, yaitu sebesar 3.097.699 ton dengan luas areal 3.607.155 ha, sedangkan perkebunan negara menghasilkan sebanyak 10.601 ton dengan luas areal 13.891 ha dan perkebunan swasta sebesar 85.748 ton dengan

1

http://www.warintek.progressio.or.id/perkebunan/kelapa.htm.

2 Sukamto, 2001. “Upaya Meningkatkan Produksi Kelapa”. Penerbit Penebar Swadaya.


(18)

luas areal 75.835 ha.3 Dengan demikian sebagian besar perekonomian petani ditopang oleh komoditas ini, serta sebagai sumber devisa non migas bagi negara.

Luas areal pengembangan perkebunan kelapa di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami sejumlah peningkatan yang cukup berarti. Menurut data statistik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan, peningkatan luas areal perkebunan ini tidak diikuti oleh jumlah produksinya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1, dimana pada tahun 2000 luas arealnya mencapai 3.691.414 Ha, tahun 2001 sebesar 3.696.736 Ha, tahun 2002 menjadi 3.696.881 Ha. Pada tahun 2003 dan 2004, luasnya meningkat menjadi 3.897.467 Ha dan 3.884.950 Ha. Sedangkan jumlah produksi dari tahun 2000 sebesar 3.044.528 ton, meningkat mulai tahun 2001, 2002 dan tahun 2003, masing- masing sebesar 3.119.035 ton, 3.194.084 ton, dan 3.163.018 ton, menurun kembali pada tahun 2004 sebesar 3.098.496 ton. Areal perkebunan kelapa ini lebih banyak ditanam di tanah tegalan atau tanah pekarangan, tetapi pada daerah transmigrasi di luar Jawa tanaman kelapa ditanam secara monokultur perkebunan kelapa.

Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Kelapa di Indonesia Tahun 2000 – 2004 Tahun Luas areal (Ha) Produksi (Ton)

2000 3.691.414 3.044.528

2001 3.696.736 3.119.035

2002 3.696.881 3.194.084

2003 3.897.467 3.163.018

2004 3.884.950 3.098.496

Sumber : Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan, 2004.

Produk kelapa yang umumnya dihasilk an pada tingkat petani meliputi kelapa segar, kopra, minyak klentik, gula kelapa dan buah kelapa kopyor. Menurut Sumaatmadja (1984) dalam Mathius (1998), sebagian besar produk kelapa dijadikan kopra (57,3 persen), selebihnya dikonsumsi dalam bent uk kelapa segar atau santan (34,7 persen), dan minyak klentik (0,8 persen). Sedangkan buah kelapa kopyor merupakan varietas kelapa tersendiri sebagai akibat adanya

3 Departemen Pertanian RI. 2004. Informasi Data Perkebunan Kelapa. Direktorat Jendral Bina


(19)

ketidaknormalan selama pertumbuhannya. Sifat kopyor ini muncul melalui gen tunggal yang bersifat resesif.

Kelapa kopyor merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi, namun sampai saat ini jarang dikembangkan sebagai komoditas andalan secara luas. The Delights of Indonesia Fruit adalah sebutan buah kelapa kopyor yang dicirikan oleh daging buah dengan tekstur gembur serta rasa yang gurih.4 Rasanya yang

khas mampu bersaing dengan komoditas buah-buahan lainnya, sehingga menjadi salah satu buah yang banyak dicari konsumen. Hal ini cukup menjadikan alasan, bahwa komoditas kelapa kopyor ini mampu menjadi komoditas ekspor yang bisa diandalkan. Karena selain mempunyai bentuk dan rasa yang unik, kelapa jenis ini juga mempunyai bentuk fisik berbalut sabut tebal dan berkulit batok keras.

Salah satu daerah penghasil kelapa kopyor di Propinsi Jawa Tengah adalah Kabupaten Pati. Jumlah produksi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup berarti, dari tahun 2001 sebanyak 136.111 butir, tahun 2002 menjadi 189.535 butir, tahun 2003 sebanyak 270.940 butir dan tahun 2004 sebanyak 298.279 butir. Luas tanam kelapa kopyor secara keseluruhan pada tahun 2001 sebesar 75 ha, meningkat mulai tahun 2002 sebesar 132,4 ha, dan tahun 2003 sampai tahun 2004 sebesar 205,1 ha dan 222,5 ha. Peningkatan ini disebabkan tanaman yang termasuk dalam kategori muda mulai menghasilkan buah.

Tabel 2. Luas Tanam dan Jumlah Produksi Kelapa Kopyor per Kecamatan di Kabupaten Pati Tahun 2001-2004

No. Kecamatan

Luas Tanam (Ha) Jumlah Produksi (Butir) 2001 2002 2003 2004* 2001 2002 2003 2004* 1. Wedarijaksa 1,5 3,0 6,3 8,05 3.000 4.215 6.940 8.655 2. Trangkil 1,5 1,5 2,1 2,1 3.000 2.090 2.475 2.490 3. Margoyoso 7,0 55,7 67,75 73,35 29.882 79.845 88.750 98.025 4. Gunungwungkal - 3,0 3,0 3,1 - 4.245 4.185 4.315 5. Cluwak 1,0 2,5 2,5 2,65 1.179 3.460 3.495 3.694 6. Tayu 32,0 29,6 42,2 46,1 21.413 42.450 56.630 62.140 7. Dukuhseti 32,0 37,1 81,25 87,15 77.637 53.230 108.465 118.960 Jumlah 75,0 132,4 205,1 222,5 136.111 189.535 270.940 298.279 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati, 2004.

4


(20)

Menurut data Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pati terdapat sekitar 7 kecamatan yang memproduksi kelapa kopyor, yaitu Kecamatan Wedarijaksa, Trangkil, Margoyoso, Gunungwungkal, Cluwak, Tayu, dan Dukuhseti. Kecamatan yang memiliki lahan tanam yang paling luas di Kabupaten Pati adalah Kecamatan Dukuhseti. Pada tahun 2001, Kecamatan Dukuhseti memiliki luas tanam sebesar 32 ha, tahun 2002 sebesar 37,1 ha dan meningkat pada tahun 2003 menjadi 81,25 ha, pada tahun 2004 sebesar 87,15 ha.

Sedangkan jumlah produksi yang dihasilkan oleh Kecamatan Dukuhseti pada tahun 2001 sebanyak 77.637 butir, kemudian menurun pada tahun 2002 menjadi 53.230 butir, hal ini disebabkan serangan hama yang menyerang ujung daun kelapa. Pada tahun 2003 serangan ha ma berhasil ditanggulangi sehingga produksinya menjadi 108.465 butir dan 118.960 butir pada tahun 2004. Selain lahan tanam dan jumlah produksi yang paling tinggi diantara kecamatan-kecamatan lainnya, Kecamatan Dukuhseti juga merupakan daerah potensial pembibitan kelapa kopyor, terutama di Desa Ngagel. Desa ini memiliki lokasi-lokasi pembibitan khusus sehingga menjadi daerah penghasil kelapa kopyor terbesar di Kecamatan Dukuhseti.

I.2. Perumusan Masalah

Kelapa kopyor berasal dari salah satu tipe kelapa unik. Buah ini mengalami mutasi alamiah dari pohon kelapa normal, dan menyebabkan kelainan atau penyimpangan genetik pada pembentukan daging buahnya. Oleh karena itu jenis kelapa ini memiliki nilai komersial dari segi rasa dan tampilan daging buahnya. Kelapa kopyor telah banyak digunakan sebagai bahan baku minuman “es kopyor”. Kelapa kopyor ini biasanya dikonsumsi dalam bentuk segar dan bentuk pemanfaatannya berpengaruh pada nilai jualnya.

Harga kelapa kopyor masih relatif mahal, yaitu sekitar 10 kali lipat dari harga kelapa biasa. Jika harga kelapa biasa ditingkat petani sekitar Rp 300 sampai Rp 800, maka harga buah kelapa kopyor sekitar Rp 3.000 untuk ukuran kecil dan Rp 8.000 untuk ukuran besar. Harga rata-rata kelapa kopyor ditingkat pedagang pengecer untuk ukuran kecil sebesar Rp 8.000, ukuran sedang Rp 11.100 dan ukuran besar Rp 15.400 (Lampiran 1).


(21)

Kenaikan harga sekitar dua kali lipat dari harga biasa, terjadi pada saat hari besar keagamaan ataupun hari besar lainnya. Alasan pedagang lebih cenderung menaikkan harga lebih tinggi dari hari- hari biasa karena kuantitas atau jumlah pasokan yang dimilikinya cenderung tetap, sedangkan jumlah permintaannya meningkat. Hal ini mengingat produktivitas buah kelapa kopyor per pohon setiap tahunnya antara 2,1-17,5 persen dari jumlah produksi kelapa di Indonesia.5

Pada masa panen biasanya pedagang pentotok bergerak lebih aktif dibandingkan petani sendiri. Pedagang pentotok ini berperan melakukan pemanenan sendiri. Selain faktor waktu, kegiatan ini cukup menyita tenaga dan biaya, pedagang pentotok harus berkeliling dari kebun satu ke kebun lainnya. Pada umumnya area produksi tanaman ini berpencar, sehingga dalam pengumpulannya memerlukan tenaga angkut atau alat transportasi.

Saluran pemasaran kelapa kopyor umumnya seperti kelapa biasa dan komoditi pertanian lainnya. Karakteristik saluran distribusinya cenderung memiliki jalur panjang dan bernilai rendah. Lembaga pemasaran yang terlibat adalah petani, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Pedagang pengumpul membeli kelapa kopyor dari pedagang pentotok, di mana pedagang pentotok ini melakukan pemanenan sendiri di kebun petani. Pedagang pengumpul melakukan penjualan ke pasar-pasar lokal, disetorkan ke pedagang besar lokal maupun luar kota.

Sistem pemasaran buah kelapa kopyor belum dapat memberikan porsi pendapatan secara proporsional terhadap pelaku ekonominya. Beberapa kendala tampak dari rantai tataniaga komoditi ini, sebagai indikatornya terdapat banyak keluhan dari beberapa pelaku dalam kegiatan perdagangan ini, terutama petani. Pihak petani menjadi obyek ekonomi bagi lembaga-lembaga perantara. Mekanisme kerjasama antar lembaga-lembaga pemasaran yang ada cenderung menempatkan petani pada posisi yang kurang menguntungkan.6

Petani sebagai produsen sekaligus sebagai pihak yang penerima harga. Dalam posisi tawar- menawar sering tidak seimbang, petani dikalahkan dengan

5

http: //www.ipard.com/penelitian/penelitian_biotek.asp#atas

6

Amrizal dan J. G. Kindangen, M. Djafar. 1993. “Masalah Tataniaga Dalam Sistem Agribisnis Kelapa”. Prosiding Konperensi Nasional Kelapa III. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Jakarta.


(22)

kepentingan pedagang yang lebih dulu mengetahui harga. Keluhan ini semakin diperkuat karena fluktuasi harga yang selalu berubah-ubah. Fluktuasi harga yang terus berlanjut membawa dampak semakin merosotnya porsi pendapatan yang diperolehnya. Selain itu, kurangnya informasi pasar menyebabkan lemahnya posisi petani dalam rantai pemasaran.

Dalam mekanisme pasar, tampaknya pihak petani tidak memiliki andil dalam penentuan harga. Kondisi perkembangan harga kelapa kopyor lebih dominan dikendalikan oleh pedagang besar. Para pedagang ini memiliki kekuatan yang besar dalam penentuan harga dan perolehan keuntungan. Para pedagang ini nampaknya mengorganisasikan diri dalam penentuan harga. Jika petani menjual kepada pedagang yang lain, maka harga yang diterima biasanya lebih rendah dari pada pedagang yang terdahulu. Hal ini disebabkan adanya sistem informasi harga sering tidak sampai ke tangan petani pada saat yang tepat.

Akibat dari permasalahan ini, segala perangsang yang membangun usaha kelapa kopyor secara utuh belum dicapai secara maksimal, dan mengingat masih banyaknya petani yang melakukan diversifikasi dalam berusahatani. Selain itu juga petani belum dapat menyesuaikan diri secara cepat dalam usaha penyerapan teknologi pasca pane nnya.

Para petani kelapa kopyor di lokasi penelitian ini sedang membentuk koperasi untuk membuat asosiasi tataniaga kelapa kopyor. Terbentuknya koperasi ini, diharapkan petani memiliki posisi tawar- menawar yang seimbang dengan “mitra” bisnisnya. Dengan posisi yang seimbang, negosiasi pembentukan harga dapat tercapai dan masing- masing lembaga pemasaran memperoleh bagian yang wajar dalam nilai tambah dan pendapatannya.

Permasalahan di atas menjadi hal yang sangat menarik untuk dianalisa. Masing- masing lembaga pemasaran diharapkan memiliki peranan yang seimbang, mulai dari tingkat petani, pedagang perantara baik pedagang pengumpul maupun pedagang besar dan pengecer. Mengacu pada uraian diatas, maka perumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah saluran tataniaga pada komoditi buah kelapa kopyor di Desa


(23)

2. Bagaimanakah struktur pasar dan perilaku pasar yang terjadi di lokasi penelitian ini?

3. Apakah sistem tataniaga komoditi ini mampu meningkatkan pendapatan petani (farmer’s Share) berdasarkan saluran, fungsi- fungsi pemasaran, struktur dan perilaku pasar serta sebaran marginnya?

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi saluran tataniaga kelapa kopyor yang ditelusuri dari daerah sentra produksi Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati.

2. Menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, penyebaran margin pemasaran, serta rasio keuntungan dan biaya dari masing- masing lembaga tataniaga, sehingga dapat diketahui saluran pemasaran yang dapat meningkatkan bagian yang diterima petani (farmer’s Share).

I.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak seperti:

1. Petani dan lembaga pemasaran sebagai bahan informasi untuk meningkatkan kerjasama dan pendapatannya dalam proses tataniaga komoditi kelapa kopyor. 2. Pemerintah sebagai informasi dan bahan masukan untuk menetapkan kebijakan dalam mencari alternatif pemecahan masalah tataniaga kelapa kopyor, khusus nya di wilayah Kabupaten Pati.

3. Pihak lain sebagai bahan masukan atau bahan rujukan bagi penelitian berikutnya.

I.5. Ruang Lingkup dan Keterba tasan Penelitian

Lingkup bahasan penelitian ini meliputi sistem pemasaran kelapa kopyor dengan melakukan penelusuran distribusi kelapa kopyor dari pedagang pentotok, yang melakukan pembelian secara langsung dari petani responden sampai kepada pedagang pengecer di Kabupaten Pati. Keterbatasan penelitian ini adalah distribusi kelapa kopyor dianalisis dalam keragaan pasar di dalam Kabupaten Pati dan harga yang dianalisis merupakan harga rata-rata kelapa kopyor yang berlaku pada saat penelitian yaitu bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober 2004.


(24)

2.1. Kelapa Kopyor

Indonesia memiliki sekitar 100 jenis kelapa, diantaranya terdapat satu jenis yang berdaging buah lunak dan tidak melekat secara sempurna pada tempurungnya. Jenis ini dikenal dengan nama kelapa kopyor. Produktivitas buah kelapa kopyor per pohon setiap tahun sangat rendah yaitu antara 2,1-17,5 persen dari jumlah produksi kelapa. Usaha perbanyakannya sudah banyak dilakukan untuk meningkatkan produksi kelapa kopyor antara lain dengan pembuahan sendiri dan persilangan antar varietas, namun hanya berhasil meningkatkan produksi menjadi 21,6 persen.

Menurut Coomans dalam Mathius (1998), buah kelapa dihasilkan dari tanaman kelapa biasa (tall) yang memiliki gen resesif kopyor (Kk dan kk), hanya sekitar 1-5 persen dari total buah yang ada. Disamping itu, sifat menyerbuk silang pada tanaman kelapa menyebabkan usaha untuk mendapatkan tanaman yang

homozygous (kk) yang berbuah hampir 100 persen kopyor melalui persilangan memerlukan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 10-15 tahun.

Terjadinya kopyor karena kelapa mengalami pertumbuhan abnormal sewaktu pembentukan buah. Terjadinya pertumbuhan abnormal ini sebagai akibat adanya perubahan fisiologis. Menurut ilmu kebakaan, hal ini dapat merangsang terjadinya mutasi gen sewaktu pembelahan sel endosperm. Pembelahan sel ini terjadi enam sampai tujuh bulan setelah terbentuknya bunga, akibatnya terjadi kelapa “mutant” kopyor.

Dalam penelitian Winarno (2004) kelapa kopyor termasuk kelapa yang sudah tua dan umurnya diperkirakan 10-11 bulan. Dibandingkan kelapa tua biasa, komposisi kimianya hampir sama, kecuali kadar proteinnya yang relatif rendah yaitu 1,2 persen, sedangkan kelapa tua tiga sampai empat persen. Bila dibandingkan dengan kelapa muda, kelapa kopyor mempunyai kadar lemak yang sangat tinggi yaitu 12 persen, karena itu kelapa yang sudah dibuka cepat sekali menjadi tengik/busuk. Dalam waktu kira-kira 10 jam, kelapa kopyor sudah rusak/tengik, sedangkan kelapa muda yang kandungan lemaknya kecil (0,9


(25)

persen) lebih tahan terhadap ketengikan. Dalam keadaan tertutup atau masih utuh dalam tempurung, kelapa kopyor hanya tahan kurang dari tujuh hari.

Penelitian laboratorium dalam membuat kelapa kopyor dari kelapa normal dengan memasukkan suatu “media padat” secara bertahap dan ditambahkan asam giberalat. Asam giberalat adalah suatu hormon tumbuh-tumbuhan yang diberikan secara bertahap. Perlakuan khusus lainnya, saat akan menanam bibit kelapa pada lubang penanamannya diberi semacam zat pembantu yang disebut kapur tohor. Fungsi dari kapur tohor untuk menghambat, menyiksa, menghimpit perakaran pada pertumbuhan kelapa. Akibatnya proses penyerapan unsur hara tanaman menjadi terganggu, sehingga pertumbuhan sampai perakarannya tidak sempurna.

Kelapa kopyor dapat tumbuh di tanah alluvial, laterit, podsolik, tanah bertekstur pasir, lempung, vulkanis, pada lahan- lahan yang miskin hara atau relatif marginal seperti lahan gambut, lahan pasang surut. Besar pH tanah yang dikehendaki kelapa cukup bervariasi, tetapi yang paling baik sekitar enam sampai delapan. Lingkungan yang sesuai untuk tempat tumbuh didataran rendah, 0 – 500 m dari permukaan laut (dpl), beriklim tropis dengan temperatur rata-rata berkisar 290C, mempunyai curah hujan merata sepanjang tahun antara 1.300 – 2.300 mm/tahun, air tanah dangkal; cahaya matahari dapat mengenal seluruh bagian tanaman (Sukamto, 2001).

Penelitian kelapa kopyor masih terus dilakukan secara teknis budidaya, dengan tujuan meningkatkan produksi buah kopyor dengan menggunakan teknik kultur embrio dan dapat diketahui sejak dini dalam pembibitan sifat kekopyoran pada kelapa yang akan dibudidayakan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Ismail Maskromo (2003). Penelitian tentang keragaman genetika kelapa kopyor ini untuk meningkatkan nilai ekonomi komoditas kelapa di Sulawesi Utara. Dengan tujuan memperoleh bibit kelapa kopyor yang dapat berbuah 95 persen kopyor dalam satu pohon dengan cara menyeleksi bibit kopyor dengan cepat dan tepat secara dini, serta mengetahui asal usul, dan hubungan kekerabatan populasi kelapa kopyor yang ada di Indonesia.

Teknik seleksi tanaman bibit kopyor ini menggunakan penciri genetik DNA di Laboratorium PAU IPB Bogor. Pengambilan sampel (contoh tanaman) dalam penelitian ini dilakukan di perkebunan kelapa kopyor Kalianda (Lampung),


(26)

Banjarnegara (Jawa Tengah), Sumenep (Jawa Timur), Ciomas (Jawa Barat). Penelitian ini dilakukan oleh salah satu staf Balitka Manado dilakukan mulai tahun 2004.

Penelitian perakitan pohon kelapa kopyor dengan kultur embrio sudah dimulai sejak tahun 1982. Saat ini kelapa kopyor hasil kultur embrio tersebut telah ditanam di Kebun Percobaan Ciomas sebanyak 80 pohon, empat diantaranya berumur delapan tahun lebih dan sudah menghasilkan buah dengan persentase kopyor mencapai 92 persen. Hasil perakitan ini dipatenkan di Direktorat Jenderal Hak Cipta Paten dan Merek, Departemen Kehakiman dengan judul “Teknologi Perakitan Bibit Kelapa Kopyor dengan Kultur Embrio”. (Paten No.0001957 tertanggal 1 September 1997), dalam http:www.ipard.com, 2005.

Menurut Lembaga Biotek Perkebunan, perkebunan kelapa kopyor yang dikembangkan secara estate secara luas merupakan yang pertama di Indonesia. Lembaga Bioteknologi Perkebunan Bogor mengadakan perjanjian kerja sama dengan PTPN VIII Jabar untuk mengembangkan perkebunan kelapa kopyor. Lokasinya mengambil tempat di Perkebunan Cikumpay Kecamatan Campaka Purwakarta.

Saat ini umur tanaman sudah lebih dua tahun dan ditanam pada lahan seluas empat ha. PTPN VIII Jabar menyediakan seluruh fasilitas berupa penyediaan lahan yang terisolasi dari tanaman kelapa dalam. Tenaga ahli Bioteknologi Perkebunan Bogor melakukan pembelian bibit, pupuk, dan obat-obatan. Secara teoretis, Perkebunan Cikumpay tahun 2004/ 2005 diharapkan bisa mengeluarkan 57.600 butir kelapa kopyor. Dengan harga per butir Rp 12.500, diperhitungkan pada tahun pertama panen (panen perdana) tiga tahun yang akan datang sebesar Rp 720.000.000.

2.2. Hasil Penelitian Tentang Pemasaran

Rediansyah (2003) dalam analisis sistem pemasaran bawang daun terdapat empat saluran pemasaran di Desa Cijarian Pandai, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi. Penentuan responden petani berdasarkan perbedaan sumber modal. Jumlah petani responden terdiri dari 15 orang petani yang diberi modal


(27)

pinjaman oleh pedagang pengumpul dan 15 orang petani dengan modal sendiri, sedangkan jumlah pedaga ng sebanyak 21 orang responden.

Farmer’s share petani responden yang menggunakan modal sendiri untuk pola 1 (petani-pedagang pengumpul-pedagang besar-pedagang grosir PIKJ-pedagang pengecer-konsumen) dan 3 (petani-PIKJ-pedagang pengumpul-PIKJ-pedagang grosir PIKJ-pedagang pengecer-konsumen) sebesar 64,11 persen, sedangkan

farmer’s share petani yang menggunakan modal pinjaman adalah sebesar 59,36 persen.

Pada pola 2 (petani-pedagang pengumpul-pedagang besar-pedagang grosir Pasar Cisaat-pedagang pengecer-konsumen) dan 4 (petani - pedagang pengumpul - pedagang grosir Pasar Cisaat - pedagang pengecer – konsumen), farmer’s share

bagi petani yang menggunakan modal sendiri sebesar 65,2 persen, dan petani yang menggunakan modal pinjaman sebesar 60,36 persen.

Berdasarkan analisis margin pemasaran, sistem pemasarannya belum efisien, karena biaya pemasaran yang tinggi serta marjin pemasaran yang belum merata. Berdasarkan analisis efisiensi pemasaran, pola 3 relatif lebih efisien daripada pola 1. Pola 4 relatif lebih efisien daripada pola 2 dengan melihat volume jual yang besar serta penyebaran margin pada masing- masing lembaga lebih merata.

Struktur pasar untuk petani responden baik yang menggunakan modal sendiri maupun modal pinjaman dan pedagang pengecer responden adalah oligopsoni murni. Sedangkan untuk pedagang pengumpul responden, pedagang besar responden dan pedagang grosir responden menghadapi pasar oligopoli. Penentuan harga antara petani yang menggunakan modal sendiri dan modal pinjaman ditentukan pedagang pengumpul. Antara pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang grosir, penentuan harga dilakukan berdasarkan harga pasar. Antara pedagang grosir dengan pedagang pengecer mengikuti harga yang ditawarkan oleh pedagang grosir.

Kasus tersebut menunjukkan bahwa petani responden baik yang menggunakan modal sendiri maupun modal pinjaman tidak menerima pembagian yang cukup adil dari sistem pemasaran yang ada. Hal ini menunjukkan masih rendahnya efisiensi pemasaran dari sistem tersebut.


(28)

Dari hasil penelitian pemasaran bandeng di Kabupaten Indramayu oleh Mubarok (2001) terdapat saluran pemasaran sebagai berikut : petani ? ped. pengumpul ? ped. grosir ? ped. pengecer ? konsumen. Hasil analisis margin pemasaran, menunjukkan bahwa sebaran margin pemasaran bandeng pada pola saluran pemasaran tidak merata di setiap lembaga pemasaran.

Marjin terbesar dikeluarkan oleh pedagang grosir yaitu sebesar 30,96 persen dari harga jual dan margin terkecil dikeluarkan oleh pedagang pengumpul yaitu sebesar 15,69 persen. Pedagang pengumpul memperoleh keuntungan terbesar yaitu sebesar Rp 3.540,00 atau 29,4 persen dan pedagang pengumpul memperoleh terkecil yaitu sebesar Rp 341,69 atau 4,12 persen. Sedangkan biaya terbesar dikeluarkan oleh pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp 941,41 atau 11,37 persen dari harga jual.

Dari pola pemasaran yang ada, petani memperoleh farmer share sebesar 50 persen dari total harga yang dibayarkan konsumen. Berdasarkan analisis keterpaduan pasar yang dilakukan pada saluran pemasaran diperoleh hasil bahwa tidak terdapat keterpaduan pasar baik dalam jangka panjang maupun pendek. Penyebab ketidakterpaduan pasar tersebut adalah tidak transparannya informasi antar lembaga pemasaran serta tidak disalurkan secara cepat dan penuh ke tingkat petani, bargaining position petani yang lemah. Dari hasil analisis-analisis yang dilakukan mencerminkan bahwa efisiensi pemasaran pada pola pemasaran bandeng di Kabupaten Indramayu belum tercapai.

Joenis (1999) dalam analisis sistem tataniaga jeruk siam garut menyatakan terdapat empat jalur pemasaran di Desa Cinta Rakyat, Kecamatan Samarang, Kabupaten Dati II Garut, Jawa Barat. Jumlah petani yang memasarkan jeruk ke jalur I (petani -ped. pengumpul-1 -ped. grosir -ped. pengumpul-2 supermarket – konsumen) sebanyak 7 orang responden (23,33 persen). Jalur II (petani - ped. pengumpul-1 -ped. grosir -ped. pengecer-2 -konsumen) sebanyak 15 orang (50 persen). Jalur III (petani -ped. pengumpul-1 -ped. pengecer-1 –konsumen) sebanyak 5 orang (16,67 persen) dan jalur IV (petani -ped. pengecer-1 – konsumen) sebanyak 3 orang (10 persen).

Penentuan struktur pasar yang terjadi bila dilihat secara keseluruhan dari petani dan tingkat lembaga perantara menunjukkan pasar yang terbentuk


(29)

oligopsoni terdiferensiasi. Petani melakukan fungsi penjualan, sedangkan fungsi pengemasan, pembiayaan, sortasi dan grading hanya kadang-kadang dilakukan. Pedagang pengumpul-1 melakukan semua fungsi pemasaran sedangkan untuk transportasi dan penyimpanan kadang-kadang dilakukan. Pedagang pengecer-1, pengecer-2 dan pedagang pengumpul-2 melakukan seluruh fungsi pemasaran. Pedagang grosir melakukan semua fungsi pemasaran, kecuali fungsi pengemasan dan transportasi. Supermarket melakukan semua fungsi pemasaran, kecuali transportasi.

Dari analisis rasio keuntungan dan biaya pemasaran, jalur IV memberikan keuntungan terbesar yaitu 3,19 persen. Pada jalur I, margin keuntungan terbesar sekalligus biaya terbesar terdapat pada lembaga perantara supermarket. Jalur II, III dan IV, margin keuntungan terbesar terdapat pada pedagang pengecer. Pada jalur II, margin biaya terbesar dikeluarkan oleh pedagang pengumpul-1, yaitu sebesar Rp 139,75 atau 3,73 persen, sedangkan margin keuntungan terbesar diperoleh pedagang pengecer-2 yaitu sebesar Rp 390,25. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penyebaran margin kurang merata. Lembaga yang mengeluarkan biaya terbesar dalam suatu saluran pemasaran belum tentu akan menerima margin keuntungan terbesar pula.

Nilai koefisien b2 pada jalur I adalah 0,429 dan jalur II adalah 0,163, yang menunjukkan tidak adanya keterpaduan pasar jangka panjang. Nilai indeks keterpaduan pasar (IMC) adalah sebesar 6,76 untuk jalur I dan 3,93 untuk jalur II. Nilai tersebut menunjukkan tidak adanya keterpaduan pasar jangka pendek antara kedua pasar (pasar acuan dan pasar lokal).

Berdasarkan hasil uji-t, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek, terlihat bahwa pasar tidak terpadu pada keseimbangan jangka pendek maupun jangka panjang. Uji hipotesis bersamaan, F-hitung menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya ada satu peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas pada taraf nyata satu persen.

Dari penelitian diatas, besar-kecilnya margin pemasaran yang diperoleh dan panjang-pendeknya saluran pemasaran belum dapat mengukur efisien atau tidaknya bagi pemasaran. Hal ini sangat dipengaruhi penyebaran margin pemasaran yang kurang merata pada masing- masing saluran yang berbeda.


(30)

Lembaga yang mengeluarkan biaya terbesar dalam suatu saluran pemasaran belum tentu akan menerima margin keuntungan yang terbesar pula. Berdasarkan analisis keterpaduan pasar yang dilakukan pada penelitian diatas diperoleh hasil bahwa tingkat keterpaduan pasar baik dalam jangka panjang maupun pendek belum tercapai secara maksimal. Hal ini disebabkan informasi pasar yang belum transparan di antara lembaga- lembaga yang terlibat, serta tidak disalurkan secara cepat dan penuh ke tingkat petani, dimana posisi tawar petani masih lemah.

Dalam penelitian analisis tataniaga komoditi kelapa kopyor kali ini melakukan penelusuran melalui jalur distribusi pemasaran yang diawali dari petani, kemudian melibatkan sejumlah pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar dan pengecer. Dimana pedagang pengumpul I melakukan pembelian secara langsung dari petani di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti. Penelitian ini menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar, margin pemasaran, rasio keuntungan dan biaya, serta farmer’s share, yang diamati dari pasar di wilayah Kabupaten Pati. Analisis tataniaga komoditi kelapa kopyor ini tidak diketahui dari analisis keterpaduan pasar jangka pendek maupun jangka panjang, karena harga di pasar lokal lebih dominan dipengaruhi oleh harga pasar itu sendiri dan tidak adanya transparansi informasi harga.


(31)

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Tataniaga

Tataniaga adalah kegiatan perdagangan yang merupakan penggabungan antara aliran barang-barang dan jasa-jasa dari tingkat produksi sampai ke konsumsi (Abbott,1987). Menurut Kotler (2002), pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

Kohl dan Uhl (1985), mendefinisikan tataniaga pertanian merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (petani) sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Fungsi (The Functional Approach), yang terdiri dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan), dan fungsi fasilitas (standarisasi, pembiayaan, resiko dan informasi pasar).

2. Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach), yang terdiri dari pedagang perantara, pedagang spekulan, pengolah dan organisasi-organisasi yang memberikan fasilitas pemasaran.

3. Pendekatan Perilaku (The Behavioral Sistem Approach). Pendekatan ini merupakan pelengkap dari kedua fungsi di atas, yaitu menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses pemasaran seperti perubahan dan perilaku lembaga pemasaran. Pendekatan perilaku ini terdiri pendekatan input-output, power, communication, dan adaptive behaviour system.

Sistem tataniaga pertanian merupakan kesatuan sistem dari aktivitas ekonomi yang dimulai dari proses produksi barang-barang pertanian sampai dengan tingkat konsumsi (Purcell,1979). Fungsi ekonomi dalam sistem tataniaga ini berjalan secara interaktif dan terkoordinasi untuk menciptakan saluran


(32)

pemasaran yang ringkas, sehingga penyediaan produk menjadi efektif dan efisien. Sistem ini disusun oleh komponen-komponen terkecil yang disebut dengan sub-sistem. Komponen-komponen ini bekerjasama dalam suatu kesatuan yang terorganisasi dan saling tergantung antara bagian satu dengan bagian yang lain. Sistem pemasaran terdiri dari sistem komunikasi (communication system), sistem teknis (technical system) dan sistem kekuatan (power system).

Communication system adalah sesuatu yang bergerak, berkelanjutan dan sangat berpotensi untuk mengontrol tingkah laku dalam pengambilan keputusan di dalam sistem pemasaran. Communication system terdiri dari interface dan

interstage. Interface terjadi pada saat pelaku pemasaran berhadapan dengan pelaku pemasaran yang lain. Interstage adalah jumlah tahapan/tingkatan pelaku pemasaran dalam sistem pemasaran. Power system merupakan suatu kekuatan yang menghubungkan antar pelaku pemasaran dan terjadi pada saat pertukaran dilakukan. Individu pelaku pemasaran dapat memiliki kekuatan tawar- menawar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelaku pemasaran yang lain, sehingga dapat mempengaruhi kegiatan pertukaran pada waktu yang sama. Sedangkan

technical system adalah sistem input-output yang menunjukkan hubungan antara input dan output dalam setiap tahapan (interstage) di sepanjang sistem pemasaran suatu komoditi.

3.1.2. Fungsi-Fungsi Pemasaran

Pendekatan fungsi menurut Kohls dan Uhl (1985) adalah suatu pendekatan yang mempelajari bagaimana sistem pemasaran dilakukan. Sedangkan Sarma (1985) berpendapat bahwa fungsi- fungsi tataniaga merupakan kegiatan yang mengusahakan agar pembeli memperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk dan harga yang tepat dengan jalan:

• Meningkatkan kegunaan tempat (place utility), yaitu mengusahakan barang dan jasa dari daerah produksi ke daerah konsumsi.

• Meningkatkan kegunaan waktu (time utility), yaitu mengusahakan barang dan jasa dari waktu yang belum diperlukan ke waktu yang diperlukan,(misalnya dari waktu panen ke waktu paceklik).


(33)

• Meningkatkan kegunaan bentuk (form utility), yaitu mengusahakan barang dan jasa dari bentuk semula ke bentuk yang lebih diinginkan.

Pendekatan ini untuk menganalisis dan mempelajari berbagai gejala dalam proses pemasaran untuk beberapa aspek fungsional pokok, sehingga seluruh proses pemasaran dapat memberikan gambaran yang ringkas dan lengkap. Fungsi tersebut terdiri dari :

a. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran meliputi (a) kegiatan pembelian dan (b) kegiatan penjualan. Pembelian merupakan kegiatan melakukan penetapan jumlah dan kualitas barang, mencari sumber barang, menetapkan harga, dan syarat-syarat pembelian. Kegiatan penjualan diikuti mencari pasar, menetapkan jumlah, kualitas serta menentukan saluran tataniaga yang paling sesuai.

b. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang berhubungan langsung dengan barang dan jasa yang menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi ini meliputi (a) penyimpanan, untuk membuat komoditi selalu tersedia pada saat konsumen menginginkannya. (b) pengolahan, untuk komoditi pertanian, kegiatan yang dilakukan merubah bentuk melalui proses yang diinginkan sehingga dapat meningkatkan kegunaan, kepuasan, dan merupakan usaha untuk memperluas pasar dari komoditi asal. (c) pengangkutan, pemindahan, melakukan kegiatan membuat komoditi selalu tersedia pada tempat tertentu yang diinginkan.

c. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang berhubungan dengan kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas meliputi (a) fungsi standarisasi dan grading, (b) fungsi penanggungan resiko, (c) fungsi pembayaran dan (d) fungsi informasi pasar. Fungsi standarisasi dan grading mempermudah pembelian barang, mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya pemasaran dan memperluas pasar. Fungsi penanggungan resiko dengan menerima kemungkinan kehilangan dalam proses pemasaran yang disebabkan resiko fisik dan resiko pasar. Fungsi pembayaran adalah kegiatan pembayaran dalam bentuk uang untuk memperlancar proses tataniaga. Informasi pasar dengan mengumpulkan


(34)

interpretasi dari sejumlah data sehingga proses pemasaran menjadi lebih sempurna.

Untuk menjalankan fungsi- fungsi tersebut dalam tataniaga terlibat jasa transportasi (syarat mutlak menurut Mosher), jasa perlakuan pasca panen, seperti pembersihan, penyimpanan, pemeliharaan dalam penyimpanan, serta jasa pengelolaan. Sistem pemasaran akan lebih efisien apabila informasi yang diterima produsen dan konsumen baik.

3.1.3. Lembaga dan Saluran pemasaran

Pendekatan lembaga tataniaga adalah suatu pendekatan yang mempelajari berbagai macam lembaga yang melaksanakan fungsi- fungsi pemasaran. Lembaga-lembaga ini melakukan tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke konsumen, bagaimana fungsi tersebut dapat dilaksanakan dan komoditi apa yang ditanganinya. Lembaga- lembaga tataniaga tersebut terdiri dari:

1. Pedagang perantara yang terdiri dari pengecer dan pedagang besar. Pengecer membeli produk untuk dijual kembali kepada konsumen, sehingga pengecer ini tidak banyak mengeluarkan biaya, baik untuk pengangkutan ataupun untuk penyimpanan. Pedagang besar membeli produk dari petani untuk dijual kepada pedagang pengecer, dengan begitu pedagang besar mengeluarkan biaya untuk pengangkutan dan penyimpanan.

2. Agen perantara, menjual jasa dalam proses pekerjaannya, mencari penjual dan pembeli dan mempertemukannya. Agen perantara ini dibagi menjadi dua yaitu pencari komisi dan brokers. Pencari komisi dalam proses pekerjaannya mencari penjual dan melakukan penanganan terhadap produk tersebut yang kemudian mencari pembeli. Pencari komisi ini mengeluarkan biaya untuk penanganan dan penyimpanan tetapi juga mendapat komisi sesuai pekerjaanya. Brokers dalam pekerjaannya tidak melakukan penanganan terhadap produk yang dijual, hanya untuk mempertemukan penjual dan pembeli saja.

3. Perantara spekulatif, melakukan spekulasi harga dengan mempertimbangkan waktu untuk mendapat keuntungan yang lebih besar.


(35)

4. Processor dan manufaktur, memproses terlebih dahulu produk yang dibelinya, setelah menjadi produk olahan lain dari aslinya, kemudian dipasarkan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih besar.

5. Organisasi fasilitas, memperoleh keuntungan dengan berpartisipasi langsung dalam proses tataniaga yang dilakukan oleh pedagang perantara, agen

processor dan spekulator berupa penanganan, pengepakan, perantara pembayar, dan lain- lain (Kohls dan Uhl,1985).

Umumnya lembaga pemasaran komoditi pertanian terdiri dari petani, pedagang pengumpul ditingkat lokal, pedagang antar daerah, pedagang besar, pengecer, dan agen-agen penunjang. Agen penunjang seperti perusahaan pengangkutan, perusahaan penyimpanan, pengolahan, biro-biro periklanan, lembaga keuangan, dan lain sebagainya. Lembaga ini dapat berbentuk peroranga n, perserikatan atau perseroan. Lembaga ini memiliki peranan penting dalam proses penyampaian komoditi pertanian ya ng bersifat musiman, bulky (volume produk besar dengan nilai yang kecil), dan tidak tahan disimpan lama. Sehingga pelaku pemasaran harus memasok barang dengan jumlah yang cukup untuk mencapai jumlah yang dibutuhkan konsumen dan tersedia secara kontinu. Semakin efisien sistem tataniaga hasil pertanian, semakin sederhana pula jumlah rantai pemasarannya.

Gambar 1. Jalur Distribusi Pemasaran Komoditi Pertanian Menurut Kohls dan Uhl, 1985

Petani Pedagang desa di

pasar lokal

Agen perantara di pasar pusat

Agen processor Pedagang besar

(wholesalers)

Pedagang pengecer (retailers)


(36)

Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi atau lembaga yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk dikonsumsi dan memindahkan status kepemilikan dari produsen ke konsumen (Kotler, 2002). Jalur distribusi pemasaran yang melibatkan sejumlah lembaga pemasaran dalam berbagai tingkatan, dapat dilihat pada Gambar 1 diatas. Fungsi saluran pemasaran terdiri dari informasi, promosi, negosiasi, pemesanan, pembayaran, pengambilan resiko, pemilihan fisik, pembayaran, dan hak milik. Menurut Saefudin dan Hanifah (1983) dalam Joenis (1999), panjang pendeknya saluran pemasaran tergantung pada:

1. Jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen maka akan semakin panjang saluran pemasaran yang terjadi.

2. Skala produksi. Semakin kecil skala produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang perantara dalam penyalurannya.

3. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang mudah rusak menghendaki saluran pemasaran yang pendek, karena harus segera diterima konsumen.

4. Posisi keuangan pengusaha. Pedagang yang posisi keuangannya kuat cenderung dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran dan memperpendek saluran pemasaran.

Analisis saluran tataniaga kelapa kopyor akan memberikan gambaran mengenai saluran pemasaran serta lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses distribusi kelapa kopyor hingga ke konsumen akhir. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat harus memenuhi kriteria penggolongan berdasarkan fungsi yang dilakukannya serta menurut kedudukannya di dalam struktur pasar.

3.1.4. Struktur dan Perilaku Pasar 3.1.4.a. Struktur Pasar

Struktur pasar diperlukan dalam analisis sistem tataniaga untuk menjelaskan bagaimana perilaku partisipan yang terlibat (market conduct) dan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari struktur dan perilaku pasar yang ada dalam sistem tataniaga tersebut (market performance). Dalam pandekatan


(37)

penentuan harga yang terdiri dari lima kategori yaitu negosiasi individual, pasar terorganisir, pengaturan harga, negosiasi kolektif dan formula pricing.

Ada empat faktor penentu karakteristik struktur pasar (Hammond dan Dahl, 1977) yaitu (1) jumlah penjual dan pembeli, (2) sifat produk, (3) kebebasan keluar- masuk pasar, (4) tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh lembaga pemasaran, seperti pengetahuan tentang mekanisme penentuan harga, biaya dan informasi kondisi pasar yang sedang dihadapi. Lima karakteristik struktur pasar dapat dijelaskan dalam tabel berikut :

Tabel 3. Karakteristik Struktur Pasar

No Struktur Pasar Jumlah Penjual

Jumlah Pembeli

Pengendalian

Harga Produk

Keluar Masuk Pasar 1 Persaingan

Sempurna

Banyak Sedikit Tidak ada Homogen Mudah 2 Persaingan

Monopolistik

Banyak Bervariasi Tergantung tingkat perbedaan

Diferensiasi Relatif mudah 3 Oligopoli

terdeferensiasi

Sedikit Banyak Cenderung stabil

Diferensiasi Sulit 4 Oligopoli tidak

terdeferensiasi

Sedikit Banyak Cenderung stabil

Cenderung sama

Sulit 5 Monopoli satu Bervariasi ada Tidak

terdapat barang subtitusi

Sulit

Sumber : Schoell and Joseph, 1990.

Struktur pasar persaingan sempurna memiliki ciri-ciri sebagai berikut: terdapat banyak penjual dan pembeli. Setiap pembeli maupun penjual menguasai sebagian kecil dari barang/jasa yang ada di pasar. Pembeli dan penjual sebagai penerima harga (price taker) dan bebas keluar masuk pasar (freedom of entry and exit), barang/jasanya homogen (homogeneous product).

Pasar monopolistik terdapat banyak pembeli dan penjual yang melakukan transaksi pada berbagai tingkat harga dan bukan atas dasar satu harga pasar. Produk yang dijual tidak homogen. Produk dapat dibedakan menurut kualitas, ciri/gaya, service/pelayanan yang berbeda, perbedaan pengepakan, warna bungkus


(38)

dan harga. Penjual melakukan penawaran yang berbeda unt uk segmen pembeli yang berbeda dan bebas menggunakan merek, periklanan dan personal selling.

Pasar Oligopoli terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka akan strategi pemasaran dan penetapan harga perusahaan lainnya. Produk dapat berupa produk homogen (baja, alumunium) atau berupa produk heterogen (mobil, Komputer). Sedikit nya jumlah penjual ini disebabkan tingginya hambatan untuk memasuki industri yang bersangkutan. Hambatan ini seperti paten, kebutuhan modal yang besar, pengendalian bahan baku, pengetahuan yang sifatnya perorangan dan lokasi yang langka. Seorang oligopoli tidak pernah merasa pasti apa yang akan dinikmati secara tetap dari penurunan harga. Sebaliknya kalau suatu perusahaan oligopolis menaikkan harga, pesaing tidak mengikutinya. Perusahaan yang oligopolis harus memberikan perhatian penuh pada taktik pesaing serta keinginan langganan. Tingkat harga pada pasar oligopolistik relatif stabil.

Pasar Monopoli terdapat satu penjual yang berbentuk perusahaan monopoli pemerintah atau swasta menur ut undang undang dan dapat berupa monopoli swasta murni. Produk satu dan tidak dapat bersubtitusi dengan barang lain dan ada pengendalian harga dari penjual. Tindakan diskriminasi harga dengan menjual produk yang sama pada tingkat harga yang berbeda-beda dan pada pasar yang berbeda.

3.1.4.b. Perilaku Pasar

Gambaran kepastian dari suatu pasar akan mempengaruhi tingkah laku perusahaan dalam suatu lingkungan pasar. Suatu gambaran atau karakteristik itu terbagi-bagi dan bersifat tunggal untuk suatu produk tertentu dengan suatu lembaga yang terlibat. Perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan kerjasama antar lembaga pemasaran (Hammond dan Dahl, 1977).

Pendekatan perilaku (The Behavioural System Approach), adalah pendekatan mengenai perilaku organisasi atau perusahaan yang berkecimpung


(39)

dalam tataniaga seperti bagaimana mengambil keputusan yang tepat yang berhubungan dengan pemasaran. Pendekatan ini terbagi atas 4 bagian, yaitu:

1) Input-output system. Sistem input-output ini menerangkan bagaimana tingkah laku perusahaan dalam mengolah sejumlah input menjadi satu set output. Perilaku yang dapat dilihat misalnya, bagaimana perusahaan tersebut membuat keputusan mengenai teknologi yang akan dipakai.

2) Power system. Sistem kekuasaan ini menerangkan bagaimana suatu perusahaan dalam suatu sistem tataniaga. Misalnya kedudukan perusahaan dalam suatu sistem tataniaga sebagai perusahaan yang memonopoli suatu produk sehingga perusahaan tersebut dapat berlaku sebagai penentu harga.

3) Communications system. Sistem komunikasi ini mempelajari tentang perilaku perusahaan mengenai mudah tidaknya mendapatkan informasi.

4) Adaptive system. Sistem adaptif mempelajari bagaimana perilaku perusahaan dalam beradaptasi pada suatu sistem tataniaga agar bisa bertahan.

Perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing- masing lembaga pemasaran, sistem penentuan harga, kemampuan pasar menerima jumlah produk yang dijual, stabilitas pasar, dan pembayaran serta kerjasama di antara berbagai lembaga pemasaran.

Perilaku pasar menunjukkan strategi yang dilakukan oleh para pelaku pasar dalam menghadapi pesaing. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya, margin pemasaran, dan jumlah komoditi yang dipasarkan, sehingga akan memberikan penilaian baik/tidaknya suatu sistem pemasaran.

3.1.5. Marjin Tataniaga

Biaya tataniaga atau margin tataniaga adalah harga yang dibiayai oleh konsumen dikurangi harga yang diterima oleh produsen (Sarma, 1985). Tinggi rendahnya margin tataniaga biasanya dipakai untuk mengukur efisiensi sistem tataniaga suatu barang. Margin tergantung dari fungsi- fungsi yang dijalankannya. Fungsi- fungsi yang dijalankan antara lain penyimpanan, pemeliharaan dan distribusi, yaitu meningkatkan kegunaan tempat dan kegunaan waktu.


(40)

Qr,f

Biaya pemasaran: a.Pedagang pentotok b.Pedagang pengumpul

II

c.Pedagang besar d.Pedagang pengecer

Lembaga pemasaran: Pengecer

Grosir Pengolah Pengumpul Pr

Pf

Sf

Df

Dr

Jumlah Sr

Harga

Margin tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987), dapat juga didefinisikan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Semua kegiatan tataniaga memerlukan biaya yang disebut biaya tataniaga. Biaya tataniaga meliputi semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam sistem tataniaga komoditi kelapa kopyor, sebagai akibat dari proses penyampaian kelapa kopyor dari titik produsen sampai titik konsumen akhir.

Margin tataniaga umumnya dianalisa pada komoditi yang sama, pada jumlah yang sama, pada struktur pasar bersaing sempurna dan digunakan dalam analisa efisiensi tataniaga. Menurut Dahl dan Hammond (1977), yang dimaksud dengan margin pemasaran adalah perbedaan selisih harga ditingkat pengecer (Pr) dengan harga ditingkat petani (Pf). Sedangkan nilai margin pemasaran antara margin pemasaran dengan jumlah produk yang dipasarkan adalah (Pr-Pf) X Qrf, artinya nilai margin pemasaran atau value of the marketing margin (VMM) memiliki dua pengertian yaitu sebagai Marketing Costs (biaya-biaya pemasaran) dan Marketing Changes (lembaga pemasaran), yang dapat dilihat pada gambar 2:

Gambar 2. Hubungan antara Margin Tataniaga dan Nilai Margin Tataniaga Menurut Dahl dan Hammond, 1977


(41)

Keterangan : Pf = Harga ditingkat petani Pr = Harga ditingkat pengecer

Or,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer Df = Permintaan ditingkat petani

Dr = Permintaan ditingkat Pengecer Sf = Penawaran ditingkat petani Sr = Penawaran ditingkat pengecer

Besar kecilnya margin pemasaran sering digunakan sebagai kriteria untuk penilaian apakah pasar tersebut sudah efisien. Fungsi penting lainnya dalam pemasaran ialah sistem harga dan mekanisme pembentukan harga ditentukan oleh faktor waktu, tempat, dan pasar, yang mempengaruhi terhadap keadaan penawaran dan permintaan. Pembentukan harga pada satu komoditas pada setiap tingkat pasar tergantung pada struktur pasar.

Analisis margin pemasaran sering digunakan untuk menjelaskan penyebaran margin pemasaran dan efisiensi harga (Dahl dan Hammond, 1977). Namun tinggi-rendahnya margin pemasaran tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi kegiatan pemasaran.

Secara umum suatu sistem pemasaran dikatakan efisien, apabila dalam memasarkan suatu komoditi yang sama terdapat penyebaran margin yang merata pada tingkat tertentu di semua pelaku pemasaran, dengan hubungan harga antar pasar yang tinggi. Dalam kondisi ini diharapkan terjadi suatu keadaan dimana masing- masing pihak memiliki keuntungan, baik pada produsen, pelaku pemasaran dan konsumen.

Menurut Kohls dan Uhl (1985), ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran yang efisien, yaitu:

1. Pertimbangan pasar yang meliputi konsumen sasaran akhir, mencakup: potensi pembeli, geografi pasar, kebiasaan pembeli dan jumlah pesanan. 2. Pertimbangan pasar yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat

barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar.

3. Pertimbangan intern perusahaan, yang meliputi sumber permodalan, pengalaman manajemen, pengawasan, penyaluran dan pelayanan.


(42)

4. Pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai pemasaran yang meliputi segi kemampuan lembaga perantara dan kesesuaian lembaga dengan kebijaksanaan perusahaan.

Pemasaran merupakan aktivitas bisnis dalam penyampaian barang kepada konsumen, di mana output barang yang ditawarkan harus sesuai dengan keinginan dan memuaskan konsumen. Sedangkan input pemasaran merupakan penggabungan sumberdaya yang digunakan dalam proses pemasaran yang mencakup modal, tenaga kerja dan manajemen. Efisiensi pemasaran sebagai maksimisasi dari rasio input-output (Kohls dan Uhl, 1985).

Pendekatan efisiensi tataniaga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu efisiensi harga dan efisiensi operasional (Hammond dan Dahl, 1977). Efisiensi harga menekankan keterkaitan harga dalam mengalokasikan komoditas dari produsen ke konsumen sebagai akibat perubahan tempat, bentuk, dan waktu termasuk pengolahan, penyimpanan, pengangkutan. Efisiensi operasional/teknis menunjukkan hubungan antara input-output, di mana biaya input pemasaran dapat diturunkan tanpa mempengaruhi jumlah output barang dan jasa (Purcell, 1979). Efisiensi operasional dalam rantai tataniaga pertanian menekankan pada kemampuan meminimumkan biaya yang digunakan menyelenggarakan fungsi-fungsi tataniaga, maupun untuk menggerakkan komoditas dari produsen ke konsumen. Efisiensi operasional diukur dari margin tataniaga, farmer’s share

serta rasio keuntungan dan biaya.

3.1.6. Farmer’s Share

Bagian yang diterima petani (farmer’s share) merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen. Bagian yang diterima lembaga pemasaran ini dinyatakan dalam persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). Farmer’s share (Fs) didapatkan dari hasil bagi antara Pfdan Pk, , di mana Pf adalah harga di tingkat petani, dan Pk adalah harga yang dibayar oleh konsumen akhir.

Jika harga yang ditawarkan pedagang/lembaga pemasaran semakin tinggi dan kemampuan konsumen dalam membayar harga semakin tinggi, maka bagian yang diterima oleh petani akan semakin sedikit. Hal ini dikarenakan petani


(43)

menjual komoditinya dengan harga yang relatif rendah. Semakin besar margin maka penerimaan petani relatif kecil. Dengan demikian dapat diketahui adanya hubungan negatif antara margin pemasaran dengan bagian yang diterima petani.

3.2. Kerangka Pemikiran Penelitian

Petani sebagai produsen yang melakukan proses produksi dan melakukan kegiatan pemasaran agar komoditi kopyor dapat sampai ke konsumen. Dalam melakukan kegiatan tataniaga diperlukan adanya lembaga- lembaga pemasaran sebagai perantara, yaitu pedagang tingkat desa, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pengecer. Kegiatan pemasaran kopyor ini melalui arus barang satu arah, arus ua ng satu arah, dan informasi dua arah.

Berbagai kegiatan yang diperlukan untuk memperlancarkan penyaluran kopyor dari produsen ke konsumen disebut dengan fungsi tataniaga, yang terdiri fungsi pertukaran, fungsi fisik, fungsi fasilitas. Kegiatan tataniaga dari petani, lembaga perantara dan konsumen menghasilkan pembentukan harga yang berpengaruh terhadap struktur pasar dan perilaku pasar. Analisis struktur pasar mengkaji jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, keadaan produk yang diperjualbelikan dan kebebasan keluar masuk pasar. Perilaku pasar dapat diketahui dari praktek penjualan dan pembelian, penentuan harga dan pembayaran, kerjasama diantara lembaga pemasaran yang terlibat.

Analisis struktur pasar dan perilaku pasar mencerminkan keragaan pasar itu sendiri. Keragaan pasar dapat diketahui dari biaya-biaya yang dikeluarkan dan keuntungan dari masing- masing lembaga pemasaran, serta perolehan nilai margin pada setiap saluran pemasaran. Dan dari analisis fungsi- fungsi tataniaga, struktur dan perilaku pasar dan analisis margin pemasaran dapat menunjukkan adanya saluran pemasaran yang terbaik dalam sistem tataniaga kelapa kopyor di lokasi penelitian, serta dapat diketahui saluran pemasaran mana yang dapat meningkatkan pendapatan petani kelapa kopyor.


(44)

Keterangan : ? : informasi dua arah ? : arus barang satu arah ? : arus uang satu arah

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian Tataniaga Komoditi Kelapa Kopyor

Petani

Lembaga Pemasaran:

§ Pedagang Tingkat Desa

§ Pedagang Pengumpul

§ Pedagang Besar

§ Pengecer

Fungsi Tataniaga :

§ Fungsi Pertukaran

§ Fungsi Fisik

§ Fungsi Fasilitas

Konsumen

Analisis Saluran Pemasaran

Pemilihan Saluran Pemasaran Terbaik

Harga

Farmer’s Share Meningkat Struktur Pasar :

§ Jumlah Penjual dan Pembeli

§ Keadaan Produk

§ Kondisi Keluar-Masuk Pasar

§ Sumber Informasi Harga

Perilaku Pasar :

§ Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga

§ Sistem Penentuan Harga

§ Sistem Pembayaran

Keragaan Pasar :

§ Biaya yang dikeluarkan Setiap Lembaga Tataniaga

§ Keuntungan Lembaga Tataniaga

§ Nilai Margin yang terbentuk pada Setiap Saluran Pemasaran


(45)

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Pati merupakan salah satu penghasil kelapa kopyor di Jawa Tengah. Sedangkan pemilihan Kecamatan Dukuhseti merupakan daerah potensial pembibitan kelapa kopyor, terutama di Desa Ngagel. Desa ini memiliki lokasi- lokasi pembibitan khusus sehingga menjadi daerah penghasil kelapa kopyor terbesar di Kecamatan Dukuhseti. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2004.

4.2. Metode Pengumpulan Data

Data penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bersumber langsung dari petani kelapa kopyor, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar, pedagang pengecer di wilayah Kabupaten Pati. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan dalam bentuk kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait seperti Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan Departemen Pertanian, Biro Pusat Statistik, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pati, data monografi desa yang menjadi lokasi penelitian. Selain itu juga didapatkan dari beberapa literatur, baik dari website internet maupun literatur di Perpustakaan Sosial Ekonomi Pertanian, Perpustakaan Institut Pertanian Bogor, yang berupa hasil- hasil penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian ini.

4.3. Metode Penarikan Contoh

Pemilihan petani responden dilakukan secara purposive. Karakteristik petani Desa Ngagel cenderung homogen dilihat dari luas kepemilikan lahan, jenis komoditi yang ditanam, sumber pembelian sarana/alat produksi usahatani, kondisi


(46)

lahan dan pemukimannya jauh dari jalan utama desa, merupakan alasan penulis memberi frame sampel berdasarkan daftar nama petani penerima bantuan bibit kelapa kopyor pada proyek pengembangan perkebunan di Jawa Tengah. Jumlah petani yang ada pada daftar berjumlah 80 orang, maka ditentukan jumlah responden sebanyak 30 petani yang dipilih secara random. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka responden petani sebanyak 30 orang dianggap telah mewakili populasi petani kelapa kopyor di Desa Ngagel.

Responden pedagang yang diwawancarai dipilih berdasarkan alur pemasaran kelapa kopyor dari Desa Ngagel, yang terdiri dari pedagang pengumpul I sebanyak empat orang, pedagang pengumpul II sebanyak dua orang, pedagang besar sebanyak tiga orang, dan pedagang pengecer sebanyak dua orang. Pengambilan sampel pada tataniaga kelapa kopyor tidak langsung kepada lembaga pemasaran level paling bawah yaitu petani. Hal ini untuk menghindari lembaga pemasaran yang dianalisis efisiensi pemasarannya ternyata tidak menggunakan saluran pemasaran yang telah terbentuk sebelumnya.

Agar dapat diperoleh informasi yang lebih akurat, penelitian ini diperkuat dengan mengadakan pengamatan langsung di lapangan baik di tingkat petani maupun di setiap lembaga pemasarannya. Pemilihan sampel responden dilakukan secara sengaja berdasarkan informasi yang didapat dari hasil survei awal dan wawancara dengan aparat kecamatan Dukuhseti, ketua kelompok tani Ngudiutomo dan Ngudiroso di Desa Ngagel dan Bakalan, dan pedagang besar di Kecamatan Tayu.

4.4. Analisis Data

Dalam penelitian ini yang dipakai sebagai unit analisis adalah petani tanaman kelapa kopyor, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Data yang terkumpul dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

4.4.1. Analisis Saluran dan Lembaga Pemasaran

Saluran pemasaran kelapa kopyor di Kabupaten Pati dimulai dari penelusuran di tingkat petani, pedagang pengumpul I, pedagang pengumpul II,


(47)

pedagang besar, pedagang pengecer sampai kepada konsumen. Dari saluran pemasaran yang terbentuk dapat digambarkan secara keseluruhan pola saluran pemasaran. Secara umum jika pola pemasaran yang terbentuk semakin panjang, maka dapat diketahui margin tataniaga antara petani dan konsumen juga semakin besar. Dengan demikian pola tersebut menjadi tidak efisien.

Pola saluran yang terbentuk dari para pelaku pemasaran sesuai dengan fungsinya, baik fungsi pertukaran, fungsi fisik maupun fungsi fasilitas. Fungsi-fungsi tataniaga ini berdasarkan masing- masing kegiatan pokok dalam penyaluran kelapa kopyor dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga- lembaga pemasaran melakukan pengangkutan barang dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen, juga berfungsi sebagai sumber informasi mengenai sumber penghasil kelapa kopyor, sehingga dapat diketahui upaya- upaya apa saja yang dilakukan pada tiap-tiap lembaga dalam memperbaiki tataniaganya.

4.4.2. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar

Untuk mengetahui struktur pasar kelapa kopyor dapat dilihat berdasarkan saluran pemasaran yang didukung peranan fungsi- fungsinya, jumlah lembaga pemasaran yang terlibat (penjual dan pembeli), sifat produk, kebebasan keluar masuk pasar, informasi harga pasar yang terjadi.

Dalam tingkah laku pasar kelapa kopyor dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian, kerjasama antar lembaga tataniaga, sistem penentuan dan pembayaran harga.

4.4.3. Analisis Margin Tataniaga

Analisis margin pemasaran untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran kelapa kopyor. Margin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran atau perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen.

Secara matematis margin pemasaran dirumuskan sebagai berikut (Limbong dan Sitorus,1987) :


(48)

Keterangan: Mmi : Margin tataniaga pasar pada tingkat ke- i

Psi : Harga jual pasar pada tingkat ke- i

Pbi : Harga beli pasar pada tingkat ke- i

Karena dalam margin pemasaran terdapat dua komponen yaitu komponen biaya dan komponen keuntungan lembaga pemasaran. Maka besarnya margin pemasaran merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran, dirumuskan sebagai berikut :

Mmi = Ci+ pi ... (2)

Keterangan : Ci : Biaya lembaga pemasaran pada tingkat ke- i

pi : Keuntungan lembaga pemasaran pada tingkat ke- i

Dari kedua persamaan diatas, maka diperoleh:

Psi - Pbi = Ci + pi ………. ... (3)

Keuntungan lembaga pemasaran pada tingkat ke-i :

pi = Psi - Pbi - Ci ………. ... (4)

Menurut Raju et. al dalam Sarma (1985) terdapat 2 metode dalam perhitungan margin pemasaran yaitu metode tengggang waktu (time lag method) dan metode berbarengan. Metode tenggang waktu, dilakukan dengan cara mengikuti aliran barang sepanjang rantai pemasaran yang dilakukan. Unsur waktu dapat diperhitungkan lebih seksama dalam perhitungan margin pemasaran. Kendala yang dihadapi dalam perhitungan adalah sukar dalam pelaksanaan dan memerlukan banyak waktu. Metode berbarengan dengan cara membandingkan harga pada berbagai tingkat saluran pemasaran pada tingkat waktu yang sama. Walaupun tidak seakurat metode tenggang waktu namun metode ini mudah dilakukan. Pada penelitian ini menggunakan metode berbarengan.

4.4.4. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Rasio keuntungan dan biaya adalah persentase keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran yang secara teknis (operasional) untuk mengetahui tingkat efisiensinya. Untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing- masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut :


(49)

Rasio

p

/C= X100%

Ci Li

Keterangan :

p

i : Keuntungan lembaga pemasaran ke- i Ci : Biaya pemasaran lembaga ke-i

4.4.5. Analisis Farmer’s share

Pendapatan yang diterima petani “farmer’s share” merupakan perbandingan persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar di tingkat konsumen akhir. Secara matematis farmer’s share dihitung sebagai berikut :

Fs = ×100% k

f

P P

Keterangan :

Fs : Farmer’s share (%) Pf : Harga di tingkat petani

Pk : Harga yang dibayar oleh konsumen akhir

Semakin mahal konsumen membayar harga yang ditawarkan oleh lembaga pemasaran (pedagang), maka bagian yang diterima oleh petani akan semakin sedikit, karena petani menjual komoditi pertanian dengan harga yang relatif rendah. Hal ini memperlihatkan adanya hubungan negatif antara margin pemasaran dengan bagian yang diterima petani. Semakin besar margin maka penerimaan petani relatif kecil.

4.5. Definisi Operasional

Untuk menjelaskan pengertian mengenai istilah- istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Lembaga pemasaran adalah lembaga- lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran melalui proses pendistribusian kelapa kopyor dari produsen ke konsumen, seperti:

a. Petani kelapa kopyor adalah sejumlah petani responden yang memliki pohon kelapa kopyor, memproduksi dan melakukan penjualan kelapa kopyor .


(1)

Lampiran 5. Karakteristik Responden Petani

No. Nama Responden

Jenis kelamin

Umur

(Tahun) Pendidikan

Luas Lahan

(m²)

KEGIATAN PANEN (Tahun 2004)

Agustus September Oktober

Ukuran Jumlah

(Butir) Harga Ukuran

Jumlah

(Butir) Harga Ukuran

Jumlah

(Butir) Harga

1 Sumihadi L 64 SD 200

Kecil 5 2.000 Kecil 9 2.500 Kecil 11 2.500

Sedang 1 4.000 Sedang 4 5.000 Sedang 0 0

Besar 5 6.000 Besar 2 6.500 Besar 2 6.500

2 Mas'udi L 55 SMA/Aliyah 400

Kecil 4 2.500 Kecil 4 2.500 Kecil 10 2.000

Sedang 3 4.000 Sedang 4 5.000 Sedang 6 4.500

Besar 2 6.000 Besar 3 7.000 Besar 1 7.000

3 Muslikan L 48 SLTP 500

Kecil 7 2.500 Kecil 11 2.500 Kecil 9 2.500

Sedang 5 4.000 Sedang 3 4.000 Sedang 8 5.000

Besar 1 6.500 Besar 2 7.000 Besar 2 7.000

4 Samsuri L 57 SD 250

Kecil 7 5.000 Kecil 5 5.000 Kecil 7 5.000

Sedang 7 7.000 Sedang 14 7.000 Sedang 9 7.000

Besar 2 8.500 Besar 0 0 Besar 4 9.000

5 Affandi L 60 MI/SD 300

Kecil 5 5.000 Kecil 5 5.000 Kecil 10 5.000

Sedang 8 7.000 Sedang 4 7.000 Sedang 4 7.000

Besar 2 9.000 Besar 0 0 Besar 0 0

6 Munajam L 60 SD 200

Kecil 11 5.000 Kecil 9 5.000 Kecil 3 5.000

Sedang 2 7.000 Sedang 10 7.000 Sedang 11 7.000

Besar 5 9.000 Besar 0 0 Besar 3 9.000

7 Ngarpan L 57 S-1 700

Kecil 7 2.000 Kecil 15 2.500 Kecil 10 2.500

Sedang 9 4.000 Sedang 2 5.000 Sedang 4 5.500

Besar 0 0 Besar 0 0 Besar 2 7.000

8 Ajad L 55 SD 100

Kecil 2 5.000 Kecil 4 5.000 Kecil 11 5.000

Sedang 0 0 Sedang 8 7.000 Sedang 3 7.000


(2)

No. Nama Responden

Jenis kelamin

Umur

(Tahun) Pendidikan

Luas Lahan

(m²)

KEGIATAN PANEN (Tahun 2004)

Agustus September Oktober

Ukuran Jumlah

(Butir) Harga Ukuran

Jumlah

(Butir) Harga Ukuran

Jumlah

(Butir) Harga

9 Sapuan L 50 SD 250

Kecil 8 3.500 Kecil 8 3.500 Kecil 5 3.000

Sedang 0 0 Sedang 1 6.000 Sedang 4 6.000

Besar 3 8.000 Besar 10 8.000 Besar 4 8.000

10 Sukarman L 50 SMA 200

Kecil 1 4.000 Kecil 7 4.000 Kecil 9 4.000

Sedang 4 6.000 Sedang 5 7.000 Sedang 0 0

Besar 5 8.000 Besar 2 9.000 Besar 4 8.000

11 Bajuri L 45 SD 100

Kecil 3 2.500 Kecil 2 3.000 Kecil 1 3.000

Sedang 4 4.000 Sedang 5 4.500 Sedang 1 5.000

Besar 5 6.500 Besar 3 7.000 Besar 7 7.500

12 Kudlori L 42 SMA 400

Kecil 5 2.000 Kecil 2 2.000 Kecil 2 2.000

Sedang 8 4.000 Sedang 10 4.000 Sedang 3 4.000

Besar 0 0 Besar 1 7.000 Besar 5 6.000

13 Darlan L 49 SD 150

Kecil 9 2.000 Kecil 10 2.500 Kecil 10 2.000

Sedang 3 4.000 Sedang 8 4.000 Sedang 5 4.000

Besar 1 6.000 Besar 1 7.000 Besar 5 7.000

14 Kalimi L 45 SD 350

Kecil 9 2.000 Kecil 8 2.000 Kecil 5 2.000

Sedang 5 4.000 Sedang 8 4.000 Sedang 6 4.000

Besar 3 6.500 Besar 1 7.500 Besar 1 6.500

15 Shofiatoli P 42 MTs/SMP 200

Kecil 0 0 Kecil 5 2.500 Kecil 6 2.500

Sedang 4 4.000 Sedang 1 4.000 Sedang 3 4.000

Besar 2 6.000 Besar 2 7.000 Besar 1 7.000

16 Sutamto L 59 SMP 400

Kecil 29 4.000 Kecil 12 4.000 Kecil 19 4.000

Sedang 30 7.000 Sedang 10 7.000 Sedang 0 0


(3)

No. Nama Responden

Jenis kelamin

Umur

(Tahun) Pendidikan

Luas Lahan

(m²)

KEGIATAN PANEN (Tahun 2004)

Agustus September Oktober

Ukuran Jumlah

(Butir) Harga Ukuran

Jumlah

(Butir) Harga Ukuran

Jumlah

(Butir) Harga

17 H. Solekan L 64 D-3 500

Kecil 19 3.500 Kecil 5 4.000 Kecil 28 4.000

Sedang 10 5.500 Sedang 33 6.000 Sedang 17 6.000

Besar 21 7.500 Besar 12 8.000 Besar 11 8.000

18 Waidi L 66 SD 150

Kecil 0 0 Kecil 5 3.000 Kecil 0 0

Sedang 9 5.000 Sedang 1 5.000 Sedang 4 5.000

Besar 0 0 Besar 1 8.500 Besar 4 7.500

19 Sobirin L 48 SD 300

Kecil 1 3.000 Kecil 1 3.000 Kecil 2 3.000

Sedang 1 4.500 Sedang 0 0 Sedang 2 5.000

Besar 2 6.500 Besar 2 7.500 Besar 1 7.500

20 Tohirotun P 36 SD 100

Kecil 5 2.000 Kecil 3 2.000 Kecil 4 2.000

Sedang 3 4.000 Sedang 5 4.000 Sedang 3 4.000

Besar 1 6.000 Besar 2 6.000 Besar 3 6.000

21 H. Mukhti L 78 Aliyah 350

Kecil 4 2.500 Kecil 4 2.500 Kecil 5 2.500

Sedang 1 4.000 Sedang 5 4.000 Sedang 4 4.000

Besar 1 6.000 Besar 2 6.000 Besar 1 6.000

22 Rukoni L 55 - 200

Kecil 13 2.500 Kecil 14 2.000 Kecil 10 2.000

Sedang 8 4.000 Sedang 9 4.000 Sedang 2 4.000

Besar 5 6.000 Besar 1 6.000 Besar 7 6.000

23 H. Nurwi L 67 SD 300

Kecil 11 2.000 Kecil 17 2.000 Kecil 10 2.000

Sedang 15 4.000 Sedang 16 4.000 Sedang 7 4.000

Besar 2 6.000 Besar 0 0 Besar 7 6.000

24 Warsono L 47 SMA 100

Kecil 3 2.000 Kecil 0 0 Kecil 6 2.500

Sedang 2 4.000 Sedang 5 4.000 Sedang 1 4.000


(4)

Sumber : Data Primer diolah, 2004.

No. Nama Responden

Jenis kelamin

Umur

(Tahun) Pendidikan

Luas Lahan

(m²)

KEGIATAN PANEN (Tahun 2004)

Agustus September Oktober

Ukuran Jumlah

(Butir) Harga Ukuran

Jumlah

(Butir) Harga Ukuran

Jumlah

(Butir) Harga

25 Khasiah P 53 SMP 100

Kecil 12 2.000 Kecil 0 0 Kecil 3 2.000

Sedang 4 4.000 Sedang 20 5.000 Sedang 14 5.000

Besar 0 0 Besar 0 0 Besar 0 0

26 Jumiah P 48 SD 120

Kecil 12 3.500 Kecil 2 4.000 Kecil 0 0

Sedang 4 6.000 Sedang 5 6.000 Sedang 6 6.000

Besar 0 0 Besar 2 8.000 Besar 4 8.500

27 Muslim L 49 SMP 100

Kecil 1 2.000 Kecil 3 2.000 Kecil 2 2.000

Sedang 2 5.000 Sedang 4 5.500 Sedang 1 5.000

Besar 4 6.500 Besar 0 0 Besar 3 7.500

28 Sutriyo L 66 SMP 90

Kecil 3 2.000 Kecil 5 2.000 Kecil 1 2.000

Sedang 3 5.000 Sedang 6 5.000 Sedang 4 4.000

Besar 0 0 Besar 0 0 Besar 5 6.000

29 Sunardi L 53 SMA 200

Kecil 1 2.000 Kecil 3 2.500 Kecil 3 2.000

Sedang 0 0 Sedang 0 0 Sedang 0 0

Besar 5 6.000 Besar 4 6.500 Besar 5 6.000

30 Fatima P 40 SD 100

Kecil 0 0 Kecil 0 0 Kecil 2 2.500

Sedang 4 6.000 Sedang 6 6.000 Sedang 3 6.000


(5)

(6)