Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung, Uji Hipotesis, Pembahasan Hasil Penelitian dan Uji Beda Dua Kelompok Sampel.

D. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung, Uji Hipotesis, Pembahasan Hasil Penelitian dan Uji Beda Dua Kelompok Sampel.

a. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung

Tabel IV.8 Direct Effect, Indirect Effect, Total Effect

Regresion Weights

Direct Effect Indirect Effect Total Effect Attitude

Price Quality

0.000 0.302 Attitude

Risk Averseness

0.000 0.010 Attitude

Subjective Norm

0.000 0.313 Attitude

Perceive Risk

0.000 -0.264 Attitude

Integrity

0.000 -0.425 Attitude

Personal Gratifikation

0.000 0.327 Attitude

Previous Experience

Previous Experience

0.091 0.286 Sumber: Hasil olahan data, 2011

Berdasarkan tabel IV.8 hanya satu yang memiliki hubungan tidak langsung (indirect effect) yaitu hubungan antara variabel previous experience dengan behavioral intention yaitu sebesar 0,091. Sedangkan variabel price quality terhadap attitude , risk averseness terhadap attitude, subjective norm terhadap attitude, percieve risk terhadap Berdasarkan tabel IV.8 hanya satu yang memiliki hubungan tidak langsung (indirect effect) yaitu hubungan antara variabel previous experience dengan behavioral intention yaitu sebesar 0,091. Sedangkan variabel price quality terhadap attitude , risk averseness terhadap attitude, subjective norm terhadap attitude, percieve risk terhadap

b. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menganalisis tingkat signifikansi hubungan kausalitas antar konstruk dalam model yang didasarkan pada nilai C.R (z-hitung) lebih besar dari atau sama dengan

nilai z-tabel (z-hitung ³ z-tabel). Pada jumlah responden lebih dari 120 maka nilai z tabel untuk masing-masing tingkat signifikansi adalah: (1) 1% = 2,56, (2) 5% = 1,96, (3) 10% = 1,645. Analisis terhadap hubungan- hubungan antar konstruk dalam hipotesis ditunjukkan oleh nilai regression weights . Tabel IV.9 menunjukkan nilai regression weights dari variabel- variabel yang diuji hubungan kausalitasnya.

Tabel IV.8 Regression Weights

Regresion Weights

Estimate

S.E. C.R. p

Attitude

ß Price quality

0.108 2.312 0.021 Attitude

ß Risk Averseness

ß Subjective Norm

0.120 2.236 0.025 Attitude

ß Perceive Risk

***-0.210 0.076 -2.777 0.005 Attitude

ß Integrity

***-0.313 0.087 -3.600 0.000 Attitude

ß Personal Gratifikation

0.147 2.169 0.030 Attitude

ß Previous Experience

0.066 2.524 0.012 Behavioral Intention ß Attitude

***0.591 0.138 4.284 0.000 Behavioral Intention ß Previous Experience

0.092 2.281 0.023 Sumber: Hasil olahan data, 2011

Keterangan: *** sigifikan pada level 1%

** signifikan pada level 5% * signifikan pada level 10%

c. Pembahasan Hasil Penelitian

Pada pembahasan hasil penelitian, akan dijelaskan mengenai hasil pengujian hubungan antar variabel yang dihipotesiskan. Dengan demikian, terdapat sembilan bahasan yang akan dijelaskan. Hubungan antar variabel tersebut yaitu: attitude dan price quality, attitude dan risk averseness, attitude dan subjective norm, attitude dan percieve risk, attitude dan integrity, attitude dan personal gratification, attitude dan previous experience, behavioral intention dan attitude, behavioral intention dan previous experience. Berikut penjelasan untuk setiap hubungan antar variabel yang dihipotesiskan.

1) Pengaruh Price Quality pada Attitude (Hipotesis 1).

Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan dan positif antara kualitas harga (price quality) dengan sikap (attitude)

(β=0.249, CR = 0.108, SE = 2.312, p = 0.021) walaupun tidak mendukung hipotesis 1 (semakin tinggi price quality, semakin

negatif attitude). Hasil temuan pada studi ini mengindikasikan bahwa, kualitas harga berpengaruh positif pada sikap konsumen. Hal ini memberikan pemahaman bahwa semakin tinggi tingkat pemahaman yang dimiliki seorang konsumen atas price quality, maka sikap terhadap pembajakan akan semakin baik. Dengan demikian temuan studi ini tidak mendukung hipotesis 1 yang

DVD) dari penelitian yang terdahulu (Matos, Ituasu, dan Rossi, 2007), yaitu meggunakan objek amatan seluruh produk bajakan sehinggga hasilnya menjadi tidak dudukung.

Dari temuan dilapangan yang dilakukan peneliti dengan melakukan interview terhadap responden dengan pertanyaan terbuka (lihat lampiran), hasil penelitian yang menjelaskan fenomena yang positif ini didukung oleh hasil dari lapangan. Hasil interview menunjukkan bahwa konsumen pada prinsipnya sudah menyadari bahwa harga yang mereka keluarkan terhadap CD, VCD, atau DVD bajakan setara dengan kuallitas yang diperoleh, artinya harga itu sebanding dengan kualitas yang mereka dapatkan. Dari responden Mahasiswa strata-1 (S1) Universitas Sebelas Maret Surakarta yang peneliti interview, menunjukkan bahwa mereka juga sudah menyadari akan resiko-resiko yang akan ditanggungnya. Mereka yang membeli produk bajakan sudah mengetahui bahwa kualitas yang mereka dapatkan ketika membeli produk bajakan (CD, CVD, atau DVD bajakan) tidak akan sebaik produk yang asli. Mayoritas responden yang telah diinterview memilih produk bajakan dikarenakan harganya yang jauh lebih murah jika dibandingkan produk yang asli (lihat lampiran).

Dari fenomena tersebut, maka stimulus yang diberikan adalah menurunkan price quality inference, sehingga sikap positif konsumen terhadap produk bajakan akan berkurang. Cara yang Dari fenomena tersebut, maka stimulus yang diberikan adalah menurunkan price quality inference, sehingga sikap positif konsumen terhadap produk bajakan akan berkurang. Cara yang

2) Pengaruh Risk Averseness pada Attitude (Hipotesis 2).

Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang tidak signifikan antara risk averseness dan attitude (β = 0.012, CR = 0.095, SE = 0.129, P = 0.897) karena P > 0,05%. Hal ini menjelaskan bahwa risk averseness bukan merupakan variabel yang dipertimbangkan penting untuk mempengaruhi sikap (attitude). Fenomena ini dimungkinkan karena resiko yang ditanggung konsumen dalam membeli CD, VCD, dan DVD bajakan tersebut relatif kecil sehingga resiko tersebut tidak mempengaruhi sikap konsumen terhadap pembajakan. Hasil tersebut didukung dengan interview dilapangan dengan pertanyaan terbuka (lihat lampiran), hasilnya menunjukan bahwa mayoritas responden yang telah diinterview sudah mengetahui resiko apa saja yang mungkin didapat ketika membeli CD, VCD, atau DVD bajakan (barang yang dibeli kemungkinan rusak, kualitas gambar yang didapat kemungkinan jelek, kemungkinan barang mudah sekali rusak) sebelum mereka melakukan pembelian, sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa konsumen tidak menolak Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang tidak signifikan antara risk averseness dan attitude (β = 0.012, CR = 0.095, SE = 0.129, P = 0.897) karena P > 0,05%. Hal ini menjelaskan bahwa risk averseness bukan merupakan variabel yang dipertimbangkan penting untuk mempengaruhi sikap (attitude). Fenomena ini dimungkinkan karena resiko yang ditanggung konsumen dalam membeli CD, VCD, dan DVD bajakan tersebut relatif kecil sehingga resiko tersebut tidak mempengaruhi sikap konsumen terhadap pembajakan. Hasil tersebut didukung dengan interview dilapangan dengan pertanyaan terbuka (lihat lampiran), hasilnya menunjukan bahwa mayoritas responden yang telah diinterview sudah mengetahui resiko apa saja yang mungkin didapat ketika membeli CD, VCD, atau DVD bajakan (barang yang dibeli kemungkinan rusak, kualitas gambar yang didapat kemungkinan jelek, kemungkinan barang mudah sekali rusak) sebelum mereka melakukan pembelian, sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa konsumen tidak menolak

Pola hubungan yang tidak signifikan ini tidak memberikan dukungan pada hipotesis 2 yang menjelaskan bahwa semakin tinggi risk averseness, maka semakin negatif sikapnya terhadap produk bajakan (Lihat Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007). Hal ini dimungkinkan karena pengaruh objek amatan CD, VCD, dan DVD yang merupakan barang low involvement dimana konsumen tidak terlalu memikirkan merek produk apa yang harus dibeli, di toko mana harus dibeli dan hal-hal yang terkait dengan proses pembelian (konsumen tidak memerlukan informasi mengenai kategori produk yang ingin dibeli). Oleh sebab itu dimungkinkan hasilnya akan berbeda jika diterapkan untuk kategori produk yang berbeda (high involvement). Oleh karena itu diperlukan studi lanjutan untuk meningkatkan validitas eksternal dari konsep yang dihipotesiskan.

Bagi pemasar, temuan ini memberikan pemahaman tentang kecermatan dalam mendesain stimulus yang menghubungkan risk averseness dengan attitude. Sebab jika pemasar terlalu fokus pada variabel tersebut, maka pengaruhnya tidak terlalu dipertimbangkan oleh konsumen.

Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan dan negatif antara perceive risk dan attitude (β =-0.210, CR = 0.076, SE -2.777, p = 0.005). Fenomena yang dijelaskan adalah semakin tinggi/besar percieve risk, semakin negatif attitude. Hasil temuan pada studi mengindikasi bahwa percieve risk mampu mempengaruhi attitude. Hal ini memberi pemahaman bahwa konsumen akan memiliki sikap yang lebih baik (favorable) pada produk bajakan jika resiko yang diterima ketika membeli produk bajakan (CD, VC, atau DVD bajakan) relatif kecil begitu juga sebaliknya.

Dengan demikian temuan studi ini mendukung hipotesis 3 yang menjelaskan hubungan yang signifikan dan negatif. Hasil pengujian yang signifikan ini memberikan dukungan terhadap regularitas fenomena hubungan negatif yang terdapat pada studi terdahulu (Matos, Ituassu, dan Rossi, (2007). Stimulus yang bisa diberikan agar sikap yang positif terhadap produk bajakan menjadi berkurang yaitu dengan meningkatkan percieve risk sehingga konsumen akan memiliki sikap yang negatif (unfavorable) terhadap produk bajakan tersebut, yaitu dengan cara lebih mempertegas sanksi bagi para pelaku pembajakan dan juga konsumen yang membelinya, sehingga akan meningkatkan rasa takut konsumen dan pelaku pembajakan tersebut untuk mengulangi perbuatannya karena resiko (sanksi) yang didapat semakin tinggi.

Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan dan negatif antara integrity dan attitude ( β = -0.313, CR 0.087, SE = - 3.600, p = 0,000). Fenomena yang dijelaskan adalah semakin tinggi integrity, semakin negatif attitude. Hal ini dapat terjadi karena integrity merupakan sifat manusia yang selalu berpegang teguh/bertindak sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat maupun organisasi, sehingga konsumen yang memiliki integrity yang tinggi akan bersikap negatif (unfavorable) terhadap produk bajakan, dan sebaliknya. Dari hasil penelitian tersebut integrity merupakan variabel yang dipertimbangkan penting oleh konsumen untuk mempengaruhi sikap yang berujung pada keputusan pembelian.

Hasil pengujian yang signifikan ini memberikan dukungan

terhadap regularitas fenomena hubungan negatif yang

terdapat pada studi terdahulu (Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007). Dalam studinya, Matos, Ituassu, dan Rossi, menjelaskan bahwa terdapat hubungan signifikan negatif antara integrity dan attitude. Hasil studi ini mengindikasi bahwa integritas seseorang dapat mempengaruhi baik tidaknya sikap sesorang terhadap produk bajakan, dalam konteks ini semakin tinggi integritas semakin negatif sikapnya terhadap produk bajakan. Stimulus yang mungkin diberikan agar integritas seseorang semakin tinggi yaitu dengan melakukan penyuluhan penyuluhan kepada masyarakat (himbauan- terdapat pada studi terdahulu (Matos, Ituassu, dan Rossi, 2007). Dalam studinya, Matos, Ituassu, dan Rossi, menjelaskan bahwa terdapat hubungan signifikan negatif antara integrity dan attitude. Hasil studi ini mengindikasi bahwa integritas seseorang dapat mempengaruhi baik tidaknya sikap sesorang terhadap produk bajakan, dalam konteks ini semakin tinggi integritas semakin negatif sikapnya terhadap produk bajakan. Stimulus yang mungkin diberikan agar integritas seseorang semakin tinggi yaitu dengan melakukan penyuluhan penyuluhan kepada masyarakat (himbauan-

5) Pengaruh Personal Gratification pada Attitude (Hipotesis 5)

Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan dan positif antara personal gratification dan attitude (β = 0.320, CR 0.147, SE = 2.169, p = 0.030). Fenomena yang dijelaskan adalah semakin tinggi personal gratification, semakin positif attitude. Hal ini berarti bahwa konsumen yang memiliki kenginan untuk memenuhi kebutuhan rasa prestasi, pengakuan sosial, dan menikmati hal-hal dalam hidup tanpa memperhatikan benar tidaknya tindakan yang dilakukan (membeli produk bajakan karena mudah didapat dan harganya murah) akan memiliki sikap yang baik (positif) terhadap produk bajakan sehingga stimulus yang bisa diberikan untuk menguranginya adalah dengan melakukan berbagai macam promosi seperti diskon penjualan, CSR, sehingga melalui stimulus tersebut, konsumen akan lebih memilih produk yang asli dari pada yang bajakan karena merasa lebih puas. Sehingga hasil tersebut memberikan dukungan terhadap hipotesis 5.

6) Pengaruh Subjective Norm pada Attitude (Hipotesis 6). Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan dan positif antara norma subjektif (subjective norm) dan sikap (attitude) (β =0.269, CR = 0.120, SE = 2.236, p = 0.025). Fenomena 6) Pengaruh Subjective Norm pada Attitude (Hipotesis 6). Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan dan positif antara norma subjektif (subjective norm) dan sikap (attitude) (β =0.269, CR = 0.120, SE = 2.236, p = 0.025). Fenomena

Dalam hasil studi yang signifikan positif antara subjective norm dan attitude ini, faktor keluarga, kerabat maupun teman memiliki peranan penting dalam mempengaruhi sikap konsumen pada pembajakan. Sikap yang positif akan muncul bila kerabat atau teman menerima/mendukung keputusan seseorang dalam membeli produk bajakan. Sehingga diperlukan stimulus untuk mengurangi subjective norm tersebut. Stimulus bisa dilakukan oleh perusahaan dengan melakukan iklan atau publikasi yang menyatakan larangan larangan dan himbauan agar masyarakat membeli produk yang asli karena membeli produk bajakan merupakan tindakan yang tidak menghargai hak cipta dan merupakan perbuatan yang dilarang, diharapkan masyarakat menjadi sadar (aware). Melalui stimulus tersebut diharapkan dapat menurunkan subjective norm sehingga dapat mengurangi niat beli produk bajakan.

7) Pengaruh Previous Experience pada Attitude (Hipotesis 7a).

Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan dan

Dengan demikian menunjukkan bahwa hipotesis 7a didukung. Hal ini menjelaskan bahwa semakin sering seseorang membeli produk bajakan maka semakin baik (favorable) sikapnya terhadap produk bajakan. Fenomena ini dapat terjadi dikarenakan dalam pembelian produk bajakan (CD, VCD, dan DVD bajakan) dianggap kurang beresiko (less risky), dan juga dikarenakan toko-toko yang menjual CD, VCD atau DVD bajakan tidak menunjukkan bahwa membeli produknya bukan merupakan tindakan yang tidak etis (Ang et all., 2001).

Dengan demikian temuan studi ini mendukung hipotesis 7a yang menjelaskan hubungan yang signifikan dan positif. Secara teoritis, studi ini memberikan dukungan terhadap regularitas teori yang menjelaskan bahwa semakin sering previous experience maka semakin sikap (attitude) akan lebih baik (more favorable) dibanding yang belum pernah seperti yang dikemukakan oleh Matos, Ituassu, dan Rossi, (2007). Stimulus yang mungkin diberikan yaitu lebih mempertinggi resiko dalam membeli produk bajakan sehingga membeli produk bajakan tidak lagi dianggap kurang beresiko (less risky) yang dapat dilakukan pemerintah dengan lebih mempertegas aturan dan sanksi yang diberikan untuk orang yang melanggarnya (meningkatkan percieve risk).

(Hipotesis 7b).

Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan dan positif antara previous experience dan behavioral intention (β = 0.211, CR = 0.092, SE = 2.281, p = 0.023). Hal ini menjelaskan bahwa konsumen yang sering membeli/pernah membeli (already bought ) akan memiliki niat beli yang lebih tinggi dibandingkan konsumen yang belum pernah membeli produk bajakan. Dengan demikian hasil studi ini mendukung hipotesis 7b yang menyatakan semakin tinggi/sering previous experience maka semakin tinggi niat belinya terhadap produk bajakan (CD, VCD, atau DVD bajakan).

9) Pengaruh Attitude pada Behavioral Intention (Hipotesis 8). Hasil pengujian mengindikasi hubungan yang signifikan dan

positif antara sikap (attitude) dan niat berperilaku (behavioral intention) (β = 0.591, CR = 0.138, SE = 4.284, p = 0,000). Hal ini menjelaskan bahwa semakin baik sikap (attitude), semakin tinggi niat belinya. Sikap yang baik tersebut didapat karena memiliki pengalaman membeli, kualitas harga yang relatif terjangkau, resiko yang kecil, pegaruh sosial, integritas yang rendah dari masing- masing konsumen. Jika konsumen memiliki sikap yang baik terhadap produk bajakan, maka niat beli produk bajakan (CD, VCD, atau DVD bajakan) akan meningkat. Dengan demikian hasil positif antara sikap (attitude) dan niat berperilaku (behavioral intention) (β = 0.591, CR = 0.138, SE = 4.284, p = 0,000). Hal ini menjelaskan bahwa semakin baik sikap (attitude), semakin tinggi niat belinya. Sikap yang baik tersebut didapat karena memiliki pengalaman membeli, kualitas harga yang relatif terjangkau, resiko yang kecil, pegaruh sosial, integritas yang rendah dari masing- masing konsumen. Jika konsumen memiliki sikap yang baik terhadap produk bajakan, maka niat beli produk bajakan (CD, VCD, atau DVD bajakan) akan meningkat. Dengan demikian hasil

d. Uji Beda Dua Kelompok Sampel

Uji beda digunakan untuk meneliti apakah terdapat perbedaan antara dua kategori (kelompok) data dari dua variabel yang diteliti atau lebih. Dalam penelitian ini kelompok sampel yang akan diuji yaitu kelompok sampel yang sudah pernah membeli CD, VCD, atau DVD bajakan dan kelompok sampel yang belum pernah membeli CD, VCD, atau DVD bajakan sebelumnya. Kelompok sampel tersebut akan diuji perbedaan dengan variabel attitude dan behavioral intention . Hasilnya dapat dilihat pada Tabel IV.10 dibawah:

Tabel IV.10

Uji Beda Dua Kelompok Sampel Previous Experience

Mean

Sig. (2-tailed)

Sikap 0 Sikap 1

Niat berperilaku 0 Niat berperilaku 1

Sumber: hasil olahan data 2011

1. Nilai 0 merupakan konsumen yang belum pernah membeli

CD, VCD, atau DVD bajakan.

2. Nilai 1 merupakan konsumen yang sudah pernah membeli

CD, VCD, atau DVD bajakan. Berdasarkan hasil tabel IV.10 diatas terdapat perbedaan yang signifikan antara dua kelompok tersebut (konsumen yang sudah pernah membeli dan yang belum), yaitu sebesar 0,000 pada sikap dan juga 0,000 pada niat berperilaku, hal ini mengindikasi terdapat perbedaan sikap dan niat berperilaku antara dua kelompok sampel tersebut. lebih lanjut, peneliti ingin menyampaikan bahwa responden yang memiliki pengalaman membeli produk bajakan sebelumnya (CD, VCD, atau DVD bajakan) memiliki sikap yang lebih positif (more favorable) dari pada kelompok responden yang belum pernah membeli produk bajakan sebelumnya (belum memiliki pengalaman). Menurut Azwar (2005) pengalaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang, karena orang yang memiliki pengalaman sebelumnya sudah memiliki pengetahuan akan produk, dan pemahan tentang bagaimana kualitas, resiko, harga, dll.

Setelah melakukan uji beda dua kelompok sampel, peneliti melakukan uji beda antara responden yang sudah memiliki pengalaman dan responden yang belum memiliki pengalaman Setelah melakukan uji beda dua kelompok sampel, peneliti melakukan uji beda antara responden yang sudah memiliki pengalaman dan responden yang belum memiliki pengalaman