baik dan sopan. Namun apabila debitur ternyata tidak memnberikan itikad baik untuk menyerahkan barang jaminannya, maka collector tersebut ddengan sangat
terpaksa akan melakukan kewajibannya dan menghadapi tantangan dari debitur tersebut.Yang dilakukannya pun bervariasi mulai dari membentak, merampas
dengan paksa dan lain sebagainya, dalam menggertak debitur. Namun apabila dilihat dari segi hukum, collector tersebut tidak
dibenarkan apabila sampai melakukan perkara pidana, seperti memukul, merusak barang dan lain sebagaiannya, atau bahkan hal yang terkecil yaitu mencemarkan
nama baik debitur.
Untuk beberapa perusahaan perbankan, apabila kredit tidak memiliki barang jaminan, maka tugas collector akan semakin berat karena
tidak ada yang bertindak sebagai juru sita, hal tersebut yang memberikan kesan kurang baik mengenai prilaku debt collector.
9
Dalam melakukan penagihan kredit, tak jarang debitur atau pengguna kredit mengeluh terhadap debt collector. Jumlah pengaduan konsumen pengguna kredit
meningkat dalam dua tahun terakhir. Ulah debt collector yang kasar menempati urutan pertama dalam pengaduan konsumen. Penyelesaian persoalan antara nasabah dengan
bank pemberi kredit dalam hal tunggakan tagihan kredit belum menemui titik terang. Buktinya, data yang ada di Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
C. Solusi Penanganan Debt Collector
9
http:purbantoro.wordpress.com20081113debt collector25 maret 2009
Universitas Sumatera Utara
LPKSM untuk permasalahan perbankan dalam dua tahun terakhir menduduki posisi pertama dalam daftar pengaduan konsumen.
Dari permasalahan perbankan tadi, lebih dari setengah merupakan kasus kartu kredit. Sampai November 2008, jumlah pengaduan konsumen yang mengalami masalah
dengan bank sebanyak 86 kasus. Sementara pada 2007 jumlahnya lebih banyak lagi, yakni sebanyak 115 kasus. Lebih dari setengahnya merupakan persoalan kartu kredit.
Ada tiga masalah yang sering dikomplain oleh konsumen terhadap bank penerbit kartu kredit, yaitu masalah bunga tagihan kartu kredit, penyampaian informasi
yang tidak transparan oleh bank penerbit dan masalah penagih hutang debt collector. Dalam hal masalah bunga tagihan kartu kredit, hal ini merupakan keteledoran
konsumen dalam penggunaan kartu kredit. Menurut data, konsumen pengguna kartu kredit sebenarnya sudah tidak mampu untuk membayar tagihan kartu kredit.
Namun, bukan berarti pihak nasabah saja yang dapat dipersalahkan dalam kasus semacam ini. Bank seharusnya juga bertanggung jawab sebagai pihak yang menerbitkan
kartu kredit. Tidak sedikit bank penerbit kartu kredit yang royal dalam menerbitkan kartu kredit kepada seseorang yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
dalam aplikasi kartu kredit. Masyarakat dengan mudah bisa menemui di pusat perbelanjaan, sales yang
menawarkan pembuatan kartu kredit kepada konsumen. Hanya dengan foto copy KTP dan slip gaji, calon pemilik kartu kredit sudah bisa mendapat aplikasi permohonan kartu
kredit. Bahkan orang yang tidak mengaplikasi kartu kredit tiba-tiba di kirim kartu kredit atas namanya.
Universitas Sumatera Utara
Selain permasalahan diatas, bank penerbit kartu kredit kerap kali tidak terbuka dalam member informasi sebab akibat dalam penggunaan kartu kredit. Misalnya,
tentang kemudahan dan fasilitas penggunaan kartu kredit yang di berikan. Seringkali kemudahan-kemudahan itu tidak diimbangi dengan kemungkinan-kemungkinan yang
pahit terhadap pemakaian kartu kredit seperti bunga yang tinggi dan prosedur penutupan kartu kredit. Konsumen sangat susah untuk menutup kartu kredit, di
samping pihak bank sendiri yang tidak akomodatif. Masalah lainnya adalah debt collector. Kemungkinan terburuk bagi penunggak
tagihan kartu kredit adalah didatangi satu atau beberapa orang debt collector. Mereka inilah yang akan melakukan penagihan.
Jika penunggak ini tetap tidak mampu melunasi tagihan kartunya, debt collector yang diperintah oleh bank penerbit kartu kredit akan mengambil sejumlah barang baik
bergerak maupun tidak bergerak sebagai jaminan. Jika penunggak telah melunasinya, maka jaminan itu akan dikembalikan. Jika tidak, tentu saja barang itu lenyap nilai barang
yang diambil setara dengan jumlah tunggakan.
1. Mengarah ke Pidana
Perilaku debt collector saat ini masih menjadi masalah serius yang belum ada penanganannya. Di satu sisi konsumen merasa terganggu
dengan ulah penagih utang tersebut. Di sisi lain debt collector sebagai utusan bank bertanggung jawab atas tunggakan-tunggakan hutang yang
bisa merugikan bank. Masalahnya, belum ada batasan dan aturan yang jelas tentang tata
cara penagihan oleh seorang debt collector . Saat ini yang ada hanya
Universitas Sumatera Utara
sebatas pada aturan bank masing-masing. Yang terjadi di lapangan, debt collector melakukan hal-hal di luar kesepakatan antara bank dan agen.
Perlakuan debt collector sudah pada tahap yang memperihatinkan. Beberapa tindakan debt collector bahkan sudah mengarah pada tindakan
pidana. Misalnya, membuat onar, meneror baik secara langsung maupun telepon, bahkan sampai mengancam akan membunuh si nasabah.
Secara hukum, cara penagihan oleh debt collector yang disertai dengan ancaman, cacian, serta teror tidak dapat dibenarkan. Hal tersebut
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 4E, yang menyebutkan bahwa:
konsumen berhak mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut. Ancaman, cacian, serta teror bukan merupakan upaya penyelesaian
sengketa yang patut. Yang lebih ironis, ketika konsumen meminta penyelesaian langsung lewat manajemen bank yang bersangkutan, justru
ditolak dengan alasan persoalan tersebut telah dilimpahkan kepada pihak ketiga, yang dalam hal ini adalah debt collector.
10
2. Penyelesaian secara patut
Filosofi yang menyatakan bahwa utang akan dibawa mati tetap berlaku dalam penyelesaian kredit macet, yang berarti tanggung jawab
debitur untuk menyelesaikan pembayaran tunggakan harus tetap dipenuhi.
10
Undang-Undang Nomor 8 Tahun1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
Penyelesaian kredit macet seharusnya lebih terfokus pada pihak bank serta konsumen yang bersangkutan secara langsung karena pada waktu aplikasi
kedua pihak tersebut yang bertindak sebagai subyek hukum. Terkait dengan hal tersebut, Peraturan Bank Indonesia Nomor
77PBI2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah menyatakan bahwa bank berkewajiban menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur
tertulis mengenai penerimaan pengaduan, penanganan dan penyelesaian pengaduan, serta pemantauan penyelesaian pengaduan. Bank juga
berkewajiban melaporkan penanganan dan penyelesaian pengaduan secara triwulan kepada Bank Indonesia.
11
Apabila penyelesaian secara mufakat di antara kedua belah pihak tidak tercapai, perlu dipikirkan gagasan tentang perlu adanya lembaga atau
biro penyelesaian sengketa perbankan. Lembaga ini dimaksudkan sebagai alternatif penyelesaian sengketa perbankan di luar pengadilan yang punya
keputusan mengikat, mengingat penyelesaian lewat pengadilan sering terasa tidak efektif. Selain itu, dari sisi konsumen, terkadang konsumen
Bentuk penyelesaian yang dapat ditawarkan misalnya penjadwalan ulang pembayaran sesuai dengan batas kemampuan bank dan konsumen.
Selama proses pembayaran, hendaknya praktek bunga berbunga dihentikan. Sebab, kalau bunga dipaksakan tetap berlaku, beban konsumen
justru semakin berat dan kemampuan membayar pun semakin rendah, sehingga pokok permasalahan tidak akan terjawab.
11
Peraturan Bank Indonesia Nomor 77PBI2005
Universitas Sumatera Utara
merasa tidak berdaya ketika harus menghadapi ancaman dari debt collector.
Bank Indonesia selaku regulator tentunya punya kendali yang cukup untuk merealisasi gagasan tentang pembentukan biro penyelesaian
sengketa perbankan tersebut. Dari sisi upaya preventif, amanat Pasal 16 Peraturan Bank Indonesia Nomor 630PBI2005, yang mengatur soal
kewajiban penerapan manajemen risiko kredit yang mencakup beberapa hal yang wajib diterapkan sebelum persetujuan aplikasi kartu kredit,
seharusnya dilakukan secara konsisten oleh bank penyelenggara. Harapan yang muncul adalah agar persetujuan permohonan aplikasi tidak mudah
terjual.
12
1. Keuntungan
D. Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Debt Collector